Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TERAPI OKUPASI

DISUSUN OLEH :

Trisna Widya Sari (P1813044)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES GRAHA EDUKASI

MAKASSAR

2020/2021
PENGERTIAN TEORI OKUPASI

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang
merupakan proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak
hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang
mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang
langsung diaplikasikan dalam kehidupan.. Penekanan terapi ini adalah pada
sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan
menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan
pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi
serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber
kesenangan. Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan
pikirannya, misalnya dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan,
kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal ini akan mempengaruhi kesehatannya
juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul
karena ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai
adanya hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu
menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu
cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa
rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya
menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan bermain bola.
Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.

Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja
secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan
sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk
memikirkan hal-hal yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan
dikembalikan ke arah hidup yang normal dan dapat meningkatkan minatnya
sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit
sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan
antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas
selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah
kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental
maupun fisik. (American Occupational therapist Association). Terapis okupasi
membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi motorik, sensorik,
kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan
dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas
untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri adalah
untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal
ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan
memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita
sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun
masyarakat.

Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan
khususnya. Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :

1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan
pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari,
lompat, naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-
lain

2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum,
berpakaian, mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain

3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas

4. Okupasi Terapis sebagai konsultan


Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini
a. Program intervensi awal
b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain
c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar
d. Alat bantu
e. Strategi perilaku

Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi
okupasi :

a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-
lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan
tidak rata tebal tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin

Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja,
yaitu sebagai berikut :

a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita untuk


menghilangkan dari perasaan cemas, takut, dan memotivasi penderita untuk
lebih giat didalam melakukan latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan posisi (bagi
anak Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan kerja,
meningkatkan motorik kasar (gross motor) maupun motorik halus, (fine motor)
serta meningkatkan konsentrasi dan koordinasi gerak maupun sikap

Terapi Okupasi dilakukan


Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk oleh
dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan
dilakukan observasi dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus
diperhatikan adalah catatan medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy
atau Retradasi Mental), berat ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari
penderita itu sendiri dan hal-hal yang harus dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan
penderita.
Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang akan diberikan,
agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita itu sendiri. Aktivitas yang
diberikan di bagian terapi okupasi adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan agar penderita
dapat mandiri tanpa tergantung orang lain
2. Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat memperbaiki
konsentrasi, koordinasi, motorik serta menumbuhkan bakat, hobi, minat, serta
kesenangan
3. Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada penderita dalam
mencapai suatu hasil yang maksimal, yang mengandung unsur-unsur
kedewasaan dan kerumah tangga yang disesuaikan dengan kapasitas
penderita
Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap sabar, ramah, dan
dituntut untuk kreatif, selain itu tidak kalah pentingnya juga peran serta orangtua
dalam proses latihan. Pada hal ini diharapkan terapis dapat memberikan masukan-
masukan kepada orangtua penderita untuk brlatih dirumah.

PERBEDAAN TERAPI OKUPASI DAN REHABILITASI MEDIS


Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan kemampuan, serta mempermudah
belajarkeahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan. Selain itu, juga untuk meningkatakan produktiviats, mengurangi dan
atau memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan), serta memelihara atau
meningkatkanderajat kesehatan. Terapi okupasi lebih dititikberatkan pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, kemudian memelihara
atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang
diharapkannya.
Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media.
Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis
disesuaikan dengan tujuan terapis itu sendiri. Jadi, bukan hanya sekedar kegiatan
untuk membuat seseorang sibuk. Tujuan utama terapi okupasi adalah membentuk
seseorang agar mampu berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan
orang lain. Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri atas
usaha medis, sosial, edukasional, dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang
untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Sementara itu,
rehabilitasi medis adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis khususnya
untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada.

FUNGSI DAN TUJUAN TERAPI OKUPASI


Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental
dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan
kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas
tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan
dengan tujuan terapi. Pasien yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi
okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat
menggembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekitar
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi secara wajar
dan produktif.
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan
keadaannya.
d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan
penetapan terapi lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak
sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari – hari seperti makan, berpakaian,
belajar menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan
maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dll
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di
rumahnya, dan memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun
letak alat – alat kebutuhan sehari hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan
yang masih ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai
langkah dalam pre – cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat
diketahui kemampuan mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya
dari si pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam
latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu
selama masarawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke
keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan
rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di rumah
sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping
dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan
terpadu.

