Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif
yang diampu oleh Maria Putri Sari Utami,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan”
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Brunner dan Suddarth (2005) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Berdasarkan data dari
rekam medik RS Soegiri di ruang Orthopedi periode Juli 2011 sampai dengan
Desember 2012 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel,
termasuk yang mengalami fraktur panggul atau pelvis presentase sebesar 5% dan
fraktur femur sebesar 20%.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer,2001). Penanganan
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi fraktur
yaitu komplikasi awal ( kerusakan arteri, sindrome kompartemen, fat embolism
sindrome, infeksi, nekrosis avaskuler, syok). Komplikasi lama yaitu ( delayed
union, nonunion, malunion) (Arif muttaqin
2005 ).
Fraktur pelvis adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan tulang pelvis,
baik tulang pubis atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma. Fraktur
pelvis dapat menyebabkan kurang dari 5% pada semua cidera rangka, tetapi
cedera ini sangat penting karena tingginya insidensi cedera jaringan lunak yang
menyertainya dan risiko kehilangan darah yang hebat, syok, sepsis, serta sindrom
gangguan pernapasan pada orang dewasa (ARDS). Dua pertiga dari pelvis
panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma
pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, bull-bull, rektum, serta
pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10%.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan makalah tentang fraktur pelvis
diharapkan agar mahasiswa lebih mengerti tentang fraktur pelvis.
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep fraktur pelvis
2) Mengetahui asuhan keperawatan fraktur pelvis pre operasi ( Open
Reduction Internal Fixation) ORIF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Fraktur adalah rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stres
yang berlebih atau lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner dan
Suddarth, 2005).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan yang bersifat
total maupun sebagian fraktur dikenal dengan istilah patah tulang (Muttaqin,
2008).
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorsokaudal
terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke
extremitas inferior. Pelvis bersendi dengen vertebra lumbalis ke 5 di bagian atas
dan dengan cepat femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis
tersebut dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan otot.
Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, memberi tempat kepada
vesicaurinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe beserta
saraf (Prawirohardjo, 2008).
Pelvis atau panggul terdiri dari dua tulang pinggul, yang masing-masing
terdiri dari tiga tulang yang menyatu pada masa pubertas. Panggul ini melindungi
organ reproduksi wanita, kandung kemih dan perut bagian bawah. Panggul juga
membantu kita untuk berjalan dan mendukung berat tubuh pada bagian atas
(Mansjoer, 2001)
Fraktur pelvis adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan tulang pelvis,
baik tulang pubis atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma. Fraktur
pelvis dapat menyebabkan kurang dari 5% pada semua cidera rangka, tetapi
cedera ini sangat penting karena tingginya insidensi cedera jaringan lunak yang
menyertainya dan risiko kehilangan darah yang hebat, syok, sepsis, serta sindrom
gangguan pernapasan pada orang dewasa Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) yaitu kegagalan sistem pernafasan secara akut yang dapat terjadi pada
setiap orang dengan penyakit kritis, mulai dari usia 1 tahun. Dua pertiga dari
pelvis panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai
trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, bull-bull, rektum,
serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10%.
2. Patofisiologi
Patah tulang dapat tejadi karena cidera remuk, pukulan langsung atau gerakan
memuntir dengan faktor pendukung seperti osteoporosis. Apabila tekanan
eksternal datang lebih besar dari yang dapat diserang tulang, maka terjadilah
trauma tulang pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, teriosterum pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringa tulang segera berdekatan di
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi.
Eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Chairuddin
Rasjad, 2007).
Menurut Muttaqin dan Kumala Sari (2009) bagan patofisiologi fraktur adalah
sebagai berikut:
Trauma, Kondisi
Patologis,
degeneratif
Dikontinuitas
Tulang
Nyeri Mendesak
Deformitas
Jaringan Sekitar
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner dan Suddarth ( 2002) adalah :
a. Nyeri
Nyeri terus menerus disertai dengan bertambahnya berat sampai fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah
akibat incie, sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar dan
tidak dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan sehiggga terjadi
bengkak.
c. Adanya luka
Integritas kulit telah mengalami perubahan akibat bedah. Diperlukan
teknik aseptic untuk mencegah infeksi dan osteomelitis.
d. Keterbatasan mobilitas
Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri,oedema kelemahan
pada otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktifitas dalam
memenuhi kebutuhan diri.
e. Potensial terjadi penurunan kekuatan otot
Pada pasien dengan post operasi orthopedik potensial terjadi penurunan
kekuatan otot karena adanya nyeri dan oedema sehingga pasien enggan
menggerakan dengan kuat tetapi jika dibiarkan terlalu lama maka
penurunan kekuatan otot ini akan benar-benar terjadi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen
1) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
2) Mengetahui tempat dan tipe fraktur.
3) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
b. Skor tulang tomography, skor Calving Interval (CI), Magnetic Resonance
Imaging (MRI) : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap hematokrit mungkin meningkat ( Hemokonsentrasi )
atau menurun ( perubahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple ), peningkatan jumlah sel-sel darah putih adalah respon
stress normal setelah trauma.
e. Profil perubahan koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfuse multiple atau cedera hati.
f. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
g. Fostate alkali meningkat pada tulang yang rusak menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
h. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
Aspartate Amino Transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang ( Muttaqin, 2008)
4. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Arif Muttaqin (2008), adalah sebagai berikut :
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai dengan tidak adanya
nadi, Capillary Refill Time (CRT) menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Sindrome kompartemen
Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, syaraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh odema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan bebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrome
Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel- sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam
4) Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedi infeksi dimulai pada kulit ( superficial) dan masuk
ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi
dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin (ORIF & OREF) dan plat.
6. Penatalaksanaan Medis
Sistem Penatalaksanaan Fraktur 4 (R)
kembali. Misalnya, pada klien
pasca amputasi cruris, program
rehabilitasi yang dijalankan
adalah bagaimana klien dapat
melanjutkan hidup dan melkukan
aktifias dengan memaksimalkan
orang lain yang tidak mengalami
masalah.
1. Penatalaksanaan konservatif
a. Proteksi : penggunaan mitela
b. Imobilisasi tanpa reposisi
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
d. Traksi : untuk reposisi secara perlahan.
(Mansjoer, 2000)
2. Penatalaksanaa pembedahan
Penatalaksaan pembedahan pada fraktur meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau perkutan dengan K-
Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat
tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-Wire
perkutan, misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang.
Tindakan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
ORIF merupakan suatu tindakan pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen
tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya
digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.
Persiapan perioperatif di ruangan
Keadaan preoperasi :
a) Klien menjalani program puasa 6 jam sebelum operasi dimulai.
Keadaan penderita, kooperatif, tensi 100/80. Nadi 84 x/menit.
Jenis Anestesi :
1. General anestesi: Face mask
2. Premedikasi yang diberikan : Muscle relaxan : Atracurium
3. Induksi Anestesi: Untuk induksi digunakan Propofol 80
mg I.V secara pelan
4. Anestesi inhalasi: O2, Halothane
5. Rumatan : RL digrojog
6. Posisi anastesi : Terlentang
d. Pinset cirugis 2
e. Gunting jaringan 1
f. Kom 2
g. Pisturi 1
h. Hand mest
i. Platina 1 set
j. Kassa steril
k. Gunting benang 2
l. Penjepit kasa 1
m. Bor 1
n. Hak Pacul 1
o. Hak Sedang 1
p. Hak Duk 3
Komplikasi tindakan ORIF
1) Infeksi
2) Kehilangan dan kekakuuan jangkauan gerak
3) Kerusakan otot
4) Kerusakan saraf dan kelumpuhan
5) Deformitas
6) Sindrom kompartemen
(Sumber Muttaqin, 2008)
Penatalaksanaan
1. Fiksasi Internal
Salah satunya adalah tindakan Open Reduction Internal
Fixation (ORIF) atau fiksasi internal dengan pembedahan
terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan dengan memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
Indikasi tindakan ini:
a) Fraktur intra-artikular, misal fraktur malleolus, kondilus,
olecranon patella.
b) Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misal fraktur
raidius dan ulna di sertai malposisi yang hebat (fraktur
yang tidak stabil)
c) Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen.
d) Bila di perlukan fiksasi rigid, misal pada fraktur leher
femur.
e) Bila terdapat kontra indikasi pada imobilisasi eksternal
sedangkan di perlukan mobilisasi yang cepat, misalnya
fraktur pada orang tua.
f) Fraktur avulsi, misalnya pada kondillusi humeri.
