Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus merupakan dimana suatu kondisi peningkatan kadar gula

darah yang dapat meningkatkan risiko kerusakan makrovaskular dan

mikrovaskular sehingga menurunkan kualitas hidup penderitanya. Untuk

Pengendalian kadar glukosa darah sendiri dapat berupa dengan pemberian obat

antihiperglikemia oral (OHO) maupun obat antihiperglikemia suntik, dan juga

bisa dengan terapi yang diberikan serta tergantung dengan tingkat keparahan

penyakit yang diderita pasien. Terapi farmakologis dapat juga diberikan bersama

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat) (PERKENI,

2015). Di Indonesia sendiri masyarakat masih belum banyak pengetahuan tentang

pengendalian gula darah dengan metode terapi akupunktur ini, sehingga perlu

adanya penelitian.

Pravalensi dan insidensi penderita DM meningkat secara signifikan dari

tahun ke tahun, penyakit ini menjadi sebuah ancaman kesehatan global

(PERKENI, 2015). Studi populasi diabetes mellitus di berbagai negara

melaporkan bahwa jumlah penderita DM di dunia telah mencapai 425 juta jiwa,

dimana prevalensi diabetes cenderung lebih tinggi pada pria (221 juta jiwa)

dibanding wanita (204 juta jiwa). Angka kematian akibat dari DM yang

dilaporkan adalah sebesar 4 juta jiwa, diprediksi jumlah penderita DM Pada tahun

2045 mengalami peningkatan yang mencapai 629 juta jiwa. Amerika Serikat
1
menempati urutan ke tiga dunia dengan pravalensi penderita diabetes melitus 30,2

juta jiwa. Tahun 2045 diperkirakan terjadi peningkatan 35,6 juta jiwa. Di Asia

timur negara cina menempati posisi tertinggi pertama dunia dengan jumlah

penderita diabetes melitus sebanyak 114,4 juta jiwa. Pada tahun 2045

diperkirakan meningkat 134,3 juta jiwa (IDF, 2017). Indonesia menempati urutan

ke 6 sebagai negara dengan jumlah penderita DM terbanyak didunia setelah

China, India, United States, Brazil dan Mexico. Berdasarkan area geografis,

sebaran penderita DM terbanyak adalah diwilayah DI Yogyakarta sebanyak

2,6%, disusul oleh DKI Jakarta 2,5%, dan Sulawesi Utara sebanyak 2,4% (Riset

Kesehatan Dasar, 2013). Pada Provinsi Jawa Timur diabetes sendiri cukup tinggi

yaitu 2,1% (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Di Kabupaten Magetan sendiri

terdapat 21.992 kasus penderita Diabetes Melitus pada tahun 2016 (Dinkes

Magetan, 2016). Dalam studi pendahuluan yang terdapat dalam penelitian yang

dilakukan oleh peneliti di Klinik Akupunktur Subandi di Bulan Desember 2020

bahwa terdapat 30 pasien penderita Diabetes Mellitus dengan kadar glukosa darah

dengan rata-rata ≥ 200 mg/dL. Maka peneliti ingin meneliti di Klinik Akupunktur

Subandi Kabupaten Magetan.

Diabetes Melitus dibedakan menjadi tipe I dan tipe II (International

Diabetes Federation (IDF), 2015). Menurut WHO sendiri Diabetes tipe I terjadi

ketika pankreas tidak mampu memproduksi insulin sedangkan pada Diabetes

Melitus tipe II terjadi penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel

beta pankreas secara progresif yang menimbulkan resistensi insulin (WHO, 2016).

2
Terapi komplementer merupakan suatu bentuk terapi non konvensional

sebagai suatu bentuk pengobatan yang berasal dari berbagai sistem, modalitas dan

praktik pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada teori dan kepercayaan. Saat

ini, masyarakat banyak yang berpindah dari pengobatan konvensional ke

pengobatan alternative/komplementer. Serta beberapa pihak mengklaim bahwa

pengobatan non konvensional seringkali berhasil ketika pengobatan konvensional

tidak berhasil. Penggunan obat non konvensional juga dianggap memiliki efek

samping yang ringan dan dapat mengurangi kerugiaan pasien (Artana, 2017).

Terdapat beberapa terapi komplementer yang telah terbukti dalam

mengendalikan kadar gula darah seperti refleksi dan akupunktur. Pengobatan

tradisional Cina berusia ribuan tahun dan melibatkan praktek-praktek seperti

akupunktur, akupresur, herbal, pijat, dan qi gong. Pengobatan Cina melibatkan

diagnosis dan pengobatan gangguan qi (diucapkan "chee"), atau energi vital

(Williams & Hopper, 2015).

Akupunktur adalah cara pengobatan dengan menusukkan jarum ke dalam

titik akupunktur tubuh. Teknik akupunktur dapat mengurangi rasa nyeri,

meningkatkan kebugaran dan mempercepat pemulihan kesehatan pasien (Saputra,

2012). Akupunktur secara harafiah merupakan tusukan dengan jarum yang

bertujuan mengalirkan energi ke dalam tubuh manusia (Kemenkes, 2015).

Terdapat beberapa fungsi meridian dalam pengobatan tradisional Cina antara lain:

tempat rangsangan penyembuhan, tempat mengalirnya energy vital, tempat keluar

masuk penyebab penyakit, serta penghubung bolak balik antar organ. Meridian ini

mengandung titik-titik akupunktur yang dapat dirangsang dengan alat tumpul atau
3
jari-jari tangan yang tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menembus bagian

kulit tubuh yang ditusuk (Sukanta, 2008).

Pelayanan akupunktur dapat berdiri sendiri dan berintegrasi dengan

pengobatan lain yang tersedia di rumah sakit. WHO pada tahun 1979

menetepakan berbagai penyakit yang dapat disembuhkan dengan terapi

akupunktur, kemudian ilmu akupunktur terintegrasi ke dalam ilmu kedokteran

modern pada tahun 1991. Akupunktur mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1963

dengan ditetapkannya RS Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai Pilot Projek

Penelitian dan Pengembangan Ilmu Akupunktur oleh Departemen Kesehehatan RI.

Menurut Black & Hawks (2014) mengemukakan bahwa akupunktur

merupakan metode non invasive. Akupunktur merupakan salah satu bentuk terapi

yang dapat dilakukan untuk membantu menstabilkan glukosa darah penderita

diabetes melitus. Akupunktur merupakan pengobatan yang termasuk kategori

Manipulative and body-based modalities didasarkan pada teori Meridian dengan

teori Ying/Yang dalam ilmu filsafat timur (Williams & Hopper, 2015). Roohallah

& Fatemeh (2011) menggabungkan terapi akupunktur, hipnoterapi, dan meditasi

transendental yang menyimpulkan bahwa gabungan intervensi tersebut efektif

menurunkan glukosa darah pasien diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi efektivitas pengaruh akupunktur titik Zusanli ST (36) dan titik

Sanyinjiao (SP-6) terhadap kadar glukosa darah pasien diabetes melitus.

Berdasarkan data diatas pada salah satu permasalahan yang dihadapi

dalam mengembangkan terapi akupunktur diIndonesia belum adanya anggapan

4
bahwa terapi akupunktur terhadap penderita Diabetes Melitus masih mempercayai

medis sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

keamanan dan kemanfaatan serta keakuratan terapi akupunktur itu sendiri.

Maka peneliti ingin mengetahui apakah ada “Pengaruh Terapi

Komplementer Akupunktur Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pada

Penderita Diabetes Melitus di Klinik Akupunktur Subandi, Kabupaten Magetan.

5
1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh terapi akupunktur terhadap perubahan kadar gula

darah pada penderita diabetes mellitus di Klinik Akupunktur Subandi Kabupaten

Magetan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terapi akupunktur

terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus di

Akupunktur Subandi Kabupaten Magetan .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kadar gula darah pada kelmpok kontrol sebelum dan

sesudah terapi akupunktur pada penderita diabetes mellitus di Klinik

Akupunktur Subandi Kabupaten Magetan.

2. Mengidentifikasi kadar gula darah pada kelompok perlakuan sebelum dan

sesudah pemberian terapi akupunktur pada penderita diabetes mellitus di

Akupunktur Subandi Kabupaten Magetan.

3. Menganalisis pengaruh terapi akupunktur terhadap perubahan kadar gula

darah pada penderita diabetes melitus dengan kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan.

6
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengalaman, memperluas wawasan

pengetahuan teori dan praktik keperawatan, khususnya mengenai pengaruh terapi

akupunktur terhadap kadar gula darah pada klien diabetes melltius.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan studi literatur

tentang pengaruh terapi akupunktur terhadap perubahan kadar gula darah

pada penderita diabetes mellitus.

2. Bagi Insitusi Pendidikan

Sebagai referensi tambahan tentang cara pengobatan penyakit diabetes

mellitus dengan menggunakan terapi akupunktur.

3. Bagi peneliti

Menambah informasi terkait pengbatan alternatif diabetes mellitus dengan

terapi akupunktur.

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kadar Gula Darah Pada Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi Kadar Gula Darah Pada Dabetes Mellitus

Kadar gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari

karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan dalam bentuk glikogen di dalam

hati dan otot rangka (Tandra, 2014). Menurut Callista Roy, Kadar gula darah

adalah jumlah glukosa yang beredar dalam tubuh (Tandra, 2014). Diabetes

mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak dapat

memproduksi insulin secara cukup, atau saat tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga menyebabkan peningkatan

konsentrasi glukosa dalam darah (WHO, 2012).

Glukosa merupakan salah satu sumber energi cadangan dan sebagai bentuk

dasar bahan bakar utama karbohidrat yang di gunakan oleh tubuh untuk

beraktivitas (Lari, Terhadap, & Hidayat, 2016). Kadar gula darah dipengaruhi

oleh berbagai enzim dan hormon yang paling penting adalah insulin. (Tandra,

2014).

2.1.2 Faktor Penyebab Kadar Gula Darah Pada Dabetes Mellitus

Penyebab yang berhubungan dengan sel beta pankreas, resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus menurut (Damayanti, 2015),

Smeltzer & Brunner (2001) diperkirakan karena:

1. Genetik

Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah

8
kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan

sekretorisinsulin. Keadaan ini menignkatkan kerentanan individu tersebut

terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi

sel beta pakreas.

2. Obesitas

Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas insulin saat

terjadi peningkatan glukosa darah. Obesitas menyebabkan respon sel beta

pancreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu reseptor

insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan

keaktifannya.

3. Usia

Faktor yang beresiko adalah usia diatas 30 tahun, hal ini karena ada perubahan

anatomis, fisiologis, dan biokimia. Setelah seseorang mencapai umur 30

tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap tahun setelah makan.

Berdasarkan hal tersebut umur merupakan faktor utama terjadinya kenaikan

relevensi diabetes serta gangguan toleransi.

4. Aktifitas

Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada diabetes

mellitus. individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih

baik daripada individu yang tidak aktif.

5. Kadar Kolesterol

Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas dan diabetes

9
mellitus. salah satu mekanisme yang di duga menjadi predisposisi diabetes

adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal

dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya

sirkulasi tingkat tinggi dari asma-asam lemak bebas di hati, sehingga

kemampuan hati untuk mengikat dan mengestrak insulin dari darah menjadi

berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan hyperinsulinemia. Akibat lainnya

adalah peningkatan gluconeogenesis diamana glukosa darah meningkat. Efek

kedua dari penigkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat

pengambilan glukosa oleh otot.

6. Stres

Stres pemicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur yaitu neural dan neuro

endokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu sekresi system syaraf sipatis

untuk mengeluarkan norepinefrin yang mengakibatkan peningkatan frekuensi

jantung. Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber

energi untuk insulin. Bila stress menetap akan melibatkan hipotalamus

pituitari. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing faktor yang

menstimulasi pituitary arterior untuk memproduksi Adrenocortocotropic

Hormone (ACTH) kemudian ACTH menstimulasi pituitari anterior untuk

memproduksi glukokortukoid, terutama kortisol. Penigkatan kortisol

mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui

gluconeogenesis,katabolisme protein dan lemak.

2.1.3 Sekresi Insulin

10
Fase pertama dari sekresi insulin melibatkan fusi membran plasma menjadi

kelompok granula kecil yang siap dilepaskan. Granula tersebut melepaskan isinya

saat berespon. Sebaliknya sekresi insulin fase kedua dibangkitkan secara terpisah oleh

nutrien. Respon glukosa ke insulin ditentukan oleh aktivitas glukokinase, yang

selanjutnya glukokinase mengatur tahap pembatasan laju metabolisme glukosa dalam

sel beta (Donelly & Bilous, 2014). Sel beta tersebut mempunyai sejumlah besar

pengangkut glukosa (GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya glukosa. Kecepatan

metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk

mendeteksi glukosa dan menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan

kadar gula darah (Gayton, 2008).

Zat nutrisi lain, seperti asam amino, dapat juga dimetabolisme oleh sel beta

untuk merangsang sekresi insulin. Beberapa hormon seperti glukagon, gastric

inhibitory peptide, dan asetikolin dapat memperkuat glukosa, meskipun tidak

memiliki pengaruh yang besar terhadap sekresi insulin tanpa adanya glukosa (Gayton,

2008).

2.1.4 Peranan Pankreas Dalam Mengatur Metabolisme Glukosa

Menurut Price & Wilson (2005) karbohidrat yang sudah dicerna menjadi

monosakarida dan diabsorpsi, kadar glukosa darah akan menigkat untuk sementara

waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar

gula darah sebagain besar bergantung pada hati yang mengekstraksi glukosa,

menyintesis glikogen dan melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang sedikit,

jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai

11
sumber sumber energi yang nantinya berperan mempertahankan kadar glukosa darah.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati yang digunakan oleh jaringan-

jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisologis beberapa hormon yaitu:

1. Hormon yang merendahkan kadar glukosa darah

Insulin merupakan hormon yang dapat menurunkan glukosa darah, di bentuk

oleh sel- sel beta pulau Langerhans pankreas. Jaringan di insulin mampu

meningkatkan jumlah pengangkut glukosa di membran sel, sehingga dapat

menurunkan kadar glukosa darah (Ganong, 2012). Efek insulin terhadap

metabolisme karbohidrat yaitu glukosa yang diabsorpsi ke dalam darah

menyebabkan sekresi insulin secara cepat. Yang selanjutnya menyebabkan

ambilan glukosa pada GLUT-4 (ambilan glukosa dirangsang insulin pada otot

dan jaringan adipose dan berkontribusi terhadap kerja insulin), penyimpanan,

dan penggunaan glukosa yang cepat oleh hampir semua jaringan tubuh

terutama oleh otot, jaringan adiposa dan hati. Selanjutnya glukosa diserap oleh

sel (Gayton, 2008).

Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk ambilan glukosa dan

penyimpanan di hati menurut (Gayton, 2008) meliputi :

a. Insulin menghambat fosforilase hati, yaitu enzim utama yang

menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa. Keadaan ini

mencegah pemecahan glikogen yang sudah tersimpan di sel sel hati.

b. Insulin menigkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel hati. Keadaan ini

terjadi dengan menignkatkan aktivitas enzim glukokinase.

12
c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim- enzim yang meningkatkan

sintesis glikogen.

2. Hormon yang menaikan kadar glukosa darah

Hormon yang dapat menaikankan kadar glukosa darah seabgai berikut :

a. Glukagon yang disertai oleh sel- sel alfa pulau Langerhans,

b. Epinefrin yang disertai oleh medulla adrenal dan jaringan kromafin, dan

c. Glukortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal.

2.1.5 Pengangkut Glukosa

Menurut Donelly & Bilous (2014) dan Ganong (2012) Pengangkut glukosa

yang berperan dalam difusi fasilitasi glukosa melintasi membran sel adalah

sekelompok protein. Pengaturan kadar glukosa darah secara normal berlangsung atas

kerjasama yang harmonis antara mekanisme sekresi insulin dengan mekanisme aksi

insulin di jaringan tubuh. Tujuannya adalah agar glukosa dalam darah memasuki sel

untuk metabolisme. Ciri-ciri GLUT sebagai berikut :

1. GLUT-1 berfungsi dalam ambilan glukosa basal, tampak tersebar di otak,

ginjal, sel darah merah dan kolon.

2. GLUT-2 berfungsi menyerap glukosa terdapat pada sel beta pankreas dan hati,

usus halus, dan ginjal. Bersama glokokinase, GLUT- 2 membentuk sensor

hlukosa sel beta. Selain itu, GLUT- 2 mempunyai kecepatan tinggi untuk

mengangkut glukosa memasuki sel beta yang proporsional sesuai tingkat

glukosa ekstrasel.

13
3. GLUT-3 berfungsi dalam ambilan glukosa basal terdapat pada sel otak, ginjal

dan plasenta. GLUT 3 terutama ditemukan di neuron. GLUT 3 (untuk

transportasi glukosa) dan sistem transportasi protein asam amino spesifik.

4. GLUT-4 berperan dalam ambilan glukosa dirangsang insulin pada otot dan

jaringan adipose dan berkontribusi terhadap kerja klasik insulin.

5. GLUT-5 bertanggung jawab terhadap transportasi fruktosa dan terdapat pada

jejunum ( usus kosong) dan sperma.

6. GLUT-6 terdapat pada otak limpa dan leukosit.

7. GLUT-7 berfungsi sebagai pengangkut glukosa 6-fosfat di retikulum

endoplasma dan terdapat pada hati.

8. GLUT-8 berperan dalam perkembangan blastokis dan terdapat pada

permukaan sel.

9. GLUT-9 sampai GLUT-10 fungsi signifikan belum diketahui dan terdapat

pada permukaan sel.

2.1.6 Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Macam kadar gula darah dibedakan berdasarkan waktu pemeriksaan. Gula

Darah Sewaktu (GDS), jika pengambilan sampel darah tidak dilakukan puasa

sebelumnya. Gula darah Puasa (GDP), jika pengambilan sampel darah dilakukan

setelah klien puasa selama 8-10 jam, Gula Darah 2 jam Post Pradinal

(Soegondo,2011).

2.1.7 Macam - Macam Pemeriksaan Kadar Gula Darah

14
Berdasarkan Soegondo dan Sidartawan (2011), ada beberapa macam

pemeriksaan kadar gula darahyang dapat dilakukan, yaitu :

1. Gula Darah Sewaktu (GDS)

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.

Faktor yang dapat mempengaruhi gula darah acak pada adalah kurang

berolahraga/ latihan diabetes melitus jasmani, jumlah makanan yang

dikonsumsi bertambah, stress, cemas, pengetahuan diet diabetes melitus,

pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan obat misalnya

steroid.

Tabel 2. 1 Glukosa Darah Sewaktu


Bukan DM Normal
Test Sampel Diabetes
Kadar Glukosa darah
Plasma Vena <100 100-199 ≥200
Sewaktu
Sewaktu (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar Glukosa Darah
Plasma Vena <100 100-125 ≥126
Sewaktu
Puasa (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-99 ≥100
(Sumber : Depkes RI, 2014)

2. Gula darah Puasa (GDP)

Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setelah

pasien melakukan 8-10 jam.

3. Glukosa Darah 2 Jam Post Pradinal

Pemeriksaan glukosa ini adalah pemeriksaan gukosa yang dihitung 2 jam

8setelah pasien menyelesaikan makan.

2.1.8 Manfaat Pemeriksaan Kadar Gula Darah

15
Pemantauan kadar gula darah adalah cara yang lazim untuk menilai

pengendalian diabetes mellitus. Disamping indikator yang lainnya hasil pemantauan

gula darah tersebut digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai

pegangan penyesuaian diet, olahraga dan obat – obatan untuk mencapai kadar gula

darah senormal mungkin serta terhindar dari keadaan hiperglikemia atau

hipoglikemia. Parameter yang dapat digunakan untuk penentuan kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus menurut (Soegondo dan Sidartawan, 2014).

Tabel 2. 2 Parameter Penentuan Kadar Gula Darah


Pemeriksaan Kurang Normal Lebih
Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-109 110-125 ≥126
Glukosa darah 2 jam (mg/dL) 110-144 145-179 ≥180
AIC (%) <65 6,5-8 ≥8
Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (kg/dL) 18,5-22,9 23-25 ≥25
Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 ≥140/90
Sumber : Soegondo dan Sidartawan (2014)

2.1.9 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi diabetes mellitus menurut Damayanti (2015), Ganong (2012),

Price & Wilson (2005), Smeltzer & Brunner (2001) dapat diklasifikasikan 4, yaitu

sebagai berikut:

1. Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe I disebabkan oleh disfungsi autoimun, sehingga sel β

pankreas tidak mampu untuk menghasilkan insulin karena telah dihancurkan

oleh proses autoimun dan idiopatik, tanpa adannya bukti autoimun dan tidak

16
diketahui sumbernya.

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 mengalami dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu dominan penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) dan gangguan sekresi insulin yang disertai resistensi

insulin. 90% - 95% penderita diabetik adalah tipe 2.

3. Diabetes Mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional terjadi pada wanita yang tidak mengalami

diabetes mellitus sebelum kehamilan akan tetapi terjadi peningkatan gula

darah pada masa kehamilan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan diabetes

mellitus gestasional ini antara lain usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,

riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Kadar glukosa

darah pada wanita yang mengalami diabetes mellitus gestasional akan kembali

normal setelah melahirkan.

4. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan kelainan genetik dalam sel β

pankreas, kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit pada eksokrin

pankreas, penyakit endokrin, obat-obatan yang bersifat toksik dan infeksi.

2.1.10 Manifestasi Klinis Kadar Gula Darah Pada Dabetes Mellitus

Manifestasi klinis kadar gula darah pada diabetes melltius berkaitan dengan

defisiensi insulin yang ditimbulkan oleh destruksi sel- sel beta di pulau pankreas

(Ganong, 2012). Defisiensi insulin menyebabkan kadar glukosa plasma dalam kondisi

17
tidak normal (hiperglikemia). Hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang ginjal

dapat menimbulkan glikosuria. Glikosuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik

yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Saat

glukosa hilang bersama urin, individu akan mengalami keseimbangan kalori negatif

dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin meningkat (polifagia) akan

terjadi sebagai akibat kehilangan kalori. Gejala lain yang dapat terjadi pada klien

diabetes mellitus antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun, lemah

dan somnolen (Price & Wilson, 2005).

Menurut Sukarmin (2008), Donelly & Bilous (2014) manifestasi klinis

diabetes mellitus memiliki gejala khas awal berupa polifagia (banyak makan),

poliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), lemas, dan berat badan turun.

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur,

impotensi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita. Menurut Rondhianto (2013)

keluhan lain yang terjadi adalah gangguan saraf tepi seperti kesemutan, pandangan

kabur-katarak, kelainan kulit seperti gatal terutama di daerah kemaluan dan lipatan

kulit, penurunan ereksi (gangguan mikrovaskuler), keputihan, gigi mudah goyah,

infeksi, gusi bengkak, telinga berdengung, rambut tipis dan mudah rontok, sering

batuk dan lama, perut kembung, mual, konstipasi atau diare, hipertensi sehingga

menyebabkan decompensasi kordis, penyakit liver, infeksi saluran kemih dan

gangguan ginjal seperti gagal ginjal.

2.1.11 Patofisiolgoi Diabetes Mellitus

18
1. Patofisiologi diabetes Mellitus Tipe 1

Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun dari

sel beta penghasil insulin pada pankreas (Donelly & Bilous, 2014).

Hiperglikemia terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.

Glukosa dari makanan juga tidak disimpan didalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (Price &

Wilson, 2005).

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis ( pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis ( pembentukan glukosa baru

dari asam amino) bila insulin tidak bekerja secara normal maka akan terjadi

hiperglikemia. Ketoasidosis diabetic dapat menyebabkan tanda- tanda dan

gejala sepeeti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan bila tidak

ditangani menimbulkan perubahan kesadaran.diet dan latihan disertai

pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi

yang penting (Price & Wilson, 2005).

2. Patofisiologi diabetes Mellitus Tipe II

Pada diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin yaitu resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor, terjadi reaksi metabolisme glukosa di

19
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan

instrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan jika sel beta tidak bias

mengimbangi maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes

mellitus II. Paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih

dari 30 tahun dan obesitas(Price & Wilson, 2005).

2.1.12 Penatalaksanaan Kadar Gula Darah Pada Dabetes Mellitus

Penatalaksanaan menurut Damayanti (2015), Donelly & Bilous (2014) dan

Ganong (2012) Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa kadar darah unutk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat diabetes

mellitus. Caranya menjaga kadar glukoas dalam batas normal tanpa terjadi

hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik. Ada enam komponen dalam

pelaksanaan diabetes mellitus yaitu terapi nutrisi (diet),latihan fisik, pemantauan,

terapi farmakologi, terapi komplementer dan pendidikan.

1. Manajemen Diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet antara lain mencapai dan mempertahankan

kadar glukosa darah dan lipit mendekati normal, mencapai dan

mempertahankan berat badan dalam batas normal atau kurang lebih 10% dari

berat badan idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta

meningkatkan kualitas hidup.

20
Standar komposisi makanan unutk pasien diabetes mellitus yang diajukan

consensus PERKENI (2006) adalah karbohidrat 45-65%, protein 10-20%,

lemak 20-25%, kolesterol <300mg/dL, serat 25g/hr, garam dan pemanis saat

digunakan secukupnya Waynes dapat menimbulkan ateroklerosis oleh karena

itu konsumsi makanan yang berkoresterol harus dibatasi. Pemanis buatan

dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat di terima

untuk pasien diabetes mellitus termasuk yang sedang hamil adalah

:sakarin,aspartame,acesulfame,protassium dan sukralose. Jumlah kalori di

sesuaikan dengan status gizi, umur, ada tidaknya setres akut, kegiatan

jasmani ).

2. Latihan Fisik Atau Olahraga

Mengaktifasi ikatan insuln dan reseptor insulin di membran plasma sehingga

dapat menurunkan kadar glukosa darah. Manfaat latihan fisik adalah

menurunkan kadara glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakain insulin, memperbaiki sirkulasi

darah, dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar

HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.

3. Pemantauan Kadar Gula Darah

Pemantaun kadar glukosa darah secara mandiri atau Self Monitoring Blood

Glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia

21
atau hipoglikemia dan pada akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetes

mellitus jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien

dengan penyakit diabetes mellitus yang tidak stabil, kecenderungan untuk

mengalami ketoasidosis berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala

ringan. SMGB telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin.

4. Terapi Farmakologi

Terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau mendekati

normal. Pada diabetes mellitus, insulin terkadang diperlukan sebagai terapi

jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet,

latihan fisik dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) tidak dapat menjaga gula

darah dalam rentang normal.

5. Terapi Komplementer

Terapi komplementer ada yang invasif dan non-invasif. Contoh terapi

komplementer invasif adalah akupuntur dan Cupping ( bekam basah ) yang

menggunakan jarum dalam pengobatannya. Bekam basah dapat digunakan

sebagai terapi komplementer untuk diabetes mellitu s (Ayuningtyas, 2019).

Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi ( terapi suara,

hypnotherapy ), terapi biologis ( herbal, terapi nutrisi, terapi jus ) dan terapi

sentuhan modalitas seperti akupresure, pijat bayi, refleksi dan terapi lainnya.

6. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien diabetes mellitus diperlukan karena

penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan perilaku penanganan yang

22
khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat

diri sendiri, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup

untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Pasien harus

mengerti ngenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan,

perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik pengontrolan gula darah

dan penyesuaian terhadap terapi (Smeltzer dalam Damayanti, 2015).

2.1.13 Komplikasi diabetes mellitus

Menurut Price & Wilson (2005), Smeltzer & Brunner (2001) komplikasi

yang muncul akibat penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan

menjadi dua antara lain :

1. Komplikasi akut diabetes


Ada tiga komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan

berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik

dan sindrom KHHN (juga disebut koma hiperglikemik hiperosmoler

nonketotik atau HONK (hiperosmoler nonketotik).

a. Diabetik ketoasidosis (DKA)


Komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya

tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma

23
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap.

b. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan

ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insuin atau preparat oral

berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit. Hipoglikemia paling

sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.

Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus

diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis.

Diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam

atau lebih, terutama 40 konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes

mellitus tipe 2 pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang

mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Gejala hipoglikemia

terdiri dari gejala adrenergic (berdebardebar, banyak keringat, gemetar,

dan rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran

menurun sampai koma).

c. Koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN)


Koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang

didominasi oleh hiperosmolaritas, hiperglikemia dan disertai perubahan

tingkat kesadaran. Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah

sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,

osmolaritas plasma sangat meningkat (330- 380 mOs/mL), plasma keton

(+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.

24
2. Komplikasi kronis/Jangka Panjang Diabetes
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ

dalam tubuh. Komplikasi kronis diabetes yang lazim ada dua yaitu penyakit

makrovaskuler dan penyakit mikrovaskuler (Price & Wilson, 2005S; meltzer

& Bare, 2001):

a. Mikrovaskuler
1) Retinopati diabetikum
Retinopati diabetikum terjadi karena kerusakan pembuluh darah kecil

retina. Pengendalian glukosa dan tekanan darah akan mengurangi

risiko dan memberatnya retinopati.

2) Nefropati diabetikum
Nefropati terjadi akibat kenaikan tekanan dalam pembuluh darah

ginjal akibat peningkatan kadar gula darah. Nefropati diabetikum

ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin

yang disebabkann adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati

diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik.

3) Neuropati diabetikum
Neuropati mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang

semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan

spinal. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah

neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi

untuk terjadinya ulkus.

b. Makrovaskuler
25
1) Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner terjadi diawali dengan perubahan

aterosklerosis dalam pembuluh arteri koroner sehingga dapat

meningkatkan insidens infark miokard.

2) Penyakit serebrovaskuler
penyakit serebrovaskuler terjadi karena perubahan aterosklerosis

dalam pembuluh serebral sehingga menimbulkan serangan iskemik

dan stroke.

3) Penyakit vaskuler perifer


Penyakit vaskuler periver terjadi karena perubahan aterosklerosis

dalam pembuluh besar pada ekstremitas bawah dan merupakan

penyebab meningkatnya penyakit oklusif arteri perifer. Bentuk

penyakit oklusif arteri perifer yaitu ulkus diabetes yang dapat

meningkatkan insiden gangren dan amputasi.

26

Anda mungkin juga menyukai