Anda di halaman 1dari 20

Nama : Dina Emilia Sari

NIM : 195120201111001

BAB 2

Paradigma, Metodologi, dan Istilah Kuantitatif-Kualitatif

PARADIGMA (PENDEKATAN/PERSPEKTIF)

Buku ini menjelaskan paradigma sebagai cara pandang dalam menafsirkan peristiwa
atau perilaku orang lain. Berikut merupakan beberapa pendapat para tokoh dalam buku ini
mengenai paradigma :

 Wimmer & Dominick (2011, h. 115) : Paradigma merupakan seperangkat teori,


prosedur dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana periset melihat dunia.
 Grunig & White (2008, h. 33) : Paradigma ialah asumsi tentang dunia yang dimiliki
seorang ilmuwan yang merupakan kerangka konseptual dalam pikirannya yang
menentukan bagaimana dia memandang realitas seperti apa yang menjadi fokus
perhatiannya dan bagaimana dia membuat simpulan.
 Denzin & Lincoln (2005, h. 183) : Paradiggma merupakan keyakinan yang
mengandung prinsip-prinsip pokok terhadap realitas yang kemudian mengarahkan cara
meriset realitas tersebut.
 Lawrence Neuman (2006, h. 81) : Paradigma adalah keseluruhan sistem berpikir ketika
ingin memahami suatu realitas.
 Daymon & Hollaway (2011, h. 99) : Paradigma berisi asumsi dan kepercayaan
fundamental atau landasan filosofis yang mendasari semua riset, termasuk pilihan
metodenya. Sehingga periset diharuskan memahami paradigma terlebih dahulu
sebelum menentukan metode atau teknik risetnya.
 Potter (1996) : Paradigma yang berbeda akan menimbulkan cara meriset yang berbeda
pula, karena paradigma dapat mempengaruhi cara pandang periset terhadap bukti, cara
analisis, dan tujuan riset.

Riset merupakan kegiatan menggambarkan suatu objek. Cara pandang setiap individu
berbeda meskipun objek yang akan ditafsirkan sama. Misalnya ketika seorang guru
menunjukkan sebuah spidol papan tulis dan menanyakan apa warna dari spidol tersbeut kepada
3 siswanya. Si A akan menjawab putih, karena yang ditunjukkan padanya adalah badan dari
spidol. Si B akan menjawab hitam, karena yang ditunjukkan padanya adalah tutup dari spidol.
Sedangkan si C akan menjawab hitam dan putih karena yang ditunjukkan padanya adalah
seluruh bagian dari spidol. Perbedaan penafsiran tersbut disebabkan oleh perbedaan paradigma
dalam menafsirkan objek atau realitas dari masing-masing individu.

Dua Sifat Paradigma : Membatasi dan Selektif

Di dalam buku ini, paradigma memiliki 2 sifat yaitu membatasi pandangan kita dan
selektif. Paradigma dapat mempengaruhi perilaku dan persepsi seseorang. Artinya, suatu
individu berperilaku sesuai dengan pemahamannya melalui paradigma tersebut. Jadi, realitas
yang dipilih oleh suatu individu bukanlah realitas yang utuh, melainkan realitas yang dianggap
menarik dan penting sehingga membatasi perilaku sesuai dengan paradigmanya. Persepsi itu
sendiri dapat diartikan sebagai proses pemaknaan objek atau kenyataan. Seseorang dapat
memiliki paradigma jika ia hidup dalam suatu kelompok, karena paradigma itu tercipta
berdasarkan komunikasi antar anggota selama ia menjadi anggota kelompok yang
bersangkutan (seperti keluarga dan komunitas lainnya). Hal tersebut dikarenakan latar
belakang suatu kelompok dapat menimbulkan suatu paradigma tertentu yang akhirnya dapat
mempengaruhi persepsi para anggotanya sehingga mempengaruhi tindakan dalam situasi
realitas sosial.

PERBEDAAN PARADIGMA DALAM RISET

Paradigma dapat menentukan jenis metode riset yang mencakup cara meriset,
mengukur realitas, mengumpulkan data, dan memahami realitas. Paradigma memiliki beberapa
jenis. Dalam buku ini, paradigma dibagi menjadi positivistik, interpretif atau konstruktivis, dan
kritis (advocacy/participatory).

A. Positivistik
Positivistik dikatakan sebagai paradigma objektif karena tanpa campur tangan dari
manusia. Paradigma ini sendiri merupakan paradigma yang menganggap perilaku
manusia diatur oleh hukum-hukum general diluar diri manusia. Contoh orang yang
berparadigma positivistik ialah mereka yang berpikir menggunakan teori fisika, seperti
pohon tumbang akan menimbulkan bunyi karena adanya suatu gesekan. Paradigma ini
disebut sebagai positivistik karena menggunakan teori yang masih berlaku.
B. Interpretif atau Konstruktivis
Interpretif disamakan dengan konstruktivis karena keduanya memiliki ciri-ciri yang
sama yang digunakan oleh Guba & Lincoln (1994). Paradigma ini dikatakan sebagai
paradigma subjektif. Contoh orang yang memiliki paradigma konstruktivis adalah
mereka yang berpikir bahwa pohon tumbang tidak selalu menimbulkan bunyi, karena
mereka harus memastikan terlebih dahulu apakah pohon tersebut besar atau kecil, atau
adakah sesuatu di sekitar pohon yang akan menimbulkan gesekan ketika pohon tersebut
tumbang.
C. Kritis (advocacy/participatory)
Kritis disamakan dengan advocacy/participatory karena keduanya juga memiliki ciri-
ciri yang sama yang mengacu pada Creswell (2009). Sifat orang yang berparadigma
kritis ialah hal yang dianggap benar adalah salah. Misalnya Metro TV selalu
mengungkapkan bahwa Jokowi adalah orang yang baik. Tetapi pasti ada hal yang
ditutupi. Sehingga harus diungkapkan dan mencari tahu hal yang sebenarnya.

Kemudian muncul beberapa paradigma lain, antara lain yaitu postpositivistik dan
pragmatis. Paradigma postpositivistik muncul akibat adanya kritik terhadap paradigma
positivistik. Hal ini dapat memungkinkan kombinasi data kualitatif pada paradigma
positivistik. Sedangkan paradigma pragmatis merupakan sebuah paradigma yang mendorong
munculnya metode campuran. Alih-alih terfokus pada metode, paradigma pragmatis lebih
fokus kepada pemecahan masalah. Contohnya Ketika meriset menggunakan postivistik lalu
dilanjutkan dengan konstrutivistik. Pencampuran kedua paradigma tersebut di dalam satu riset
juga akan menyebabkan tercampurnya metode yang ada di masing-masing paradigma tersebut.
Sehingga, metode campuran dapat diartikan sebagai mencampurkan dua metode atau lebih di
dalam satu riset.

Paradigma-paradigma diatas dapat dibedakan berdasarkan ontologis, epistemologis,


dan aksiologis. Ontologis menyangkut sesuatu yang dianggap sebagai realitas dan jawaban atas
pertanyaannya akan mempengaruhi epistemologis, aksiologis, dan metodologi. Epistemologis
menyangkut cara mendapatkan pengetahuan bagaimana metode atau cara meriset. Sedangkan
aksiologis menyangkut tujuan mempelajari suatu etika dan nilai. Berikut merupakan perbedaan
dari paradigma positivistik, interpretif/konstruktivis, dan kritis menurut tiga landasan falsafah
tersebut :

Positivistik/Objektif/Klasik

 Ontologi
- Realitas diatur oleh kaidah-kaidah yang berlaku secara universal dan tidak dapat
diubah
- Realitas bersifat sederhana atau apa adanya
- Realitas berada diluar dunia subjektif ilmuan yang harus diriset
- Realitas social terpola atau teratur sehingga dapat diprediksikan dan diukur
dengan standar tertentu
- Realitas bersifat universal dan dapat digeneralisasikan karena terbebas dari
konteks dan waktu
- Mempelajari manusia menggunakan pendekatan perilaku
- Perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan eksternal individu dan dapat
diidentifikasikan
 Epistemologi
- Ilmuwan membuat jarak dengan objek riset
- Realitas terpisah dengan penilaian atau ide atau gagasan pribadi
- nstrumen pengukuran objektif
- Bersifat replicable (instrument dapat digunakan berulang dalam konteks yang
berbeda)
- Periset mencari pola dan aturan universal untuk menjelaskan realitas
 Aksiologi
- Nilai, etika, danpilihan moral berada diluar proses riset. Subjektivitas periset
tidak masuk dalam riset
- Periset hanya berperan sebagai penemu hukum universal dan memberi
gambaran objektif tentang dunia
- Tujuan untuk eksplanasi, prediksi, dan kontrol realitas. Hsil riset digunakan
untuk mengubah dan memperbaiki kondisi social

Interpretif/Konstruktivis

 Ontologi
- Realita bersifat subjektif
- Realita merupakan konstruksi sosial
- Interaksi dan kepercayaan individu menciptakan realitas
- Realitas merupakan hasil konstruksi dari individu sehingga dapat dipahami
secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, kontak, dan waktu
- Realitas bersifat lokal, spesifik, dan co-constructed
 Epistemologi
- Pemahaman suatu realitas muncul dari interaksi antara periset dan yang diriset
- Ilmuwan dan realitas merupakan kesatuan. Periset dan partisipan terlibat dalam
proses konstruksi realitas
- Meaning dari individu didapatkan dengan mendorong mereka untuk berpikir,
berekspresi, dan memperhatikan rasa humanis
- Kajian dimulai dari individu, setting sosial, dan fenomena
 Aksiologi
- Nilai etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan
- Periset sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman
subjektivitas pelaku sosial
- Bertujuan untuk rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara periset dan
yang diriset. Periset memahami konstruksi makna dalam setting yang alamiah
- Micro-level analysis pada individu

Kritis (advocacy/participatory)

 Ontologi
- Realitas yang teramati merupakan realitas semu dan terdapat ketidaksederajatan
karena dominasi yang satu terhadap lainnya
- Realitas terkristalisasi sepanjang waktu sehingga menjadi alamiah dan tidak
terbantahkan
- Realitas dianggap terdiri dari beberapa level yaitu yang tampak dan yang
tersembunyi
 Epistemologi
- Periset dan yang diriset berhubungan secara interaktif
- Hubungan antar periset dengan yang di riset dijembatani oleh nilai tertentu
- Sama dengan interpretif yang mengkaji pemaknaan secara bebas
- Terdapat kekuatan di luar individu yang mempengaruhi konstruksi
 Aksiologi
- Nilai etika dan pilihan moral merupakan bagian yang tak terpisahkan
- Periset sebagai intektual transformasi, advokat, dan aktivis. Periset mengkritik
dan mengubah relasi sosial dengan memberdayakan masyarakat agar paham
realitas yang tersembunyi
- Bertujuan untuk kritik sosial, transformasi, emansipasi, dan social
empowerment serta membuktikan situasi empiris yang dianggap sebagai
realitas yang sebenarnya
- Macro level analysis dengan mengeksplorasi struktur dominan yang
menciptakan virtual reality yang dianggap individu sebagai realitas sebenarnya

PENGERTIAN METODOLOGI DAN METODE

Metodologi adalah kajian tentang bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan


mengenai paradigma metode mencari pengetahuan dan bagaimana metode itu bekerja.
Metodologi mencangkup prinsip, asumsi, konsep, aturan, prosedur, dan teori yang mendasari
suatu metode riset. Sedangkan metode adalah teknik khusus untuk mengumpulkan informasi
mengikuti asumsi metodologi yang dipilih. Klaus Jensen (1991, h. 6) menyampaikan bahwa
metodologi dan metode saling berkaitan yaitu metodologi sebagai titik pertemuan antara
tindakan konkret dan alat analisis (metode) dan bingkai interpretasi menyeluruh (teori)
sehingga metodologi merupakan seperangkat prosedur dan instrumen terstruktur yang
digunakan untuk mendata, mendokumentasikan, dan menginterpretasi fenomena empiris.

ISTILAH KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Kuantitatif dan kualitatif dapat didefinisikan dari berbagai aspek, yaitu metodologi
riset, sifat/jenis/tataran analisis, dan jenis data.

Sebagai Metodologi Riset

Sebagai metodologi riset, kualitatif diartikan sebagai pengumpulan data riset yang
berfokus pada eksplorasi meaning dengan cara dialogis. Lalu data dianalisis dengan
mendialogkan berbagai meaning sehingga dapat ditarik kesimpulan umum. Sedangkan
kuantitatif realitas komunikasi bersifat terpola dan teratur. Periset mendeskripsikan pola-pola
atau aturan-aturan baku ke dalam sebuah kuesioner sehingga dapat mengetahui respon
individu.

Sebagai Jenis Data

Sebagai jenis data, kualitatif merupakan data yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat,
atau narasi-narasi. Sedangkan data kuantitatif merujuk pada data yang dapat dinyatakan dalam
satuan ukuran berupa angka-angka. Namun keduanya bersifat netral, yaitu dapat digunakan
dalam berbagai paradigma namun harus tetap dengan menggunakan prinsip-prinsip paradigma
masing-masing.

Sebagai Jenis/Sifat/Cara/Tataran Analisis

Sebagai sifat/jenis/tataran analisis/cara, disebut kuantitatif apabila mendeskripsikan


data di permukaan, tidak mengandung eksplorasi pemaknaan dari responden dan lebih banyak
berupa presentasi kuantitatif dari realitas. Sedangkan kualitatif apabila mendeskripsikan data
secara mendalam dari berbagai aspek dan dimensi sehingga data berupa narasi-narasi
konstruksi realitas.

Data Kuantitatif dan Kualitatif Bisa Ada dalam Berbagai Paradigma

Paradigma konstruktivis dan kritis lebih banyak menggali data mendalam dengan
narasi-narasi, dan kalimat-kalimat yang mendalam tentang realitas. Sehingga, riset yang
berdasrkan kedua paradigma ini akan menghasilkan data kualitatif. Dengan demikian, riset
yang memiliki paradigma konstruktivis dan kritis biasa disebut sebagai riset kualitatif, dan riset
yang memiliki paradigma positivistik disebut sebagai riset kuantitatif. Namun, tidak menutup
kemungkinan riset yang berparadigma positivistik memiliki data kualitatif, tetapi cara
mengumpulkan datanya masih sesuai dengan prosedur kuantitatif. Sebaliknya, riset yang
berparadigma konstruktivis dan kritik juga dapat menggali data kuantitatif dan
menganalisisnya secara kuantitatif. Riset kuantitatif dan kualitatif dapat memiliki metode
teknik alat pengumpulan data yang sama tetapi dengan tujuan, pertanyaan, cara bertanya, cara
berpikir, kedalaman data, dan sebagainya akan berbeda.

PARADIGMA DAN PEMILIHAN TEORI

Paradigma juga menentukan teori yang digunakan. Menurut West & Turner (2007),
teori merupakan proses menyusun gagasan secara sistematis untuk memahami fenomena
tertentu. Sedangkan Kerlinger (1986) mendefinisikan teori sebagai seperangkat interelasi
antara konstruk, definisi, dan proposisi yang menjelaskan suatu fenomena secara sistematis
dengan menjelaskan relasi antar variabel yang bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi
fenomena tersebut. Sehingga pemilihan teori juga tergantung pada ilmuwan dalam melihat
dunia.
POSITIVISTIK DAN POST-POSITIVISTIK

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, paradigma post-positivistik ini muncul akibat
adanya kritik terhadap paradigma positivistik. Kritik tersebut berupa realita seharusnya bersifat
multirealitas dan intersubjektivitas dan realitas yang diriset harus saling terkait dan konstruksi
masuk ke dalam mengkonstruksi realitas. Post-positivistik juga memiliki tiga prinsip yaitu ada
muatan nilai yang dimiliki periset, muatan teori atas fakta, dan sifat dasar realitas yaitu
konstruktivis. Post-positivistik memandang bahwa tidak ada realitas yang benar-benar objektif
karena masih saling tergantung atau berpengaruh antara individu dan objek yang dikaji. Ciri-
ciri positivistik dan post-positivistik dapat dibedakan berdasarkan ontologi, epistemologi,
aksiologi, dan metodologi riset.

Ontologi

 Positivistik :
- Realitas diasumsikan secara real, universal, sederhana, mekanistik, dan diatur
oleh hukum yang tidak berubah, serta dapat dipahami (naive realism)
- Findings true
 Post-positivistik :
- Realitas diasumsikan secara real namun dipahami secara tidak sempurna dan
probabilistik (critical realism)
- Findings probability true

Epistemologi

 Positivistik :
- Dualist/objectiviists : Periset dapat meriset objek apa adanya atau pasti
- Dapat digeneralisasikan secara luas
 Post-positivistik :
- Dualist/objectiviists yang dimodifikasi : Memungkinkan mendekati kepastian
realitas tetapi tidak pernah paham secara penuh
- Critical traditions/Community
- Realitas tidak dapat digeneralisasikan
- Mengungkap generative mechanism yang memperjelas nilai kepastian di masa
yang akan datang
Aksiologi

 Positivistik :
- Eksplanasi, prediksi, dan kontrol realitas
- Nilai dan pengaruh dari periset harus terpisah dari riset
- Disinterested scientists
 Post-positivistik :
- Eksplanasi, prediksi, dan kontrol realitas
- Nilai dan pengaruh dari periset harus terpisah dari riset
- Disinterested scientists

Metodologi Riset

 Positivistik :
- Eksperimen/manipulatif : Verifikasi dari hipotesis
- Riset secara kuantitatif
- Validitas, reliabilitas, dan objektivitas internal-eksternal
 Post-positivistik :
- Eksperimen/manipulatif yang dimodifikasi : menggunakan multiplisme kritis
untuk mengoreksi hipotesis
- Riset secara kuantitatif tetapi memungkinkan menggali data kualitatif
- Validitas, reliabilitas, dan objektivitas internal-eksternal

PENGARUH POST-POSITIVISTIK DALAM RISET POSITIVISTIK

Query, dkk., (2009, h. 82) mengungkapkan bahwa positivistik memiliki tujuan untuk
mengungkap universal Truth yaitu satu-satunya realitas objektif yang ditemukan oleh periset
yang tidak bias atau independen yang mengunakan logika deduktif dan kuantitatif. Post-
positivistik lebih percaya kepada kepastian realitas yang bersifat probabilitas. Untuk
mengungkap realitas yang bersifat probabilitas, periset dapat menggunakan lebih dari satu
metode pengumpulan data yang dapat menghasilkan tidak hanya kuantitatif tetapi juga
kualitatif. Hal ini disebut sebagai multiplisme kritis yaitu mendialogkan berbagai sumber data.
O’Donell, dkk., (2013) menyebutkan critical realist atau cara berpikir positif fisik sebagai
suplemen bagi positivistik untuk mendapatkan informasi yang lebih komplit.

Dalam buku ini berpendapat bahwa terdapat beberapa cara mengumpulkan data dalam
riset kuantitatif (positivistik) akibat pengaruh post-positivistik, antara lain :
- Periset meminta responden meminta kuesioner. Periset dapat juga melakukan
wawancara di dalam kuesioner, seperti pertanyaan yang lebih mendetail mengenai
jawaban dari responden.
- Periset membuat kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.
Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang diberikan tanpa adanya pilihan
jawaban, artinya responden bebas menjawab sesuai pendapat (kualitatif). Sedangkan
pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang menyediakan pilihan jawaban
(kuantitatif).
- Periset membuat kuesioner yang berisi pilihan yang disediakan dan yang terbuka
- Periset membuat kuesioner dengan pertanyaan terbuka semua. Pertanyaan berdasarkan
prinsip positivistik yang deduktif, sedangkan jawaban responden bersifat bebas
(kualitatif). Disebut juga sebagai wawancara semi terstruktur.
- Periset mungkin kurang puas dengan hasil riset karena data yang diperoleh tidak
mampu menguji hipotesis. Kemudian periset dapat melakukan wawancara terhadap
responden setelah data di analisis. Wawncara ini bertujuan untuk melengkapi data atau
mencari jawaban yang lebih mendalam mengenai pertanyaan di dalam kuesioner.

Post-positivistik mempengaruhi paradigma positivistik pada metode pengumpulan


data, yaitu menggali data kuantitatif dan data kualitatif. Namun, cara mengumpulkna data
tersebut tetap dengan menggunakan cara positivistik yang bertujuan untuk menambahkan
informasi kualitatif pada data kuantitatif sehingga dapat memperbanyak data dan memahami
fenomena sosial yang di riset.

Sehingga, dalam bab 2 ini dapat ditarik kesimpulan bahwa paradigma positivistik dan
post-positivistik memiliki metodologi riset kuantitatif dengan metode riset survei,
eksperimental, analisis isi, analisis interaksi, meta-analisis, dan analisis jaringan. Sedangkan
metode atau teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan di dominan oleh kuesioner
tertutup namun juga dapat menggunakan kuesioner terbuka, wawancara terstruktur, field
observation, focus group discussion atau FGD, dan dokumen. Strategi analisis yang dimiliki
oleh paradigma ini bersifat deskriptif, eksplanatif, dan evaluatif dengan memiliki jenis data
yang di dominan oleh kuantitatif namun juga bisa kualitatif.

Sedangkan paradigma konstruktivis, metodologi riset yang digunakan adalah kualitatif


dengan metode riset studi kasus, etnografi, analisis isi kualitatif, framing, analisis wacana,
semiotik, fenomenologi, conversation analysis, dan delphi study. Untuk teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah field observation, wawancara mendalam dan semi-terstruktur,
focus group discussion atau FGD, artifact, dokumen, dan apabila diperlukan juga dapat
menggunakan kuesioner terbuka. Sedangkan strategi analisis yang dimiliki oleh paradigma
konstruktivis adalah bersifat deskriptif, verifikatif, eksplorasi, dan evaluatif dengan berjenis
data yang di dominan oleh kualitatif namun juga bisa kuantitatif.

Untuk paradigma kritis memiliki metodologi riset kualitatif dengan metode riset
etnografi kritis, analisis wacana kritis, dan framing. Metode atau teknik pengumpulan data
dalam paradigma kritis ini sama dengan yang dimiliki oleh paradigma konstruktivis.
Sedangkan untuk strategi analisis dalam paradigma ini bersifat deskriptif kritis dengan jenis
data yang di dominan oleh kualitatif namun juga bisa kuantitatif.

BAB 3

Metodologi Riset Komunikasi

KARAKTERISTIK METODOLOGI RISET KUANTITATIF

Di Dominasi Data Kuantitatif

Riset kuantitatif lebih didominasi oleh data kuantitatif. Periset lebih mementingkan
aspek keluasan data sehingga hasil data dianggap representasi dari seluruh populasi dan
cenderung didominasi oleh angka-angka.

Alat Ukur Terpisah dari Periset

Periset dituntut untuk bersikap objektif dengan memisahkan diri dari data. Artinya,
kuesioner harus dibangun dari teori dan riset yang terkait, bukan dari konstruksi personal dari
periset.

Desain Riset Ditetapkan Di Awal

Desain riset atau proposal harus ditentukan sebelum memulai riset. Proposal dapat
dilakukan apabila kuesioner sudah teruji validitasnya dan reliabilitasnya.

Data Tidak Harus Dikumpulkan Oleh Periset Sendiri

Penyebaran kuesioner tidak harus dilakukan oleh periset sendiri, namun juga dapat
melalui orang lain karena sifat kebakuannya tidak akan terpengaruh. Hal ini disebabkan karena
kuesioner merupakan alat yang bersifat objektif.
Istilah Sampel, Responden, dan Objek Riset

Riset kuantitatif menggunakan istilah sampel, responden, dan objek riset untuk orang
yang di reset. Istilah sampel dikenal sebagai konsekuensi keharusan generalisasi data yang
menuntut keterwakilan dari suatu populasi. Dalam riset kuantitatif, orang yang diriset juga
dapat disebut sebagai responden dan objek riset karena individu dianggap bersifat pasif, objek
penderita, dan hanya merespons tanpa memiliki kemampuan konstruksi. Mereka hanya dapat
merespons dengan memilih jawaban yang disediakan oleh periset dalam kuesioner.

Tujuan Riset Kuantitatif

Riset kuantitatif biasanya bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sebab akibat,
daampak, atau mengukur dan mengevaluasi suatu kegiatan.

Posisi Data Dan Teori

Dalam riset kuantitatif, data berperan sebagai sarana konfirmasi teori atau teori
dibuktikan dengan data.

Data Primer dan Sekunder

Dalam riset kuantitatif, data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden. Contohnya, sebuah opini
pembaca surat kabar Kompas. Sedangkan contoh data sekunder adalah bertanya kepada
redaktur dan mengumpulkan dokumentasi berupa kumpulan pemberitaan surat kabar Kompas.

Prosedur dan Pola Pikir

Dalam riset kuantitatif, prosedur riset dan cara berpikir adalah deduktif. Artinya, riset
berangkat dari konsep atau teori yang melandasinya. Prosedur riset dimulai dengan menjamin
validitas dan reliabilitas kuesioner.

KARAKTERISTIK METODOLOGI RISET KUALITATIF

Di Dominasi Data Kualitatif

Riset kualitatif didominasi oleh data kualitatif karena periset berupaya menggali
konstruksi sedalam-dalamnya, seperti kata-kata, kalimat-kalimat, dan narasi-narasi. Kemudian
kata-kata, kalimat-kalimat, dan narasi narasi tersebut disusun dalam bentuk cluster atau
kategori data secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi sehingga membangun cerita.
Desain Riset Fleksibel

Desain riset atau proposal bersifat fleksibel dan cair dalam riset kualitatif. Artinya,
proposal dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain riset ini berfungsi sebagai asumsi
awal periset agar dia memahami dan tidak buta mengenai terkait tema yang akan di riset.
Sedangkan tema riset itu sendiri dapat berubah sesuai dengan kondisi data yang ada di
lapangan.

Pengumpulan Data Dilakukan Sendiri oleh Periset

Dalam riset kualitatif, periset ikut serta dalam menentukan jenis data yang diinginkan.
Periset dapat menentukan dan memilih data, menggali pertanyaan-pertanyaan, dan melakukan
triangulasi data dengan langsung terjun di lapangan. Untuk memperoleh data, periset harus
melakukan wawancara atau observasi langsung tanpa diwakilkan.

Istilah Informan, Partisipan, dan Subjek Riset

Dalam riset kualitatif, orang yang di riset disebut sebagai informan, partisipan, dan
subjek riset. Informan merupakan orang yang diriset yang diberi kesempatan besar untuk aktif
dalam memberikan berbagai informasi dalam konteks dialog partisipatif. Partisipan merupakan
orang-orang yang terlibat dalam dialog partisipatif tersebut bersama dengan periset. Sedangkan
subjek riset merupakan orang yang bersifat aktif memberi informasi. Untuk menggali informasi
yang lebih dalam, periset dapat membangun raapport, yaitu keakraban atau lebih mendekatkan
diri dengan informan.

Tujuan Riset Kualitatif

Riset kualitatif ini bertujuan untuk menggali konstruksi terhadap suatu realitas,
mengeksplorasi dan memahami konstruksi konstruksi beserta makna yang terjadi dalam
interaksi dan relasi komunikasi dalam setting alamiah. Riset kualitatif lebih berfokus kepada
menggali kedalaman data atau depth daripada keluasan atau breadth.

Prosedur dan Pola Berpikir

Dalam riset kualitatif, prosedur riset adalah menjelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dalam riset kualitatif tidak ada istilah
sampel, responden, dan objek wisata karena baik periset maupun individu yang diriset bersifat
aktif dan berdialog secara intensif, sehingga mereka (periset atau individu yang diriset) disebut
sebagai partisipan, informan, atau subjek riset. Prosedur riset kualitatif adalah empiris-rasional
dan tidak berstruktur.

Prinsip Saturasi (Saturation), Iterative, dan Recursive

Prinsip saturation yaitu periset dapat memulai dan mengakhiri riset tergantung pada
ketersediaan dan kebaruan data karena pengumpulan dan analisis data dilakukan bersamaan di
lapangan (iterative atau recursive). Analisis dilakukan dengan mentransfer hasil wawancara
terlebih dahulu. Jika analisis dilakukan saat pengumpulan data, maka periset dapat menentukan
apakah ada yang kurang dari data, menjaga keabsahan data, data kualitatif terdiri dari kata-
kata, kalimat-kalimat, atau narasi narasi, dan periset juga menentukan data sudah jenuh atau
tidak dengan cara data didapat langsung di analisis. Prinsip saturation banyak diterapkan pada
riset kualitatif yang belum tahu siapa saja informannya, tetapi prinsip ini juga dapat diterapkan
dalam riset yang sudah diketahui siapa saja yang akan menjadi informan. Jumlah informan itu
sendiri bersifat cair dan terkadang tidak dapat ditentukan.

Posisi Data dan Teori

Posisi data adalah sebagai pembangun model proposisi atau teori baru. Teori sendiri
merupakan alat mengafirmasi temuan data sehingga menjadi model atau teori baru.

Tidak Ada Data Primer dan Sekunder

Tidak seperti riset kuantitatif, dalam riset kualitatif data tidak dibagi menjadi primer
dan sekunder. Dalam riset kualitatif, data atau realitas di pandang sebagai dinamis dan produk
konstruksi sosial. Realitas merupakan holistik dan tidak dapat dipilah-pilah atau dipisah-pisah.
Menurut Miles, dkk. (2014, h. 5), kata holistik itu sendiri bermakna sistematis, menyeluruh dan
satu kesatuan dari seluruh data di dalam suatu riset, meliputi keteraturan atau kebiasaan
kehidupan sosial tata cara bekerja sebuah proses sosial, dan aturan-aturan baik eksplisit
maupun implisit.

TAHAPAN RISET

Menurut Gerald E. Miller dan Henry Nicholson dalam Communication Inquiry


(Littlejohn & Foss, 2008, h. 9), riset memiliki 3 tahapan. Tahap pertama yaitu menanyakan
pertanyaan. Periset menanyakan sesuatu yang menarik dan menyediakan jawaban secara
sistematik. Tahap kedua yaitu pengamatan atau mencari informasi terhadap suatu objek.
Pencarian informasi ini dapat dilakukan dengan menguji dokumen-dokumen seperti surat
kabar, artefak, observasi partisipan, kuesioner, eksperimen terkontrol, dan wawancara. Tahap
ketiga yaitu mengkonstruksi jawaban. Dalam tahap ini, periset akan mendefinisikan,
menggambarkan, dan menjelaskan, serta memberikan penilaian terhadap data atau informasi.
Ketiga tahap tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Tahap pengamatan sering
menstimuli munculnya pertanyaan atau masalah baru, teori sering memunculkan pertanyaan
baru dan menentukan metode observasi apa yang harus dilakukan.

Pengenalan Tahapan Riset Kuantitatif

Tahapan riset dapat dimulai dari pengujian teori atau pengonstruksian teori yang biasa
disebut sebagai paradigma atau pendekatan objektif. Maka dari itu, riset kuantitatif dapat
dimulai dari desain atau proposal yang baku dan rigid. setelah itu, periset dapat terjun ke
lapangan mencari data.

Pengenalan Tahapan Riset Kualitatif

Tahapan riset kualitatif dapat dimulai dari pengamatan di lapangan, kemudian ditarik
menjadi simpulan-simpulan teoretis yang dikenal sebagai paradigma atau pendekatan subjektif.
Riset kualitatif bersifat iterative atau recursive yaitu proses riset bersifat berulang-ulang dan
tidak satu arah.

POSISI TEORI DALAM RISET

Teori di dalam riset berfungsi untuk membantu periset untuk menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alam. Teori memiliki peran yang besar di dalam riset, karena teori
mengandung tiga hal. Pertama, teori merupakan serangkaian konsep yang saling berhubungan.
Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan
hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan menentukan
konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.
Teori sendiri membimbing riset dalam artian bila ada teori yang berlawanan, riset dapat
menguji mana di antara teori tersebut yang benar. Teori membantu periset menerangkan gejala,
memprediksikan, dan mengontrol gejala tersebut. Dari teori-teori dilakukan perincian atau
analisis melalui penalaran deduktif untuk menuntun periset merumuskan hipotesis.
Koentjaraningrat (1981, h. 19) menuturkan bahwa teori memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.
Pertama, teori menyimpulkan generalisasi-generalisasi fakta hasil pengamatan. Kedua, teori
memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi dari fakta yang dikumpulkan dalam
riset. Ketiga, memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang terjadi. Keempat, mengisi
lowongan-lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala yang telah atau sedang terjadi.
Teori membantu penentuan tujuan dan arah risetnya dan dalam memilih konsep konsep-konsep
yang tepat guna pembentukan hipotesis.

Perbedaan Fungsi Teori dalam Riset Kuantitatif dan Kualitatif

Dalam riset kuantitatif, teori berfungsi sebagai sarana informasi ilmiah yang membantu
periset menyusun masalah riset yang lebih jelas dan lebih sistematis. Teori juga berfungsi
sebagai titik tolak pemikiran, dan menjadi kerangka bagi riset yang baru terhadap fakta-fakta
yang lain, serta sebagai dasar hipotesis yang akan diuji. Sedangkan dalam riset kualitatif, teori
berfungsi untuk membuat generalisasi-generalisasi yang abstrak melalui proses induksi,
mengafirmasi data dalam sebuah proposisi, rancangan model atau teori baru, sebagai pisau
analisis, membantu periset untuk memaknai data, dan seorang periset tidak dilandasi dari suatu
jenis teori tertentu, teori juga membantu memperkuat interpretasi periset sehingga dapat
diterima sebagai suatu kebenaran bagi pihak lain. Dalam riset kualitatif, teori bersifat tidak
mengangkang periset.

STRATEGI (TATARAN/SIFAT/JENIS) ANALISIS

Berikut merupakan beberapa strategi atau sifat atau jenis riset :

Strategi Eksploratif atau Grounded Reseaarch

Strategi analisis eksploratif bertujuan untuk menggali data tanpa


mengoperasionalisasikan konsep dan menguji konsep pada realitas yang di riset. Riset ini
biasanya berupa kualitatif. Jenis riset eksplorasi dikenal sebagai riset grounded, dimana riset
langsung terjun ke lapangan dan melaksanakan semuanya di lapangan, termasuk rumusan
masalah, data yang merupakan sumber teori, dan periset juga dimungkinkan tidak mempunyai
konsep awal. Hal ini mendorong periset untuk terus mengeksplorasi data dan memperoleh data
yang beragam. Lalu riset akan fokus pada tema yang spesifik dan menganalisis berbagai data
tersebut dan mengaitkannya satu demi satu serta terus mengeksplorasi hingga berkembang.
Pada akhirnya periset menginterpretasi pola hubungan antar agar dapat membangun proposisi,
model, teori baru atau simpulan riset. Melalui grounded research ini, teori dibangun setelah
periset mengeksplorasi permasalahan dan data di lapangan. Riset eksploratif selalu
menanyakan “apa” saat menggali data. Hal ini bertujuan untuk menguak fakta, setting, dan hal-
hal yang belum diketahui oleh masyarakat agar mempresentasikan gambaran mental umum
terkait fakta, setting dan hal-hal lainnya. Hasil riset ini dapat berupa rumusan dan fokus
pertanyaan-pertanyaan untuk riset selanjutnya. Sehingga berfungsi untuk membangkitkan
gagasan, dugaan, atau hipotesis baru, termasuk untuk mengembangkan teknik pengukuran
data. Contoh dari riset ini adalah mencari faktor pengaruh kinerja karyawan, mencari pola
komunikasi dalam pilkada, mencari faktor pengaruh keberhasilan program kampanye anti
korupsi dan lain-lain.

Strategi Deskriptif Kuantitatif

Strategi deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menganalisis data dengan cara


mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari
populasi atau objek tertentu. Hasil dari analisis ini sering kali berupa presentase proses dan
hasil dari suatu fenomena. Strategi ini berpikir secara deduktif, yaitu data diperoleh dari teori-
teori. Alat analisis dari deskriptif kuantitatif adalah statistik deskriptif dengan tabel frekuensi
dan tabel silang. Dalam strategi ini, periset melakukan operasionalisasi yang menghasilkan
variabel beserta indikator untuk membuat kuesioner sebagai instrumen mengumpulkan data.
Riset digunakan untuk menggambarkan realitas yang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar
variabel. Data yang diperoleh dianalisis dengan mengaplikasikan teori yang sudah dirumuskan
di bab tinjauan pustaka.

Strategi Deskriptif Kualitatif

Strategi ini mendeskripsikan data secara sistematis, faktual, dan akurat dengan
menggali data lebih dalam seperti mengapa realitas itu terjadi, motif pelaku sosial, latar
belakang yang mempengaruhi motif serta pengaruh konteks lain. Deskriptif kualitatif ini juga
disebut sebagai deskriptif verifikasi karena adanya upaya memberi verifikasi data. Strategi ini
digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu program atau kebijakan. Strategi deskriptif
kualitatif ini bersifat induktif, sehingga peran data lebih penting dari pada teori. Deskriptif
kualitatif digunakan agar periset tidak buta selama sama sekali tentang realitas yang di riset
sehingga lebih bersifat cair. Selain itu strategi ini juga memiliki fleksibilitas desain riset, artinya
proposal dapat dibuat sebelum, saat, atau setelah pengumpulan data.

Strategi Eksplanatif Kuantitatif

Strategi ini biasanya disebut sebagai riset korelasional karena menghubungkan variabel
satu dengan yang lain untuk melihat hubungan atau pengaruhnya dan disebut juga sebagai
komparatif karena membandingkan untuk melihat perbedaan antar variabel. Riset ini memiliki
beberapa tujuan, antara lain menguji prinsip prediktif teori, mengelaborasi teori yang satu
dengan yang lain sehingga dapat memperkaya penjelasan teori, memperluas teori pada isu atau
topik baru, mendukung atau menolak penjelasan atau prediksi teori, meriset hasil riset
eksploratif atau deskriptif dengan menjawab pertanyaan “mengapa”.

Strategi Evaluatif

Strategi ini mengkaji efektivitas atau keberhasilan suatu program atau kebijakan.
Strategi evaluatif memiliki dua jenis, yaitu evaluasi sumatif yaitu merupakan riset evaluasi
setelah program berakhir dan evaluasi formatif yang merupakan evaluasi yang dilakukan
sewaktu program sedang berlangsung.

Fenomena Kuasi-Kualitatif atau Kualitatif Semu

Fenomena ini terjadi karena menyebut risetnya merupakan deskriptif kualitatif tetapi
cara berpikirnya masih kuantitatif. Kuasi-kualitatif dapat terjadi karena 4 faktor, yaitu :

1. Tidak terlalu mengutamakan makna dan tidak verifikatif, tetapi hanya menganalisis
permukaan data
2. Periset menunggu pengumpulan data selesai baru menganalisisnya
3. Analisis berangkat dari teori, dalil, atau hukum yang sudah dipersiapkan sehingga
menjadi pedoman baku dalam mencari data
4. Informan bebas mengkonstruksi atau menjawab pertanyaan, sedangkan periset masih
berpegang teguh kepada teori dalam bertanya atau wawancara. Kemudian periset
cenderung memilih data-data yang dianggap sesuai dengan teori yang digunakan untuk
menganalisis data.

PENILAIAN KESHAHIHAN ATAU VALIDITAS RISET (GOODNESS CRITERIA)

Validitas riset kuantitatif terletak pada penentuan desain, sedangkan validitas riset
kualitatif terletak pada proses waktu periset turun ke lapangan untuk mengumpulkan data dan
waktu proses analisis interpretatif data.

Riset Kuantitatif

Riset kuantitatif memiliki dua validitas yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
Validitas internal mencangkup apakah alat ukur sudah sesuai dengan apa yang diukur,
pemilihan teori atau konsep, pengukuran konsep yaitu pada definisi operasional. Sedangkan
validitas eksternal mencangkup pemilihan sampel apakah sudah representatif atau belum.
Riset Kualitatif (Konstruktivis)

Berbeda dengan riset kuantitatif, validitas riset kualitatif atau konstruktivis memiliki
beberapa jenis yaitu :

A. Kompetensi subjek riset, artinya subjek riset harus kredibel dengan menguji jawaban
pertanyaan berkait dengan penglaman subjek.
B. Trustworthiness, yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkap
realitas menurut apa yang dialami, dirasakan, atau dibayangkan. Trustworthiness ini
mencakup dua hal, yaitu autentisitas dan analisis triangualsi. Autentitas merupakan
memperluas konstruksi personal yang dia ungkapkan. Periset memberi kesempatan dan
memfasilitasi pengungkapan konstruksi personal yang lebih detail sehingga
mempengaruhi mudahnya pemahaman yang lebih mendalam. Langkah yang dapat
dilakukan oleh periset yaitu menjalin relasi agar lebih akrab dengan informan, lalu
menjamin hak-hak informan agar tidak dirugikan setelah berpartisipasi, dan periset
banyak mendengarkan saat informan berbicara (tidak menyela atau memotong jawaban
informan). Sedangkan analisis triangulasi merupakan menganalisis jawaban subjek
dengan meriset kebenarannya dengan data empiris. Terdapat beberapa macam
triangulasi yaitu triangulasi informan, triangulasi waktu, triangulasi teori, triangulasi
riset dan triangulasi metode.
- Triangulasi Informan yaitu membandingkan dan mengecek ulang derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda
- Triangulasi Waktu yaitu berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku
manusia sehingga observasi tidak hanya dilakukan satu kali
- Triangulasi Teori yaitu memanfaatkan dua atau lebih teori untuk di adu atau di
padu
- Triangulasi Periset yaitu menggunakan lebih dari satu periset di dalam
observasi atau wawancara sehingga akan menciptakan data yang lebih absah
- Triangulasi Metode yaitu usaha mengecek keabsahan data atau temuan riset
C. Intersubjectivity agreement
Yaitu semua pandngan, pendapat, atau data dari suatu subjek didialogkan
dengan pendapat, pandangan, atau data dari subjek lainnya yang bertujuan untuk
menghasilkan titik temu antar data.
D. Transferbility
Hasil riset dapat diterapkan dalam konteks lain meski riset kualitatif tidak
bermaksud menggeneralisasi data.
E. Conscientization
Yaitu kegiatan berteori sebagai ukuran kualitas riset kualitatif agar dapat
memaparkan dua hal, yaitu historical situatedness dan unity theory and praxis.
Conscientization ini mempunyai basis teoretis yang mendlam dan kritik harus tajam.

Anda mungkin juga menyukai