diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatam Jiwa
disusun oleh:
Tika Meliyanti 102018067
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan karunia-
Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shawalat
serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak.
Makalah dengan judul “Keperawatan Jiwa tentang Skizofrenia hebefrenik”, Adapun makalah
Keperawatan Jiwa tentang Skizofrenia hebefrenik ini telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
Keperawatan Jiwa tentang Skizofrenia hebefrenik .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah Keperawatan jiwa tentang Skizofrenia. Besar harapan penulis
mengharapkan semoga dari Keperawatan Jiwa tentang Skizofrenia Paranoid ini dapat diambil
manfaatnya sehingga dapat memberikan pengetahuan pada pembaca. Selain itu, kritik dan saran
dari Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang
berhubungan dengan disetres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau
lebih fungsi kehidupan manusia. Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-
keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental yang
meliputi gangguan jiwa (Keliat, 2011). Dalam gangguan jiwa terdapat salah satu
gangguan jiwa berat yaitu Skizofrenia.Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang lebih
banyak dialami oleh beberapa orang dibanding penderita gangguan jiwa lainnya yang
umumnya menyerang pada usia produktif dan merupakan penyebab utama disabilitas
kelompok usia 15-44 tahun (Davidson, 2010). Data statistik yang dikemukakan oleh
WHO (2016) menunjukkan terdapat sekitar 21 juta orang terkena skizofrenia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400 juta orang atau
sebanyak 1,7 ‰ penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis skizofrenia di
Indonesia ada sekitar 20 juta atau 22 sedangkan pada Riskesda (2018) ada 7 ‰ yang
mengidap gangguan kejiwaan dari tingkat rendah hingga berat. Prevalensi jumlah
penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah menderita gangguan jiwa berat
sebesar 2,7 ‰sedangkan pada 2018 ada 10 ‰. Secara rinci jumlah tertinggi penderita
gangguan jiwa berada di daerah Kabupaten Kulon Progo 4,67%, Kabupaten Bantul 4%,
dan Kota Yogyakarta 2,14% dan Kabupaten Gunungkidul 2,05%, untuk penderita
skizofrenia terendah ada di Kabupaten Sleman 1,52%. Gejala skizofenia dibagi menjadi
dua kelompok yaitu gejala negatif dan gejala positif, yang termasuk gejala negatif yaitu
salah satunya defisit perawatan diri (Maramis, 2009).
Skizofrenia Hebefrenik permulaannya perlahan-lahan atau subakut atau sering timbul
pada masa remaja antara 15-25 tahun. Maramis (2010). Orang yang mengalami
skizofrenia hebefrenik dapat berakibat pada jalan pikiran yang kacau, alam perasaan yang
datar tanpa ekspresi dan tidak serasi atau ketolol-tololan dan perilaku yang tidak
bertanggung jawab. Kaplan-Sadock (2010). Tanda dan gejala yang dapat disebabkan oleh
skizofrenia hebefrenik diantaranya afek datar atau afek yang tidak sesuai secara nyata,
inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya.
Videbeck (2015), suasana hati yang tidak sesuai, kekanak-kanakan atau bodoh, respons
emosionalnya tidak sesuai, dan mereka sering kali meledak tertawa tanpa alasan Kaplan-
Sadock (2010).
Skizofrenia merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa psikosa fungsional yang
terdapat di seluruh dunia. Menurut The American Psychiatric Association (APA) tahun
20010 dilaporkan angka penderita skizofrenia mencapai 1/100 penduduk dan
dikemukakan tiap tahun terjadi 300.000 episode akut, 35% mengalami kekambuhan dan
20%-40% yang diobati di rumah sakit, 20%-50% melakukan percobaan bunuh diri, dan
10% diantaranya mati disebabkan bunuh diri. (APA, 20011). Penderita skizofrenia
menunjukan peningkatan jumlah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 WHO merilis data
bahwa sekitar 1.1% atau sekitar 51 juta penduduk dunia mengalami skizofrenia. Sebesar
50%, angka tersebut berasal dari penderita baru di tambah dengan penderita mengalami
kekambuhan (Brown, 2011).
C. Rumusan masalah
D. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Pengertian Skizofrenia
Menurut Nancy Andreasen (2011) dalam Broken Brain, The Biological
Revolutio in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia
merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi
perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetic.
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara
berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Neurological disease that affects a
person’s perception, thingking, language, emotion, and social behavior).Melinda
Hermann (2010)
Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir
yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya
gangguan fungsi psikososial. Orang dengan skizofrenia menarik diri dari orang lain dan
kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan
halusinasi.
Pengertian Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia Hebefrenik permulaannya perlahan-lahan atau subakut atau sering
timbul pada masa remaja antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok: gangguan proses
berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannersim, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan.
Maramis (2010).
Skizofrenia Hebefrenik atau skizofrenia tipe terdisorganisasi ditandai oleh regresi
yang nyata ke perilaku primitif, terdisinhibisi. Gangguan pikiran yang menonjol,
kontaknya pada kenyataan yang buruk, penampilan pribadi dan perilaku sosialnya rusak,
respon emosionalnya tidak sesuai, tertawa meledak-ledak tanpa alasan dan menangis
serta seringai wajah. Perilaku tersebut dapat digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau
bodoh. Kaplan (2010).
9. Kurangnya motivasi.
a. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya.
b. Alam perasaan (mood) affect yang datar tanpa ekspresiserta tidak serasi.
c. Perilaku dan tertawa kekanak kanakan (giggling), senyum yang menunjukan rasa
puas diri atau senyum yang dihaytati sendiri.
d. Waham “delusion”tidak jelas dan tidak sistematik terpecah-pecah.
e. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai
satukesatuan
f. Perilaku aneh
3. Pathway Skizofernia
Faktor predisposisis
( faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosiokultural dan lingkungan )
Faktor presipitasi
Biologis, lingkungan, pemicu gejala
Respon Maladaptiv
Ketidakefektifan
coping individu
SKIZOFRENIA
Defisit
Gangguan perawatan
komunikasi Isolasi sosial diri
verbal
Gangguan
konsep diri :
harga diri
rendah Menarik diri
dari
masyarakat,
ungkapan takut
akan kegagalan
Pohon Masalah
4. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi pada skizofrenia
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizofrenia adalah
antipsikotik dan antiparkinson.
1) Antipsikotik
Antipsikotik adalah terapi medis utama untuk skizofrenia, antipsikotik
efektif mengobati semua obat antipsikotik bekerja dengan cara mengeblok
aktivitas dopamin, dan kebanyakan juga mengeblok reseptor serotonin (5-HT2A).
Obat antipsikotik dibagi menjadi 2, yaitu : a) tipikal atau klasik dan b) atipikal.
Perbedaan dari keduanya lebih kepada generasi penemuannya. Antipsikotik
atipikal adalah yang relatif baru dibandingkan dengan antipsikotik tipikal.
(Katona et al., 2012)
Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok
reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering
disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik
konvensional atau tipikal. Dapat menurunkan gejala positif hingga 60-70% dan
hanya sedikit berpengaruh pada gejala negatif.
a) Mekanisme kerja
Antipsikotik tipikal menghambat reseptor dapomin, tetapi juga
menghambat reseptor kolinergik, dan histaminergik. Antipsikotik atipikal
juga menghambat reseptor dopamin, biasanya dengan afinitas yang lebih
rendah; selain sebagai antagonis 5HT2. Obat ini memiliki aktivitas yang relatif
kecil pada reseptor-reseptor lain. Obat-obatan yang lebih lama (fenotiazin)
relatif non selektif, sedangkan sulpirid dan amisulpirid merupakan
penghambat reseptor dopamin D2 yang sangat selektif.
b) Indikasi
Penatalaksanaan dan pencegaha kekambuhan pada skizofrenia dan
psikosis lainnya (misalnya manik, depresi psikotik dengan kombinasi
bersama antidepresan); obat ini paling efektif dalam meringankan gejala
positif seperti waham, halusinasi, dan gangguan pikiran. Klozapin dan
amisulpirid dapat lebih efektif terhadap gejala-gejala negatif, dibandingkan
dengan neuroleptik lainnya.
c) obat golongan antipsikotik (Katona et al, 2012)
ANTIPSIKOTIK TIPIKAL
Clorpomazine 200-1.600
Trifluoperazine 16-32
Fluferazazine 2,5-20
Tioridazin
200-600
Mesoridazine
75-300
Tioteksin
6-30
Haloperidol
2-20
Loksapin
60-100
Molindon
50-100
Perfenazin
16-32
Triluoperazine
6-50
ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Klozapin
150-500
Risperidon
2-8
Quetiapin
150-500
Olanzapin
5-20
Aripiprazol
Ziprasidon
d) Efek samping
Para pasien melaporkan bahwa gangguan pergerakan, mengantuk,
penambahan berat badan, dan disfungsi seksual merupakan efek samping
psikotik yang paling menyulitkan. Penambahan berat badan (terutama dengan
klozapin dan olanzapin) dan gangguan tolerasi glukosa dan diabetes melitus
terutama dikaitkan dengan antipsikotik atipikal. Klozapin dapat menyebabkan
kejang dan agranulosis yang berpotensi fatal, dan memerlukan pengawasan
hemologi secara teratur.
Karena efek dopaminergik yang lebih poten, antipsikotik tipikal sepertinya
lebih menyebabkan gangguan-gangguan pergerakan ekstrapiramidal Hal ini
mencakup gejala parkinson seperti tremor dan bradikinesia (pergerakan yang
lambat), akatisia (keresahan); diskinesia tardif (gerakan-gerakan pada mulut,
bibir dan lidah [misalnya menggulung lidah atau membasahi bibir]), dan
distonia (kejang otot yang menyebabkan gerakan atau postur wajah dan tubuh
abnormal). Pergerakan abnormal lainnya mencakup tic, korea, stereotipe
(gerakan tidak bermakna yan berulang [misalnya gerakan bergoyang-goyang
pada orang dengan gangguan belajar berat), maneurisma (gerakan yang dapat
dimengerti, meniliki tujuan (misalnya: mem memberi hormat]); dan gaya
berjalan yang abnormal. (Katona et al., 2012)
Efek endokrin mencakup hiperprolaktinemia dan sebagai akibatnya
amenorea (siklus haid yang memanjang), galaktorea (bocornya air susu dari
payudara) dan disfungsi seksual. (Katona et al., 2012)
2) Antiparkinson
Antiparkinson merupakan terapi medis kedua setelah antipsikotik yang digunakan
untuk mengatasi efek samping antipsikotik.
a) Mekanisme kerja
Semua obat golongan antiparkinson berfungsi untuk mengatasi efek
samping dari antipsikotik seperti gejala ektrapiramidal dengan cara
memperbanyak pelepasan dopamin dari ujung-ujung saraf.
b) Jenis obat
1. Trihexyphinidil 1-15 mg/hari
2. Levodopa 1-12 mg/hari
3. Bromocriptin 1-15 mg/hari
4. Mesilate 1-15 mg/hari
5. Selegiline 1-15 mg/hari
c) Efek samping
Anoreksia, mual dan muntah, gangguan penglihatan, hipotensi
ortostatik,konstipasi, retensi urin, gangguan laambung dan usus dan insomnia.
b. Terapi Somatik
Terapi somatik telah banyak di lakukan dalam tatanan psikiatri. Sejalan dengan
terus dilakukannya penelitian tentang patofisiologi gangguan jiwa, modalitas terapi
somatik yang lebih maju dan semakin canggih akan terus berkembang. Pada saat yang
sama, modalitas terapi seperti Restrain, yang merupakan cara lama dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien psikitri masih tetap digunakan secara bijaksana.
Dalam hal ini akan membahas terapi somatik restrain mekanis.
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Jenis terapi somatik pd
klien gangguan jiwa antara lain: Pengikatan, Isolasi, Terapi Kejang Listrik, Fototerapi,
Terapi deprivasi tidur.
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di
berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif (Keliat, 2011). Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan
jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal- modality)
sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya (Sarka, 2008).
Jenis-jenis terapi modalitas :
1) Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan pasien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individua l antara seorang terapis dengan seorang pasien. Suatu hubungan
yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan pasien untuk mengubah perilaku
pasien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini
terjadi perubahan tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal
hubungan.
2) Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada pasien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik.
Bentuknya adalah memberi kesempatan pasien untuk tumbuh dan berubah perilaku
dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi. Tujuan dari
terapi lingkungan ini adalah memampukan pasien dapat hidup di luar lembaga yang
diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingku ngan
rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
3) Terapi biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ada beberapa jenis terapi somatic
gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,
electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang
sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi
psikoaktif dan ECT.
4) Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku pasien. Proses yang diterapkan adalah
membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor
tersebut. Ada tujuan terapi kognitif meliputi:
a) Mengembangkan pola berfikir yang rasional.
b) Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan
perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang
actual. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam
menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
c) Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih
dahulu mengubah pola berfikir.
5) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga
mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah
keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
6) Terapi aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan sosial, yang
bertujuan untuk meningkat hubungan sosial dalam kelompok secara bertahan Keliat
(2011)
7) Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul
akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat.
d. Terapi keagamaan (psikoreligius)
Psikoreligiusterhadap penderita Skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Penelitian
menunjukan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik
(Larson, dkk 1982). Dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua
kelompok penderita Skizofrenia. Kelompok pertama terapi yang konvesional
(psikofarmaka) dan lain-lainya tetapi tidak mendapat terapi keagamaan. Kelompok yang
kedua endapat terapi keagamaan. Terapi keagamaan dalam penelitian berupa kegiatan
agama seperti berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan
kajian kitab suci atau AL-Qur’an dan lain sebagainya.
5. Prognosis
Faktor yang menunjang ke arah prognosis baik pada pasien skizofrenia:
a. Onset tua
b. Faktor pencetus yang jelas
c. Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
d. Menikah
e. Riwayat keluarga
f. Sistem pendukung yang baik
a. Onset mudah
b. Faktor pencetus yang tidak jelas
c. Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
d. Tidak menikah/cerai
e. Riwayat keluarga skizofrenia
f. Sisten pendukung yang buruk
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2009 memperkirakan 450 juta
orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia diatas 15 tahun di Indonesia mencapai
0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita
gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6% dari 19 juta
penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional (Riset kesehatan
dasar,2010). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7
juta per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (Riset kesehatan dasar,2015).
Defist perawatan diri dalam Keadaan individu mengalami kerusakan fungsi
motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk
melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau
higiene, berpakaian atau berhias, toileting, instrumental) (Lynda, 2007). Defisit
Perawatan Diri gangguan kemampuan melakukan aktivitas yang terdiri dari mandi,
berpakaian, berhias, makan, toileting atau kebersihan diri secara mandiri (Nanda,
2006).
Mengingat semakin besarnya permasalahan kesehatan jiwa seperti kasus
gangguan emosional dan gangguan jiwa berat serta beban yang ditanggung pemerintah
bersama masyarakat, maka peningkatan derajat kesehatan jiwa, pencegahan gangguan
jiwa, serta penanggulangan masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak akan berhasil
tanpa pengembangan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Upaya kesehatan jiwa
berbasis masyarakat yaitu dengan cara pemberdayaan serta membangun kemandirian
masyarakat dibidang kesehatan jiwa (Kemenkes RI, 2015).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Tujuan secaraumum
Mengerti tentang defisit perawatan diri dan memahami apa yang harus di lakukan
seorang perawat untuk menangani defisit perawatan diri pada gangguan jiwa.
2. Tujuan secara khusus
Mengetahui definisi, penyebab, jenis-jenis, proses terjadinya , tanda dan gejala,
akibat defisit perawatan diri, mekanisme koping, penatalaksanaan, pohon masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2011)
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012)
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau
kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil.
Menurut Depkes (2010) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor
b) Rambut dan kulit kotor
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif
b) Menarik diri, isolasi diri
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3) Social
a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d) Cara makan tidak teratur
e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi
tidak mampu mandiri.
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
4) Pengetahuan
5) Budaya
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
F. Pathway DPD
Faktor pencetus
Neurotransmiter tergaggu
Kortisol dopamin
Serotonin endorfin
KETIDAKEFEKTIFAN stress
Perubahan proses berpikir
KOPING
KEPUTUSASAA
Pengabaian diri ISOLASI SOSIAL
N
HAMBATAN INTERAKSI
SOISAL
(Damaiyanti, 2012)
G. Dampak Yang Sering Mimbul Pada Masalah Personal Hygiene
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan rasa dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. Kebutuhan istirahat
tidur, mekanisme diri yang tidak efektif menyebabkan individu menarik diri
dari lingkungan sehingga klien sering mengeluh masalah kebutuhan tidur
atau istirahatnya terganggu dikarenakan mungkin perubahan sensorik
halusinasi lihat dan dengar, panik, penekanan rasa takut dan pikiran delusi.
(Damayati, 2012)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
4) Faktor presipitasi
Faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah atau
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri. Cara klien menilai
masalah merupakan awal dari terbentuknya sumber koping. Jika
sumber koping tidak adekuat, bahkan jika ada namun mekanisme
koping maladaptif maka akan menimbulkan permasalahan.
5) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda – tanda vital (tekanan
darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi badan dan berat
badan klien.
6) Psikososial, membuat genogram minimal tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluraga. Masalah
yang terkait dengan komunikasi pengambilan keputusan dan pola
asuh.
7) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas
motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi, tingkat
konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik
diri.
8) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam makan,
BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan di luar
rumah.
9) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien atau
keluarga baik adaptif maupun maladaptif.
10) Masalah psikolosial dan lingkungan, didapat dari klien atau
keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan klien, masalah
pendidikan dan masalah pekerjaan.
11) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan jiwa.
12) Aspek medis, obat – obatan klien saat ini baik obat fisik,
psikofarmako dan therapy lain.
13) Masalah Keperawatan
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari
kelompok data yang dikumpulkan, kemungkinan
A. Analisa data
Analisa data merupakan proses fikir yang meliputi kegiatan pengelompokan data,
data bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standar kriteria
yang sudah ada. Setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dan
Tabel Analisa Data
B. Diagnosa Keperawatan
Definisi : Kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya.
1. Hygine diri,
2. berhias,
3. makan dan
4. bab/bak
Badan kotor dan berbau, Rambut kotor, Kuku panjang dan kotor , Bau mulut dan kotor.
Dengan kondisi klinik yaitu Stroke, Fraktur, Koma
Kebersihan diri sesuai pola, Keadaan badan, mulut, rambut dan kuku bersih, Pasien merasa
nyaman
Intervensi :
SP1 SP1
merawat klien.
kebersihan diri.
SP2 SP2
SP3 SP3
baik. pulang.
SP4
harian klien.
cara berdandan.
Nn. Tina 25 tahun dibawa oleh keluarga ke igd RSj, dengan alasan klien tidak
mau minum obat, dan mudah marah jika di ingatkan. Klien juga sering tidur,
malas mandi dan bicara dengan pohon. Menurut keluarga klien sudah mengalami
gangguan jiwa sejak usia 19 tahun dan ini sudah ke 5 kali klien di rawat, di rumah
hanya klien yang mengalami gangguan jiwa.
Klien selalu menyangkal jika dirinya mengalami gangguan jiwa. Klien ingin
segera sembuh dan bisa pulang ke rumah. klien sadar dirinya sebagai anak dan
belum menikah yang harus bekerja untuk orang tua. Klien tidak pernah merasa
malu dengan kehiduapnnya, klien tau tubuhnya gendut tapi dia sangat menyukai
seluaruh fisiknya.
Saat menceritakan masa lalu klien tampak sedih dan menangis, karena pernah di
tinggalkan oleh pacarnya saat SMA, pacar klien pergi dengan wanita lain. klien
juga menceritakan penah mengkonsumsi obat/NAPZA (Sabu, Pil, Gele) sudah
sejak lama. Ny. T mengakui bahwa dia suka minum minuman keras sampai saat
ini. Konsentrasi klien mudah beralih jika berbicara dalam waktu yang lama. Dan
sering mondar mandir. Kemampuan berhitung dan mengingatnya kurang baik.
Saat ini Ny. T tinggal bersama kedua orang tuanya dan 4 saudara, klien
merupakan anak ke 2 kaka klien laki –laki, dan 2 adik klien perempuan. Menurut
klien ayah klien merupakan orang yang tegas dan galak. Klien mengatakan orang
yang paling berarti adalah ibunya. Kien ingin biisa membahagiakan ibunya.
Saat di rumah klien aktif mengikuti kegiatan kerja bakti, bertetangga, bermain
dengan teman sebaya, tapi saat di rs klien sering merasa malas dan mengantuk.
Saat ini klien terdiagnosa skizofrenia hebefrenik berulang, dengan terapi medik
post skizonoat, Triheksiflfenidil, dan clozapine. Klien mengatkan dulu saat di
bawa ke RSj klien di ajarkan cara menfhardik, karena sering mendengar suara-
suara yang tidak jelas. Dan saat ini suara itu kadang-kadang masih suka muncul.
Hasil observasi selama di rs, klien makan dan minum sering bearantakan dan tidak
di kembalikan lagi ke tempatnya. Sudah 2 hari klien tidak mau mandi. terkadang
klien sering mengambil makanan milik temannya. Untuk bab dan bak klien bisa
mandiri tapi tidak di bersihkan.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
STIKES AISYIYAH BANDUNG
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. T
( L/P ) : Perempuan
Tanggal Pengkajian : 7-12-2020
Umur : 25 Thn
RM No : 00001
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : islam
Status Marital :Allert
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ibu K
Umur : 44 tahun
Hubungan dengan klien: Ibu
KU: klien mengatakan keluhannya saat ini hanya batuk. Klien tampak pakaian
sesuai, tercium bau, rambut kotor dan ada kutu.klien mals mandi Konsentrasi
mudah beralih, tidak mampu melakukan berhitung.
√
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil kurang berhasil
tidak berhasil. Penjelasan : karna pasien pernah mengalami gangguan jiwa
saat usia 19 tahun dan saat ini masih mendengar suara-suara tidak jelas.
FAKTOR FAKTOR
PRESIPITASI PREDISPOSISI
(Pelaku/ korban/ (Pelaku/ korban/ saksi)
saksi)
Aniaya fisik - -
Aniaya seksual - -
Penolakan - pernah di tinggalkan oleh
pacarnya saat SMA, pacar
klien pergi dengan wanita
lain
Kekerasan dalam - -
keluarga
Tindakan Kriminal Klien mengakui bahwa Klien
dia suka minum pernahmengkonsumsi
minuman keras. Keras obat/NAPZA (Sabu, Pil,
sampai saat ini. Gele) sudah sejak lama.
Dan minum-minuman
keras.
Putus obat Klien menolak dan malas -
minum obat.
Data Tambahan
v v
v
v
v v v
= Perempuan = Laki-laki
= Hamil
Saat menceritakan masa lalu klien tampak sedih dan menangis, karena
pernah di tinggalkan oleh pacarnya saat SMA, pacar klien pergi dengan
wanita lain.
Masalah keperawatan : -
Riwayat Penyakit Fisik di masa lalu: Tidak ada
III. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 120/100 N : 80 x/menit S : 37 C P : 22x/menit
2. Ukuran : TB : 155 cm BB : 55 kg
- N1 (Olfaktorius)
Kaji apakah klien mampu membedakan bau minyak kayu putih atau
kopi atau mencuum bebauan yang sesuai.
- N II (Optikus)
Kaji apakah klien dapat/tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak
yang jauh apakah klien sering melihat benda atau gambaran yang tanya.
- N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Kedua kelopak mata pasien bisa berfungsi baik, pupil tidak bermasalah
diameter pupil sebelah kanan reflek cahaya (+), Kaji apakah mata klien
mampu/tidak mampu menggerakkan bola mata kesegala arah dan sulit
mengangkat mata.
- N V (Trigeminus)
Kaji apakah klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
- NVII (Fasialis)
Klien tidak memiliki tremor/kelumpuhan dimuka
- NVIII (Auditorius)
Klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat, yaitu perawat berbicara
dengan suara dan intonasi yang jelas dan agak keras agar dapat
mendengar dengan baik.
- NIX (Glosofaringeus)
Kaji refleks muntah, dan menelan
- NX (Vagus)
Klien dapat menggerakan lidahnya kesegala arah dengan bebas.
menelan
- NXI (Asesorius)
Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri dengan normal.
- NXII (Hipoglossus)
klien pernah ke RSj dan klien di ajarkan cara menfhardik, karena
sering mendengar suara-suara yang tidak jelas. Dan saat ini suara itu
kadang-kadang masih suka muncul.proses fikir nya dan berhitung
lemah.
IV. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri:
a. Gambaran Diri : Klien selalu menyangkal jika dirinya mengalami
gangguan jiwa. Namun Klien tidak pernah merasa malu dengan
kehiduapnnya, klien tau tubuhnya gendut tapi dia sangat menyukai
seluaruh fisiknya.
b. Identitas :
Ny. T adalah seorang wanita yang tinggal bersama kedua orang tuanya,
klien anak ke 2 dari 4 bersaudaradan 4 saudara,
c. Peran :
klien sadar dirinya sebagai anak dan belum menikah yang harus bekerja
untuk orang tua.
d. Ideal diri : Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa pulang ke
rumah.
e. Klien tidak pernah merasa malu dengan kehiduapnnya, klien tau
tubuhnya gendut tapi dia sangat menyukai seluaruh fisiknya.
a. Harga diri : Klien menghargai dirinya sendiri dan merasa cukup dengan
apa yang dia punya.
2. Hubungan social :
a. Orang yang berarti : Ibu
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat : Saat di rumah klien
aktif mengikuti kegiatan kerja bakti, bertetangga, bermain dengan
teman sebaya,
a. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien merasa malas
dan mengantuk
Masalah Keperawatan :-
b. Cara bicara :
Jelaskan:
Masalahkeperawatan:
Aktivitas Motorik :
c. Suasana hati:
√ Tidak Sesuai
Jelaskan: Ketika di tanya apakah Nn. Tina sudah mandi, klien mengatakan “
suster saya tidak mandi saya kan sedang batuk, buat apa mandi? Saya tetap saja
cantik ko.” Konsentrasi mudah beralih, tidak mampu melakukan berhitung.
MasalahKeperawatan :-
Sesuai
Jelaskan: klien saat di rsj pernah diajarkan untuk menghardik suara suara
yang di dengar dan suara itu masih muncul kadang kadang
Masalah Keperawatan : halusinasi pendengaran
g. Proses pikir
Jelaskan : proses fikir klien tidak sesuai saat dikaji mengatkan sesuatu yang
berlawanan mengatakan dirinya belum mandi tapi cantik namum
sebenernya sudah mandi.
Masalah Keperawatan:-
h. Isi pikir
Waham: √ Sesuai
Jelaskan:
Masalah Keperawatan :
i. Tingkat Kesadaran
Jelaskan :Konsentrasi klien mudah beralih jika berbicara dalam waktu yang
lama. Dan sering mondar mandir. Kemampuan berhitung dan
mengingatnya kurang baik. saat dikaji klien sudah mandi namun
mengatakan belum mandi
Masalah Keperawatan :-
j. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
√
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian / berhias
Bantuan minimal Bantuan total
√
MasalahKeperawatan :-
Lainnya:…………………………………..
Lainnya:……………
MasalahKeperawatan :di masa lalu klien pernah mengkonsumsi NAPZA dan
minum- minuman keras hingga sekarang.
X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizofernia Hebefrenik
Terapi Medik :terapi medik post skizonoat, Triheksiflfenidil, dan clozapine.
mau mandi
Stress
Mempengaruhi aktivitas :
malas dan tidak perduli
dengan penampilan
Gangguan pemeliharaan
kesehatan
(BAB/ BAK, mandi ,
makan , minum )
Gejala positif
(Delusi, HalusinasiEmosi
,berlebih)
Stress
Perubahan proses
berpikir
Perubahan perilaku ;
maladaftif
Halusinasi
XIII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Defisit Pasien Setelah 3x24 jam SP1
Perawatan Diri mampu: pertemuan pasien Dengan klien mengetahui
mampu menjelaskan Identifikasi: pentingnya kebersihan diri
1. Melakukan - kebersihan diri diharapkan klien dapat
pentingnya:
kebersihan diri - berdandan melakukan perawatan diri
secara mandiri - Makan secara mandiri tanpa harus
kebersihan diri
melakukan berdandan/berhias - BAB/BAK di perhatikan oleh orang
berhias/ jelaskan pentingnya lain.
Makan
berdandan BAB/BAK kebersihan diri
secara baik jelaskan alat dan Dengan menjelaskan
dan mampu
2. melakukan cara kebersihan diri pentingnya kebersihan diri
melakukan cara
makan masukan dalam diharapkan klien dapat
merawat diri meningkatkan perawatan
dengan baik jadwal kegiatan
3. melakukan pasien diri
BAB/ BAK Dengan klien mengetahui
secara alat dan cara kebersihan diri
mandiri diharapkan klien bisa
merawat dirinya secara baik.
Dengan memasukan dalam
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
jadwal kegiatan diharapkan
dapat melatih klien agar bisa
melakukan perawatan diri
secara mandiri
- berpakaian
- menyisir
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
rambut
- berhias
Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP3 Dengan mengevaluasi
kegiatan yang lalu 1 dan 2
Evaluasi kegiatan diharapkan klien dapat
yang lalu (SP 1 & 2) mengulang dan mengingat
jelaskan cara dan cara berdandan.
alat makan yang Dengan menjelaskan cara dan
benar alat untuk makan yang benar
- jelaskan cara diharapkan klien mampu
mempersiapka mempersiapkan,
n makanan merapihkan peralatan makan,
- jelaskan cara dan praktek makan yang
merapihkan benar.
peralatan Dengan melatih klien cara
makan setelah makan yang benar bisa/dapat
makan melakukan makan sesuai
dengan tahapan makan yang
- praktek makan
baik. Dengan memasukan
sesuai dengan
dalam jadwal kegiatan
tahapan makan
diharapkan klien dapat
yang baik
melakukan kegiatan secara
- Latih kegiatan
continue
makan
Masukan dalam
jadwal kegiatan
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
pasien
SP 4 Dengan mengevaluasi kemampuan
klien diharapkan klien mampu
Evaluasi kegiatan mengulang dan mengingat cara
yang lalu (SP1,2 &
3) makan yang benar.
Latih cara Dengan klien mengetahui
BAB/BAK yang cara BAB/BAK yang baik
baik: diharapkan klien mampu
- jelaskan temat BAB/BAK di tempat yang
BAB/ BAK sesuai.
yang sesuai
- jelaskan cara
membersihkan
Dengan menjelaskan cara
diri setelah
BAB/BAK membersihkan diri setelah
BAB/BAK diharapkan klien
dapat melakukan BAB/BAK
yang baik.
Keluarga Setelah 2x pertemuan, SP1 Diharapkan pihak keluarga
mampu: keluarga mampu: tidak merasa asing dengan
Identifikasi masalah kehadiran perawat dan keluarga
Merawat Meneruskan yang dirasakan dapat membantu dalam
anggota melatih pasien keluarga dalam memberikan informasi tentang
keluarga mendukung agar merawat pasien klien.
yang kemampuan dengan masalah: Dengan mengidentifikasi
mengalami pasien dalam - kebersihan diri masalah dalam merawat klien di
masalah perawatan dirinya - berdandan harapkan keluarga mengetahui
kurang meningkat - makan permasalahan klien dan mampu
perawatan - BAB/ BAK merawat klien.
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
diri jelaskan deficit Dengan menjelaskan Defisit
perawatan diri Perawatan Diri, diharapkan
jelaskan tentang cara keluarga mengetahui pengertian
merawat: Defisit Perawatan Diri secara
- kebersihan diri realitas.
- berdandan Dengan menjelaskan cara merawat.
- makan Diharapkan keluarga mengetahui
- BAB/ BAK cara cara merawat klien dengan
Bermain peran/ cara Defisit Perawatan Diri.
merawat Dengan bermain peran
RTL keluarga/ diharapkan keluarga mampu
jadwal keluarga menjelaskan dan merawat pasien
untuk merawat seperti yang telah perawat ajarkan.
pasien Dengan melakukan rancana
tindak lanjut keluarga,
dapat mempermudah keluarga
dalam merawat klien.
SP2 Dengan mengevaluasi
kegiatan yang lalu dapat
Evaluasi kegiatan mengetahui apakah keluarga
yang lalu (SP1) mampu menjelaskan dan
Latih keluarga merawat klien dalam
langsung ke pasien melakukan perawatan diri.
cara berdandan dan Dengan melatih keluarga
kebersihan diri merawat langsung ke
Menyusun RTL klien,diharapkan keluarga
keluarga/ jadwal dapat merawat klien secara
keluarga untuk mandiri.
merawat pasien Dengan melakukan rencana
tindak lanjut keluarga dapat
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
mempermudahkeluarga dalam
merawat klien
SP3 Dengan mengevaluasi
kegiatan yang lalu dapat
Evaluasi mengetahui kemampuan
kemampuan keluarga dalam merawat
keluarga (SP1 & 2) klien. Diaharapkan keluarga
Evaluasi keluarga dapat membimbing klien
merawat langsung tentang cara makan yang
ke pasien cara benar.
makan
Menyusun RTL
keluarga/ jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
RTL keluarga:
Follow Up dan
rujukan
SP4 Dengan mengevalusi
diharapkan keluarga mampu
Evaluasi merawat klien dengan
kemampuan benar.
keluarga (SP1, 2, & Dengan mengevaluasi klien
3) dapat mengetahui kemampuan
Evaluasi klien.
kemampuan pasien Untuk pemeriksaan ulang atau
RTL keluarga: untuk mengetahui
Follow Up dan rencana ulang yang dilakukan
rujukan keluarga
Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan Klien dengan Halusinasi Pendengaran
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan persepsi Pasien mampu: Setelah …. pertemuan SP1
Sensori pasien mampu :
4. Mengenali halusinasi yang di Bantu pasien mengenal halusinasi:
alaminya menyebutkan Isi, isi, waktu, frekuensi, situasi
5. Mengontrol halusinasinya waktu, frekuensi, pencetus, perasaan saat terjadi
6. Mengikuti program pengobatan situasi pencetus, halusinasi
secara optimal perasaan Latih mengontrol halusinasi dengan
memperagakan cara cara: menghardik. Tahapan tindakan
dalam mengontrol berupa:
halusinasi - Jelaskan cara menghardik
- peragakan cara menghardik
- minta pasien memperagakan
ulang
- pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
- masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah …. pertemuan SP2
pasien mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
Menyebutkan Tanyakan program pengobatan
kegiatan yang sudah jelaskan pentingnya penggunaan
dilakukan obat pada pasien dengan halusinasi
Menyebutkan jelaskan akibat bila tidak rutin
manfaat dari program melakukan pengobatan sesuai
pengobatan program
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
jelaskan akibat bila putus obat
jelaskan cara mendapatkan obat/
berobat
jelaskan pengobatan dengan prinsip
5B
latih pasien minum obat
masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah …. pertemuan SP3
pasien mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan
menyebutkan 2)
kegiatan yang sudah latih berbicara/ bercakap dengan
dilakukan orang lainsaat halusinasi muncul
memperagakan cara masukan dalam jadwal kegiatan
bercakap-cakap pasien
dengan orang lain
Setelah …. pertemuan SP4
pasien mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2
Menyebutkan & 3)
kegiatan yang sudah Latih kegiatan agar halusinasi tidak
dilakukan muncul, dengan tahapan:
Membuat jadwal - jelaskan pentingnya aktivitas
kegiatan sehari-hari teratur untuk mengatasi halusinasi
dan memperagakanya - diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
- latih pasien melakukan aktivitas
- susun jadal sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
(mulai bangun pagi –tidur malam)
Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan reinforcement terhadap
perilaku pasien yang (+)
Keluarga mampu: Setelah … pertemuan, SP1
keluarga mampu
Merawat pasien di rumah dan menjelaskan tentang identifikasi masalah keluarga dalam
menjadi system pendukung yang halusinasi merawat pasien
efektif untuk pasien jelaskan tentang halusinasi, berupa:
- pengertian halusinasi
- jenis halusinasi yang di alami
pasien
- tanda & gejala halusinasi
- cara merawat pasien halusinasi
(caraberkomunikasi pemberian
obat & pemberian aktivitas
kepada pasien)
sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau
bermain peran cara merawat
rencana tindak lanjut keluarga,
jadwal jeluarga untuk merawat
pasien
Setelah …. pertemuan SP2
pasien mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
Menyelesaikan Latih keluarga merawat pasien
kegiatan yang sudah RTL keluarga/ jadwal keluarga
dilakukan untuk merawat pasien
memperagkan cara
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
merawat pasien
Setelah …. pertemuan SP3
pasien mampu :
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP2)
Menyebutkan Latih keluarga merawat pasien
kegiatan yang sudah RTL keluarga/ jadwal keluarga
dilakukan untuk merawat pasien
memperagkan cara
merawat pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …. pertemuan SP4
pasien mampu :
Evaluasi kemampuan keluarga
Menyebutkan Evaluasi kemampuan pasien
kegiatan yang sudah RTL keluarga: Follow Up dan
dilakukan rujukan
Melaksanakan Follow
Up rujukan
Nama
Tanggal Nama&
No. & Evaluasi
& Jam Implementasi Paraf
paraf
Identifikasi:
- kebersihan diri
- berdandan
- Makan
- BAB/BAK
jelaskan pentingnya kebersihan diri
jelaskan alat dan cara kebersihan diri
masukan dalam jadwal kegiatan pasien
b. FASE KERJA
(kaji keluhan utama)
“Ibu Tina, apa yang Ibu rasakan saat ini ? (menjawab malas mandi), oh begitu, mengapa Ibu Tina malas untuk mandi? apa
yang membuat Ibu malas untuk mandi? mengapa saat ini ibu malas untuk mandi? apa yang ibu Tina ingin lakukan ketika
malas mandi?” dari pada teteh merasa terus-terusan malas apa mau saya jelaskan pentingnya kebersihan diri dan saya
jelaskan alat dan cara membersihan diri? Baik.
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Klien (subjektif) :
“Bagaimana perasaan ibu Tina setelah kita berbincang-bincang dan mendengarkan penjelasan pentingnya kebersihan
diri, alat apa saja yang digunakan dan bagaimana cara membersihan diri?”
2) Waktu :
“Berapa lama Ibu punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya besok? Bagaimana kalo 10 sampai 15 menit
saja? Besok jam 08.00 WIB pagi sehabis makan pagi”
3) Tempat :
“Dimana ibu mau berbincang-bincang besok? Bagaimana kalau tempatnya di sini lagi?”
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seseorang yang menderita skizofrenia tipe hebefrenik, disebut juga disorganized type
atau kacau balau yang ditandai dengan gejala-gejala Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang
kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya, Alam perasaan (mood) affect yang datar
tanpa ekspresiserta tidak serasi, Perilaku dan tertawa kekanak kanakan (giggling), senyum
yang menunjukan rasa puas diri atau senyum yang dihaytati sendiri.
B. Saran
Kami berharap setelah apa yang kami kemukakan dapat diambil manfaatnya oleh
semua yang membacanya, khususnya kepada para mahasiswa dan mahasiswi Universitas
Aisyiyah Bandung. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. (2013), Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publising.
Keliat, B.A. & Pawirowiyono, A. (2015). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Edisi 2.
Jakarta : EGC