Disusun Oleh :
Krisna Amelia,S.Kep
4006200024
II. ETIOLOGI
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau..
2. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan lain-lain
yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan terjadi ketika energi
atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi diserap oleh lapisan pelindung
yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dan otak
III.KLASIFIKASI
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien
tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri
kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12,
tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia
pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan
cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal,
cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24
jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
c) Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala hebat
Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3: terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
b) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,dimana berada,
bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat bertahan, susunan
kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih) tetapi tidak ada
kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
c) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa posisi fleksi
abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi tangan mengepal
(postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan biasanya adduksi
dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid
Adapun tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya yaitu :
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
V. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti
adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan
luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu
sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran
otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup
dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak
tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara
mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke
belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
VI. GAMBAR (PATHWAY)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK /PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan
mengidentifikasi hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak
b. MRI
Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
oedema, perdarahan, trauma
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur garis
tengah (karena perdarahan, oedema), adanya fragmen tulang
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi kortexs dan batang otak
g. PET (Position Emission Tomography)
Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak
VIII. KOMPLIKASI
Kompilkasi yang dapat terjadi sebagai berikut :
a) Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Hal ini beresiko terjadinya
meningitis (biasanya pneumokok).
b) Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan
untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan
cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
c) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan
deplesi volum.
d) Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan
epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala tertutup
adalah 5%; resiko mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan intrakranial atau
fraktur depresi.
1. Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia produktif atau
pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama, pendidikan, pekerjaan klien
biasanya berhubungan dengan sarana transportasi, status marital, suku bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, golongan darah, no.medrek,
diagnosa medis dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk Rumah Sakit
Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, namun tidak
menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu pada Alasan klien masuk
Rumah Sakit perlu dikaji mengenai kapan, dimana, penyebab, bagaimana proses
terjadinya, apakah klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung atau
telinga.
b. Keluhan utama saat dikaji
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala ringan datang ke rumah sakit
dengan tingkat kesadaran (GCS = 15-13), klien sadar penuh, atentif dan orientatif.
Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya
konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya
mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau
hematoma kulit kepala.
Gangguan perfusi
jaringan cerebral
2. Ds: pasien mengeluh trauma kepala Nyeri Akut
nyeri
Do: ekstra kranial, tulang
- Posisi untuk kranial
menahan nyeri
- Tingkah laku terputusnya kontunuitas
berhati-hati jaringan kulit, otot,
- Gangguan tidur vaskuler
(mata sayu,
tampak capek, Nyeri Akut
sulit atau gerakan
kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan
persepsi waktu,
kerusakan proses
berpikir,penuruna
n interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
3. Ds: - trauma kepala Resiko kerusakan
Do: integritas kulit
- Gangguan pada ekstra kranial
bagian tubuh
- Kerusakan lapisa
kulit (dermis) terputusnya kontunuitas
- Gangguan jaringan kulit, otot,
permukaan kulit vaskuler
(epidermis)
perdarahan hematoma
peningkatan TIK
hemiasi unkus
mensefalon tertekan
kompresi medulla
oblongata
gangguan kesadaran
imobilisasi
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
4. DS: pasien trauma kepala Resiko bersihan
mengatakan sesak jalan nafas tidak
DO: intra kranial efektif
- Penurunan suara
nafas
- Cyanosis jaringan otak rusak
- Kelainan suara (kontusio, laserasi)
nafas (rales,
wheezing)
- Kesulitan perubahan autoregulasi
berbicara
- Batuk, tidak kejang
efekotif atau tidak
ada
- Produksi sputum obstruksi jalan nafas,
- Gelisah dispnea, henti nafas,
- Perubahan perubahan pola nafas
frekuensi dan
irama nafas Resiko Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif
c. MASALAH KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan serebral
2. Nyeri akut
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Perfusi jaringan serebral b. edema serebral
Nyeri akut b.d trauma jaringan
2
Resiko gangguan integritas kulit b.d kerusakan jaringan kulit
3
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC.