OLEH KELOMPOK :
WAHYU NOVIACAHYANI. S (B10018187)
RINDI HARIANI (B10018175)
INDRI WIDIA ASTUTI (B10018)
MUHAMMAD APRINANDA POHAN (B10018180)
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2020/2021
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT karena dengan
ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
kami tulis guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
untuk menyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada Bapak Heriliyus, SH.,MH
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Kesehatan yang telah membantu penulis
menyelesaikan makalah ini, beserta teman-teman yang telah memberi semangat
dalam penyusunan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar.……………………………..…………………………….…………....i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian
Penyidik…………………………………………………………….......
2. 2 Tugas dan Wewenang
Penyidik……………………………………………………….......
2. 3 Proses Penyidikan………………………….........
2. 4 Implementasi Proses Penyidikan Sesuai Hukum
Pidana………………………………………………...
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….......
3.2 Saran………………………………………………………………………..…...
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sesui dengan tuntutan masyarakat pada saat reformasi tahun 1998 lalu, yang salah
satu point tuntutan tersebut ialah pemisahan wewenang antara TNI dan Polri, karena
masyarakat menilai pemisahan wewenang diantara dua institusi ini wajib dan
mendesak untuk dilakukan dua institusi ini wajib dan mendesak untuk dilakukan guna
menghindari kembali penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penguasa orde baru.
Menanggapi tuntutan reformasi ini, Presiden dan DPR mengeluarkan Undang-
Undang Pemisahan 2 institusi ini yaitu UU No. 2 Tahun 2002 Tenfang Polri
Secar resmi negara mengatur wewenang dan tugas pokok Polri sesuai dengan UU No.
2 Tajun 2002, pasal 13 "Memelihara keamdan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan Hukum, memberikan perlindungan, pengayomab dan pelayanan
masyarakat". Selain itu Polri berwenang melakukan penyidikan prosea pidana seperti
yang diatur dalam Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002, dan melakukan penyelidikan dan
1
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuau dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Penyelidikan dan penyidikan dalam kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 11
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
serviks. Abortus insipiens merupakan keadaan dimana perdarahan intrauteri
berlangsung dan hasil konsepsi masih berada di dalam cavum uteri. Abortus ini sedang berlangsung
dan tidak dapat dicegah lagi, OUE terbuka, teraba ketuban, dan berlangsung hanya
beberapa jam saja.
3. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap).
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus merupakan suatu
abortus di mana hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina (belum keluar
semua) dan masih ada sisa-sisa jaringan yang tertinggal (biasanya jaringan plasenta).
4. Abortus kompletus (Keguguran Lengkap)
Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi telah keluar semua dari cavum uteri.
Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam massa ini luka rahim
telah sembuh dan epitelisasi telah selesai Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab
abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi
lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.
6. Missed abortion
Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih,
maka keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin kadang
kadang ada perdarahan per vaginam sedikit hingga menimbulkan gambaran abortus
imminens
7. Abortus infeksiosa, abortus septic
4
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman
atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
8. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
80 % dari semua abortus, Yaitu: Abortus provokatus adalah pengakhiran
kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan. Menghentikan kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup
diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat
badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram
dapat terus hidup.
5
Wanita yang mendapat kehamilan tak diinginkan kebanyakan memilih jalan
aborsi untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini tentu membahayakan dan memiliki
dampakan buruk di kemudian hari. Aborsi juga bisa terjadi karena kehamilan yang
bermasalah sehingga mau tidak mau harus segera digugurkan. Ini dampak aborsi
pada kesehatan :
Dampak pada kesehatan wanita
a) Kerusakan kanker leher Rahim
Hal ini terjadi karena leher Rahim robek akibat penggunaan alat aborsi.
b) Pendarahan hebat
Ini adalah resiko yang sering dialami wanita yang aborsi. Pendarahan terjadi
karena leher Rahim robek dan terbuka lebar. Tentunya hal ini sangat
membahayakan jika tidak ditangani dengan cepat.
c) Infeksi
Penggunaan peralatan medis yang tidak steril kemudian dimasukkan dalam
Rahim bisa menyebabkan infeksi. Selain itu infeksi juga di sebabkan jika
masih ada bagian janin yang tersisa dalam Rahim.
d) Kematian
Kehabisan banyak darah akibat pendarahan dan infeksi bisa membuat sang
ibu meninggal.
e) Resiko kangker
Karena leher Rahim yang robek dan rusak bisa meningkatkan resiko kangker
serviks. Ada pula resiko kangker lainnya seperti kangker payudara, indung
telur dan hati.
Dampak pada kehamilan selanjutnya :
Tak bisa dipungkiri, tindakan aborsi akan mempengaruhi kehamilan anda
selanjutnya. Resiko yang palung sering terjadi adalah kelahiran premature pada
kelahiran berikutnya.
Dampak psikologis :
Perasaan bersalah dan berdosa, depresi, trauma, ingin bunuh diri dan rasa
menyesal mendalam dan tak punya harga diri
6
2. Analisis Berdasarkan Agama
Mengingat firman Allah SWT, dalam surat Al- An’am 1521, Al- Isra 31, Al-
Furqan 67-71, Al-Hajj 5, Al-Mukminun 12-14, dan hadis nabi riwayat Bukhori dari
Abdullah RA, Hadis nabi riwayat ibnu Majjah. Ditinjau dari hukum islam aborsi juga
menimbulkan banyak perbedaan pendapat baik menurut mahzab hanafi, maliki,
Mahzab Syaii dan juga mahzab Hambali pada prinsipnya aborsi diharamkan tetapi
berdasar ijtihad para ulama,dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan yang berwenang berdasar indikasi medis menyelamatkan jiwa ibu.
7
tombak dalam pelaksanaan program KKB. Fungsi anggaran juga harus jelas dan
memadai untuk mendukung program KKB.
3. Pemerintah pusat perlu mendorong setiap pemerintah daerah untuk membuat Rencana
Aksi Daerah (RAD) Penurunan AKI. RAD merupakan implementasi dari Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penurunan AKI yang dibuat pemerintah pusat untuk
mempercepat penurunan AKI paska kenaikan AKI dalam SDKI 2012. RAD sangat
penting dalam implementasi RAN karena daerah merupakan ujung tombak terhadap
penurunan AKI. RAD harus bisa diimplementasikan dalam agenda pembangunan
kesehatan ibu dan anak di daerah. Agar lebih efektif maka setiap daerah perlu di
dorong regulasi bisa berupa Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan
Walikota atau Peraturan Bupati yang penting ada payung hukumnya seperti yang
dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kupang.
Pemerintah pusat dapat melakukan supervisi kepada daerah baik berupa program
asistensi atau transfer anggaran ke daerah dalam rangka mempercepat penurunan AKI
di Indonesia (Saputra. 2013).
8
b. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun
c. Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun
d. Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
Dalam hukum kesehatan, ketentuan KUHP ini merupakan ketentuan yang bersifat lex
generalis, dalam Arti merupakan ketentuan/norma yang pengaturannya bersifat umum
tanpa memebrikan pengecualian apapun. Dengan demikian dapatlah dinyatakan
bahwa pada asasnya perbuatan abortus provocatus merupakan suatu tindak pidana
yang berbentuk kejahatan yang diancam dengan sanksi pidana
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Sebelum UU No. 36 Tahun 2009 lahir, masalah abortus provocatus telah
diatur dalam pasal 15 UU No. 23 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa “Dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan tau janinnya
dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. UU ini tidak menyebutkan istilah abortus
provocatus secara tegas sebagai tindakan medis tertentu yang dimaksud pasal 15
tersebut. Pemahaman akan abortus provocatus diambil dari tindakan ilmu kedokteran
tentang adanya abortus provocatus medicinalis sebagai upaya penyelamatan jiwa ibu
dan/atau janin dengan menghentikan kehamilan itu sendiri
9
UU No.23 Tahun 1992 hanya menyatakan adanya keadaan darurat sebagai
upaya penyelamatan jiwa sebagai kondisi yang melegalkan tindakan abortus
provocatus. Namun dalam UU No. 36 Tahun 2009, syarat terhadap kondisi
dibolehkannya abortus provocatus tersebut bertambah luas. Hal ini bisa dilihat dari
ketentuan pasal 75. Dalam ayat (1) memuat prinsip Negara atas tindakan aborsi yakni
“Setiap orang dilarang melakukan aborsi”. Pelanggaran terhadap ketentuan ini
diancam dengan sanksi pidana berupa penjara maksimal 10 tahun dan denda
maksimal satu milyar rupiah
Sementara ayat (2) pasal 75 mengecualikan larangan tindakan aborsi apabila
memenuhi persyaratan/indikasi medis sebagai berikut:
a. Indikasi kedaruratan medis yang didetejsu sejak usia dini kehamilan, bnaik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin
b. Janin yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan, atau
c. Kehamilan akibat perkosaan yang daoat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan
Tindakan aborsi tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling
dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
Lebih lanjut, undang-undang menegaskan adanya persyaratan teknis terhadap
diizikannya aborsi yakni:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haidterakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis
b. Oleh tenaga ksehatan yang memiliki keterampilan dan kewebanagan yang
memiliki sertifikat
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan dan
e. Dilakukan di tempat penyedia/fasilitas layanan kesehatan yang berkompeten dan
berwenang
10
Masalah indikasi medis terhadap korban perkosaan merupakansuatu terobosan
hukum baru setelah selama 10 tahun para aktivis perempuan dan HAM menuntut
pengesagan aborsi terhadap korban-korban perkosaan. Bahkan MUI sendiri baru
mengizinkan aborsi karena perkosaan pada tahun 2005 dalan salah satu fatwanya
melalui Muktamar MUI. Persyaratan indikasi medis ini akan sangat rentan dengan
penipuan apabila pihak tenaga kesehatan tidak cermat dalam melakukan suatu
prosedur aborsi sesuai peraturan perundang-undangan. Karena hanya tenaga medis
(dokter) yang dapat membuktikan indikasi medis tindak pidana perkosaan maupun
keadaan yang menimbulkan trauma psikis bagi pelaku perkosaan tersebut.
Begitu pula batas waktu usia kehamilan yang diizinkan untuk dilakukannya
aborsi yakni 6 minggu sejak haid terakhir ibu hamil, akan sulit diterapkan pada
daerah-daerah yang memiliki sarana terbatas untuk menemukan kelainan dini pada
janin. Karena bila dianalisis, aborsi yang dilakukan setelah usia 6 minggu dan bukan
keadaan darurat,. Meskipun memenuhi ketentuan insikasi media maupun persyaratan
legal lainnya, tetap dinyatakan sebagai aborsi illegal dan diancam sanksi pidana.
Keadaan-keadaan diatas hendaknya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah untuk
Negara mengeluarkan peraturan pelaksanaan terkait upaya aborsi tersebut.
Pemerintah pun berkewajiban melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ini telah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menerima apa
yang direkomendasikan oleh WHO maupun Deklarasi ICPD Kairo dan Deklarasi
Beijing. Dan agar ketentuan tentang kebolehan aborsi tersebur tidak membuka
peluang lahirnya modis operansi baru terhadap tindak pidana aborsi, maka
Pemerintah diharapkan segera membentuk peraturan pelaksana yang tekah
diamanatkan undang-undang yakni melalui Peraturan Pemerintah maupun Penetapan
Menteri tentang kompetensi dan kewenagan tenaga kesehatan serta fasilitas kesehatan
yang melakukan aborsi
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
11
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 merupakan peraturan pelaksana dari
UU Keehatan yang menyangkut kesehatan reproduski. Oleh Karena itu di dalam
norma-norma hukumnya, PP ini masih lebih banyak mengulangi si norma yang
sebelumnya telah dimuat di dalam UU Kesehatan. Antara lain ketentuan tentang
konsep definitive tentang kesehatan reproduksi sebagai suatu keadaan sehat secara
fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, proses dan fungsi reproduksi
Ruang lingkup pengaturan di dalam PP Kesehatan Reproduksi ini mencakup:
d. Pelayanan kesehatan ibu
e. Pelayanan kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan
aborsi
f. Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah
Norma-norma yang dipandang kontroversi di dalam PP ini khusunya terdapat
dalam Bab IV Tentang Indikasi Kedarurtatan Medis dan Perkosaan Sebagai
Pengecualuan atas Larangan ABORSI Pasal 31 s/d Pasal 39 dan Bab V Tentang
Repsroduski dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah. Pada aborsi
sebagai tindakan darurat terhadap kesehatan reproduksi seorang perempuan. Oleh
karena itu ketentuan-ketentuan tersebut bersifat kebolehan dengan ketetapan adanya
norma moral, agama dan etika sebagai landasan dalam pengambilan keputusan aborsi
Hal yang sama juga terlibat di dalam konsep reproduski di luar acara alamiah (dengan
bantuan) yang pada dasarnya membantu pasangan yang tidak dapat memiliki
keteurunan secara alamiah karena halangan medis, namun dalam pelaksananaannya
tetap memperlihatkan landasan moral, agama dan etik yang telah tercantum
sebelumnya di dalam UU Kesehatan
12
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Ada beberapa penyebab abortus diantaranya disebabkan oleh kelainan pada
plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun, faktor
maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis,
kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks, retroversi uteri, mioma uteri
dan kelainan bawaan uterus, trauma dan beberapa faktor lainnya. Ada beberapa
macam, abortus imminens - threatened abortion, abortus insipiens - inevitable
abortion, abortus inkompletus , abortus kompletus, abortus habitualis, missed
abortion, abortus infeksiosa, abortus septic, abortus provokatus. Dampak pada
kesehatan wanita seperti kerusakan kanker leher rahim, pendarahan hebat, infeksi,
kematian, kanker dan juga berdampak psikologis. Analisis menurut agama, Mahzab
Syaii dan juga mahzab Hambali pada prinsipnya aborsi diharamkan tetapi berdasar
ijtihad para ulama,dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang
berwenang berdasar indikasi medis menyelamatkan jiwa ibu. Solusi untuk
mengurangi aborsi pemerintah perlu meningkatkan anggaran program pembinaan dll
3.2 Saran
1. Bagi seorang wanita
Jika anda sedang memikirakan untuk melakukan aborsi, maka
tenangkanlah pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali. Aborsi
akan membuahkan masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi
anda di dunia dan di akhirat
2. Bagi orangtua
Diharapkan bagi orangtua agar lebih memperhatikan keadaan anak
khususnya anak perempuan seperti membatasi pergaulannya dan
memberikan informasi awal tentang aborsi
3. Bagi tenaga kesehatan
13
Bagi tenaga kesehatan atau medis agar selalu menjaga kode etiknya
dan sumpah profesi dalam melakukan atau mengaborsi seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36181618/Makalah_tentang_abortus
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23479/;jsessionid=162B99AF
EBF8F02E310F7DE8744F7F8B?sequence=4
http://jawarakesehatan.blogspot.com/2016/12/makalah-abortus-aborsi-
pengguguran.html#
http://patriciairenepetty.blogspot.com/2017/11/makalah-hukum-kesehatan-dengan-
tema.html
http://makalahkalian.blogspot.com/2017/01/makalah-hukum-aborsi.html
14