BAB I & II
MATA KULIAH: TEKNOLOGI PANGAN
Dosen Pengampu:
FAKULTAS TEKNIK
2020
PEMBAHASAN MATERI BAB I
BAB I PENDAHULUAN
A. Teknologi Pangan
Teknologi Pangan membahas berbagai teknik atau metode pengolahan dan pengawetan pangan
sesuai dengan sifat pangan dengan mempertahankan dan meningkatkan mutu, kadar, dan nilai
gizi pangan. Bidang keahlian teknologi pangan memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek
teknik dan teknologi (technology). Pengertian ilmu pangan adalah ilmu dasar yang
menggabungkan prinsip-prinsip ilmu biologi, kimia, fisika, dan teknik, hal ini digunakan untuk
mempelajari karakteristik bahan pangan, mekanisme kerusakan dan pencegahan, serta dasar-
dasar pengolahan pangan.
Teknologi pangan adalah aplikasi ilmu pangan yang membahas tentang sistem seleksi,
pengolahan, pengawetan, pengemasan, disrtibusi dan pemanfaatan bahan pangan yang baik,
bergizi, dan aman. Bahan pangan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar. tetapi juga dalam
bentuk olahan. Bahan pangan segar terutama sayuran, buah-buahan, hasil neternakan, dan hasil
perikanan mempunyai umur simpan yang relatif singkat. Bahan pangan segar hasil panen apabila
dibiarkan begitu saja akan mengalami nerubah garuh fisiologis, mekanik, fisik, kimiawi, parasit,
dan mikrobiologis. Perubahan akibat dari faktor-faktor tersebut ada yang menguntungkan,
namun tetap lebih banyak yang merugikan.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (hasil pertanian, perikanan,
dan peternakan) baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan dan minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk didalamnya adalah tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan atau
pembuatan makanan atau minuman
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat
dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan
pangan. Beberapa pangan segar yang biasa dikonsumsi langsung adalah buah-buahan,
susu, dan beberapa sayuran (timun, selada, terong, kacang panjang, dll)
2. Pangan olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau
metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: roti, mie, nasi, pisang
goreng dan sebagainya. Pangan olahan dapat dibedakan menjadi pangan olahan siap saji
dan tidak siap saji.
3. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu
dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh ekstrak tanaman
mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak untuk orang yang menjalankan
diet rendah lemak dan sebagainya. Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan
untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-
sifat fisik dan kimia makanan.
Prinsip pengawetan pangan, yaitu mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi
(autolisis) bahan pangan, mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama, mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang
digunakan sebagai pengawet diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan
mikroba. Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalan
keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan
untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang dapat
ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah:
Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan,
komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara garis besar, cara mengawetkan
makanan yaitu secara fisik, biologi dan kimia.
Fisik
antara lain:
1. Pemanasan, teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun ada beberapa bahan padat,
namun ada beberapa bahan makanan yang rentan panas, seperti vitamin.
2. Pendinginan, dilakukan dengan memasukkan bahan dan produk makanan ke lemari
pendingin, dapat diterapkan untuk daging, ikan, unggas, sayur-sayuran, buah-buahan dan
susu.
3. Pengasapan, perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka
panjang, biasa diterapkan pada daging dan ikan.
4. Pengalengan, perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa
dalam kaleng).
5. Pembuatan acar, sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
6. Pengentalan, dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair.
7. Pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat inikroorganisme, biasanya
dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat.
8. Pembuatan tepung, teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat.
9. Tradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia.
Pengawetan makanan secara biologi dan kimia, umumnya dilakukan dengan penambahan bahan
pengawet. Beberapa contoh yaitu:
Tujuan teknologi pangan adalah suatu proses yang sangat penting dalam menjaga
kelangsungan hidup manusia. Tujuan teknologi pangan adalah untuk meningkatkan umur simpan
bahan makanan. Melalui pengolahan pangan, bahan mentah diolah menjadi bahan jadi untuk
dikonsumsi, dan bahan setengah jadi untuk memperpanjang masa simpannya, serta agar mudah
diolah menjadi bahan jadi yang siap konsumsi. Tidak semua bahan pangan perlu diolah terlebih
dahulu untuk dapat dimakan, seperti buah-buahan. Akan tetapi, sebagian besar bahan makanan
perlu diolah untuk mendapatkan cita rasa, aroma dan penampilan terbaiknya. Hal ini perlu
diketahui dan diperhatikan oleh siapa saja terutama mereka yang bekecimpung dalam usaha tata
boga atau usaha pangan lainnya, untuk menghasilkan makanan yang baik, bergizi, higienis dan
berkualitas. Bahan makanan mempunyai umur simpan yang berbeda-beda, ada yang singkat atau
cepat rusak, dan ada yang relatif lama. Untuk itu perlu mempelajari teknologi pangan agar dapat
meningkatkan umur simpan bahan pangan serta mencegah kerusakan pangan.
Kerusakan makanan adalah suatu kondisi dimana makanan menjadi rusak atau makanan
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Kerusakan bahan pangan tergantung dari jenis bahan
pangan tersebut. Bahan makanan ada yang cepat rusak dan ada yang lama. Bahan makanan yang
cepat rusak seperti susu, daging, ikan, hati dan ada yang berlangsung secara lambat seperti biji-
bijian dan kacang-kacangan. Bahan makanan dapat dikatakan rusak bila makanan tersebut telah
mengalami perubahan warna, aroma, tektur, bentuk dan rasa.
Bahan makanan yang telah rusak dapat dilihat dengan terjadinya perubahan, baik dalam
segi warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa. Perubahan warna yang terjadi, misalnya dalam
keadaan baik dan segar berwarna hijau berubah menjadi coklat (rusak). Perubahan pada aroma,
misalnya ditunjukkan oleh perubahan bau yang pada mulanya aroma harum segar berubah
menjadi aroma amis, H2S, amoniak atau busuk. Kelainan tekstur, misalnya ditunjukan dengan
adanya perubahan pada tektur yang mulanya keras menjadi lunak dan berlendir. Kelainan rasa,
misalnya dapat ditunjukan pada rasa makanan yang pada mulanya manis, gurih, enak dapat
berubah menjadi asam atau pahit.
Makanan dan minuman olahan juga mudah mengalami kerusakan atau pembusukan.
Contoh kerusakan makanan yang dapat diamati, misalnya produk olahan susu sangat mudah basi
dan tidak tahan lama. Jus buah dalam gelas terbuka dalam suhu ruangan akan mudah bau dan
berubah rasa, kerupuk goreng yang diletakkan dalam kondisi terbuka akan cepat melempem dan
tengik, serta sari kedelai yang diletakkan dalam suhu ruang yang panas akan cepat basi.
Sementara itu kue-kue semi basah yang tersimpan rapat akan mudah berair dan basi, serta lauk
dan sayur bersantan yang disimpan dalam ruang terbuka akan cepat busuk. Semua contoh
tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada produk makanan dan minuman.
Secara ekonomi makanan rusak tidak dapat dijual dan harus dimusnahkan. Apabila
makanan itu dikonsumsi, maka dapat menyebabkan keracunan, timbulnya penyakit bahkan
kematian. Penyebab utama kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut
yaitu kerusakan mekanis, kerusakan fisik, petumbuhan mikroorganisme dan aktivitas
enzimenzim dalam bahan pangan; serangga, parasit, dan tikus; suhu termasuk subu dan
pendinginan; kadar air, udara; termasuk oksigen; sinar dan jangka waktu penyimpanan.
A. Kerusakan Mekanis
B. Kerusakan Fisik
Bahan pangan yang berbentuk tepung juga sering dicemari oleh telur-telur dari
serangga. Telur-telur ini dapat dihancurkan dengan memasukkan tepung ke dalam
sentrifuse, sehingga dengan melakukan pemusingan terjadi benturan-benturan yang keras
pada dinding sentrifuse, sehingga telur-telur tersebut akan pecah dan tidak akan dapat
lagi berkembang dan memperbanyak diri.
Perlakuan fisik terhadap bahan pangan seperti pemanasan dan pendinginan yang
tidak diawasi secara teliti akan mempengaruhi kualitas, yaitu terjadinya kerusakan pada
bahan pangan tersebut. Contoh, apabila pemanasan yang terlalu tinggi diberlakukan pada
bahan makanan yang mengandung protein maka akan terjadi kerusakan yang disebut
denaturasi, emulsi vitamin dan lemak, sehingga bahanmakanan tidak dapat digunakan
oleh tubuh.
Pendinginan pada umumnya sangat sensitif terhadap hasil pertanian, khususnya
hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran tropika. Oleh sebab itu, pada
penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah akan terjadi kerusakan bahan pangan
menjadi chiling injury. Contoh pisang ambon (kulit mencoklat), apel (kulit berroda),
sawi, bayam yang menjadi lunak dan berwarna menyimpang (rusak tekstur).
C. Kerusakan Mikrobiologi
1. Tingkat pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat pencemaran
mikroba maka pangan akan semakin mudah rusak.
2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah
dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi, senyawa antimikroba, suhu, oksigen,
dan kelembaban.
3. Proses pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya pencucian,
pemanasan, pendinginan, pengeringan, dan lain-lain.
D. Aktivitas Enzim di Dalam Bahan Pangan.
Enzim pada bahan pangan mengakibatkan kerusakan pada makanan yang disebut
dengan kerusakan biologis. Enzim yang ada dalam bahan makanan dapat berasal dari
mikroba atau memang sudah ada secara normal. Berbagai bahan makanan baik hewani
maupun nabati seringkali secara alamiah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
racun. Aktivitas enzim dapat dicegah atau dihentikan dengan pemberian panas, perlakuan
kimia, radiasi atau perlakuan lainnya.
Pada bahan makanan yang mengandung protein, lama kelamaan akan terjadi
proses autolisis yang akhirnya terjadi pembusukan. Hal ini dapat terjadi pada daging,
yang apabila lama dibiarkan akan terjadi kerusakan biologis yang disebabkan oleh reaksi
metabolisme di dalam bahan tersebut. Daging akan membusuk karena terjadi proses
autolisis pada suhu kamar. Dipandang dari segi teknologi pangan, aktivitas enzim ada
yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Sebagai contoh, penggunaan enzim
papain (proteinase) yang berfungsi untuk menggempukkan daging, pembuatan sari buah
seperti pickle, enzim pektinase yang ada dalam buah sangat diperlukan untuk
menjernihkan sari buah seperi buah apel. Enzim mempunyai keaktifan maksimum yaitu
pada umumnya terletak pada pH 4-8 atau disekitar pH 6
Kadar air, oksigen dan sinar sangat berpengaruh terhadap bahan pangan. Kadar
air pada bahan dipengaruhi oleh kelembapan nisbi (RH) udara disekitarnya. Kadar air
bahan rendah, sedang kelembapan nisbi tinggi, maka akan terjadi penyerapan air dari
sekitar sehingga bahan menjadi lembab yang artinya kadar air menjadi lebih tinggi.
Sebaliknya apabila kadar air bahan lebih rendah (dingin), akan terjadi kondensasi uap air
udara pada permukaan bahan, hal ini akan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
kapang dan perkembangan bakteri. Kondensasi ini juga dapat terjadi pada waktu
pengepakan.
Bahan pangan, buah-buahan atau sayur-sayuran dapat menjadi rusak karena akan
terbentuk air sebagai hasil dari respirasi dan transpirasi, maka air inilah yang membantu
pertumbuhan mikroorganisme. Pada bahan pangan kering, waktu pengepakan juga dapat
menghasilkan air jika suhu naik selama pengepakan, akibatnya kelembapan nisbi pada
permukaan akan berubah. Uap air inilah kemudian dapat berkondensasi pada permukaan
bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan turun.
Kerusakan pada bahan pangan akan sangat mempengaruhi nilai gizi, bahkan
bahan pangan yang telah mengalami kerusakan bisa menjadi racun bagi manusia bila
tetap di konsumsi. Tidak sedikit orang yang mengalami keracunan karena mengkonsumsi
bahan pangan/makanan yang telah mengalami kerusakan, misalnya mengalami sakit
perut, mual, muntah, pusing, pingsan bahkan ada yang meninggal. Hal itu disebabkan
oleh bahaya bahan pangan yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme atau telah
mengalami kerusakan saat penanaman hingga pengemasan. Nilai gizi yang terkandung di
dalam bahan pangan tersebutpun tidak ada lagi karena telah berubah menjadi racun.