Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


MILD HEAD INJURY (CEDERA KEPALA RINGAN)

Disusun Oleh :

Krisna Amelia,S.Kep
4006200024

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2021
I. DEFINISI
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2008: 3)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit.tidak terdapat fraktur
tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma, mengeluh pusing dan nyeri
kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi. (mansjoer,2009)

II. ETIOLOGI
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau..
2. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan lain-lain
yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan terjadi ketika energi
atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi diserap oleh lapisan pelindung
yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dan otak

III.KLASIFIKASI
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien
tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri
kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12,
tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia
pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan
cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal,
cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24
jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.

Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala adalah


sebagai berikut:
1) Hematoma epidural
Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi),
dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior menuju
bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada
otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma.
Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti
dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau temporal
berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan
mungkin terjadi hemiparese kontra lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah
frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya
perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan
menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat
menyebabkan herniasi unkus.
2) Hematoma subdural
Pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih
sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau
kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang
ada.
a) Hematoma subdural akut
Sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala klinis:
sakit kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat dan gelisah.
Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat
sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat. Keadaan kritis terlihat dengan
adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
b) Hematoma subdural sub akut
Biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan
kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama seperti
pada hematoma subdural akut. Tekanan serebral yang terus menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam. Angka kematian pasien
hematoma subdural akut dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan
kerusakan otak.
c) Hematoma subdural kronik
Terjadi karena cedera kepala minor. Mulanya perdarahan kecil memasuki
di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala klinis mungkin tidak
terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini pada proses yang
lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik, lansia cenderung yang
paling sering mengalami cedera kepala tipe ini sekunder akibat atropi otak, yang
diperkirakan akibat proses penuaan. Cedera kepala minor dapat mengakibatkan
dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela
negatif.
3) Hematoma intraserebral
Perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera
kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka
tembak, cedera tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh
hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur
kantung aneurisma, anomali vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi
darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik
tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.

IV. MANIFESTASI KLINIK


Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
 Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
 Periorbital ecchymosis/ racon eyes (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
 Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
 Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 Disfasia

c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3: terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
b) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,dimana berada,
bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat bertahan, susunan
kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih) tetapi tidak ada
kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
c) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa posisi fleksi
abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi tangan mengepal
(postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan biasanya adduksi
dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid
Adapun tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya yaitu :
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

V. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti
adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan
luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu
sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran
otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup
dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak
tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara
mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke
belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
VI. GAMBAR (PATHWAY)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK /PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan
mengidentifikasi hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak
b. MRI
Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
oedema, perdarahan, trauma
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur garis
tengah (karena perdarahan, oedema), adanya fragmen tulang
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi kortexs dan batang otak
g. PET (Position Emission Tomography)
Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak

VIII. KOMPLIKASI
Kompilkasi yang dapat terjadi sebagai berikut :
a) Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Hal ini  beresiko terjadinya
meningitis (biasanya pneumokok).
b) Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan
untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan
cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
c) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan
deplesi volum.
d) Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan
epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala tertutup
adalah 5%; resiko mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan intrakranial atau
fraktur depresi.

IX. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. DATA FOKUS PENGKAJIAN

Data-data dalam pengkajian ini meliputi:

1. Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia produktif atau
pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama, pendidikan, pekerjaan klien
biasanya berhubungan dengan sarana transportasi, status marital, suku bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, golongan darah, no.medrek,
diagnosa medis dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk Rumah Sakit
Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, namun tidak
menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu pada Alasan klien masuk
Rumah Sakit perlu dikaji mengenai kapan, dimana, penyebab, bagaimana proses
terjadinya, apakah klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung atau
telinga.
b. Keluhan utama saat dikaji

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala ringan datang ke rumah sakit
dengan tingkat kesadaran (GCS = 15-13), klien sadar penuh, atentif dan orientatif.
Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya
konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya
mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau
hematoma kulit kepala.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau penyakit
sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga apakah klien memiliki
kebiasaan kebut-kebutan di jalan raya, memakai Helm dalam mengendarai
kendaraan, meminum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular, kebiasaan buruk
dalam keluarga seperti merokok atau keadaan kesehatan anggota keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman maupun
frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (cheyne stokes,ataxia
breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor, adanya sekret pada trakheo
bronkhiolus, adanya retraksi dinding dada.
b. Sistem kardiovaskuler
Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah menurun kecuali apabila
terjadi peningkatan tekanan intra kranial maka tekanan darah meningkat, denyut
nadi tachikardi, kemudian bradikardi atau iramanya tidak teratur sebagai kompresi
kerja jantung untuk membantu mengurangi tekanan intra kranial.
c. Sistem pencernaan
Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang normal atau
bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh anestesi, perut kembung, bibir dan
mukosa mulut tampak kering, klien dapat mual dan muntah. kadang-kadang
konstipasi karena klien tidak boleh mengedan atau inkontinensia karena klien
tidak sadar. Pada perkusi abdomen terdengar timpani, nyeri tekan pada daerah
epigastrium, penurunan berat badan.
d. Sistem perkemihan
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar, sedangkan pada
klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia urine dan fekal, jumlah urine
output biasanya berkurang. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia.
e. Sistem muskuloskeletal
Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan involunter,
kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur, kekuatan otot mungkin menurun
atau normal.
f. Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu tubuh mungkin
di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga dari operasi biasanya luka belum
sembuh karena masih agak basah/ belum kering. biasanya masih terdapat
hematoma pada klien dengan perdarahan dimeningen. Data fisik yang lain adalah
mungkin didapatkan luka lecet dan perdarahan pada bagian tubuh lainnya. Bentuk
muka mungkin asimetris.
g. Sistem persyarafan
1) Nervus I (olfaktorius)
Memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral yang
disebabkan karena terputusnya serabut olfaktorius selain karena trauma kepala
juga bisa disebabkan oleh infeksi.
2) Nervus II (optikus)
Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala berupa penurunan daya
penglihatan, penurunan lapang pandang
3) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, troklearis, abdusen)
Pada trauma kepala yang disertai dengan perdarahan intrakranial akan
menyebabkan gangguan reaksi pupil yang lambat/ midriasis karena tekanan
pada bagian pinggir nervus III yang mengandung serabut parasimpatis.
Gangguan kelumpuhan N IV, namun jarang terjadi. Kelumpuhan N IV
menyebabkan terjadinya diplopia, gejala lainnya berupa refek cahaya
menurun, anisokor.
4) Nervus V (trigeminus)
Gangguan ditandai adanya anestesi daerah dahi.
5) Nervus VII (fasialis)
Pada trauma kepala yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat
menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya
penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior
6) Nervus VIII (akustikus)
ada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
7) Nervus IX, X, XI (glosofaringetus, vagus, assesoris)
Gejala jarang ditemukan karena klien akan meninggal apabila trauma
mengenai syaraf tersebut. Adanya hiccuping (cegukan) karena kompresi pada
nervus vagus yang menyebabkan spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi
karena kompresi batang otak. Cegukan yang terjadi biasanya beresiko
peningkatan tekanan intrakranial.
8) Nervus XII (hipoglosus)
Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah satu sisi, disfagia, dan
disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
b. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. Ds: - trauma kepala Gangguan Perfusi
Do: jaringan cerebral
- Gangguan status intra kranial
mental
- Perubahan jaringan otak rusak
perilaku (kontusio, laserasi)
- Perubahan respon
motorik perubahan autoregulasi
- Perubahan reaksi
pupil aliran darah ke otak
- Kesulitan menurun
menelan O2 menurun
- Kelemahan atau
paralisis Gangguan metabolisme
ekstrermitas
- Abnormalitas Laktat meningkat
bicara
Oedema otak

Gangguan perfusi
jaringan cerebral
2. Ds: pasien mengeluh trauma kepala Nyeri Akut
nyeri
Do: ekstra kranial, tulang
- Posisi untuk kranial
menahan nyeri
- Tingkah laku terputusnya kontunuitas
berhati-hati jaringan kulit, otot,
- Gangguan tidur vaskuler
(mata sayu,
tampak capek, Nyeri Akut
sulit atau gerakan
kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan
persepsi waktu,
kerusakan proses
berpikir,penuruna
n interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
3. Ds: - trauma kepala Resiko kerusakan
Do: integritas kulit
- Gangguan pada ekstra kranial
bagian tubuh
- Kerusakan lapisa
kulit (dermis) terputusnya kontunuitas
- Gangguan jaringan kulit, otot,
permukaan kulit vaskuler
(epidermis)
perdarahan hematoma

perubahan sirkulasi CSS

peningkatan TIK

girus medialis lobus


temporalis tergeser

hemiasi unkus

mensefalon tertekan

kompresi medulla
oblongata

gangguan kesadaran

imobilisasi

Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
4. DS: pasien trauma kepala Resiko bersihan
mengatakan sesak jalan nafas tidak
DO: intra kranial efektif
- Penurunan suara
nafas
- Cyanosis jaringan otak rusak
- Kelainan suara (kontusio, laserasi)
nafas (rales,
wheezing)
- Kesulitan perubahan autoregulasi
berbicara
- Batuk, tidak kejang
efekotif atau tidak
ada
- Produksi sputum obstruksi jalan nafas,
- Gelisah dispnea, henti nafas,
- Perubahan perubahan pola nafas
frekuensi dan
irama nafas Resiko Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif

c. MASALAH KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan serebral

2. Nyeri akut

3. Resiko gangguan integritas kulit

4. Resiko bersihan jalan tidak efektif

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Perfusi jaringan serebral b. edema serebral
Nyeri akut b.d trauma jaringan
2
Resiko gangguan integritas kulit b.d kerusakan jaringan kulit
3

4 Resiko bersihan jalan tidak efektif b.d adanya peningkatan sekret


6. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Gangguan Tupan : perfusi - Kaji ulang tanda- - Mengkaji adanya
Perfusi jaringan Teratasi tanda vital kecenderungan pada
jaringan tingkat kesadaran
serebral b.d Tupen : setelah
edema dilakukan asuhan - Monitor tekanan - Peningkatan tekanan darah
serebral keperawatan selama darah, catat sistemik yang diikuti
2x24 jam adanya hipertensi penurunan tekanan darah
diharapkan perfusi sistolik secara distolik (nadi yang
jaringan serebral teratur dan membesar) merupakan
normal kembali, tekanan nadi yang tanda terjadinya
dengan kriteria makin berat peningkatan TIK
hasil:
- Tekanan
systole dan - Monitor Heart - Bradikardia dan disritmia
diastole dalam Rate, catat adanya dapat timbul yang
rentang yang bradikardi, encerminkan adanya
diharapkan takikardi atau depresi / trauma pada
- Tidak ada bentuk disritmia batang otak pada pasien
ortostatikhipert lainya. yang tidak mempunyai
ensi kelainan jantung
- Komunikasi sebelumnya
jelas 
Menunjukkan
konsentrasi dan - Pertahankan - Kepala yang miring pada
orientasi kepala / leher salah satu sisi menekan
- Pupil seimbang pada posisi vena jugularis dan
dan reaktif tengah/ pada menghambat aliran darah
- Bebas dari posisi netral. lain yang selanjutnya
aktivitas akan meningkat TIK.
kejang
- Tidak
mengalami
nyeri kepala - Kolaborasi - Menurunkan hipoksemia
pemberian O2 yang mana dapat
tambahan sesuai menaikkan vasodilatasi
indikasi dan vol darah serebral
yang meningkatkan TIK.
2. Nyeri akut Tupan : nyeri - Kaji nyeri (skala, - Untuk mengetahui nyeri
b.d trauma hilang dan teratasi intensitas, lokasi, dirasakan pasien
jaringan karakteristik,
Tupen : setelah durasi, frekuensi,
dilakukan asuhan kualitas dan faktor
keperawatan selama presipitasi
2x24 jam
diharapkan nyeri - Gunakan teknik - Agar pasien terbuka dan
berkurang, dengan komunikasi mau menjelaskan rasa
kriteria hasil: terapeutik untuk nyeri yang diras
- Mampu mengetahui
mengontrol pengalaman nyeri
nyeri (tahu pasien
penyebab
nyeri, mampu - Kontrol - Untuk mengurangi nyeri
menggunakan lingkungan yang yang dirasakan
tehnik dapat
nonfarmakolog mempengaruhi
i untuk nyeri seperti suhu
mengurangi ruangan,
nyeri, mencari pencahayaan dan
bantuan) kebisingan
- Melaporkan
bahwa nyeri - Ajarkan teknik - Untuk mengurangi nyeri
berkurang relaksasi nafas yang dirasakan pasien
dengan dalam
menggunakan
manajemen - Kolaborasikan - Untuk mengatasi rasa
nyeri dengan dokter jika nyeri yang dirasakan
- Mampu ada keluhan dan pasien
mengenali tindakan nyeri
nyeri (skala, tidak berhasil
intensitas, untuk pemberian
frekuensi dan analgetik
tanda nyeri)
- Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
- Tanda vital
dalam rentang
normal
3. Resiko Tupan : resiko - Anjurkan pasien - Mencegah terjadinya
gangguan gangguan integritas untuk lecet karena pakaian
integritas kulit teratasi menggunakan yang terlalu sempit
kulit b.d pakaian yang
kerusakan Tupen : setelah longgar
jaringan dilakukan asuhan
kulit keperawatan selama - Hindari kerutan - Terjadinya luka
2x24 jam pada tempat tidur tambahan
diharapkan
kerusakan integritas - Jaga kebersihan - Menghindari dari luka
kulit berkurang kulit agar tetap atau lecet pada tubuh
dengan kriteria bersih dan kering
hasil:
- Mobilisasi pasien - Agar tidak terjadi
- Integritas kulit (ubah posisi decubitus
yang baik bisa pasien) setiap dua
dipertahankan jam sekali
(sensasi,
elastisitas, - Monitor kulit - Mencegah terluka
temperatur, akan adanya tambahan pada tubuh
hidrasi, kemerahan
pigmentasi)
- Tidak ada
luka/lesi pada
kulit
- Perfusi
jaringan baik
- Menunjukkan
pemahaman
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
sedera
berulang
- Mampu
melindungi
kulit dan
mempertahank
an kelembaban
kulit dan
perawatan
alami
- Menunjukkan
terjadinya
proses
penyembuhan
luka
4. Resiko Tupan : resiko - Kaji keadaan - Obstruksi mungkin
bersihan bersihan jalan nafas jalan napas dapat disebabkan
jalan nafas teratasi oleh akumulasi
tidak sekret, sisa cairan
efektif b.d Tupen : setelah mucus, perdarahan,
adanya dilakukan asuhan bronkhospasme,
peningkata keperawatan selama dan/atau posisi dari
n sekresi 2x24 jam endotracheal/tracheos
sekret diharapkan bersihan tomy tube yang
jalan nafas kembali berubah.
efektif, dengan
kriteria hasil: - Evaluasi - Saluran napas bagian
- Mendemonstra pergerakan dada bawah tersumbat
sikan batuk dan auskultasi dapat terjadi pada
efektif dan suara napas pada pneumonia/atelektasi
suara nafas kedua paru s akan menimbulkan
yang bersih, (bilateral). perubahan suara
tidak ada napas seperti ronkhi
sianosis dan atau wheezing.
dyspneu
(mampu - Catat adanya - Selama intubasiklien
mengeluarkan batuk, mengalami refleks
sputum, bertambahnya batuk yang tidak
bernafas sesak napas, efektif, atau klien
dengan mudah, suara alarm dari akan mengalami
tidak ada ventilator karena kelemahan otot-otot
pursed lips)  tekanan yang pernapasan
Menunjukkan tinggi, (neuromuscular/neuro
jalan nafas pengeluaran sensorik),
yang paten sekret melalui keterlambatan untuk
(klien tidak endotracheal/trac batuk.
merasa heostomy tube,
tercekik, irama bertambahnya
nafas, bunyi ronkhi.
frekuensi
pernafasan - Lakukan - Untuk membersihkan
dalam rentang penghisapan jalan nafas
normal, tidak lender jika
ada suara nafas diperlukan, batasi
abnormal) durasi pengisapan
- Mampu dengan 15 detik
mengidentifika atau lebih.
sikan dan Gunakan kateter
mencegah pengisap yang
faktor yang sesuai, cairan
penyebab. fisiologis steril.
- Saturasi O2
dalam batas
normal
- Foto thorak
dalam batas
norma
X. DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem

persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :

EGC.

Anda mungkin juga menyukai