Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI BEHAVIORAL
Makalah ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran
Bimbingan Konseling Keluarga

Dosen Pengampu:

Fadhil Hardiansyah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok I

1. Firu Ikhsani 1904030002


2. Reni Oktaviani 1904032013
3. Robi Nur Hakiki 1904031012
4. Sayidatun Nangimah 1904031013

JURUSAN BIMBINGAN PENYUHAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO LAMPUNG
T.A.1441 H/2020 M
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Behaviour


Nama pendekatan dalam konseling ini adalah pendekatan Behavioral.
Pendekatan Behavioral merupakan pendekatan klinis yang dapat digunakan
untuk menangani bermacam-macam gangguan, dalam bermacam-macam
setting khusus, dan dengan bermacam-macam kelompok populasi. Para
teoretikus behaviorisme telah memberikan perhatian besar terhadap empati
yang dihubungkannya dengan kondisi perkembangan anak. Namun, hingga
akhir penelitian Bandura tentang pembelajaran sosial, pengertian relationship
dan empati tidak terlihat sebagai sesuatu yang menonjol dalam pendekatan-
pendekatan riset mereka. Mereka justru lebih tertarik untuk membahas konsep
pembelajaran sosial (social learning). Pendekatan-pendekatan dalam penelitian
Bandura memungkinkan hubungan yang berorientasi terhadap diri sendiri.
Proses pembelajaran sosial memang hasil dari suatu proses interaksional,
namun menurut Bandura hal itu dilakukan untuk tujuan meningkatkan kondisi
diri.Para tokoh behaviorisme tertarik untuk menghubungkan empati dengan
perilaku menolong yang diawali dengan sebuah pertanyaan mendasar “
mengapa orang menolong “. Untuk menjawab pertanyaan ini mereka
menjelaskan dengan berpijak pada teori classical conditioning dari Ivan
Pavlov, yaitu perilaku menolong merupakan hasil dari pembelajaran sosial,
yang meliputi conditioning (pembiasaan), modeling (keteladanan), dan insight
(pemahaman).
Menurut Gerald Gorey, terapi tingkah laku adalah penerapan aneka
ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.
Konseling behaviour adalah salah satu teknik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh dororngan dari
dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dilakukan
melalui proses belajar agar orang bisa bertindak dan bertingkah laku lebih
efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut belajar.
Sedangkan menurut Krumboltz dan Thoresen, konseling behaviour
adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah belajar
dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu
orang (klien) belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu
dalam proses belajar dengan menerapkan kondisi yang sedemikian rupa
sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan  masalahnya.
Jadi konseling behaviour adalah proses membantu klien dalam mengubah
perilaku yang menyimpang agar lebih baik.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata
perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat
berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang
diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa
menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak
sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang
tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan
Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman
dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih
buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut
penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif
(positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respon.
 
B. Tokoh-tokoh Aliran Behaviur
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang
tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi saraf yang
disebut sambungan saraf antara stimuli (S) dan respon (R). Agar tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat sertamelalui percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus
dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan
kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang
akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru
agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana
itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,
serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah
rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
a. Hakikat Tingkah Laku
Konseling behavioral berpandangan, bahwa tingkah laku manusia
pada dasarnya:
1. Tingkah laku manusia diperoleh melalui belajar dan kepribadian
adalah hasil proses belajar. Belajar merupakan suatu perubahan
perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari latihan atau
pengalaman.
2. Tingkah laku manusia tersusun dari respons-respons kognitif, motorik
dan emosional terhadap stimulus yang datang baik dari internal
maupun eksternal.
3. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh variabel-variabel kompetensi,
setrategi dan susunan pribadi, harapan-harapan, nilai stimulus, sistem
dan rencana pengaturan diri.
b. Prinsip Belajar
Tingkah laku manusia dapat dilihat dari aspek kondisi yang
menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku setelah terbentuk
dengan anticedent yang disebut dengan consequence.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
1. Pembiasaan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang
menghasilkan satu respon. Misalnya bayi merespon suara keras
dengan takut.Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu
stimulus yang menghasilkan banyak respon. Pengondisian operan
memberikan penguatan positif yang bisa memperkuat tingkah laku.
Sebaliknya penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku.
Munculnya perilaku akan semakin kuat apabila diberikan penguatan
positif dan akan menghilang apabila dikenai hukuman.
2. Peniruan, yaitu orang tidak memerlukan reinforcement agar bisa
memiliki tingkah laku melainkan ia meniru. Syarat dalam meniru
tingkah laku yaitu:
1) Tingkah laku yang ditiru memang mampu untuk ditiru oleh
individu yang   bersangkutan.T
2) ingkah laku yang ditiru adalah perbuatan yang dinilai publik
positif.
 
C. Kepribadian Manusia dalam Pandangan Behaviour
Dalam pandangan behaviour, kepribadian manusia itu pada hakikatnya
adalah perilaku. Perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap
pengalamannya berupa interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Tidak
ada manusia yang sama, karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman
yang berbeda dalam kehidupannya. Kepribdian seseorang merupakan cerminan
dari pengalamannya, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya.
 
D. Perilaku Bermasalah dalam Konseling Behaviour
Perilaku bermasalah dalam pandangan behaviour adalah sebagai
perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu
perilaku yang tidak sesuai yang diharapkan. Perilaku yang salah penyesuaian
terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Behaviorisme
memandang perilaku bermasalah adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak
sesuai dengan tuntunan lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya berbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah
laku negatif dari lingkungannya.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah
laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
E. Tujuan Konseling Behaviour
Tujuan konseling behaviour adalah untuk memperoleh perilaku yang
diharapkan, menghilangkan perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan dan belajar berperilaku yang lebih
efektif.
 
F. Ciri-Ciri Konseling Behaviour
Adapun ciri-ciri konseling behaviour adalah sebagai berikut:
1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karena itu dapat dirubah
2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat
membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-
prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan
dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungannya.
3. Keefektifan dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-
perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
4. Prosedur-prosedur konseling tidak statis, tetap atau ditentukan
sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu
memecahkan masalah khusus.
 
G. Peran Konselor dalam Konseling Behaviour
Konselor behaviour memiliki peran yang sangat penting dalam
membantu klien. Wolpe mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor,
yaitu bersikap menerima, mencoba memahami klien, dan apa yang
dikemukakannya.
Dalam hal ini menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk
mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan
sebagai guru yang membantu klien melakukan teknik-teknik modifikasi
perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai.
 
H. Hubungan Klien dan Konselor dalam Konseling Behaviour
1. Wolpe (menyatakan bahwa pembentukan hubungan pribadi yang baik
adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik. Peran
konselor yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi penguatan, para
konselor tidak dicetak untuk memainkan peran yang dingin dan
impersonal yang mengerdilkan mereka menjadi mesin-mesin yang
terprogram yang memaksakan teknik-teknik kepada klien yang mirip
robot.
Di dalam konseling behavioral harus ada keterlibatan antara
konselor dan klien baik dalam menyepakati tujuan, tingkah laku yang
diharapkan, maupun di dalam proses konseling. Unsur-unsur hubungan
personal itu adalah kehangatan, antusiasme, sikap permisif, penerimaan,
empati, dan wajar.
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas seperti kehangatan,
antusiasme, sikap permisif, penerimaan, empati dan wajar memang
merupakan kondisi-kondisi yang diperlukan, tetapi tidak cukup bagi
kemunculan perubahan tingkah laku dalam proses terapeutik. Maka
hubungan antara konselor dan klien ada beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu:
(1) Konselor memahami dan menerima klien.
(2) Keduanya bekerja sama.
(3) Konselor memberikan bantuan dari arah yang diinginkan klien.

I. Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya
proses belajar tersebut. Deskripsi langkah-langkah konseling sebagai berikut :
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya,
kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku
penyesuaian, dan area masalahnya). Konselor mendorong klien untuk
mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.
Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana
yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan
klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam
konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil
konseling
c. Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
a) Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien.
b) Apakah tujuan itu realistic.
c) Kemungkinan manfaatnya.
d) Kemungkinan kerugiannya
Konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan
menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali
tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik
konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan
konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai
dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah
dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang,
dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan
dapat dibentuk.
 
J. Teknik Konseling
Konseling behavioral memiliki sejumlah teknik spesifik yang
digunakan untuk melakukan pengubahan perilaku berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai. Berikut beberapa teknik spesifik yang disampaikan para ahli:
1. Desensitisasi sistematis,
merupakan salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam
terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan
pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah
laku yang hendak dihapuskan itu. desensitisasi diarahkan pada mengajar
klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan
kecemasan. Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik
relaksasi. Dengan ini klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan
keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan
yang dibayangkan. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari
yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam.
2. Terapi impolsif
konselor memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan,
klien membayangkan situasi, dan konselor berusaha mempertahankan
kecemasan klien. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika
seseorang secara berulang-ulang membayangkan stimulus sumber
kecemasan dan konsekuensi yang diharapkan tidak muncul, akhirnya
stimulus yang mengancam tidak memiliki kekuatan dan neurotiknya
menjadi hilang.
Dalam teknik ini klien dihadapkan pada situasi penghasil keemasan
secara berulang-ulang dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan
tidak muncul, maka kecemasan tereduksi atau terhapus. Klien diarahkan
untuk membayangkan situasi yang mengancam.

1. Latihan perilaku asertif


latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan
untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Dengan
latihan asertif maka diharapkan klien mampu mengungkapkan
keinginannya.
2. Kontrak perilaku,
didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk
perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai
dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi
perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa
konsekuensi akan muncul.
3. Token Economy
Dalam token economy, tingkah laku yang layak dapat diperkuat dengan
kekuatan-kekuatan yang bisa diraba yang nantinya bisa ditukar dengan
objek-objek yang diingini. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang
diinginkan, akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar
untuk memelihara tingkah laku yang baru. Dan untuk teknik token economy
itu adalah untuk mempertahankan perilaku yang adaptif dengan
memberikan sesuatu kepada klien setelah melakukan konseling.
 
K. Prosedur-Prosedur Pengembangan Tingkah Laku Baru
Di samping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada
dua metode lain yang penting untuk mengembangkan pola tingkah laku baru
yakni shaping dan modelling.
1. Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku
yang kompleks, bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang
kompleks ini dapat diajarkan melalui proses “shaping” atau “successive
approximations” (menguatkan komponen-komponen respon final dalam
usaha mengarahkan subyek kepada respon final tersebut), beberapa tingkah
laku yang mendekati respon terminal. Bila guru membimbing siswa menuju
pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah
menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut
shaping. Reinforcement dan extinction merupakan alat agar terbentuknya
tingkah laku operant baru.
Frazier dalam menyampaikan penggunaan shaping untuk
memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah
perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:
 Datang di kelas pada waktunya.
 Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
 Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.
 Mengerjakan pokerjaan rumah
Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah
laku orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak
dipelajari melalui modeling atau imitasi, sehingga kadang-kadang disebut
belajar dengan pengajaran langsung. Pola bahasa, gaya pakaian, dan musik
dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang lain. Modelling dapat
terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan “vicarious
reinforcement”. Misalnya, seseorang yang menjadi idola kita menawarkan
produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa memakai
produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk
melakukannya. Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar
pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model (orang
tuanya). Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga
mengatakan, bahwa dia telah mengerjakan sebagaimana yang telah
dikerjakan orang tuanya.
Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan
akademis dan motorik.
Clarizio memberi contoh bagus tentang bagaimana guru
menggunakan modelling untuk mengembangkan minat murid-murid
terhadap literatur bahasa Inggris. la memberi contoh membaca buku bahasa
Inggris kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum, mengerutkan
dahi dan sebagainya, untuk membangkitkan minat anak terhadap buku itu.
Modelling bisa diterapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun
orang lain atau anak lain yang sebaya sebagai model dari suatu tingkah laku,
mungkin pelajaran Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan lain-lain. Berkaitan
dengan pengajaran keterampilan motorik dan akademis, misal siswa diajak
ke suatu tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh anak atau
menghadirkan model tersebut ke dalam kelas atau sekolah.
 
L. Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku
1. Memperkuat Tingkah Laku Bersaing
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan
penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan-kegiatan
kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-
kelakuan menentang, melamun, dan hilir mudik. Contohnya, sekelompok
siswa yang memperlihatkan tingkah laku yang tidak diinginkan, yaitu
menarik rambut, mengabaikan perintah guru, berkelahi, berjalan sekeliling
kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru
melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan
memuji tffingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk
mengajar. Dalam beberapa waktu, social reinforcement untuk tingkah laku
yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
2. Ekstinksi
Ekstinksi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk
tidak mendapat reinforcement lagi. Ekstinksi dilakukan dengan
membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstinksi
dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan
social reinforcement”. Misalnya, Ana salah seorang siswi kelas tiga yang
selalu mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk
menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian pada Ana
yang ingin menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak
mau lagi mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk
menjawab pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.
Ekstinksi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian.
Apabila murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi
guru akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
3. Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan
perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh:
seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak
merokok sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan.
4. Perubahan Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi
stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika suatu tugas yang sulit
mengecewakan murid, maka guru dapat mengganti dengan tugas yang
kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua orang murid yang melamun, guru
dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.
5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan
di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang
tak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan
murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh
murid. Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak
pantas lebih efektif daripada tidak menghukum. Ada dua bentuk hukuman:
 Pemberian stimulus derita, misalnya: bentakan, cemoohan, atau
ancaman.
 Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil kembali suatu
mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama teman-
temannya. 
DAFTAR PUSTAKA
 
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:
CV. Rajawali
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable.
Jakarta: Depdikbud
Ormrod, Jeanne Ellis . 2012 . Psikologi Pendidikan . United States of
America : Pearson Education.
Slavin, Robert E . 2008 . Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik .
Jakarta : PT.Indeks.

Anda mungkin juga menyukai