Anda di halaman 1dari 21

METODE PENGUKURAN BESARAN FISIS BUMI

(METODE POLARISASI TERINDUKSI, POTENSIAL DIRI,


RADAR)

disusun sebagai salah satu syarat


untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

Dosen Pengampu:
Dr. Khumaedi, M.Si
Dr. Suharto Linuwih, M.Si

Disusun Oleh:
Indah Beti Lestari (0402519013)
Ninda Yera Setyo N (0402519034)

PENDIDIKAN IPA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “metode
pengukuran besaran fisis bumi (metode polarisasi terinduksi, potensial diri, radar)”. Penyusunan
makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk memenuhi mata kuliah Ilmu
Pengetahuan Bumi dan Antariksa di Universitas Negeri Semarang.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada


Yth:
1. Dr. Suharto Linuwih, M.Si dan Dr. Khumaedi, M.Si selaku Dosen Ilmu Pengetahuan
Bumi dan Antariksa.
2. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.
3. Rekan-rekan satu rombel yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Semarang, 30 November 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bumi sebagai tempat tinggal manusia secara alami menyediakan sumber daya alam yang
berlimpah. Keterbatasan ilmu untuk mengolah sumber daya alam tersebut memang menjadi
kendala bagi kita untuk melakukan eksplorasi terhadap kekayaan alam yang kita miliki tersebut.
Sehingga kita merasa perlu untuk mempelajari cara atau metode untuk mengungkap suatu
informasi yang terdapat di dalam perut bumi. Salah satu cara atau metode untuk memperoleh
informasi tersebut adalah dengan menggunakan metode survei geofisika. Survei geofisika yang
sering dilakukan selama ini antara lain metode gravitasi (gaya berat), magnetik, seismik, geolistrik
(resistivitas) dan elektromagnetik. Metode yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Metode
Polarisasi Terinduksi, Potensial Diri dan Radar.
Metode polarisasi terinduksi (Induced Polarization) atau IP merupakan salah satu jenis
metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan metode yang memanfaatkan sifat kelistrikan.
Metode ini memanfaatkan sifat kelistrikan batuan, dalam hal ini sifat konduktivitas dan
polarisasinya. Oleh karena sifat polarisi banyak terjadi pada batuan yang mengandung logam yang
konduktif, Maka metode IP banyak digunakan untuk eksplorasi mineral logam dan air tanah.
Metode potensial diri (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang prinsip kerjanya
adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang berada di kelompok titik-titik
di permukaan tanah. Potensial diri umumnya berhubungan dengan perlapisan tubuh mineral
sulfida (weathering of sulphide mineral body), perubahan dalam sifat-sifat batuan (kandungan
mineral) pada daerah kontak - kontak geologi, aktifitas bioelektrik dari material organik, korosi,
perbedaan suhu dan tekanan dalam fluida di bawah permukaan dan fenomena-fenomena alam
lainnya.
Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo
berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and ranging. Secara harfiah, artinya alat
pelacak bumi dengan menggunakan gelombang radio. Komponen GPR untuk pengukuran kondisi
bawah permukaan biasanya terdiri dari control unit, antena transmitter dan receiver dan tempat
penyimpanan data (komputer/ laptop). Mode konfigurasi antena transmitter dan receiver pada
GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka beberapa masalah yang dapat di rumuskan
dan akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Metode Polarisasi Terinduksi
2. Metode Potensial Diri
3. Metode Radar

1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian tersebut, secara terperinci tujuan dari makalah ini adalah:
1. Menguasai Metode Polarisasi Terinduksi secara kritis dan objektif.
2. Menguasai Metode Potensial Diri secara kritis dan objektif.
3. Menguasai Metode Radar secara kritis dan objektif.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Metode Polarisasi Terinduksi


Metode polarisasi terinduksi (Induced Polarization) atau IP merupakan salah satu jenis
metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan metode yang memanfaatkan sifat kelistrikan.
Metode ini memanfaatkan sifat kelistrikan batuan, dalam hal ini sifat konduktivitas dan
polarisasinya. Oleh karena sifat polarisi banyak terjadi pada batuan yang mengandung logam yang
konduktif, Maka metode IP banyak digunakan untuk eksplorasi mineral logam dan air tanah.
Metode IP selalu dilakukan bersama dengan metode resistivity atau geolistrik. Hal ini karena pada
konfigurasi, pengiriman arus dan pengukuran tegangan keduanya mempunyai kesamaan. Yang
membedakan adalah frekuensi sumber yang digunakan.
Prinsip kerja metode IP secara sederhana adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam
bumi melalui 2 buah elektroda arus, efek polarisasi yang timbul akibat adanya mineral logam
dalam batuan kemudian diukur dengan 2 buah elektroda potensial. Jika arus listrik tersebut diputus
tiba-tiba, seharusnya tegangan juga akan langsung berharga nol. Dalam kenyataanya tegangan
menurun bertahap secara exponensial, kemudian untuk selang waktu tertentu (beberapa detik atau
menit) tegangan akan menjadi nol. Efek inilah yang disebut dengan polarisasi terinduksi. Sifat
medium yang polarizable sehingga saat arus listrik dihentikan masih terdapat beda potensial di
dalam bahan yang kemudian akan hilang secara meluruh. Polarizable adalah suatu bahan yang
mampu menyimpan arus listrik saat arus sudah dihentikan. Selama dialiri arus, maka terjadi
penyimpanan energi yang dapat berupa energi mekanis, listrik atau kimia. Energi kimia tersebut,
menyebabkan efek polarisasi terinduksi yaitu polarisasi membran (electrokinetic) dan polarisasi
elektroda (over voltage). Pada pengukuran IP kedua efek tersebut tidak dapat dibedakan. Jenis-
jenis polarisasi dapat terbagi menjadi 2 diantaranya adalah polarisasi elektroda dan polarisasi
membran.
1. Polarisasi Elektroda
Aliran arus listrik pada batuan sangat dipengaruhi ada tidaknya larutan elektrolit yang
mengisi pori-poribatuan sebagai media penghantar. Adanya partikel mineral logam di
dalam tubuh batuan yang bereaksi dengan larutan elektrolit akan menghasilkan beda
potensial. Beda potensial ini terjadi karena proses pengkutuban antara ion-ion dalam batuan
yang sering disebut Potensial diri atau self potential. Mineral logam bersifat konduktif
sehingga pada tubuh mineral dapat mengalirkan arus listrik dengan sangat baik. Pada saat
arus listrik dialirkan pada batuan yang memiliki partikel mineral logam, kesetimbangan
antarion menjadi terganggu yang mengakibatkan muatan positif dan negatif akan
terakumulasi pada sisi-sisi bidang batas mineral membentuk sepasang elektroda (Gambar
2).Akumulasi muatan ini menyebabkan penumpukan muatan yang menghasilkan beda
potensial baru akibat penambahan muatan listrik dalam hal ini biasa disebut Overvoltage.

Gambar 1. (a) Distribusi ion yang membentuk potensial diri,


(b) polarisasi yang terjadi saat injeksi arus

Dalam mekanisme ini potensial yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih besar dari
potensial yang terjadi pada reaksi elektrolit. Penumpukan muatan ini membentuk semacam
“kapasitor” dimana pada saat arus listrik dimatikan muatan tersebut tertahan sesaat
sebelum akhirnya kembali pada posisi sebenarnya. Lamanya waktu yang dibutuhkan
muatan untuk kembali keposisi semula ini yang akan dideteksi sebagai peluruhan potensial
yang akan menjadi parameter dalam pengukuran IP.
2. Polarisasi Membran
Pada batuan energi listrik yang tersimpan erat kaitannya dengan proses elektrokimia yang
terjadi. Proses elektrokimia adalah proses reaksi atau perubahan kimia yang terjadi karena
adanya arus listrik. Polarisasi membran terjadi karena keberadaan mineral lempung dalam
suatu batuan.

Gambar 2. Pengembangan polarisasi membran yang terkait dengan,


(a) penyempitan di dalam saluran antara butiran mineraldan partikel lempung bermuatan
negatif, (b) filemen fibrosa berserat disepanjang sisi saluran.

Pada permukaan mineral lempung atau filamen fibrosaberserat terjadi penumpukan muatan
negatif. Akibatnya terjadi penumpukan muatan positif pada permukaan mineral lempung
yang membentuk semacam awan positif sedangkan muatan negatif tertolak menjauhi
bidang batas permukaanmineral lempung (Gambar 2).
Apabila arus listrik dialirkan, maka muatan positif akan bergerak mengikuti arah medan
listrik tetapi muatan negatif akan terakumulasi pada arah positif sehingga menghambat arus
listrik yang menghasilkan perbedaan konsentrasi muatan. Saat arus listrik di matikan,
muatan-muatan yang menumpuk akan kembali pada posisi semula, hal ini yang
menyebabkan terjadinya polarisasi listrik dalam frekuensi yang kecil dan biasa disebut efek
normal IP.
Hubungan antara overpotensial dan rapat arus listrik adalah sebagai berikut :

dimana J rapat arus total, Jo rapat arus dalam keadaan reversibel, F konstanta Faraday, z
jumlah pertukaran elektron dan fraksi energi. Ada dua kondisi, untuk overpotensial kecil, harga
overpotensial berbanding lurus dengan rapat arus total. Untuk overpotensial besar, besarnya
berbanding dengan harga ln rapat arus totalnya.
Kelebihan metode IP dibandingkan dengan metode yang lain, adalah dapat dideteksi
adanya mineral-mineral sulfida yang letaknya tersebar dan tak teratur (disseminated). Dengan
demikian maka metode ini cocok sekali digunakan untuk melokalisir dan memperoleh cadangan
mineral sulfida yang berasosiasi dengan bijih besi, emas, dan bijih logam yang lainnya.

2.2 Metode Potensial Diri


Metode potensial diri (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang prinsip kerjanya
adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang berada di kelompok titik-titik
di permukaan tanah. Potensial diri umumnya berhubungan dengan perlapisan tubuh mineral
sulfida (weathering of sulphide mineral body), perubahan dalam sifat-sifat batuan (kandungan
mineral) pada daerah kontak - kontak geologi, aktifitas bioelektrik dari material organik, korosi,
perbedaan suhu dan tekanan dalam fluida di bawah permukaan dan fenomena-fenomena alam
lainnya.
2.2.1 Potensial Diri Alam
Aktivitas elektrokimia dan mekanik adalah penyebab dari Potensial Diri (SP) di permukaan
bumi. Faktor pengontrol dari semua kejadian ini adalah air tanah. Potensial ini juga berhubungan
erat dengan pelapukan yang terjadi pada tubuh mineral, variasi sifat batuan (kandungan mineral),
aktivitas biolistrik dari bahan organik, karatan (proses korosi), gradien tekanan, panas dalam
permukaan cairan, serta fenomena lain dari alam yang proses kejadiannya mirip. Prinsip
mekanisme yang menghasilkan potensial diri ini adalah proses mekanik serta proses elektrokimia.
Pertama adalah proses mekanik yang menghasilkan potensial elektrokinetik atau disebut dengan
streaming potential. Sedang yang lainnya adalah proses elektrokimia, proses ini menghasilkan
potensial liquid junction, potensial serpih dan potensial mineralisasi.
2.2.2 Potensial elektrokinetik
Potensial elektrokinetik (electrofiltration atau streaming atau electromechanical potential)
yang bernilai kurang dari 10 mV dibentuk sebagai akibat adanya sebuah elektrolit yang mengalir
melalui medium yang berpori atau kapiler. Besarnya resultan beda potensial antara ujung gayanya
adalah:

dengan ε adalah konstanta dielektrik dari elektrolit ( farad/m), ρ resistivitas dari elektrolit (Ωm), η
viskositas dinamik dari elektrolit (Ns/m2), δP perbedaan tekanan (Nm2), dan ξ potensial zeta
(potensial yang muncul pada lapisan padat dan cair) (volt).
2.2.3 Potensial difusi
Jika konsentrasi elektrolit dalam tanah bervariasi secara lokal, maka perbedaan potensial akan
muncul sebagai akibat perbedaan mobilitas anion dan kation dalam larutan yang konsentrasinya
berbeda. Potensial ini disebut potensial difusi (liquid juntion atau difision potential). Besarnya
potensial ini adalah:

dengan Ia dan Ic adalah mobilitas anion (+ve) dan kation (-ve), R konstanta gas (8,314 JK-1 mol-
1), T temperatur absolut (K), n ion valensi, F konstanta faraday (96487 Cmol-1), c1 dan c2
konsentrasi larutan (mol).
2.2.4 Potensial nernst
Potensial nerst (shale) terjadi ketika muncul perbedaan potensial antara 2 logam identik
yang dicelupkan dalam larutan yang homogen dan konsentrasi larutan masing-masing elektroda
berbeda. Besarnya potensial ini diberikan oleh persamaan potensial difusi dengan syarat bahwa Ia
= Ic

Kombinasi antara potensial difusi dan potensial nerst disebut potensial elektrokimia atau diri atau
potensial statik.
2.2.5 Potensial mineralisasi
Bila 2 macam logam dimasukkan dalam suatu larutan homogen, maka pada logam tersebut
akan timbul beda potensial. Beda potensial ini disebut sebagai potensial kontak elektrolit. Pada
daerah yang banyak mengandung mineral, potensial kontak elektrolit dan potensial elektrokimia
sering timbul dan dapat diukur dipermukaan dimana mineral itu berada, sehingga dalam hal ini
kedua proses timbulnya potensial ini disebut juga dengan potensial mineralisasi. Potensial
mineralisasi bernilai kurang dari 100 mV. Elektron ditransfer melalui tubuh mineral dari agen
pereduksi di bawah muka air tanah menuju agen pengoksidasi di atas muka air tanah (dekat
permukaan). Tubuh mineral sendiri tidak berperan secara langsung dalam reaksi elektrokimia,
tetapi bertindak sebagai konduktor untuk mentransfer elektron.
Jadi prinsip dasarnya adalah potensial mineralisasi timbul jika kondisi lingkungan didukung oleh
adanya proses elektrokimia sehingga dapat menimbulkan potensial elektrokimia di bawah
permukaan tanah. Pada sedimen air laut mempunyai potensial diri antara -100 mV sampai dengan
-200 mV.
2.2.6 Mekanisme Potensial Diri Pada daerah Mineralisasi
Prinsip dasar dari metode potensial diri adalah pengukuran tegangan statis alam (Static
Natural Voltage) pada permukaan tanah. Orang yang pertama kali menggunakan metode ini adalah
untuk menentukan daerah yang mengandung mineral logam. Setelah keberhasilan metode ini
kemudian banyak orang untuk mencari mineral-mineral logam yang berhubungan dengan mineral-
mineral sulfida, grafit, magnetit. Berawal dari inilah maka banyak pakar geofisika berusaha untuk
mengungkap mekanisme dari fenomena potensial mineralisasi. Mekanisme dari polarisasi spontan
pada daerah mineral belum seluruhnya dimengerti, meskipun ada berbagai teori dikembangkan
untuk mengungkapnya. Sato dan Mooney mengusulkan alasan lain dan teori yang lengkap dari
potensial mineralisasi, yang antara lain mengatakan bahwa pada tubuh mineral terjadi reaksi
setengah sel elektrokimia dimana anoda berada di bawah air tanah. Pada anoda terjadi reaksi
oksidasi, maka anoda merupakan sumber arus sulfida yang berada di bawah permukaan tanah,
sulfida mengalami oksidasi dan reduksi yang diakibatkan oleh H2O dan O2 di dalam tanah. Sato
dan Mooney menggambarkan aliran-aliran ion dan elektron mengalir di sekitar sulfida dan di
dalam sulfida. Jika suatu sulfida, misalnya pirit (FeS2) di dalam tanah, maka akan timbul reaksi
sebagai berikut:
Untuk sulfida yang tertanam di dalam air tanah berlaku:
FeS2 + 2H2O Fe(OH)2 + 2S + H+ + 2e-
Oleh karena jumlah H2O di sini berlebih, maka Fe(OH)2 yang terbentuk masih bereaksi lagi
menjadi:
Fe(OH)2 + H2O Fe(OH)3 + H+ + e-
Jika reaksi-reaksi ini berlangsung terus, maka di sekitar sulfida akan banyak mengandung ion-ion
H+, hal ini mengakibatkan terjadinya aliran ion negatif ke arah bawah (tertariknya ion-ion OH- dari
atas air tanah oleh H+ membentuk H2O). Jika jumlah ion-ion H+ yang terjadi banyak, maka akan
mencapai daerah di atas air tanah, dan ditarik oleh O2 untuk membentuk H2O dengan persamaan
reaksinya sebagai berikut:
4H+ + O2 + 4e- H2O
Pada umumnya e- diambil dari dalam tubuh sulfida (FeS2). Hal ini mengakibatkan adanya aliran
ion-ion positif dari atas ke bawah (di luar tubuh sulfida) dan aliran elektron dari bawah ke atas (di
dalam tubuh sulfida). Untuk H2O yang terjadi di daerah atas air tanah akan bereaksi dengan sulfida
tersebut, menjadi:
FeS2 + 2H2O Fe(OH)2 + 2S + H+ + 2e-
Karena jumlah H2O nya di daerah ini tidak berlebihan, maka tidak akan terjadi Fe(OH)3, sehingga
Fe(OH)2 yang terjadi akan terurai menjadi:
Fe(OH)2 Fe++ + 2(OH)-
Jika jumlah Fe++ yang terjadi banyak, maka akan dapat mencapai daerah di bawah permukaan air
tanah, dan bereaksi dengan H2O menjadi:
Fe++ + 3H2O Fe(OH)3 + 3 H+ + e-
Dengan adanya reaksi ini akan mempercepat bertambahnya jumlah ion-ion H+ di daerah tersebut.
Jika jumlah Fe++ itu tidak banyak, maka akan berubah menjadi:
Fe++ Fe+++ + e-
Teori Sato dan Mooney mengasumsikan bahwa daerah sulfida seharusnya merupakan penghantar
yang baik untuk dapat membawa elektron dari suatu kedalaman ke daerah dekat permukaan tanah.

Gambar 3. mekanisme polarisasi pada mineral

2.2.7 Komponen Data Potensial Diri


Data potensial diri yang diperoleh dari lapangan merupakan gabungan dari tiga komponen
data dengan panjang gelombang yang berbeda, yaitu potensial diri noise (SPN), Efek topografi
(Topographic Effect (TE)), dan SP sisa atau residu (residual SP (SPR)). SP noisedicirikan dengan
panjang gelombang yang pendek dan gradiennya yang curam. Karena SPN hanya disebabkan oleh
sumber yang ada di permukaan. Penyebab SPN antara lain: potensial aliran skala kecil, potensial
aliran difusi serta aktivitas akar tumbuh-tumbuhan. Amplitudo SPN sangat tergantung pada
vegetasi maka nilai amplitudonya menjadi tinggi di hutan yang lebat, nilainya berkurang di hutan
biasa dan amplitudonya rendah pada tanah terbuka. Hasil pengukuran SP ke arah naik (up hill)
menunjukkan harga potensial yang semakin positif. Sedangkan pada keadaan lainnya untuk
pengukuran ke arah turun (down hill) berkurang. Keadaan di atas dinamakan efek topografi.
Penyebab TE adalah adanya medan aliran potensial oleh karena aliran air dari tempat yang tinggi.
SP sisa dicirikan oleh panjang gelombang yang relatif panjang dan gradiennya relatif landai.
Komponen inilah yang mempunyai hubungan dengan litologi bawah tanah.
2.2.8 Dasar Penafsiran Anomali SP
Dalam perumusan anomali self potensial yang disebabkan oleh mineral di bawah
permukaan bumi, model penyebab anomali dapat didekati dengan model bola.

Gambar 4. Parameter-parameter mineral untuk bola dua dimensi dan anomali self potensial yang
dimilikinya.

Bola mineral yang tertanam dalam tanah dianggap sebagai suatu mineral yang merupakan sumber
anomali potensial diri yang terletak pada kedalaman h serta memiliki sudut polarisasi α. Untuk
setiap titik-titik di permukaan tanah (hasil penampang melintang pada peta kontur tegangan sama),
besar potensial di titik-titik tersebut yang berada disekitar bola terpolarisasi dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut:
dengan V(x) merupakan potensial yang terukur di titik x (volt), M merupakan momen dipole listrik
(volt), x titik-titik pada potongan melintang pada peta kontur, α sudut polarisasi (o), dan h
kedalaman titik pusat bola dari permukaan tanah (m).

2.3 Metode Radar


2.3.1 Prinsip Dasar GPR
Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo
berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and ranging. Secara harfiah, artinya alat
pelacak bumi dengan menggunakan gelombang radio. Komponen GPR untuk pengukuran kondisi
bawah permukaan biasanya terdiri dari control unit, antena transmitter dan receiver dan tempat
penyimpanan data (komputer/ laptop). Mode konfigurasi antena transmitter dan receiver pada
GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila transmitter dan
receiver digabung dalam satu antena sehingga tidak ada jarak pemisah sedangkan mode bistatik
bila kedua antena memiliki jarak pemisah.

Gambar 5. Skema Ground Penetrating Radar


Fungsi dari masing – masing komponen tersebut adalah:
1. Control unit berfungsi untuk membangkitkan sinyal pemicu secara serempak ke
transmitter dan receiver. Pulsa-pulsa ini mengontrol transmitter dan receiver dalam
menghasilkan bentuk gelombang dari pulsa yang dipantulkan. Komputer akan memberikan
informasi lengkap bagaimana prosedur yang harus dilakukan. Selain itu, Control Unit akan
menyimpan track dari tiap posisi dan waktu. Serta menyimpan data mentah dalam sebuah
buffer sementara dan pada saat dibutuhkan dapat diambil dan ditransfer langsung ke
komputer.
2. Antena transmitter membangkitkan pulsa gelombang EM pada frekuensi tertentu sesuai
dengan karakteristik antena tersebut (10 Mhz-4Ghz). Unit ini menghasilkan energi
elektromagnetik dan mengirimnya pada daerah sekitar yang akan diobservasi. Energi
dalam bentuk pulsa ini dipindahkan ke bagian antena, kemudian ditransform dan diperkuat
tergantung pada frekuensi yang dipakai.
3. Receiver mengkonversi sinyal yang diterima antena ke bentuk nilai integer. Unit ini diatur
untuk melakukan scan yang dapat mencapai 32 – 512 scan per detik. Setiap hasil scan
ditampilkan pada layar monitor yang disebut juga radargram, sebagai fungsi waktu two-
way time travel time, yaitu waktu tempuh gelombang EM menjalar dari transmitter – target
– receiver.
Antena tranmitter dan receiver merupakan tranduser yang mengkonversi arus listrik pada
elemen metal antena yang mentransmisikan gelombang elektromagnetik untuk merambat ke
material. Antena meradiasikan energi elektromagnetik ketika ada perubahan akselerasi arus pada
antena. Sistem GPR dikontrol secara digital dan data direkam untuk post-survey processing dan
display. Kontrol digital dan bagian display sistem GPR biasanya terdiri dari mikroprocessor,
memori, dan medium penyimpanan untuk menyimpan data pengukuran lapangan. Sebuah micro-
computer dan sistem operasi standar digunakan untuk mengontrol proses pengukuran, menyimpan
data, dan mengeset interface yang ditentukan oleh pengguna.
Data GPR diambil di sepanjang lintasan dan secara simultan direkam pada hard drive.
Ketika gelombang radar menemui diskontinuitas struktural (contohnya keretakan, kekosongan
atau perbedaan sifat material yang drastis), sebagian dari gelombang tersebut akan dipantulkan
dan akan membentuk impuls sekunder. Impuls tersebut kemudian ditangkap oleh antena receiver
dan kemudian direkam berupa data pengamatan, dan jika data tersebut diinterpretasikan secara
benar, maka data tersebut akan menunjukkan struktur bawah permukaan dari benda/material yang
ingin kita amati.
Ketika data diambil secara terus-menerus, skala horizontal pada radargram ditentukan oleh
kecepatan gerakan antena atau roda bertali (hip chain) yang terikat pada tempat tertentu di awal
lintasan. Skala vertikal adalah interval rekaman kedalaman yang diatur pada sampling frekuensi.
Interval rekaman mempresentasikan two-way travel time maksimum yang direkam. Travel time
GPR kemudian dikonversikan ke kedalaman (depth conversion) dengan kalibrasi terhadap objek
yang telah diketahui kedalamannya atau dengan melakukan common midpoint stack dengan antena
bistatik di sekeliling reflektor datar dan memisahkan antara transmitter dan receiver.
Respon dari sistem radar berhubungan dengan filter dari antena transmitter dan receiver
dan respon target berhubungan dengan refleksi objek bawah permukaan (subsurface).
Pendeteksian GPR selanjutnya adalah masalah penginderaan dan pengukuran target menggunakan
sinyal masukan (input signal) yang telah diketahui dan melakukan analisis sinyal keluaran (output
signal) yang diobservasi.
Kemampuan penetrasi GPR tergantung pada frekuensi sinyal, efisiensi radiasi antena dan
sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi yang tinggi akan menghasilkan resolusi
yang tinggi dengan kedalaman penetrasinya terbatas, sebaliknya sinyal radar dengan frekuensi
rendah akan menghasilkan penetrasi kedalaman yang jauh tetapi resolusinya rendah.
Frekuensi gelombang radar yang dipancarkan dapat diatur dengan mengganti antena.
Dimensi antena bervariasi dengan frekuensi gelombang radar, sebagai misal antena 1 Ghz
berukuran 30 cm sedangkan antena 25 MHz mempunyai panjang 6 m (Astutik, 2001). Pemilihan
frekuensi yang digunakan tergantung pada ukuran target, aproksimasi range kedalaman dan
aproksimasi maksimum kedalaman penetrasi seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Metode GPR berlandaskan pada Persamaan Maxwell yang merupakan perumusan hukum-
hukum alam yang mendasari semua fenomena elektromagnetik. Perumusan Maxwell terdiri dari
empat persamaan medan, masing-masing dapat dipandang sebagai hubungan antara medan dan
distribusi sumber (muatan atau arus) yang bersangkutan.
Persamaan Maxwell untuk medium isotropic heterogen dirumuskan sebagai berikut:

dimana
E : medan listrik
H : medan magnet
J : rapat arus listrik
σ : konduktifitas
Dengan menerapkan operasi curl pada persamaan Maxwell maka diperoleh :

Dengan menggunakan persamaan Maxwell diatas, dapat diturunkan persamaan gelombang


elektromagnetik sebagai berikut:

2.3.2 Gelombang Radar


Fenomena yang terjadi karena gangguan lokal pada suatu besaran fisis dan adanya
perambatan gangguan dalam medium sekitarnya disebut sebagai gelombang. Gangguan tersebut
dapat berupa osilasi kedudukan partikel, osilasi tekanan atau kerapatan massa dalam medium
bersangkutan, dan osilasi medan listrik atau magnet yang berasal dari osilasi arus atau osilasi rapat
muatan listrik. Untuk gelombang elektromagnet, perambatan gangguan lokal tersebut selalu
berlangsung dalam medium material.
Kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh impuls radar bergantung dari frekuensi
yang dipakai serta pada resistivitas bahan. Semakin tinggi frekuensi radar yang digunakan, akan
semakin rendah daya tembus gelombang radar tersebut, Dan semakin rendah frekuensi radar yang
dipakai, akan semakin tinggi daya tembus gelombang radar tersebut. Ketika merambat dalam
material, gelombang radar tersebut juga mengalami pengurangan yang berbanding lurus dengan
konduktivitas dielektrik bahan tersebut.
Radiasi elektromagnetik yang direfleksikan material bergantung pada kontras konstanta
dielektrik relatif perlapisan-perlapisan yang berdekatan. Jika kontras tersebut besar, maka jumlah
energi gelombang radar yang direfleksikan juga besar. Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai
perbandingan energi yang dipantulkan dan energi yang datang. Besarnya R ditentukan oleh kontras
kecepatan dielektrik relatif dari medium. Dalam semua kasus magnitudo R berada pada rentang
±1. Bagian energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R, sedangkan daya koefisiensi refleksi sama
dengan R2.
Amplitudo koefisien refleksi diberikan oleh persamaan berikut:

dengan V1, V2 adalah kecepatan gelombang radar pada lapisan 1 dan 2 (V1 < V2), dan ε1, ε2
adalah konstanta dielektrik relatif (εr) dari lapisan 1 dan lapisan 2.
Kecepatan gelombang radar dalam beberapa medium tergantung pada kecepatan cahaya di
udara (c = 300 mm/ns), konstanta dielektrik relatif (εr) dan permeabilitas magnetik relatif (μr = 1
untuk material non magnetik). Selain itu, kecepatan radar tergantung pada jenis bahan dan
merupakan fungsi dari permitivitas relatif bahan. Kecepatan gelombang radar dalam material (Vm)
diberikan oleh persamaan (Reynolds,1997) berikut:

dimana :
c = 300 mm/ns = Kecepatan cahaya di udara
εr = konstanta dielektrik relatif
μr = Permeabilitas magnetik relatif
P = σ/ωε (loss factor)
Untuk material dengan loss factor rendah (P ≈ 0), maka berlaku persamaan
Di bawah ini merupakan rentang harga kecepatan gelombang radar beberapa material
Tabel 2.2 Kecepatan dan konstanta dielektrik berbagai medium
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Prinsip kerja metode IP secara sederhana adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam
bumi melalui 2 buah elektroda arus, efek polarisasi yang timbul akibat adanya mineral
logam dalam batuan kemudian diukur dengan 2 buah elektroda potensial. Jika arus listrik
tersebut diputus tiba-tiba, seharusnya tegangan juga akan langsung berharga nol. Dalam
kenyataanya tegangan menurun bertahap secara exponensial, kemudian untuk selang waktu
tertentu (beberapa detik atau menit) tegangan akan menjadi nol. Efek inilah yang disebut
dengan polarisasi terinduksi.
2. Metode potensial diri (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang prinsip kerjanya
adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang berada di kelompok
titik-titik di permukaan tanah. Potensial diri umumnya berhubungan dengan perlapisan
tubuh mineral sulfida (weathering of sulphide mineral body), perubahan dalam sifat-sifat
batuan (kandungan mineral) pada daerah kontak - kontak geologi, aktifitas bioelektrik dari
material organik, korosi, perbedaan suhu dan tekanan dalam fluida di bawah permukaan
dan fenomena-fenomena alam lainnya.
3. Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo
berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and ranging. Secara harfiah, artinya
alat pelacak bumi dengan menggunakan gelombang radio. Komponen GPR untuk
pengukuran kondisi bawah permukaan biasanya terdiri dari control unit, antena transmitter
dan receiver dan tempat penyimpanan data (komputer/ laptop). Mode konfigurasi antena
transmitter dan receiver pada GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode
monostatik yaitu bila transmitter dan receiver digabung dalam satu antena sehingga tidak
ada jarak pemisah sedangkan mode bistatik bila kedua antena memiliki jarak pemisah.
DAFTAR PUSTAKA

Indriana, R.D., M.I. Nurwidyanto, K.W. Haryono. 2007. Interpretasi Bawah Permukaan dengan
Metode Self Potential Daerah Bledug Kuwu Kradenan Grobogan. Berkala Fisika, 10(3).

Setiarini, A., S. Linuwih, & Khumaedi. 2018. Identifikasi Mineral Mangan Menggunakan Metode
Polarisasi Terinduksi di Desa Pucung Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri.
Dinamika Rekayasa, 14(2).

Yatini, & Suyanto, I. 2008. Eksplorasi Batu Besi dengan Metode Polarisasi Terinduksi di Ujung
Langit, Kabupaten Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan
Iagi Ke-37 Hotel Horison Bandung.

Anda mungkin juga menyukai