PERANAN TERAPI OKUPASI / PEKERJAAN DALAM PENGOBATAN


Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui aktifitas
manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba
ketrampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan
fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar dalam
pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi penderita fisik maupun mental.
Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien
saat mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah
terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa
aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai
media. Diskiusi yang teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat
penting karena dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan
pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktifitas yang di
lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih bai
dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh
terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien.
Alat – alat atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas,
pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan
kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya
interaksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan
menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk
berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi aktivitas yang
digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat dipengaruhi oleh konteks-konteks
terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh
kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan kreatifitasnya).
Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain
sebagai berikut
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :
a. Latihan gerak badan
b. Olahrga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
g. Praktik pre- vokasional
h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)
i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)
j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio,
atau keadaan lingkungan)
k. Dan lain-lain
l.
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat
menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk
belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional
maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam terapi
okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada
hubungannya dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi pasien, bahkan
harus dapat meningkatkan atau setidak – tidaknnya memelihara
kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat
sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian
dengan kemampuan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktifitas adalaah sebagai


berikut
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah di kontrol, ulet,
kasar, kotor, halus, dsb.
b. Apakah aktifitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu di persiapkan sebelum di laksanakan
d. Cara pemberian instruksi bagaimana
e. Bagaimana kira – kira setelah hasil selesai
f. Apakah perlu pasien membuat keputusan
g. Apakah perlu konsentrasi
h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
i. Apakah di perlukan kemampuan berkomunikasi
j. Berapa lama dapat di selesaikan
k. Apakah daqpat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat di sesuaikan
dengan kemampuan dan ketrampilan pasien. Dsb.
3. Analisis aktifitas.
Untuk dapat menegenal karakteristik maupun potensi atau aktifitas dalam
rangka perencanaan terapi, maka aktifitas tersebut harus di analaisis terlebih
dahulu. Hal – hal yang perlu di analaisis adalah sebagai berikut.
a. Jenis aktifitas
b. Maksud penggunaan aktifitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi).
c. Bahan yang digunakan
 Khusus atau tidak
 Karakteristik bahan :
1) Mudah di tekuk atau tidak
2) Mudah di kontrol atau tidak
3) Meni,mbulkan kekotoran atau tidak
4) Licin atau tidak
 Rangsangan yang dapat di timbulkan :
1) Taktil
2) Pendengaran
3) Pembahuan
4) Pengelihatan
5) Perabaan
6) Gerakan sendi
 Warna
 Macam – macamnya dan namanya
 Banyaknya
d. Bagian – bagian aktifitas
 Banyaknya bagian
 Rumit atau sederhana
 Apakah membutuhkan pengulangan
 Apakah menbutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan
 Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
 Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
 Apakah bahan sudah tersedia tau harus dicari terlabih dahulu
 Apakah ruangan untuk melaksanakan harus di atur.
f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
 Konsentrasi
 Ketangkasan
 Rasa sosial di antara pasien
 Kemmpuan mengatasi masalah
 Kemapuan bekerja sendiri
 Toleransi terhadap frustasi
 Kemampuan mengikuti instruksi
 Kemampuan membuat keputusan
g. Apakah aktifitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksidi antara
mereka
h. Apakah aktifitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,
penilaian, ingatan, komprehensi, dll
i. Apakah aktifitas tersebut melibatkan imaginasi, kreatifitas, pelampiasan
emosi dll
j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus
bertindak hati – hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun
sekelilingnya (misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan
memberikan benda tajam).
k. Hal yang penting lagi apakah di sukai oleh pasien.

Peran Terapi

1. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada


pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada
pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan
pada pasien akan sukses.

2. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign okupasi


terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat
menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien

3. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan


perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan
dan meniru terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan tingkah
laku yang diinginkan (verbal – nonverbal) yang akan dicontoh pasien.

4. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat


menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekerja sama dengan
pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.

INDIKASI TERAPI OKUPASI


1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan
kesulitan yang di hadapi dalam pengintregrasian perkembangan
psikososisalnya.
2. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan
orang lain
3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan
yang premitif.
4. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksinya
terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang
yang mengalami kemunduran.
6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu
aktifitas daripada dengan percakapan.
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara
mempraktikkannya dari pada dengan membeyangkan.
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

PROSES TERAPI OKUPASI


Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan data
mengenai data pasien berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan menyatakan
apa yang perlu di perbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data
yang lebih banyak untuk keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah
pasien berada di unit terapi okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
1. Koleksi data
Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang di sertakan
ketika pertamakali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan
mengadakan waancara dengan pasien atau keluargannya, atau dengan
mengadakan kunjungan rumah. Data ini di perlukan untuk menyusun rencana
terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai
dengan kebutuhan.

2. Analisa data dan identifikasi masalah


Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan
keluarga atau pasien itu sendiri.
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan
terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka
panjangnya.
4. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan
keluarga atau pasien itu sendiri.
5. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan
terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka
panjangnya.
Hal – hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut.
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri.
d. Kerja sama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung
jawab atas pendapatnya tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.
o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat

PELAKSANAAN
1. Metode
Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.
a. Metode individual dilakukan untuk:
 Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak
informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien.
 Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan
cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan
mengganggu kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan
dalam kelompok tersebut.
 Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar
terapis dapat mengevaluasi pasien leih efektif.
b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan
masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas
untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai
kegiatan baik secara individual maupun kelompok, maka terapis harus
mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang menyangkut
pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu diperkan dengan cara
memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan
tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut
aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis
aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu
maupun kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung
tujuan terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu ½-1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan
dan 1- 1 ½ jamuntuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai
pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan
mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri
dengan dasar bahwa pasien:
 Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya
 Dianggap tidak akan berkembang lagi
 Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi

LAMPIRAN GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available:
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai