Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


FRAKTURE TERTUTUP OS CLAVICULA

Disusun Oleh :

RIKSA MIFTAH ARIPIN ,S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2021
A. DEFINISI

Pengertian fraktur pada anggota tubuh, disesuaikan menurut anatominya, misalnya Klavikula (tulang Kolar). Dari pengertian di atas, fraktur
Klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan
tekanan yang berlebihan yang tejadi pada tulang Klavikula.
Definisi fraktur Klavikula fraktur Klavikula adalah patah tulang pada tulang klavikula atau tulang selangka. Hal ini sering disebabkan akibat
jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik(outstrechedhead), posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan langsung ke klavikula.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga
tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri.

B. ETIOLOGI
Secara umum, menurut Lewis berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.
Selangka juga disebut klavikula, adalah tulang dari atas dada yang berada di antara tulang dada (sternum) dan tulang belikat (scapula).  Sangat
mudah untuk merasakan klavikula, karena tidak seperti tulang lain yang dibungkus dengan otot tapi tulang ini hanya tertutup oleh kulit yang
mencakup sebagian besar tulang Klavikula.

C. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah
dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan.
Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai
akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

D. PATOFISIOLOGI
Ketika terjadi patah tulang, maka akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibatnya terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan disekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai
dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk dapat menyebabkan edema yang dapat
menekan ujung syaraf yang bila berlangsung lama dapa menyebabkan Syndroma Kompartement.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau
nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk
menjaga agar mereka tetap menempelsebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang mengalami
fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan
pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang
mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau
mobilisasi pada tulang untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagian tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat didalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untukmendeteksi struktur fraktur
yang kompleks. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
Scan tulang, CT-scan/ MRI :
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak

G. Komplikasi Komplikasi akut:


a. Cedera pembuluh darah

 b. Pneumouthorax

c. Haemothorax
Komplikasi lambat :
a. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun
tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
 b.  Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. DATA FOKUS PENGKAJIAN

Data-data dalam pengkajian ini meliputi:

1. Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia produktif atau pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama,
pendidikan, pekerjaan klien biasanya berhubungan dengan sarana transportasi, status marital, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, golongan darah, no.medrek, diagnosa medis dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk Rumah Sakit
Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, namun tidak menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu
pada Alasan klien masuk Rumah Sakit perlu dikaji mengenai kapan, dimana, penyebab, bagaimana proses terjadinya, apakah klien
pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung atau telinga.
b. Keluhan utama saat dikaji

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala ringan datang ke rumah sakit dengan tingkat kesadaran (GCS = 15-13), klien sadar
penuh, atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio, tidak ada
intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau
hematoma kulit kepala.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau penyakit sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga
apakah klien memiliki kebiasaan kebut-kebutan di jalan raya, memakai Helm dalam mengendarai kendaraan, meminum minuman
beralkohol atau obat-obatan terlarang.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular, kebiasaan buruk dalam keluarga seperti merokok atau keadaan kesehatan
anggota keluarga.

3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (cheyne
stokes,ataxia breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor, adanya sekret pada trakheo bronkhiolus, adanya retraksi dinding dada.
b. Sistem kardiovaskuler
Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah menurun kecuali apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial maka
tekanan darah meningkat, denyut nadi tachikardi, kemudian bradikardi atau iramanya tidak teratur sebagai kompresi kerja jantung
untuk membantu mengurangi tekanan intra kranial.
c. Sistem pencernaan
Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang normal atau bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh anestesi,
perut kembung, bibir dan mukosa mulut tampak kering, klien dapat mual dan muntah. kadang-kadang konstipasi karena klien tidak
boleh mengedan atau inkontinensia karena klien tidak sadar. Pada perkusi abdomen terdengar timpani, nyeri tekan pada daerah
epigastrium, penurunan berat badan.
d. Sistem perkemihan
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar, sedangkan pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia urine
dan fekal, jumlah urine output biasanya berkurang. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia
atau hipokalemia.
e. Sistem muskuloskeletal
Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan involunter, kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur, kekuatan
otot mungkin menurun atau normal.
f. Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu tubuh mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga
dari operasi biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/ belum kering. biasanya masih terdapat hematoma pada klien
dengan perdarahan dimeningen. Data fisik yang lain adalah mungkin didapatkan luka lecet dan perdarahan pada bagian tubuh lainnya.
Bentuk muka mungkin asimetris.
g. Sistem persyarafan
1) Nervus I (olfaktorius)
Memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral yang disebabkan karena terputusnya serabut olfaktorius
selain karena trauma kepala juga bisa disebabkan oleh infeksi.
2) Nervus II (optikus)
Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala berupa penurunan daya penglihatan, penurunan lapang pandang
3) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, troklearis, abdusen)
Pada trauma kepala yang disertai dengan perdarahan intrakranial akan menyebabkan gangguan reaksi pupil yang lambat/ midriasis
karena tekanan pada bagian pinggir nervus III yang mengandung serabut parasimpatis. Gangguan kelumpuhan N IV, namun jarang
terjadi. Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya diplopia, gejala lainnya berupa refek cahaya menurun, anisokor.
4) Nervus V (trigeminus)
Gangguan ditandai adanya anestesi daerah dahi.
5) Nervus VII (fasialis)
Pada trauma kepala yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior
6) Nervus VIII (akustikus)
ada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan keseimbangan tubuh.
7) Nervus IX, X, XI (glosofaringetus, vagus, assesoris)
Gejala jarang ditemukan karena klien akan meninggal apabila trauma mengenai syaraf tersebut. Adanya hiccuping (cegukan)
karena kompresi pada nervus vagus yang menyebabkan spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak.
Cegukan yang terjadi biasanya beresiko peningkatan tekanan intrakranial.
8) Nervus XII (hipoglosus)
Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah satu sisi, disfagia, dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan
menelan.

A. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1.  Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)

2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse
3. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas.

B. INTERVENSI 

1.  Nyeri akut b/d agen injuri fisik, fraktur 

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat,

tingkat nyeri terkontrol dg KH:

a. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

 b. Ekspresi wajah tenang

c. klien dapat istirahat dan tidur 

d. v/s dbn
Manajemen nyeri :
a. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
 b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

d. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

 j. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak 

 berhasil.
Administrasi analgetik :.

a. Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

 b. Cek riwayat alergi.

c. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

d. Monitor TTV

e. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

f. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2. Resiko terhadap cidera b/d kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :

a. Bebas dari cidera

 b. Pencegahan Cidera

Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:

a. Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri

 pengaman tempat tidur 

 b. Periksa sirkulasi periper dan status neurologi

c. Menilai ROM pasien

Libatkan banyak orang dalam memidahkan pasien, atur posisi

3. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, fraktur 

Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:

a. Pasien dapat

 b. melakukan aktivitas sehari-hari.

c. Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri
a. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
 b. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

c. Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

e. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

f. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin


DAFTAR PUSTAKA

1. Abbasi D. Clavicle Fractures. (cited) November,


2012.
Available
2. Rubino LJ. Clavicle Fracture. (Cited) March, 2012.
Available
3. Wring M. . Clavicle Fracture. . (Cited) March, 2010.
Available
4. Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi
Bahasa Indonesi, Diagnosis Keperawatan Defini
dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai