Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 5 :

1. Shafira Cindy Meivianda (180810301079)


2. Galih Satrio Putra Prili (180810301082)
3. Hulfi Kurnia Putri Fitrotul Kamila (180810301086)
4. Imam Hamidi (180810301093)
5. Muhammad Ilham Ramadhani (180810301094)
6. Anis Irma Masyitoh (180810301095)

Mosi Debat : Pemerintah Indonesia lamban dalam merespon revolusi Industri 4.0 yang
membuat Indonesia tertinggal di bidang teknologi informasi sehingga daya saing sektor
ekonomi dan bisnis Indonesia di dunia Internasional semakin melemah

Kelompok kami setuju (pro) bahwa Indonesia tergolong lamban dalam merespon adanya
revolusi industri 4.0 yang mana menyebabkan teknologi informasi di Indonesia menjadi
tertinggal yang berdampak pada daya saing sektor ekonomi dan bisnis Indonesia di dunia
Internasional menjadi melemah dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Pemerintah Indonesia lamban dalam merespon revolusi industri 4.0 yang dibuktikan
dengan tenaga kerja di Indonesia yang dinilai belum siap menghadapi revolusi
industri 4.0. Masih banyak angkatan kerja di tanah air yang latar belakang
pendidikannya kurang memadai. Selain itu, suplai tenaga kerja yang memiliki
spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh industri 4.0 pun masih minim. Kebijakan
wajib belajar di Indonesia pun masih 12 tahun, berbeda dengan negara maju yang
sudah 16 tahun sampai ke Perguruan Tinggi. Kebijakan pendidikan di negara maju
harusnya digunakan sebagai cermin untuk mendongkrak kualitas pendidikan di
Indonesia, sehingga dapat menghasilkan angkatan kerja yang memiliki keahlian yang
memadai guna merespon revolusi industry 4.0.
2. Untuk industri 4.0 di Indonesia sendiri bisa dirasakan telat dimana negara lain sudah
mulai sejak 2016-2017 sedangkan perencanaan untuk indonesia sendiri baru di tahun
2018 dan untuk perkembangannya bisa dilihat cukup tertinggal dalam hal teknologi.
dilihat dari jaringan telokominikasi sendiri di negara luar lain sudah lama menerapkan
5G dan sudah mulai melakukan uji coba 6G sedangkan untuk indonesia sendiri masih
berkutik dengan 4g dan itu pun masih belum merata sehingga membuat
perekembangan untuk industri 4.0 terhambat.
3. Dibutuhkan pendanaan yang besar dalam menerapkan revolusi industri 4.0 yang mana
di Indonesia sendiri tidak cukup tersedia dana yang mencukupi untuk melakukan
revolusi industri 4.0. Hal ini karena dana di Indonesia sendiri difokuskan untuk
pembayaran utang dan pembangunan nasional. Penerapan industri 4.0 memerlukan
investasi dalam jumlah besar akan sulit terwujud apabila investasi tersebut dibebankan
sepenuhnya kepada pelaku bisnis. Selain itu, penerapan revolusi industri 4.0 juga
membutuhkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas untuk menggunakan teknologi
dalam revolusi industri 4.0 sedangkan di Indonesia sendiri kualitas dari Sumber Daya
Manusianya masih tergolong rendah sehingga menghambat penerapan revolusi
industri 4.0 di Indonesia.
4. Beberapa pernyataan salah satunya Menurut Firma konsultasi AT Kearney
menyebutkan bahwa belanja nasional dibidang teknologi komunikasi dan informasi
pada 2016 masih sangat terbatas yakni hanya 1,3% terhadap PDB, jauh lebih kecil
dibandingkan dengan Singapura (6,6%), Malaysia (4,5%), dan Thailand (2,4%).
Sementara itu Indonesia di tahun 2017Indonesia hanya membelanjakan 0,2% dari
PDB untuk riset dan pengembangan. Hal tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah
Indonesia lamban dalam menanggapi adanya Revolusi Industri 4.0. Dampaknya
membuat perlambatan pertumbuhan produktivitas manufaktur di Indonesia yang
hanya naik 50% dari tahun 2000 hingga tahun 2017, jauh dari India yang naik dua kali
lipat dan China yang naik tiga kali lipat. Diketahui di tahun 2017 industri batu bara
dan pengolahan migas melambat ke 4,46% dari 4,85% sedangkan industri non migas
melambat 5,46% ke 5,14 %. Melambatnya sektor manufaktur tersebut nantinya akan
berdampak pada perlambatan pertumbuhan perekonomian indonesia dimana diketahui
sektor manufaktur menyumbang 20,16% terhadap ekonomi nasional.
5. Presiden Indonesia, bapak Joko Widodo mengatakan bahwa terkadang, terlambatnya
respon pemerintah dikarenakan negara Indonesia tergagap dalam menghadapi
(revolusi) industri 4.0. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa indonesia cenderung
lamban dalam merespon revolusi industri 4.0. Tidak hanya indonesia, beberapa negara
juga lamban dalam merespon perkembangan teknologi ini. Banyak teknologi baru
yang ditemukan namun negara Indonesia namun masih tidak digunakan untuk
meningkatkan effisiensi dan efektivitas kerja karena adanya keterbatasan biaya dan
sumber daya manusia, padahal sesungguhnya teknologi diciptakan untuk
memudahkan pekerjaan manusia. Di negara maju telah menggunakan robot untuk
layanan bandara dan printing 3D untuk melaksanakan beberapa pekerjaan, namun
Indonesia belum menggunakan teknologi tersebut. Penggunaan teknologi digital
untuk transaksi jual beli juga masih jarang, karena itu banyak bisnis K.O diterjang
covid saat transisi menuju digitalisasi.
6. Dikutip dari okefinance.com Menteri Keuangan Indonesia Ibu Sri Mulyani
menyatakan bahwa daya saing ekonomi Indonesia masih lemah, dimana hal tersbut
disebabkan oleh tingkat kemiskinan Indonesia yang cukup tinggi. Tingkat kemiskinan
tersebut tinggi disebabkan oleh masih rendahnya tingkat produktivitas yang ada di
Indonesia. Hal ini tidak akan terjadi apabila pemerintah Indonesia tidak lamban dalam
merespon revolusi industri 4.0, apabila pemerintah tidak lamban dalam merespon
revolusi industri 4.0 Indonesia akan memiliki tingkat produktivitas yang tinggi.
Seperti yang kita ketahui bahwa revolusi industri 4.0 dapat meningkatkan tingkat
produkstivitas. Produktivitas akan semakin meningkat apabila pemerintah merespon
dengan cepat terhadap revolusi industri 4.0, karena dengan adanya revolusi industri
ini memberikan berbagai kemudahan diberbagai bidang terutama bidang ekonomi.
Revolusi industri 4.0 ini akan memberikan berbagai penemuan baru seperti mesin-
mesin atau alat-alat baru yangdapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas
sehingga nantinya dapat meingkatakan daya saing perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai