Abstrak
Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia berkembang dengan cepat, besarnya perana
korporasi dalam mendorong terlaksananya proses pencucian uang perlu mendapatkan perhatian
serius dari pemerintah, namun sulitnya mengidentifikasi keterlibatan korporasi merupakan kendala
dalam memberantas tindak pidana pencucian uang, akibatnya Indonesia tidak pernah menjerat
korporasi sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang, oleh karena itu undang-undang tentang
tindak pidana pencucian uang perlu memertajam pengaturan mengenai pertanggungjawaban
pidana korporasi dalam tindak pidana pencucian uang.
Permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah : Bagaimana kebijakan formulasi
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2010 dan bagaimana
kebijakan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana pencucian uang di masa
yang akan datang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode yuridis
normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis.
Data dalam penelitian ini yaitu, peraturan perundang-undangan, dan bahan pustaka.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaturan di masa yang akan datang
selayaknya dapat memperbaiki kelemahan dalam pengaturan yang terdapat saat ini, diperlukan
adanya pembaharuan kebijakan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Abstract
1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
3 4
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum. Kristian, Hukum Pidana Korporasi
(Jakarta: Rineka Cipta,2001), hlm.25 (Bandung: Nuansa Aulia), hal.47
4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
dalam jangka waktu yang ditentukan yang dahulunya diancam dengan pidana
maka barulah dapat diambil harta penjara/kurungan di bawa 1 tahun atau
kekayaan atau pendapatan terpidana. denda ringan atau delik-delik baru yang
Jika pengambilan kekayaan atau menurut penilaian, bobobtnya di bawah
pendapatan tidak memungkinkan maka 1 tahun penjara.
pidana denda yang tidak dibayar tersebut b. Delik yang dipandang “berat”,
diganti dengan pidana kerja sosial, yaitu delik-delik yang pada dasarnya
pidana pengawasan, atau pidana penjara, patut diancam dengan pidana penjara di
dengan ketentuan pidana denda tersebut atas 1 tahun s/d 7 tahun. Delik yang
tidak melebihi pidana denda Kategori I. dikelompokkannya di sini akan selalu
Kemudian dalam RUU KUHP dialternatifkan dengan pidana denda
2015 telah diatur pula perhitungan lebih berat dari kelompok pertama, yaitu
lamanya pidana pengganti didasarkan denda kategori III atau IV. Delik dalam
pada ukuran untuk setiap pidana denda kelompok ini ada juga yang diberi
sehingga dapat menyempurnakan hal ancaman minimal khusus.
yang tidak diatur dalam UU PPTPPU, c. Delik yang dipandang “sangat
dengan ini diharapkan tidak ditemukan berat/sangat serius”, yaitu delik yang
kesulitan lagi dalam menerapkan diancam dengan pidana penjara di atas 7
putusan hakim. tahun atau diancam dengan pidana lebih
4. Kualifikasi Delik berat (yaitu, pidana mati atau penjara
Konsep tidak lagi membedakan seumur hidup). Untuk menunjukkan sifat
tindak pidana dalam kualifikasi berupa berat, pidana penjara untuk delik dalam
“kejahatan” dan “pelanggaran”. kelompok ini hanya diancamkan secara
Kebijakan ini didasarkan pada resolusi tunggal atau untuk delik-delik tertentu
Seminar Hukum Nasional I tahun 1963 dapat dikumulasikan dengan pidana
dan hasil Lokakarya Buku II KUHP denda kategori V atau diberi ancaman
Tahun 1985.7 Walaupun konsep tidak minimal khusus.
lagi mengenal pembagian kejahatan dan B.2. Pertanggungjawaban pidana
pelanggaran sebagai suatu “kualifikasi Korporasi di Negara Perancis
delik”, namun di dalam pola kerja Hukum pidana materiil di
konsep masih diadakan Perancis sebagian besar diatur dalam
pengklasifikasian bobot delik sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
berikut:8 (KUHP). Dalam penelitian ini, diperoleh
a. Delik yang dipandang “sangat data yang berasal dari KUHP yang telah
ringan”, yaitu delik yang hanya diancam mengalami revisi sampai dengan tahun
dengan pidana denda ringan (kategori I 2002. Dalam KUHP ini diatur mengenai,
atau II) secara tunggal. Delik-delik yang antara lain sanksi pidana yang dapat
dikelompokkan di sini ialah delik-delik dikenakan pada korporasi.
Pada Pasal 131-37 diatur
7 mengenai sanksi pidana yang dapat
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ke Dua dikenakan terhadap subjek hukum
Edisi Revisi, Bandung, Citra Aditya Bakti, buatan yang melakukan kejahatan dan
2002, hlm 87 pelanggaran. 9
8
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
9
Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ke Dua Penalties for felonoies and
Edisi Revisi, Bandung, Citra Aditya Bakti, misdemeanours incurred by juridicial
2002, hlm 88 persons are:
8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
tidak dapat dikenakan denda apabila tindak pidana yang dilakukan oleh
tidak dilaporkan oleh pihak yang merasa korporasi. Mengenai pengaturan siapa
dirugikan kecuali korporasi sudah yang dapat dipertanggungjawaban
merugikan kepentingan publik. korporasi juga belum diatur secara
B.4. Pertanggungjawaban Pidana menyeluruh baik dalam KUHP maupun
Korporasi di masa yang akan dalam undang-undang diluar KUHP,
datang oleh karena itu untuk yang akan datang
Setelah melakukan perbandingan maka kebijakan tentang siapa yang dapat
dari RUU KUHP dan juga dari beberapa dipertanggungjawabkan dalam korporasi
peraturan di berbagai negara maka harus diatur dengan tegas
Undang-Undang yang akan datang Pengaturan jenis sanksi pidana
sebaiknya mengatur ruang lingkup juga perlu diatur secara tepat dan jelas
pertanggungjawaban pidana secara lebih dalam hal pemidanaan korporasi. Dalam
luas dan mengatur secara lebih tegas UU PPTPPU penjatuhan jenis sanksi
mengenai dasar pemidanaan korporasi, pidana belum diatur secara lengkap yaitu
karena seperti yang telah disebutkan belum adanya pidana pengganti untuk
diatas bahwa RUU KUHP menggunakan korporasi apabila harta kekayaan milik
doktrin identifikasi sebagai dasar korporasi yang dirampas tidak
pemidanaan, hal ini merupakan sebuah mencukupi, kemudian juga tidak diatur
batasan dalam pertanggungjawaban mengenai pengaturan maksimum pidana
pidana korporasi dikarenakan doktrin pengganti kurungan untuk personil
identifikasi mensyaratkan adanya pengendali korporasi, namun dalam
tindakan yang dilakukan oleh seseorang RUU KUHP 2015 telah diatur mengenai
dengan kedudukan yang tinggi dalam perhitungan pidana penjara pengganti
suatu korporasi agar korporasi tersebut denda untuk personil pengendali
dapat dimintakan petanggungjawaban. korporasi sehingga, hal ini sudah
Hal ini akan menjadi hambatan dalam selayaknya diatur agar penegak hukum
menarik pertanggungjawaban pidana tidak kesulitan dalam menerapkan
korporasi yang dilakukan oleh agen- putusan hakim. Selain itu juga undang-
agennya atau pelaku lapangan. Alangkah undang yang akan datang perlu mengatur
lebih baiknya apabila korporasi dapat mengenai pidana pengganti untuk
dimintakan pertanggungjawaban pidana korporasi apabila harta kekayaan
terhadap perbuatan yang bukan saja korporasi tidak mencukupi pidana denda
dilakukan oleh personil pengendali yang harus dibayar, karena apabila yang
korporasi namun juga dapat dilakukan dijerat adalah korporasi maka pidana
oleh pengurus korporasi. Oleh karena itu juga seharusnya ditujukan seutuhnya
perlu dipertimbangkan lagi doktrin mana terhadap korporasi. Oleh karena itu perlu
yang cocok dalam kemudahan adanya pembedaan pengaturan jenis
penerapannya untuk dapat menentukan sanksi pidana untuk korporasi dan untuk
kapan korporasi dapat dikatakan perseorangan, untuk itu perlu dicari
melakukan tindak pidana. kriteria tentang dasar atau alasan
Pengaturan pertanggungjawaban pembedaan tersebut, khususnya dalam
pidana korporasi dalam tindak pidana rangka menentukan kriteria atau kategori
pencucian uang perlu diatur secara tegas pidana pokok dan pidana tambahan yang
dalam peraturan peundang-undangan ditujukan untuk korporasi atau badan
nasional mengenai klasifikasi perbuatan hukum.
10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
1796740271-bab%20i- INTERNET
v%20tesis.pdf https://id.wikipedia.org/wiki/Asas_L
Ghozi, Ahmad. (2015) Analisis egalitas, Diakses pada 27 Juni
Pertanggungjawaban 2014, pukul 20.52.
Korporasi terhadap Putusan www.people.ex.ac.uk
PT. Ilhung Muliasarana. https://id.wikipedia.org/wiki/Pencuci
Penulisan Hukum Sarjana pada an_uang_Sejarah_Ringkas_UU
Universitas Indonesia Jakarta: _PP-TPPU, dikases pada 5 Mei
tidak diterbitan. 2015, pukul 04.50.
Rise Karmilia, Pengaturan http://hasanudinnoor.blogspot.co.id/2
Pertanggungjawaban Pidana 010/05/penerapan-
Korporasi Pada Ketentuan pertanggungjawaban-
Pidana di Luar KUHP, Tesis, korporasi.html diakses pada
Universitas Sumatera Utara hari Selasa 5 April 2016 pukul
(USU) 13:17 WIB
Dwidja Priyatno, Suatu Tindakan
Terhadap
Pertanggungjawaban
Korporasi Dalam Hukum
Pidana Dan Prospeknya,
Tesis S2 (Jakarta, Fakultas
Pascasarjana KPK UI-UNDIP,
1990)
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN NASIONAL DAN
INTERNASIONAL
13