Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

OLEH :

BAIQ RIZKI HANDAYANI

NPM. 020.02.1105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2021
LAPORAN PENDAHULIAN
STROKE

KONSEP DASAR TEORI


1. Pengertian
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala yang hilangnya
fungsi sistem syaraf pusat fokal (atau gejala global), yang berkembang cepat (dalam
detik atau menit).

2. Etiologi
Menurut (Mutaqqin, 2008) stroke diklasifikasikan menjadi 2, berdasarkan proses
terjadinya dan etiologi yaitu :
a. Stroke hemoragik
Disebabkan oleh pecahnya pembulu darah ke otak pada area otak tertentu.
Biasanya terjadinya saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Pendarahan otak dibagi
dua, yaitu :
1) Pendarahan intraserebral :

Pecahnya pembulu darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi


mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk masa yang menekan
jaringgan otak, menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena hemiasi otak.

2) Perdarahan subaranoid :
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembulu darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak.
3. Faktor Resiko

a. Hipertensi
Hipertensi dapat disebabkan arterosklerosis pembulu darah serebral, sehingga
pembulu darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian
pecah atau menimbulkan pendarahan.
b. Penyakit kardiovaskuler
Misalnya emblisme serebral dari jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal
jantung kongestif, MCI, hiportemi ventrikel kiri.

c. Diabetes melitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga terjadi
mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjadi asteroklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyambut dan terjadi iskemia, iskemia
menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
d. Merokok
Pada perekok akan timbul plaque pada pembulu darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke.

e. Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak
dan kardiak aritmi serta kelainan motilitas pembulu darah sehingga terjadi emboli
serebral.

f. Peningkatan kolestrol
Peningkatan kolestrol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis dan terbentuknya
emboli lemak sehinggga aliran darah lambat termasuk ke otak, maka perfusi otak
menurun.
g. Obesitas
Pada obesitas kadar kolestrol tinggi, selain itu dapat mengalami hipertensi karena
terjadi gangguan pada pembulu darah. Keadaan ini berkontribusi pada stroke.
h. Arterosklerosis
i. Kontasepsi

j. Riwayat kesehatan keluarga stroke

Umur (insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur) Faktor usia tua
menjadi stroke diketahui bahwa usia semakin tua semakin besar pula resiko terkena
stroke.hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena adanya
plak.
4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada stroke akan muncul sebagai peringatan dini/ awal, temuan secara
umum, dan gangguan khusus setelah stroke.
a. Peringatan dini/ awal
Beberapa jenis stroke mempunyai tanda-tanda peringan dini yang disebut serangan
iskemik jangka pendek/ TIA. Manifestasi dari iskemik stroke yang akan terjadi
termasuk hemiparesis transien (tidak permanen), kehilangan kemampuan berbicara, dan
kehilangan sensori setengah/ hemisensori.
b. Temuan secara umum
Temuan secara umum dari setroke yang tidak berhubungan dengan bagian pembulu
darah yang khusus termasuk sakit kepala, muntah, kejang, perubahan status mental,
demam, dan perubahan pada status elektrokardiogram (EKG).
c. Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia (paralisi)
Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia (paralisi) dari satu bagian dari tubuh
bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke
arteri serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak
yang mengontrol gerakan (saraf motorik) dari korteks bagian depan.
d. Disatria
Menelan adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara. Klien dengan disatria paham dengan bahasa yang diucapkan
seseorang teteapi mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas dalam
pengucapannya.
e. Disfagia
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan beberapa fungsi dari saraf
kranial Selama aktivitas menelan, lidah menggerakan gumpalan makanan kearah
orofaring. Faring akan terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot faringeal akan
mengirim makanan dari faring ke esofagus.
f. Ataksia
Ataksia adalah kondisi yang mempengaruhi integritas motorik komples. Hal ini bisa
berakibat terjadinya stroke di beberapa bagian otak. Klien dengan apraksia tidak bisa
melakukan beberapa keterampilan seperti berpakaian walaupun mereka tidak lumpuh .
g. Perubahan penglihatan
Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan dikontrol oleh beberapa bagian
dalam otak. Stroke pada lobus pariental atau temporal bisa menggangu jaringan
penglihatan dari saluran optik ke korteks oksipital dan menganggu ketajaman
penglihatan.

h. Hemianopia Homonimus
Hemianopia Homonimus adalah kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang
sama dari lapang pandang dari setiap mata. Jadi, klien hanya bisa melihat setengah dari
penglihatan normal.
i.Penurunan sensorik
Beberapa tipe dari perubahan sensori dapat terjadi karena stroke pada jalur pariental
yang disuplai oleh arteri serebral anterior atau bagian tengah. Penurunan ini terjadi pada
bagian sisi kontralateral tubuh dan bisanya disertai dengan hemiplegia atau hemiparisis.

j. Perubahan prilaku
Otak dapat dikatakan sebagai pengontrol emosi. Ketika otak tidak berfungsi sebagai
mana mestinya, reaksi dan respon emosi menghambat fungsi kontrol tersebut.
Perubahan perilaku setelah stroe adalah hal yang sering terjadi.

5. Patofisiologi
Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke
area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat
atau cepat) pada gangguan local (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons .
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

6. Komplikasi
Hematoma intraserebral dapat disebakan oleh pecahnya aneurisma atau stroke
hemoragik, yang menyebabkan cedera otak sekunder ketika tekanan intrakranial
meningkat (Corwin, 2009).
 Tahap perawatan akut

 Vasospasme

 Trenformasi hemoragik

 TIK

 Edema serebral : baik edema etotosik maupun vasogenetik.

 Herniasi otak
 Edema polmonal neurolagik setelah peningkatan TIK

 Kejang

 Hedrosefalus

 Difusi jantung akibat stroke

 Emboli paru

 Aspirasi setelah difusi orofaring

 Pneumonia aspirasi

 Infeksi nosokomial

 Hipoventilasi

 Iskemia miokardial

 Artimia jantung .

 Trombosis vena profunda

 Konstipasi.
6. Pathway
7.Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

1. Menstabilkan tanda-tanda vital : Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu


lakukan pengisapan lendir dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan
trakeotomi, membantu pernafasan.

2. Mengontrol tekanan darah berdasrakan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki


hipotensi dan hipertensi.

3. Menemukan dan memperbaiki aritma jantung.

4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

5. Menempatka klien dalam posisi yang tepat, harus di lakukan secepat mungkin klien
harus diubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

6. ROM.

7. Pengobatan konservatif

8. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan tetapi pada
tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

9. Dapat diberi histamin, aminohilin, asetazolamid.

10. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. Abtigregasi trombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang
terjadi sesudah ulserasi altroma.

11. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya


trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular.

12. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.

13. Revaskularis terutama merupakan tindakan pembedahan dan memanfaatkannya


paling dirasakan oleh
B. Konsep Proses Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan suatu rentan pemikiran dan pelaksanaan kegiatan yang


diajukan untuk mengumpulkan data/ informasi, analisis data, dan pentuan
permasalahan/ diagnosis keperawatan. Pengkajian keperawtan merupakan fase
pengumpulan data dari proses keperawatan (Ali, 2009).
 Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga dan
pengkajian psikososial.
 Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, almat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam , nomer
register, dan diagnosis medis.
 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering sekali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang beraktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain
 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, riwayat diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi orang yang lama,
obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti anti-
hipertensi, anti-lipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat sekarang dan merupakan data dasar
untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada keluarga yang menderita hipertensi, diabetes militus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
 Pengkajian psikososial spiritual
Pengkajian pikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respon emosi, terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti
ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola presepsi dan konsep
diri menunjukkan klien merasa tak berdaya tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasa mengalami kesulitan
untuk akan mendukung adatasi pada gangguan neurologis di dalam sistem
dukungan individu.
 Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1 – B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dengan
keluhan-keluhan klien.
Keadaan klien umunnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yang sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
1. B1 (Breating)
Pada insfeksi dilakukan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis,
pengkajian inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan bunyi nafas tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada kerdiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >
200mmhg)
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai difisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembulu darah mana yang tersumbat). Ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
 Pengkajian tingkat kesadaran
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringan perubahan dalam
kewaspadaan dan kesejahteraan.
 Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemister.
a. Fungsi inteklektual
Didapatkan prnurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka panjang,
maupun jangka pendek. Penurunan kemapuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan berbedaan yang tidak begitu nyata.
b. Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang mempengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada posterior dari
ginus temporalis superior (are brocha) didapatkan disfagia aksprektif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan bicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertangguang jawab untuk
menghasilakan bicara.apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
c. Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak.disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah klien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, demam, dan kurang
kerjasama.
d. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemifarise sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai keretanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifarise kiri, mengalami
hemifarise kanan, perilaku lambat sangat hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia globab, afasia, dan mudah frustasi.
e. Peningkatan saraf kranial : Pemeriksaan ini meliputi saraf kranial I – XII.

 Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelianan pada fungsi penciuman.

 Saraf II

disfungsi prespsi visual karena gangguan jenis sensori primer diantara


mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual- sepinal (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spinal) sering terjadi pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.

 Saraf III, IV, dan VI


jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi
yang sakit.

 Saraf V

pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis trigeminius,


penurunan kemampuan koordinasi gerakan menguyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan ekstrenus.

 Saraf VII

presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, dan otot


wajah tertarik ke bagian sisi sehat.

 Saraf VIII : tidak ditemukan adanya konduktif dan tuli prespsi.

 Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka


mulut.

 Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

 Saraf XII : lebih simetris, terdapat devisi pada satu sisi dan fikulasi, srta
indera pengecapan normal.

 Pengkajian sistem motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atau (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol vokunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
1. Inteksi umum

Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparisis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.

2. Fasikulasi : Didapatkan pada otot-otot ekstermitas


3. Tonus otot : Didapatkan meningkat

4. Kekuatan otot

Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit
didapatkan singkat 2

5. Keseimbangan koordinasi

Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparise dan hemiplegia.

6. Peningkatan refleks

Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan


reflek patologis.

7. Pemeriksaan profunda

Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.

8. Pemeriksaan refleks patologis

Pada fase akut refleks patologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fatologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis gerakan involuter

 Pengkajian sistem sensorik


Dapat terjadi hemiparise. Pada persepsi terdapat ketidak mampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual- spinal
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spinal) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengiterpretasikan stimulai visual, taktil, dan auditorius.
 Pemeriksaan diagnostik

a. Angiografi serebral : membantu menurunkan penyebab dari stroke secara spesifik


seperti pendarahan anteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
pendarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal fungsi : tekanan yang meningkat disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukan adanya hemoragik pad subharakonoid atau pendarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menujukan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada pendarahan yang masif, sedangkan pendarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) suaktu hari-hari pertama.
c. CT SCAN : pemindaian ini memperlihatkan secara fisik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infrak atau iskemik, dan posisinya secara pasti. hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar kepermukaan otak.
d. MRI : MRI (magnetic imaging resonace) merupakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/ luas terjadinya pendarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
e.USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
f. EEG : pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan labolatorium :
 Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarah yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari pertama.

 Pemerijsaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglekimia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg didalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.

 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelain pada daerah itu (Mutaqqin,
2008).

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas, dan jelas tentang
respon klien terhadap masalah kesehatan atau penyakit tertentu yang aktual dan potensial
karena ketidak tahuan, ketidak mampuan klien untuk mengatasinya sendiri, yang
membutuhkan tindakan keperawatan untuk mengatasinya (Ali, 2008).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan stroek meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhungan dengan interupsi aliran darah :
gangguan okulasi, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dangan keterlibatan neurovaskuler;


kelemahan, parastesia, flaksid, dan paralisi hipotonik (awal), paralisis spatis,
kerusakan preseptual atau kognitif.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, penurunan


kekuatan, dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot, kerusakan
perseptual atau kognitif, nyeri atau ketidak nyamanan, dan depresi.

d. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual


kognitif.

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman keterbatasan kognitif,


kesalahan interpetasi informasi, kurang meninggat dan tidak mengenal sumber
informasi.
3. Perencanaan keperawatan
perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan perawatan yang akan
dilakukan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Ali, 2009).

No Diagnosis Tujuan Dan intervensi Rasional


Kriteria Hasil

1 Perubahan perfusi Kriteria Hasil : 1. Tentukan faktor 1. Mempengaruhi


jaringan serebral a.Mempertahankan yang berhubungan intervensi. Kerusakan tanda atau
berhubungan tingkat kesadaran dengan keadaan gejala neurologis atau kegagalan
dengan : membaik, fungsi atau penyebab memperbaikinya setelah fase awal
a. Interupsi aliran kognitif, dan khusus selama memerlukan tindakan untuk
darah: gangguan motorik atau sensori penurunan perfusi melakukkan pemantauan terhadap
okulasi, hemoragi, serebral dan peningkatan TIK.
vasospasme b.Mendemostrsikan potensial
serebral, dan tanda-tanda vital terjadinya 2. Mempengaruhi
edema serebral stabil dan tidak peningkatan TIK tingkat kesadaran, resiko
adanya tanda-tanda peningkatan TIK, mengerahui
b. Perubahan suhu peningkatan TIK 2. Observasi dan lokasi, luas, dan kemajuan atau
kulit warna biru catat status resolusi kerusakan SSP.
atau ungu. c. Menujukkan tidak neurologis sesering Menunjukkan TIA yang merupakan
ada kelanjutan mungkin dan tanda terjadi trombosis CVS baru.
c. Perubahan kekambuhan bandingkan dengan
tingkat kesadaran, keadaan 3. a) Variasi terjadi karena
kehilangan d. Mempertahankan normalnya. tekanan atau trauma serebral pada
memori. penurunan tanda daerah vasomotor otak. Hipertensi
dan gejala 3. Observasi tanda- atau hipotensi postural dapat
d. Defisit memori kerusakan jaringan. tanda vital seperti : menjadi presipitasi. Hipotensi terjadi
bahasa, intelaktual a) . Adanya karana syok (kolaps sirkulasi
dan emosi hipotensi, vaskular). Peningkatan TIK terjadi
dibandingkan hasil karena edema, formasi berkuan
e. Perubahan yang terbaca pada darah. Tersumbatnya arteri subklavia
tanda-tanda vital kedua lengan ditandai adanya perbedaan tekanan
Frekuensi dan irama pada kedua lengan
jantung auskultasi b). Perubahan terutama bradikardia
adanya murmur. terjadi akibat kerusakan otak,
b). Catat pola dan distatria dan murmur pertanda
irama dari adanya penyakit jantung yang
pernafasan, periode menjadi pencetus CSV (seperti
apnea setelah stroke setelah IM)
pernapasan cheyne-
stroke. c) Ketidakteraturan pernafasan
mengambarkan lokasi kerusakan
4. Evaluasi pupil, serebral atau peningkatan TiK dan
catat ukuran, bentuk, kebutuhan untuk intervensi
kesamaan, dan selanjutnya
reaksinya terhadap
cahaya. 4. Reaksi pupil diataur oleh saraf
kranial okulomotor (III) berguna
5. Catat perubahan menentukan apakah batang otak
dalam penglihatan, masih baik.
seperti adanya
kebutaan, gangguan 5. Gangguan penglihatan yang
lapang pandang, spesifik mencerminkan daerah
atau kedalaman otak yang terkana,
persepsi mengidentivikasi keamanan yang
harus mendapat perhatian dan
6. Kaji fungsi-fungsi mempengaruhi intervensi
yang lebih tinggi,
seperti fungsi bicara. 6. Perubahan dalam isi kognitif dan
bicara merupakan indikator dari
7. Letakkan kepala lokasi atau derajat gangguan
dengan posisi agak serebral dan meningkatkan
ditinggalkan dan penurun atau peningkatan TIK
dalam posisi
anatomis (netral) 7. Menurunkan tekanan arteri
dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi atau
perfusi serebral.

2 Kerusakan Kriteria Hasil : 1. Kaji kemampuan 1. Mengidentifikasi kekuatan atau


mobilitas fisik a.Mempertahankan secara fungsional kelemahan dapat memberikan
berhubungan posisi optimal dari atau lunasnya informasi menegani pemulihan.
dengan : fungsi yang kerusakan awal 2. .Menurunkan resiko truma atau
a. Keterlibatan dibuktikan oleh dengan cara yang iskemia jaringan.
neuromuskular : tidak adanya teratur. 3. Mempertahankan ekstensi
kelemahan, kontraktur. pinggul fungsional, tetapi akan
parastesia, flaksid/ 2. Ubah posisi meningkatkan ansientasi
paralisis hipotonik b. Mempertahankan/ minimal setiap 2 jam terutama kemampuan klien
(awal), paralisis meningkatkan untuk bernapas.
spastis. kekuatan dan fungsi 3.letakkan dalam 4. Meminimalkan attrofi otot,
b. Kerusakan bagian tubuh yang posisi terlungkep meningkatkan sirkulasi, dan
perseptual/ kognitif terkena atau satu dua kali sehari mencegah kontraktur.
kompensasi sesuai kemampuan 5. Mencegah kontraktur atau foot
klien drop paralisis flaksid
c.Mendemostrasika mengganggu kemapuan
n teknik atau 4.Lakukan latihan menyangga kepala
perilaku yang rentang gerak aktif 6. Selama paralisis flaksid,
memungkinkan pada ekstermitas. penggunaan penyangga
melakukan aktivitas menurunkan risiko sbluksasi
5.Anjurkan lengan dan sindrom bahu lengan
d. Mempertahankan melakukan latihan 7. Kontraktur fleksi terjadi akibat
integritas kulit. quadrisep, meremas otot flektor lebih kuat
bola karet, serta dibandingkan dengan otot
melebarkan jari ekstensor.
tanagan dan kaki. 8. Menceggah adduksi bahu dan
fleksi siku
6. Sokong 9. Meningkatkan aliran balik vena
ekstermitas dalam dan mencegah edema
posisi fungsional 10. Mempertahankan posisi
fungsional
7. Gunakan
penyangga lengan
saat berada dalam
posisi tegak, sesuai
indikasi

8. Evaluasi
penggunaan alat
bantu untuk
penggunaan posisi
selama periode
paralisis spastik

9. Tempatkan bantal
di bawah aksila
untuk melakukkan
abduksi pada tangan.

10. Tinggikan tangan


dan kepala

10. Posisikan lutut


dan panggul dalam
posisi ekstensi

3 Gangguan Kriteria Hasil : 1. Kaji kempuan dan 1. Membantu dalam mengantisipasi


perawatan diri a.Mendemostrasika tingkat kekurangan atau merencanakan pemenuhan
berhubungan n teknik/ perubahan (skala 0 – 4) untuk kebutuhan secara individual
dengan: gaya hidup untuk kebutuhan sehari- 2. Klien dapat menjadi sangat
a. Kerusak memenuhi hari. bergantung meskipun bantuan yang
neurovaskuler, kebutuhan 2. Hindari diberikan bermanfaat dalam
penurunan perawatan diri melakukan sesuatu mencegah frustasi
kekuatan dan untuk kilen yang 3. Klien akan memerlukan empati,
ketahanan, b. Melakukan dapat dilakukkan tetapi perlu untuk mengetahui
kehilangan kontrol/ aktifitas perawatan klien sendiri, tetapi perwat yang akan membantu klien
koordinasi otot. diri dalam tingkat berikan bantuan secara konsisten
b. Kerusak kemampuan diri sesuai kebutuhan. 4. Meningkatkan persaan makna diri
presptual/ kognitif 3. Pertahankan meningkatkan kemandirian dan
c. Nyeri/ c. Mengidentifikasi dukungan, sikap mendorong klien untuk berusaha
ketidaknyamanan sumber pribadi atau yang tegas. Beri secara kontinu.
d. Depresi komunitas klien cukup 5. a) Klien akan dapat melihat untuk
memberikan nwaktu untuk memakan makanannya.
bantuan sesuai mengerjakan b) Dapat menangani diri dari
kebutuhan tugasnya. meningkatkan. Kemampuan dan
4. Berikan umpan harga diri
balik yang positif
untuk setiap usaha
yang dilakukan
atau keberhasilan.
5. Buat rencana
terhadap gangguan
penglihatan yang
ada, seperti :
a) Letakan makanan
dan alat lainnya di
sisi klien yang tidak
sulit.
b) Gunakan alat
bantu pribadi

5. Kurang Kriteria Hasil : 1. Evaluasi tipe 1. Defisit mempengaruhi


pengetahuan a.Meminta atau derajat dari pilihan metode pengajaran
berhubungan informasi gangguan presepsi dan isi instruksi
dengan : b. Pertayaan sensori 2. Membangun harapan
a. Kurang kesalahan 2. Diskusiakn realitas meningkatkan
pemahaman informasi keadaan patologis pemahaman keadaan dan
b. Keterbatasan c.Ketidak kukurang yang khususnya kebutuhan saat ini
kognitif, mengikuti intruksi dan kekuatan pada 3. Meningkatkan pemahaman
kesalahan d. Terjadinya individu memberikan harapan pada
intrepretasi komplikasi yang 3. Tinjau ulang masa datang dan
informasi, tidak dicegah keterbatasan saat menimbulkan harapan dari
kurang ini dan diskusiakan ketrbatasan hidup secara
mengiggat rencana atau normal
c. Tidak mengenal melakukan kembali 4. Berbagai tingkat bantuan
sumber aktivitas perlu direncanakan
informasi 4. Diskusikan berdasarkan pada kebutuhan
rencana untuk individu
memenuhi 5. Memberikan penguatan
kebutuhan visual dan sumber rujukan
perawatan diri setelah sembuh
5. Berikan 6. Memberikan bantuan untuk
intruksi dan jadwal Menyokong ingatan dan
tertulis mengenai meningkatkan perbaikan
aktivitas, dalam keterampilan daya
pengobatan dan pikir
faktor lainnya. 7. Stimulasi yang beragam
6. Anjurkan dapat memperbesar
klien merujuk obat gangguan proses berfikir
pada daftar atau 8. Beberapa klien mengalami
catatan yang ada, cara pengambilan keputusan
dari pada hanya yang memanjang dan
bergantung pada berprilaku implusif
apa yang diingat
7. Sarankan
klien membatasi
stimulasi
lingkungan selama
kegiatan
8.
Rekomendasikan
klien untuk
meminta bantuan
dalam proses
pemecahan masalah
memvalidasi
keputusan sesuai
kebutuhan

4. Pelaksanaan keperawatan
Menurut dinarti (2009), implementasi adalah proses keperawatan yang terdiri
dari rangkaian aktivitas keperawatan dari hari kehari yang harus dilakukan dan
didokumentasikan dengan cermat, menilai perkembangan pasien terhadap pencapain
tujuan atau hasil yang diharapkan dan dicatat di catataan keperawtan yang spesifik.
Tindakan dan respon pasien tersebut langsung di catat dalam format tindakan
keperawatan. Adapun dalam implementasi pada pasien stroke adalah :
a. Memperbaiki perfusi jaringan serebral

b. Meningkatkan mpbilitas fisik

c. Mempertahankan komunikasi yang efektif baik verbal maupun non verbal

d. Memenuhi kebutuhan nutrsi

e. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi prespsi

f. Memperbaiki perawatan diri

g. Memperbaiki pola BAB

h. Memperbaiki pola BAK

i. Meningkatkan kebersihan jalan nafas


j.Mempertahankan integritas kulit

k. Mengurangi kecemasan klien dan keluarga


5. Evaluasi keperawatan
Menurut Ratna Aryani (2009), evaluasi keperawatan adalah perbandingan yang
sistematik dan terencana tentang kesehatan klien. Evaluasi keperawatan di catat
disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa
keperawatan meliputi data subjektif (S) dan data objektif (O) sampai perencanaan ulang
berdasarkan hasil analisa data, semua dicatat pada formulir catatan perkembangan. Jenis
evaluasi ada dua jenis : evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi
terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan.evaluasi
proses dilakukan untuk membantu kefeektifan terhadap tindakan.
Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi respon ( jangka panjang) terhadap tujuan,
dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan terhadap kemajuan ke arah
tujuan atau hasil akhir yang diinginkan. Kegiatan yang ingin dilakukan dalam tahap ini
adalah mengidentifikasi kriteria hasil, mengevaluasi pencapaian tujuan, dan memodifikasi
rencana keperawatan, evaluasi mencangkup semua tahap dalam proses keperawatan,
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi itu sendiri. Dari kedua evaluasi itu sendiri.
a. Pervusi jaringan serebral teratasi

b. Mobilitas fisik terpenuhi


c. Komunikasi efektif

d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

e. Penurunan kesadaran tidak terjadi

f. Perawatan diri terpenuhi

g. Pola BAK teratasi

h. Pola BAB teratasi

i. Kebersihan jalan nafas efektif

j. Integritas kulit elastis

k. Kecemasan berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. 2009. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan, edisi 8. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 12. Jakarta : EGC.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.

Mickey & Patricia. 2006. Keperawatan Gerontik, edisi 2. Jakarta : EGC.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, edisi 3. Jakarta : EGC.

Riyadi, Sujono. 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai