Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG

RAWAT INAP INTERNE RSUD PROF. DR. MA. HANAFIAH SM


BATUSANGKAR TAHUN 2013
1,*
Rinawati Kasrin,2Yuhendri Putra

ABSTRAK
Flebitis merupakan komplikasi akibat pemasangan infus yang masih banyak terjadi di rumah sakit dengan tanda dan
gejala adanya daerah yang memerah dan hangat, nyeri atau rasa lunak dan pembengkakan didaerah penusukan atau
sepanjang vena. Hasil survei awal di Ruang Rawat Interne RSUD Prof. Dr. Ma. Hanafiah, SM Batusangakar
ditemukan masih ada pasien yang terpasang infus mengalami flebitis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh lama terpasang infus, lokasi pemasangan dan penggantian balutan terhadap kejadian flebitis pada pasien
pemasangan infus. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai Mei tahun 2013 dengan jenis penelitian
kwantitaif yang menggunakan metode analitik observasional dan penelitian ini menggunakan disain crossectional.
Sampel adalah pasien yang terpasang infus yang berjumlah 46 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi dan data uji chi-square kemudian diolah dengan komputerisasi. Hasil penelitian didapatkan faktor pada
lama terpasang nilai p value =0,007 < 0,05, maka terdapat pengaruh lama terpasang infus dengan kejadian flebitis.
Pada faktor lokasi pemasangan didapatkan nilai p value=0,025 < 0,05, maka terdapat pengaruh lokasi pemasangan
dengan kejadian flebitis. Pada penggantian balutan didapatkan nilai p value=0,025 < 0,05, maka terdapat pengaruh
penggantian balutan terhadap kejadian flebitis. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada pengaruh lama terpasang,
lokasi pemasangan dan penggantian balutan terhadap kejadian flebitis pada pasien pemasangan infus. Diharapkan
pada perawat pelaksana agar lebih meningkatkan perawatan pada pasien yang terpasang infus.

Kata Kunci : faktor yang mempengaruhi flebitis

ABSTRACT

Phelebitis is an inflamation of the veins caused by complication of intravenous therapy administration, with sign
and symptoms of a reddened area and the warm, soft and pain or swelling in the area of insertion.The result of
early survey in interne ward RSUD Prof. Dr. Ma. Hanafiah, SM Batusangakar from patients who inserted by infuse.
Research goal is to determine the relationship long installation, the location of installation and replacement of
dressings on the incidenceof infution phebitis in the patients. The research was conducted from January to Mey
2013 with analitik observational research method. Sample is the patient who inserted by intravenous therapy,
amounthing to 46 respondents. The data was collected with observation then computerized data processsing using
the chi-square with 95% degree of significance. After processing the data obtained, on and old installation with the
chi-square statistical test with α=0,05 obtained p velue =0,007 <0,05, there is mounting a long relationship with
the incidence of phlebitis. Mounting location with the chi-square statistical test with α=0,025 <0,05, then there is a
connection with the incidennt phlebitis monting location. Replacement bandage obtained p velue =0,025 <0,05,
then there is a relationship with the incidence of phelebitis replacement bandage. From the results of research can
concluded that there is mounting a long relatonship, location of intallation, and replacement of dressings on the
incidence of phlebtis at the infusion. Expected in the next research order to conduct research with other varables
related to the incidence of phlebitis.

Keywords: factors which influence flebities


1

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 80


Pendahuluan dengan pasien dan para pengunjung pasien juga
Keperawatan sebagai profesi merupakan salah beresiko terkena infeksi nosokomial (Utama, 2006).
satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya Penyebaran infeksi nosokomial disebabkan
didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki adanya interaksi di antara ke tiga pokok di rumah sakit
keterampilan yang jelas dalam keahliannya.Profesi yaitu: host, agent, dan environment. Prinsip
keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan pencegahannya adalah dengan memutuskan mata rantai
dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode interaksi (transmisi) ketiga element tersebut. Untuk
etik dalam bekerja kemudian juga berorientasi pada mengontrol ketiganya cukup sulit, maka sasaran yang
pelayanan dalam pemberian asuhan keperawatan paling mudah adalah dengan cara mengontrol tranmisi,
(Hidayat, 2009, p. 26). misalnya dengan meningkatkan pengetahuan personil
rumah sakit tentang infeksi nosokomial bagi penderita
Asuhan keperawatan yang diberikan pada yang dirawat, melakukan semua prosedur kerja dengan
pasien merupakan sebuah bentuk peran dan fungsi benar sesuai dengan standar SOP (Standar Operasional
perawatdalam menjalankan perannya. Perawat akan System), tindakan serta penggunaan atau pemilihan alat
melaksanakan berbagai fungsi diantaranya, fungsi yang baik juga merupakan cara untuk mencegah infeksi
dependen, fungsi intradependen dan fungsi nosokomial. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan,
independen.Fungsi dependen, merupakan fungsi maka akan beresiko lebih besar untuk menjadi infeksi
perawat dalam melakukan kegiatannya atas pesan atau nosokomial (Welch, 2012, p. 1).
instruksi dari perawat lain, misal dari perawat ahli Infeksi nosokomialyang terjadi pada terapi
kepada perawat biasa. Fungsi interdependen merupakan yang di berikan di rumah sakit salah satunya
fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang diakibatkan oleh pemasangan infus yang tidak sesuai
bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan dengan SOP (Standar Operasional Prosedural). Sistem
lainnya seperti dalam memberikan asuhan keperawatan terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih
pada pasien yang mempunyai penyakit komplek. cepat, lebih efektif, dapat dilakukan secara kontinu dan
Fungsi ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja penderitapun merasa lebih nyaman jika dibandingkan
melainkan juga dari dokter ataupun lainnya. Fungsi dengan cara lainnya. Infus intravena digunakan untuk
independen, merupakan fungsi yang dilakukan secara mengobati berbagai kondisi pasien.Penusukan kateter
mandiri oleh perawat dan tidak tergantung pada orang infus merupakan salah satu tindakan invasif yang
lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan pada pasien yang dirawat di rumah
dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri sakit.Diperkirakan sekitar 18-80 pasien yang dirawat di
dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan rumah sakit dari berbagai umur mendapatkan terapi
dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis intravena. Pelaksanaan tindakan invasif disebutkan
salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan cairandan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
elektrolit pasien yang dirawat di rumah sakit (Hidayat, tahun 2008 bahwa harus dilakukan oleh dokter, namun
2009, p. 32). pada kenyataannya di Indonesia pemberian terapi
intravena banyak didelegasikan oleh dokter kepada
Rumah sakit merupakan tempat pasien perawat (Welch, 2012, p. 1).
mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat Terapi ini diberikan secara terus menerus dan
sembuh.Rumah sakit selain untuk mencari dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan
kesembuhan, juga merupakan sumber bagi berbagai meningkatkan kemungkinan akan terjadinya
macam penyakit yang berasal dari penderita maupun komplikasi. Banyak yang harus diperhatikan oleh
dari pengunjung. Bakteri dan virus dapat hidup dan perawat untuk menghindari komplikasi tersebut,
berkembang dilingkungan rumah sakit, seperti: udara, komplikasi yang ditimbulkan akibat pemasangan infus
air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun dan komplikasi yang sering terjadi adalah
non medis. Klien yang berada dalam lingkungan flebitis(Welch, 2012, p. 1).
perawatan beresiko mendapat infeksi dan juga bisa Flebitis merupakan peradangan vena yang
karena tindakan keperawatan (Utama, 2006). disebabkan olehkateter atau iritasi kimiawi zat adaptif
Tindakan keperawatan terutama di bagian dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Tanda
penyakit dalam terdapat banyak prosedur yang dan gejalanyameliputi nyeri, peningkatan temperatur
dilakukan. Baik untuk membantu diagnosa maupun kulit diatas vena, dan pada beberapa kasus, timbul
memonitor perjalan penyakit dan terapi yang dapat kemerahan di tempat insersi atau disepanjang jalur vena
menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi (Perry & Potter 2005, p. 1664).
nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, Area pemasangan infus yang mengalami
atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik flebitis lebih banyak terjadi pada vena metacarpal atau
invasif, infus yang lama dan kateter urinyang lama, area punggung tangan (41,7%) dibandingkan pada area
resiko untuk terkena infeksi lebih besar. Sumber vena sefalika pergelangan tangan (24,8%), sedangkan
penularan dan cara penularan terutama melalui tangan, untuk area tungkai kejadian flebitis (76,9%) maka
petugas kesehatan, jarum injeksi, kateter intra vena, diperlukan perhatian kusus dari perawat untuk
kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang mencegah timbulnya komplikasi akibat pemasangan
keliru dalam menangani luka. Pasien dan seluruh infus sehingga perlu dihindari munculnya faktor-faktor
personil rumah sakit yang berhubungan langsung tersebut (Zavareh &Ghorbani, 2007).

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 81


Menurut La Rocca (2000) faktor-faktor yang diruang Rawat Inap Interne RSUD Prof. Dr.
menyebabkan timbulnya flebitis pada pasien MA.Hanafiah, SM Batusangkar peneliti melihat
pemasangan infus diantaranya adalah lamanya kejadian flebitis. Dimana dari 19 orang yang di rawat di
pemasangan kanula intravena, tempat atau lokasi ruangan interne, pasien yang terpasang infus sebanyak
tempat pemasangan kanula intravena, teknik kesterilan 15 orang dan 4 mengalami flebitis. Berdasarkan hasil
perawat sewaktu pemasangan infus intravena, dan diskusi peneliti dengan Kepala Ruangan Interne
penggantian balutan (Ningsih, 2012, p. 20). mengatakanbahwa dari 10 pasien yang terpasang infus
Menurut La Rocca (2000) balutan juga bisa 1 sampai 2 orang mengalami flebitis setiap harinya,
menyebabkan flebitis dimana pada setiap institusi begitu juga hasil diskusi peneliti dengan Kepala Bidang
mempunyai kebijakan yang menetapkan frekuensi Keperawatan juga mengatakanbahwa kejadian flebitis
penggantian balutan.Balutan steril diperlukan untuk masih banyak terjadi namun tidak ada
menutup tempat masuk kanul intra vena.Balutan harus pendokumentasian berapa persen kejadian flebitis
diganti jika balutan menjadi basah, kotor, atau setiap tahunnya karena tidak ada laporan dari setiap
lepas.Praktek sebelumnya menetapkan balutan harus ruangan. Hasil observasi peneliti selama praktek
diganti setiap hari.Saat ini telah dikurangi menjadi preklinik di Ruangan Rawat Inap Interne RSUD Prof.
setiap 48-72 jam sekali yakni bersamaan dengan Dr. MA. Hanafiah, SM Batusangkar selama dua
penggantian daerah pemasangan kateter minggu juga melihat adanya kejadian flebitis, dalam
intravena.Praktek ini lebih menghemat biaya dan tidak satu hari yang mengalami flebitis 1 sampai 2 orang
meningkatkan resiko terjadinya infeksi (Ningsih, 2012, setiap harinya. Berdasarkan observasi tersebut
p. 7). didapatkan bahwa sebagian besar kejadian flebitis yang
Dampak yang terjadi dari tindakan pemasangan infus terjadi disebabkan oleh penggantian balutan yang lebih
(flebitis) bagi pasien merupakan masalah yang serius, dari 72 jam, sehingga dengan kejadian flebitis yang
karena megakibatkan bertambah lamanya perawatan dialami pasien, pasien harus mendapatkan perawatan
dirumah sakit. Komplikasi lain dari pemberian terapi tambahan dan hal ini menyebabkan pengeluaran yang
intravena adalah hematoma, infiltrasi, emboli udara dan meningkat dan membebani pasien yang memiliki
trombus (Wesnnsten, 2012, p. 61). keterbatasan biaya pengobatan di rumah sakit.
Agka kejadian flebitis didunia secara umum
berkisar antara 25-70% dari semua pasien yang dirawat Metode Penelitian
(Intravenous Nursing New Zealand, 2011). Menurut Jenis penelitian ini adalah penelitian kwantitatif.
Depkes RI tahun 2006 dikutip Wijayasari, Jumlah Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik
kejadian Infeksi Nosokomial berupa phlebitis di observasional. Penelitian ini menggunakan desain
Indonesia sebanyak 17,11%.Berdasarkan penelitian Cross sectional yaitu suatu penelitian untuk
yang terdapat pada jurnal penelitian Universitas mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
Andalas tahun 2007 didapatkan bahwa angka kejadian resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi
flebitisdi sumatra barat khususnya di Rumah Sakit Ibnu atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
Sina padang adalah sebesar 5,4% . time approach), artinya, tiap subjek penelitian hanya
Penelitian yang dilakukan oleh diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
Hj.Adrianitahun 2008 di Rumah Sakit Stroke Nasional terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
dengan judul Hubungan Faktor–Faktor Resiko pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010, p. 38).
Komplikasi Dengan Angka Kejadian Flebitis Pada
Pasien yang Memakai Infus di Rumah Sakit Stroke Hasil Dan Pembahasan
Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2008 didapatkan Analisa Univariat
77.8% dari responden yang memakai infus mengalami Lama Terpasang
komplikasi (flebitis). Tabel 1Distribusi Frekuensi Responden
Penelitian juga dilakukan oleh Yulia Rahmi BerdasarkanLama Terpasang InfusDi Ruang Rawat
tahun 2011 di RSUD Dr. Achmad Mochtar dengan InapInterne RSUD Prof. Dr. Ma.Hanafiah, SM
judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Batusangkar Tahun 2013
kejadian flebitis Di RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2011 didapatkan bahwa 52,8%
Lama Terpasang f %
responden dengan lama pemasangan infus lebih dari 72
jam, 51,9% lokasi pemasangan infus di vena <72 jam 23 50
metacarpal, 53,8% pemasangan infus tidak dilakukan ≥ 72 jam 23 50
penggantian balutan.Dari data diatas dapat dilihat
bahwaangka kejadian flebitis cukup tinggi yang Jumlah 46 100
disebabkan oleh pemasangan infus yang tidak sesuai
dengan standar. Dari tabel 1 diketahui dari 46 responden, terdapat
RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah, SM sebanyak 23 responden (50%) dengan lama terpasang
Batusangkar merupakan rumah sakit milik Pemerintah ≥72 jam dan 23 responden (50%)dengan lama
Daerah Kabupaten Tanah Datar berlokasi di pemasangan >72 jam, artinya seproh dari pasien yang
Kenagarian Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas terpasangan infus lebih dari 72 jam.
dengan rumah sakit tipe C dimana jumlah perawat 172 Hasil penelitian didukung oleh Lidya Devega
orang. Dari hasil survei awal pada tanggal 27 Mei 2013 (2009) yang melakukan penelitian di ruang Rawat Inap

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 82


Interne RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, mungkin dan berpindah dalam arah proksiamal pada
dimana dilakukan pada 30 orang responden yang kedua tangn secara bergantian. Vena-vena yang
mendapat cairan intravena. Lama pemasangan ≥ 72 jam digunkan untuk terapi intravena adaalah vena
sebanyak 16 orang dan < 72 jam sebanyak 14 orang. metacarpal atau area punggung tangan, vena sefalica
Dari 16 orang yang terpasang infus ≥ 72 jam sebanyak dan basalica atau pergelangan tangan, hindari
75% terjadi flebitis dan yang tidak terjadi 25%. penggunaan pada daerah lipatan tangan dan siku,
Sedangkan < 72 jam sebanyak 35, 7 % terjadi flebitis karena lipatan siku atau lengan mengakibatkan
dan yang tidak terjadi 64,3%. pelipatan kanula dalam pembuluh darah dan
Menurut Brunner and Suddrth (2002), batas menimbulkan komplikasi terjadinya flebitis.
lama waktunya pemasangan penggunaan kateter Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang ada,
intravena tersebut hanya 48-72 jam. Jika hal tersebut penelitian menyimpulkan bahwa lokasi pemasangan
dibiarkan maka akan mempermudah timbulnya infus berpengaruh terhadap kejadian flebitis. Hal ini
peradangan pada pembuluh vena. Karena adanya terlihat dengan jelas pada hasil penelitian yang peneliti
kolonisasi kuman atau bakteri pada daerah penusukan lakukan, pasien yang terpasangan infus dengan lokasi
kanula atau pada kepala kanula itu sendiri. Untuk itu pemasangan di vena metacarpal sebagian besar
sebaiknya kateter intravena diganti tiap 72 jam, mengalami flebitis. Seperti yang kita ketahui daerah
meskipun belum ada tanda-tanda nyeri, kemerahan, metakarpal sangat gampang untuk berubah karena
pembengkakan dan rasa hangat pada daerah sekitar daerah ini adalah bahagian yang sangat mudah untuk
penusukan kanula intravena maka secepatnya kateter bergerak dan sebagai ekstremitas untuk motorik.
dilepas atau diganti.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti Penggantian Balutan
lakukan dan teori yang ada peneliti menyimpulkan Tabel 3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
terdapatnya kesenjangan antara dua hal tersebut. Lama Penggantian Balutan Di Ruang Rawat Inap Interne
terpasang kateter intravena seharusnya < 72 jam. Tapi RSUD Prof. Dr.Ma. Hanafiah, SM Batusangkar Tahun
terlihat dengan jelas pada hasil penelitian yang peneliti 2013
lakukan bahwa separuh pasien yang terpasang infus
dengan lama pemasangan kateter intravena lebih dari Penggantian Balutan f %
72 jam. Hal ini tentu akan mempermudah masuknya
kuman atau bakteri pada area pemasangan infus, Dilakukan 20 43,5
ditambah lagi dengan daya tahan tubuh pasien sedang
lemahadanya berbagai jenis penyakit yang ada di Tidak Dilakukan 26 56,5
sekitar pasien, sehingga dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, salah satunya flebitis.
Jumlah 46 100
Lokasi Pemasangan
Dari tabel 3 diketahui dari 46 responden
Tabel 2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
didapatkan sebagian besar pasien pemasangan infus
Lokasi Pemsangan Di Ruang Rawat Inap Interne
tidak dilakukan penggantian balutan sebanyak 26
RSUD Prof. Dr. Ma.Hanafiah, SM BatusangkarTahun
(56,5%), dan 20 responden (43,5%) dilakukan
2013
penggantian balutan, artinya sebagian besar pasien yang
Lokasi pemasangan f % terpasang infus tidak dilakukan penggantian balutan.
Vena metacarpal 26 56,5 Hasil penelitian ini didukung oleh Yulia Rahmi
Vena Sefalica/basalica 20 40,5 (2011).Kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD
Jumlah 46 100 Dr. Ahcmad Muchtar Bukittinggi.Penelitian dilakukan
pada 106 responden yang mendapat cairan
Dari tabel 2 diketahui dari 46 responden, intravena.Penggantian balutan yang tidak dilakukan
didapat lokasi pemasangan infus sebagian besar pada sebanyak 57 orang dan yang dilakukan penggantian
vena metacarpal sebanyak 26 responden (56,5%), dan balutan sebanyak 29 orang. Dari 57 orang yang tidak
lokasi pemasangan pada vena sefalica sebanyak 20 dilakukan penggantian balutan sebanyak 66,7%
responden (40,5%), artinya lokasi pemasangan infus mengalami flebitis dan yang tidak terjadi flebitis 33%.
sebagian besar pada vena metacarpal. Sedangkan yang dilakukan penggantian balutan
Hasil penelitian ini didukung oleh Yulia Rahmi sebanyak 36,7% terjadi flebitis dan yang tidak terjadi
(2011). Kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap Interne sebanyak 63,3%.
RSUD Dr. Ahcmad Moctar Bukittinggi. Sebanyak 106 Menurut La Rocca (2001) frekuensi penggantian
pasien yang mendapat cairan intravena. Di temukan 55 balutan dilakukan setiap 48-72 jam sekali atau
kasus flebitis dengan area pemasangan di vena bersamaan dengan penggantian kateter
metacarpal. intravena.Balutan steril diperlukan untuk menutup
Manurut La Rocca (2001) perkiraan lokasi tempat masuk kanula intravena.Balutan harus diganti
pemasangan terapi infus menjadi faktor yang lebih bila balutan menjadi basah, kotor dan lepas.
penting dalam seleksi pembuluh. Pilihlah pembuluh Berdasarkan hasil penelitian yng telah peneliti
darah yang panjang dan tidak bercabang. Untuk itu lakukan dan menurut teori yang ada peneliti
lokasi penusukan jarum infus mulai dari sejauh menyimpulkan terdapatnya kesenjangan antara dua hal

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 83


tersebut. Lama penggantian balutan infus seharusnya orang dan < 72 jam sebanyak 14 orang. Dari 16 orang
48-72 jam. Tapi terlihat dengan jelas pada hasil yang terpasang infus ≥ 72 jam sebnyak 12 orang (75%)
penelitian yang peneliti lakukan bahwa sebagian besar terjadi flebitis.
pasien yang terpasang infus dengan lama penggantian Menurut Brunner and Suddart (2002), batas
balutan lebih dari 72 jam.Hal ini juga karena harga set lama waktunya penggunaan kateter intravena tersebut
infus yang cukup mahal dan masih ditemukannya hanya 48-72 jam. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan
ekonomi pasien yang lemah. Kondisi ini juga didukung mempermudah timbulnya peradangan pada pembuluh
oleh keinginan pasien yang tidak mau dipasang ulang vena, karena adanya kolonisasi kuman atau bakteri
infusnya karena sakit. pada daerah penusukan kanula atau pada kepala kanula
itu sendiri. Untuk itu sebaiknya kateter intravena
diganti tiap 72 jam, meskipun belum ada tanda-tanda
flebitis maupun pembekuan kateter. Bila timbul tanda-
Kejadian Flebitis tanda nyeri, kemerahan, pembengkakan dan rasa hangat
Tabel 4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pada daerah sekitar penusukan kanula intravena maka
Kejadian Flebitis Di Ruang Rawat Inap Interne RSUD secepatnya kateter dilepas atau diganti.
Prof. Dr. Ma.Hanafiah, SM BatusangkarTahun 2013 Menurut asumsi peneliti bahwa lama terpasang
infus berpengaruh terhadap kejadian flebitis. Apabila
Kejadian F % pemasangan infus ≥ 72 jam maka akan berpeluang
Flebitis untuk terjadinya flebitis. Hal ini disebabkan mudahnya
Terjadi 28 60,9 masuk kuman pada area pemasangan infus karena
daerah tusukan sudah meruapakan jendela bagi mikro
Tidak Terjadi 18 39,1 organisme dari luar tubuh untuk masuk kedalam tubuh.
Pernyataan ini didukung oleh Brunner and Suddart
(2002), yang menyatakan bahwa batas lama waktunya
Jumlah 46 100 penggunaan kateter intravena tersebut hanya 48-72 jam.
Jika hal tersebut dibiarkan maka akan mempermudah
Dari tabel 4 di atas terlihat bahwa lebih dari 46 timbulnya peradangan pada pembuluh vena, karena
responden lebih dari separuh mengalami flebitis yaitu adanya kolonisasi kuman atau bakteri pada daerah
sebanyak 28 responden (60,9%). penusukan kanula intravena.

Analisa Bivariat Pengaruh Lokasi Pemasangan Infus Terhadap


Pengaruh Lama Terpasang Infus Terhadap Kejadian Flebitis
Kejadian flebitis Tabel 6Distribusi Frekuensi Pengaruh Lokasi
Tabel 5Distribusi Frekuensi Pengaruh Lama Terpasang Pemasangan InfusTehadap Kejadian Flebitis di Ruang
Infus Tehadap Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap Rawat Inap Interne RSUD Prof. Dr. Ma.Hanafiah, SM
Interne RSUD Prof. Dr.Ma. Hanafiah, SM BatusangkarTahun 2013
BatusangkarTahun 2013
Lokasi Flebitis Total P OR
Lamanya Flebitis Total P OR Pemasa Value
Terpasang Terjadi Tidak Value ngan Terjadi Tidak
Infus f % f % f % Terjadi
f % f % f %
< 72 Jam 9 39,1 14 60,9 23 100 0,007 0,135 Vena 20 76,9 6 23, 26 100
≥ 72 Jam 19 82,6 4 14,4 23 100 metacarp 1
Total 28 al 0,025 5,000
Vena 8 40,0 12 60, 20 100
Sefalica/ 0
Basalica
Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang
telah peneliti lakukan didapat bahwa dari 23 responden
yang terpasang infus ≥ 72 jam sebanyak 82,6% Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang
mengalami kejadian flebitis dibandingkan dengkan telah peneliti lakukan didapat bahwa dari 26 responden
dengan yang tidak terjadi sebanyak 17,4%. Sedangkan yang terpasang infus di vena metacarpal sebanyak
23 responden yang terpasang infus < 72 jam sebanyak 76,9% mengalami kejadian flebitis dibandingkan
39,1% mengalami kejadian flebitis. Setelah dilakukan dengan yang tidak terjadi sebanyak 23,1%. Sedangkan
uji statistik dengan menggunakan chi-square test 20 responden yang terpasang infus di vena
diperoleh nilai p = 0,007 (<0,05) sehingga diperoleh sefalica/basalica sebanyak 40,0% mengalami kejadian
kesimpulan bahwa ada pengaruh lama pemasangan flebitis. Setelah dilakukan uji statistik dengan
infus terhadap kejadian flebitis. Nilai OR = 0,135 yang menggunakan chi-square test diperoleh nilai p = 0,025
artinya jika lama pemasngan infus ≥72 jam akan (<0,05) sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada
mempunyai peluang 0,135 kali mengalami kejadian pengaruh lokasi pemasangan infus terhadapkejadian
flebitis. flebitis. Nilai OR = 5,000 yang artinya jika lokasi
Hasil penelitian didukung oleh Lidya Devega pemasangan infus di vena metacarpal maka mempunyai
(2009), di Ruang Rawat Inap Interne RSUD Dr. peluang 5 kali mengalami kejadian flebitis.
Ahcmad Mochtar Bukittinggi. Penelitian dilakukan Hasil penelitian didukung oleh Yulia Rahmi
pada 30 orang respnden yang mendapat cairan (2011). Kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap Interne
intravena. Lama pemasangan ≥72 jam sebanyak 16 RSUD Dr. Ahcmad Moctar Bukittinggi. Sebanyak 106
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 84
pasien yang mendapat cairan intravena. Di temukan 55 ada pengaruh penggantian balutan infus terhadap
kasus flebitis dengan area pemasangan di vena kejadian flebitis. Nilai OR = 0,200 yang artinya jika
metacarpal. tidak dilakukan penggantian balutan maka mempunyai
Manurut La Rocca (2001), perkiraan lokasi peluang 0,200 kali mengalami kejadian flebitis.
pemasangan terapi infus menjadi faktor yang lebih Hasil penelitian didukung oleh Yulia Rahmi
penting dalam seleksi pembuluh. Pilihlah pembuluh (2011).Kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD
darah yang panjang dan tidak bercabang. Untuk itu Dr. Ahcmad Muchtar Bukittinggi.Penelitian dilakukan
lokasi penusukan jarum infus mulai dari sejauh pada 106 responden yang mendapat cairan
mungkin dan berpindah dalam arah proksiamal pada intravena.Penggantian balutan yang tidak dilakukan
kedua tangn secara bergantian. Vena-vena yang sebanyak 57 orang dan yang dilakukan penggantian
digunakan untuk terapi intravena adaalah vena balutan sebanyak 29 orang. Dari 57 orang yang tidak
metacarpal atau area punggung tangan, vena sefalica dilakukan penggantian balutan sebanyak 66,7%
dan basalica atau pergelangan tangan, hindari mengalami flebitis dan yang tidak terjadi flebitis 33%.
penggunaan pada daerah lipatan tangan dan siku, Sedangkan yang dilakukan penggantian balutan
karena lipatan siku atau lengan mengakibatkan sebanyak 36,7% terjadi flebitis dan yang tidak terjadi
pelipatan kanula dalam pembuluh darah dan sebanyak 63,3%.
menimbulkan komplikasi terjadinya flebitis. Menurut La Rocca (2001), frekuensi
Menurut asumsi peneliti bahwa lokasi penggantian balutan dilakukan setiap 48-72 jam sekali
pemasangan infus berpengaruh terhadap kejadian atau bersamaan dengan penggantian kateter intravena.
flebitis. Sebagian besar terjadi pada area pemasangan Balutan steril diperlukan untuk menutup tempat masuk
infus di vena metacarpal. Penyebabnya adalah perawat kanula intravena.Balutan harus diganti bila balutan
memilh di metacarpal karena pada vena di metacarpal menjadi basah, kotor dan lepas.
jelas terlihat dan bisa dirasakan dari permukaan kulit Menurut asumsi peneliti bahwa penggantian
dan juga disebabkan karena pasien-pasien yang aktif balutan infus berpengaruh terhadap kejadian
dapat menggeser kanula infus dan balutan menjadi flebitis.Sebagian besar tidak dilakukan penggantian
lebih mudah basah, dan juga balutan mudah menjadi balutan.Penyebabnya adalah perawat kurang
basah ketika pasien mencuci tangan dan melakukan memperhatikan apakah balutan kotor, basah atau
personal higine sehingga apabila tidak diganti akan lepas.Tangan merupakan anggota gerak yang aktif yang
menyebabkan masuknya kuman. Pernyataan ini di selalu memegang benda bersih dan kotor, tangan yang
dukung oleh La Rocca (2001), lokasi pemasangan infus terpasang infus kadang sering melakukan personal
menjadi faktor yang lebih penting dalam seleksi higine sehingga mengakibatkan balutan menjadi kotor
pembuluh. Pilihlah pembuluh darah yang panjang dan dan basah. Pasien yang banyak gerak akan
tidak bercabang. Pernyataan ini juga didukung oleh mengakibatkan kanula intravena bergeser sehingga
Pujasari (2002). Kejadian flebitis flebitis di ruang rawat balutan bisa terlepas sehingga dapat menimbulkan
interne rumah sakit galaksi bekasi selatan jawa barat. berbagai komplikasi. Pernyataan ini sesuai dengan teori
Sebanyak 98 pasien yang mendapat cairan intravena. La Rocca (2001), penggantian balutan dilakukan setiap
Ditemukan 51 kasus flebitis dengan area pemasangan 48-72 jam.Balutan harus diganti bila balutan menjadi
di vena metacarpal. basah, kotor dan lepas.Pernyataan ini juga didukung
oleh hasil penelitian Sayati (2002). Kejadian Flebitis Di
Pengaruh Penggantian Balutan Terhadap Kejadian Instalasi rawat inap RSUD Dr. Soeradji Tirtonegoro
Flebitis Klaten Tahun 2002 ditemukan kejadian flebitis
Tabel 7Distribusi Frekuensi Pengaruh Lokasi sebanyak 26,5% kasus, dengan rata-rata lama
Pemasangan InfusTehadap Kejadian Flebitis di Ruang penggantian balutan lebih dari dua hari. Selain itu
Rawat Inap Interne RSUD Prof. Dr. Ma.Hanafiah, SM penggantian balutan juga tidak dilakukan pada sebagian
Batusangkar Tahun 2013 pasien yang balutannya lepas ataupun kotor.

Penggantia Flebitis Total P OR


n Balutan Value
KESIMPULAN DAN SARAN
Terjadi Tidak terjadi Kesimpulan
f % f % f % 1. Separuh responden (50%) dengan lama terpasang
Dilakukan 8 40,0 12 60,0 20 100 infus ≥ 72 jam.
0,025 0,200
Tidak 20 76,9 6 23,1 26 100 2. Lebih dari separoh responden (56,5%) lokasi
Dilakukan
pemasangan infus di vena metacarpal.
Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang 3. Lebih dari separoh responden (56,5%) tidak
telah peneliti lakukan didapatkan bahwa dari 26 dilakukan penggantian balutan.
responden yang tidak dilakukan penggantian balutan 4. Lebih dari separoh responden (60,9%) flebitis
sebanyak 76,9% mengalami kejadian flebitis rerjadi pada pasien terpasang infus.
dibandingkan dengan yang tidak terjadi sebanyak
23,1%. Sedangkan 20 responden yang dilakukan Saran
penggantian balutan sebanyak 40,0% mengalami 1. Bagi Peneliti
kejadian flebitis. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Agar dapat meningkatkan pengetahuan serta
menggunakan Chi-square test di peroleh nilai p = wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
0,0259 (<0,05) sehingga diperoleh kesimpulan bahwa kejadian flebitis melalui banyak membaca berbagai

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 85


macam buku sumber yang membahas tentang faktor Hidayat, Alimul Aziz.A.(2009). Metode Penelitian
yang mempengaruhi kejadian flebitis serta berbagai Keperwatan Dan Tehknik Analisa Data.
macam hasil penelitian orang lain yang berkaitan Salemba Medika
dan dapat lebih mahir dalam mengablikasikan ilmu
metodologi penelitian dalam penelitian ini. Hidayat, Alimul Aziz.A.(2006). Buku 1 Pengantar
2. Bagi Institusi Pendidikan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan Medika
dengan faktor yang mempengaruhi kejadian flebitis
diharapkan dapat lebih menggali faktor-faktor yang Hidayat, A. Alimul Aziz.(2009).Buku 2 Pengantar
mempengaruhi kejadian flebitis tersebut.Dalam Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
pelaksanaan pendidikan diharapkan dapat dijadikan Medika
sebagai sumber informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian flebitis. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Riset Keperawatan
3. Bagi Lahan Penelitian dan Teknik Penulisan
Kepada lahan penelitian RSUD Prof. Dr.
MA.Hanafiah, SM Batusangkar untuk dapat Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
meningkatkan kemampuan perawat dalam
pemasangan kanula intravena sehingga kwalitas Intravenous Nursing New Zealand. (2011). Infection
pelayanan menjadi baik, meningkatkan kesterilan Control Phlebitis. 27 Mei 2013.
tindakan perawat dalam pemasangan kanula http://www.ivnnz.co.nz/newsletter/Articles/Inf
intravena. ection-Control/Phlebitis
4. Bagi Keilmuan dan Profesi Keperawatan
Diharapkan bagi tenaga perawat untuk dapat Jarumiati, (2006). Hubungan Lama Pemasangan
memperhatikan faktor-faktor yang dapat Kateter Intravena Dengan Kejadian Flebitis
meningkatkan kejadian flebitis sehingga dapat Dengan Pasien Dewasa Diruang Rawat Inap
mengurangi angka kejadian flebitis dan Bangsal Menur Dan Bakung RSUD, Wonosari.
meningkatkan kenyamanan pasien yang dirawat di Jarumiyati
rumah sakit. :skripsistikes.wordpress.com/tag/kejadian-
plebitis/
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Maas, &Moorhead. (2000). Nursing
Adriyani. (2008).Hubungan Faktor-Faktor Resiko Outcomes Classification (NOC). St. Louis:
Komplikasi Dengan Angka Kejadian Flebitis MosbyLibrary UPNVJ. 28 Mei
Pada Pasien Yang Memakai Infus di Rumah 2013.http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1kep
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. 27 Mei 2013 erawatan09/205312022/bab2.pdf
http://jurnal.stikesfdk.ac.id/jurnal.php?dho=det
ail&id=21, 2008 McCloskey, Joanne C., & Bulechek, Gloria M. (1996).
Nursing InterventionClassification (NIC). St.
Brunner and suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Louis: Mosby
Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta: EGC
Ningsih Yulia, (2012). Faktor-faktor yang
Darmawan Iyan, (2008). Penyebab dan Cara Berhubungan Dengan Kejadian Flebitis Pada
Mengatasi Plebitis. Pemasangan Infus Di Ruang Rawat Inap
http://www.Iyan@Otsuka.com.id pada tanggal Bedah RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi
28 Mei 2013. Tahun 2012. STIKES Fort De Kock

Depkes RI.(2006). 27 Mei 2013. www.depkes.go.id Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: EGC
Ester Monica. (2011). Nanda International Diagnosis
Keperawatan Defenisi Dan Klasifikasi. Perry, Potter. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan
Jakarata: EGC Prosedur Dasar. Edisi 5. Jakarta: EGC

Harry Wahyudi Utama.(2006).Infeksi Perry, Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental


Nosokomial.http://id.wikipedia.org/wiki/infeks Keperawatan. Jakarta: EGC
inosokomial. Diakses pada tanggal 28
Mei 2013 Rahmi Yulia. (2011). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Flebitis Pada
Herdman, Heather. (2009). Nursing Diagnoses: Pemasangan Infus Di Ruang Rawat Inap
Definitions and Classification 2009-2011 Bedah RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi
(Made Sumarwati, Dwi Widiarti, & Estu Tiar, Tahun 2011. STIKES Perintis
Penerjemah). Jakarta: EGC

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 86


Repository UNAND. (2007). 28 Mei 2013.
http://repositoryunand.blogdetik.com/page/40/,
2007

Repository USU. (2011). 27 Mei 2013


http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
9/31206/4/Chapter%20II. pdf

Repository USU. (2011). 28 Mei 2013


http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
9/32297/4/Chapter%2011.pdf

Septiari, Bety Bea. (2012). Infeksi Nosokomial.


Yogyakarta: Nuha Medika

Welch, W.H.Modul Epidemiologi. (2008). 28 Mei


2013. http://oyangboyang.wordpress.com.

Weinsten, Sharon M. (2012). Buku Saku Terapi


Intravena. Jakarta: EGC
Zavareh M & Ghorban. (2007). Peripheral Intravenous
Catheter-Realetd Phlebitis and Related Risk
Factor. 27 Mei
2013.http://smj.sma.org.sg/4808/4808a4.pdf

Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.4 No 1 Januari 2013 87

Anda mungkin juga menyukai