2) Open Reduction Eksternal Fixation (OREF)
Indikasi tindakan ini:
a) Fraktur terbuka grade II dan grade III.
b) Fraktur terbuka dengan di sertai hilangnya jaringan atau
tulang yang parah.
c) Fraktur dengan infeksi atau infeksi psedoartrosis.
d) Fraktur yang miskin jaingan ikat.
e) Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita
f) Diabetes meliteus
(Sumber Muttaqin ,2008)
A. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk
rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang didapatkan, dan apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang selain itu.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit-penyakit tertentu,
seperti kanker tulang dan penyakit menyebabkan fraktur patologis
sehingga tulang sulit menyambung dan penyakit keturunan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang kruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikososial spiritual
Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
6) Pola hubungan dan peranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga
dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya
8) Pola sensori dan kognitif
Daya raba klien fraktur berkurang, terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.
9) Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam beribadah.
B. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien, tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran klien.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur
kruris tidak mengalami kelainan pernapasan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus teraba,
auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
4) B3 (Brain)
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normal sefalik, simetris, tidak ada
penonjolan dan tidak ada sakit kepala
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan dan
refleks menelan ada
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak ada
perubahan fungsi dan bentuk simetris, tidak ada lesi dan edema
d) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis.
e) Telinga
Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pemasangan cuping hidung
g) Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi warna, jumah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Tetapi biasanya tidak mengalami gangguan.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi
turgor kulit baik, tidak ada defans muskular dan hepar teraba. Perkusi
suara timpani ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
usus normal kurang lebih 20x/menit.
7) B6 (Bone)
Adanya fraktur pelvis akan mengalami secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah
8) Look
Perhatikan adanya pembengkakan yang abnormal dan deformitas.
9) Feel
Kaji adanya nyeri tekan dan krepitasi pada daerah patah.
10) Move
Pola aktivitas
Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. Semua bentuk aktivitas
klien menjadi berkurang dan klien memerlukan bantuan orang lain.
11) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi perawat dapat menentukan lokasi fraktur, jenis,
apakah fraktur terjadi pada pelvis saja.
C. Diagnose Keperawatan
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (
farmakologi, non
farmakologi, dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi
ketidakefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
mangemen nyeri
Analgesic
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur.
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali.
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat.
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
Hambatan 1. Joint Movement : Active Exercise Therapy :
mobilitas fisik 2. Mobility Level ambulation
berhubungan 3. Self Care : ADLs 1. Monitoring vital
4. Tranfer Performance sign sebelum atau
dengan
Kriteria Hasil : sesudah latihan dan
kerusakan
1. Klien meningkat dalam lihat respon pasien
rangka aktifitas fisik. saat latihan.
neuromuscular, 2. Mengerti tujuan dari 2. Konsultasikan
nyeri, terapi peningkatan mobilitas. dengan terapi fisik
restriktif. 3. Memferbalisasikan perasaan tentang rencana
dalam meningkatkan ambulasi sesuai
kekuatan dan kemampuan dengan kebutuhan.
berpindah. 3. Bantu klien untuk
4. Memperagakan penggunaan menggunakan
alat tongkat saat
5. Bantu untuk mobilisasi berjalan dan cegah
(Walker) terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan
lain tentang tehnik
ambulasi.
5. Kaji kemampuan
klien dalam
ambulasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan.
7. Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs.
8. Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
normal. selama prosedur
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 4. Pahami perspektif
bahasa tubuh dan tingkat pasien terhadap
aktivitas menunjukkan situasi stres
berkurangnya kecemasan. 5. Temani pasien
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
6. Dorong keluarga
untuk menemani
anak
7. Lakukan back/neck
rub
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbaulkan
kecemasan
11. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunaka tehnik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan.
BAB III
KASUS
A. DATA DEMOGRAFI
1. Identitas diri klien
Nama : Tn. A
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : jl. Kenanga Blok A No 9
Suku bangsa : Indonesia
Status pernikahan : Menikah
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Diagnosa medik : Fraktur Pelvis
Tanggal masuk : 10 September 2016
Tanggal pengkajian : 13 September 2016
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. B
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Istri
B. Riwayat Penyakit
Pasien datang ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada pinggang
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan nyeri terjadi
setelah kecelakaan lalu lintas pada 5 hari yang lalu. Pasien mengendarai
sepeda motor bertabrakan dari arah yang berlawanan. Kemudian pasien
terjatuh ke arah kiri dan terlindas mobil dengan kecepatan tidak terlalu
tinggi. Pasien mengatakan nyeri di pinggang terutama saat pasien
menggerakkan panggulnya. Setelah kecelakaan terjadi pasien tidak langsung
dibawa ke Rumah Sakit tetapi ke dukun patah tulang. Tetapi tidak ada
kemajuan. Karena tidak ada kemajuan pasien di bawa ke Rumah Sakit. Bisa
buang air besar setelah kecelakaan.
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,6ºC
Diagnosa medic pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang
telah di lakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai diambil kasus
kelolaan .
Fraktur Pelvis.
Pasien tiba di bangsal Merak Rumah Sakit , pasien diperiksa Tanda-Tanda
Vitalnya. Selama pasien di rawat di bangsal Merak telah dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital, memberikan obat sesuai dengan advis dokter.
3. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Intake makanan :
Intake cairan
Masuk rumah sakit : Minum teh 2 gelas (±600ml) dan air putih 1
gelas (±300ml) dalam sehari.
Pola Eliminasi
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi/ROM
Ket : 0 : mandiri,
1: alat Bantu,
4: tergantung total
Pasien mengatakan tidur 2 jam dalam sehari karena nyeri di bagian panggul.
5. Pola peran-hubunagan
Pasien dapat berhubungan baik dan berkomunikasi dengan baik oleh keluarga,
perawat maupun teman sesama rawat inap di bangsal.
7. Sistem nilai dan keyakinan
Pasien beragama Islam, pasien selalu menjalankan ibadah saat sakit dan
pasien berdoa untuk diberi kesembuhan.
4. Pemeriksaan Fisik
(Cephalocaudal)
Respirasi : 22x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,7 C
Kepala
Jantung
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea midklavikula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial linea Midklavikula sinistra
Batas jantung kanan di linea sternalis dextra
Thorak/ paru
Palpasi : Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri dan kanan sama
Abdomen
Palpasi : Dinding abdomen lemas, turgor baik, ada nyeri tekan di seluruh
lapang abdomen, hepar dan limpa tidak teraba membesar.
Perkemihan
Inguinal
Tidak terkaji
Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan)
5 5
2 3
5. PENANGANAN KASUS
(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, sampai akhir praktik)
TES DIAGNOSTIK
TERAPI
1. Injeksi Ceftriaxone 1gr/12jam per IV (jam 08.00 dan jam 20.00)
2. Injeksi Ketorolac 30mg/8jam per IV (jam 08.00, 16.00 dan jam 24.00)
A. PENGELOMPOKAN DATA
Data Subjektif Data Objektif
Suhu : 36,7ºC
pinggang bagian kiri.
10. Sering keluar keringat dingin
ANALISA DATA
Tabel Pengelompokan Data
No Data Senjang Problem Etiologi
Q : senut-senut
kiri
S:5
DO :
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,7ºC
2. DS : Gangguan Nyeri
mobilitas fisik
1) Pasien mengatakan
kegiatan dan aktivitas
dibantu oleh keluarga.
DO :
1) Pasien memerlukan
bantuan oranglain untuk
melakukan aktivitasnya.
2) Pasien hanya bisa
menggerakkan pelan-pelan
3) Pasien tampak memegang
pinggang bagian kiri.
3. DS : Ansietas Kurangnya
informasi
1) Pasien mengatakan cemas
(prosedur
ringan sebelum menjalani
operasi)
operasi ORIF.
DO :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Rumusan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik ditandai dengan:
DS :
a. nyeri pada pinggang sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
P : agen injury fisik
Q : senut-senut
R : Pada pinggang sebelah kiri
S:5
DO :
a. Pasien tampak manahan nyeri ketika berpindah dan menggerakkan
badannya.
b. Pasien tampak pucat.
c. Tanda-Tanda Vital :
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,7ºC
d. Pasien tampak meringis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
DS :
a. Pasien mengatakan kegiatan dan aktivitas dibantu oleh keluarga.
DO :
a. Pasien memerlukan bantuan oranglain untuk melakukan aktivitasnya.
b. Pasien hanya bisa menggerakkan pelan-pelan
c. Pasien tampak memegang pinggang bagian kiri.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi ( prosedur operasi )
DS :
a. Pasien mengatakan cemas ringan sebelum menjalani operasi ORIF.
DO :
a. Pasien tampak gelisah
b. Pasien berulang - ulang menanyakan pertanyaan yang sama kepada
perawat.
c. Pasien tampak pucat
d. Sering keluar keringat dingin
e. Nadi : 90x/ menit
NURSING CARE PLAN
dan menunjukkan pasien faktor- yang dapat ketidaknyamanan. nyerinya.
menggerakka nyeri. faktor yang dapat menurunkan
n badannya. 3. Melaporkan menurunkan atau atau ( ) ( )
b. Pasien tampak nyeri yang memperberat memperberat
pucat terkontrol. nyeri. nyeri.
c. Tanda – Tanda Tingkat nyeri 4. Berikan informasi 4. Agar pasien
Vital : Setelah dilakukan mengenai nyeri, mengetahui
Nadi : tindakan seperti penyebab informasi Jam 11.00 wib Jam 11.23 wib
90x/menit nyeri, berapa lama mengenai nyeri, Mengidentifikasi S : Pasien mengatakakan
keperawatan
Respirasi : nyeri akan seperti penyebab bersama pasien nyeri berkurang setelah
selama 1x24 jam dirasakan, dan nyeri, berapa faktor-faktor yang
22x/menit diharapkan nyeri minum obat dan
antisipasi dari lama nyeri akan
Suhu : 36,7ºC dapat teratasi menurunkan dan bertambah nyeri saat
ketidaknyamanan dirasakan, dan
d. Pasien tampak dengan kriteria akibat prosedur. antisipasi dari memperberat nyeri. bergerak.
meringis 5. Pastikan ketidaknyamana O : Pasien tampak lebih
hasil pasien
mampu : perawatan n akibat tenang setelah minum
analgesik bagi prosedur. obat dan kesakitan
1. Melaporkan
pasien dilakukan 5. Analgesik dapat saat bergerak.
nyeri dengan
dengan mengurangi
skala ringan.
pemantauan yang nyeri.
2. Wajah ( )
ketat. 6. Untuk
menunjukkan
6. Ajarkan meringankan
ekspresi nyeri
penggunaan dan memberikan ( ) Jam 12.10 wib
yang ringan.
tehnik non rasa nyaman S:-
3. Tidak banyak
farmakologi juga Jam 12.00 wib O : obat ketorolac 10mg
mengeluarkan
(seperti relaksasi mengalihkan Meberikan obat telah diberikan
keringat
nafas dalam, nyeri pasien.
ketorolac melalui melalui injeksi IV
mendengarkan
musik, injeksi IV dengan
membayangkan dosis 3x10mg. ( )
hidup yang indah-
indah) ( ) Jam 14.05 wib
S : pasien mengatakan
Jam 14.00 wib kadang sedikit relaks
Mengajarkan pasien karena mendengarkan
untuk melakukan musik.
tehnik non- O : pasien tampak lebih
farmakologi. tenang
( )
( ) S:
1. S : Pasien mengatakan
nyeri pada pinggang
P : Agen injury fisik
Q : Senut-senut
R: Pada pinggang
sebelah kiri
S:5
T : Hilang timbul
2. Pasien mengatakakan
nyeri berkurang setelah
minum obat dan
bertambah nyeri saat
bergerak.
3. pasien mengatakan
kadang sedikit relaks
karena mendengarkan
musik
O:
P : Lanjutkan Intervensi :
1. Kaji nyeri
yang
dialami
pasien.
2. Kolaborasi
pemberian
analgesik.
3. Ajarkan
tehnik
relaksasi
non –
farmakologi
.
( )
pelan-pelan. lain sambil ambulasi. ambulasi.
c. Pasien tampak berbaring. 5. Latih pasien 5. ADLs terpenuhi. ( )
memegang 3. Pasien tidak dalam ( )
pinggang bagian terganggu dalam pemenuhan
kiri. bergerak dari ADLs secara
depan ke mandiri sesuai
belakang sambil kemampuan.
berbaring. 6. Dampingi dan
Kemampuan bantu pasien saat
Berpindah mobilisasi dan
Setelah dilakukan bantu pemenuhan Jam 11.44 wib
ADLs.
tindakan Jam 11.30 wib S : Pasien mengatakan
7. Ajarkan pasien
keperawatan selama bagaimana Melatih dan dalam melakukan
1x24 jam di merubah posisi mendampingi aktvitas masiih
harapkan hambatan dan berikan pasien dalam dibantu keluarga.
mobilitas fisik dapat bantuan jika di pemenuhan ADLs O : Pasien tampak
teratasi dengan perlukan. secara mandiri kesakitan saat
kriteria hasil pasien sesuai kemampuan bergerak.
mampu :
1. Pasien tidak ( )
terganggu saat Jam 14.00 wib
berpindah dari ( ) S : Pasien mengatakan
satu permukaan
dalam melakukan
ke permukaan
lain sambil aktvitas masiih
berbaring. dibantu keluarga.
2. Pasien tidak O:
terganggu ketika 1. Tekanan Darah :
berpindah dari 150/90mmHg
tempat tidur ke Nadi :
kursi. 90x/menit
3. Pasien tidak Respirasi :
terganggu ketika
22x/menit
berpindah dari
kursi ke tempat Suhu : 36,7ºC
tidur. 2. Pasien tampak
lemas.
3. Pasien tampak
lemas.
A : Masalah habatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri
belum teratasi.
P : Lanjutkan
intervensi :
1. Monitoring vital
sign sebelum
atau sesudah
latihan dan lihat
respon pasien
saat latihan.
2. Ajarkan pasien
atau tenaga
medis lain
tentang tekhnik
ambulasi.
3. Kaji kemampuan
pasien dalam
ambulasi.
4. Latih pasien dalam
pemenuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan.
( )
sama kepada Tingkat kecemasan yang persepsi. pasien untuk
perawat. sosial menimbulkan 8. Mengurangi mengungkapkan
c. Pasien tampak kecemasan. kecemasan. perasaannya.
pucat. 7. Dorong pasien
Setelah dilakukan ( )
d. Sering keluar untuk
keringat dingin. tindakan mengungkapkan
e. Nadi : 90x/menit keperawatan selama perasaan,
1x24 jam di ketakutan
harapkan hambatan persepsi. ( )
mobilitas fisik dapat 8. Instruksikan
teratasi dengan pasien
menggunakan
kriteria hasil pasien Jam 09.13 wib
tekhnik relaksasi.
mampu : S : Pasien mengatakan
cemas mau di
operasi.
Jam 08.55 wib O : Pasien tampak
Menemani gelisah dan keringat
pasien untuk dingin.
memberikan rasa
aman dan ( )
mengurangi rasa
takut dan Jam 10.30 wib
mendengarkan S : Pasien dan keluarga
pasien dengan mengatakan
penuh perhatian. cemasnya berkurang
( ) setelah dijelaskan
mengenai prosedur
Jam 10.15 wib operasi.
Menjelaskan O : Pasien tampak lebih
prosedur operasi tenang dan tidak
terhadap pasien gelisah.
dan keluarga. ( )
Jam 12.12 wib
S:-
O : Pasien tampak
sedikit tenang
( )
( )
Jam 12.00 wib
Menginstruksika
n pasien
menggunakan Jam 14.17 wib
tehnik relaksasi. S : Pasien dan keluarga
mengatakan
( ) cemasnya berkurang
setelah dijelaskan
mengenai prosedur
operasi.
O : Pasien tampak lebih
tenang dan tidak
gelisah
A : Masalah ansietas
berhubungan dengan
kurangnya informasi
(prosedur operasi)
teratasi sebagian.
P : Lanjutkan Intervensi:
1. Gunakan
pendekatan yang
menenangkan.
2. Temani pasien
untuk
memberikan rasa
aman dan
mengurangi rasa
takut.
3. Dengarkan
pasien dengan
penuh perhatian.
4. Identifikasi
tingkat
kecemasan.
( )
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang analisa nyeri akut berdasarkan teori
dan studi kasus “Asuhan Keperawatan Pada Tn.A dengan Pre Operasi Open
Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur Pelvis” meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi.
1. Pengkajian
a. Data yang ada diteori dan ada dikasus
1) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 Bulan ( Nanda,
2015)
Nyeri terjadi pada fraktur pelvis karena terjadi diskontinuitas tulang
sehingga menyebabkan kerusakan neuromuskular oleh karena itu pada
fraktur pelvis timbul rasa nyeri (Chairuddin Rasjad, 2007)
2) Keterbatasan mobilitas
Keterbatasan mobilitas merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nanda,
2015).
Keterbatasan mobilitas dapat terjadi pada fraktur pelvis karena nyeri
yang disebabkan oleh terputusnya kontinuitas tulang sehingga pada
pasien dengan fraktur pelvis akan terjadi keterbatasan mobilitas
(Chairuddin Rasjad, 2007).
3) Penurunan kekuatan otot
Penurunan kekuatan otot merupakan penurunan tonus yang diperiksa
dengan pengukuran rentang gerak sendi (Nanda, 2015)
Penurunan kekuatan otot terjadi pada fraktur pelvis karena adanya
nyeri sehingga pasien enggan menggerakkan dengan kuat tetapi jika
dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini akan benar-
benar terjadi (Brunner, 2002).
b. Data yang ada di teori dan tidak ada di kasus
Brunner dan Suddarth (2002) dalam pembahasan menyebutkan
manifestasi pada fraktur pelvis adalah
1) Oedema
Oedema merupakan akumulasi abnormal cairan di dalam ruang
interstitial (celah diantara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan
pembengkakan (Syarifuddin, 2001).
Pada manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddarth (2002)
menyebutkan bahwa manifestasi dari fraktur pelvis salah satunya
adalah oedem. Tetapi penulis tidak menyebutkan adanya oedem pada
pasien Tn.A karena Tn.A tidak mengalami benturan yang kuat saat
kecelakaan terjadi sehingga tidak menimbulkan peningkatan tekanan
hidrostatik intra vaskuler ( Nanda, 2015 )
2) Luka
Luka merupakan terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis
jaringan sebagai akibat dari ruda paksa. Luka dapat merupakan luka
yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada
operasi atau akibat trauma karena kecelakaan (Mann, 2001).
Pada manifestasi klinis disebutkan adanya luka tetapi penulis tidak
menemukan adanya luka karena pada fraktur pelvis ini merupakan
fraktur tertutup (Nanda, 2015). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar ( Sjmsuhidajat, 2005 )
c. Data yang tidak ada diteori dan kasus
Tidak ada
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa yang ada di teori dan ada dikasus
Pada kasus ini penulis mengangkat diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( pre operasi ORIF
). Diagnosa pada nyeri akut ini dapat ditegakkan berdasarkan data
subjektif pasien yang mengatakan nyeri hebat pada bagian pinggang
yang mengalami fraktur pelvis. Penulis mengangkat diagnosa
keperawatan nyeri akut didasarkan bahwa, nyeri yang muncul jika
tidak diberikan tindakan secara intensive untuk menurunkan nyeri
akan mengakibatkan dampak buruk dari penyembuhan luka (Smeltzer
& Barre, 2002).
mengatakan kegiatan dan aktivitas dibantu oleh keluarga. Disertai
dengan data obyektif : Pasien memerlukan bantuan oranglain untuk
melakukan aktivitasnya, Pasien hanya bisa menggerakkan pelan-
pelan, Pasien tampak memegang pinggang bagian kiri. Maka penulis
mengangkat diagnose tersebut.
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi (prosedur
operasi).
Diagnosa pada ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi
(prosedur operasi) ini dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif
pasien yang mengatakan cemas dan takut saat akan menjalani operasi
sebab apabila tidak ditangani akan berpengaruh terhadap respon
psikologis pasien dan akhirnya akan menghambat proses
penyembuhan.
Penulis mengangkat diagnosa ansietas berhubungan dengan
kurangnya informasi ( prosedur operasi ) dengan keluhan dari pasien
yaitu : Pasien mengatakan cemas ringan sebelum menjalani operasi
ORIF. Disertai dengan data obyektif dari pasien yaitu : Pasien tampak
gelisah, Pasien berulang - ulang menanyakan pertanyaan yang sama
kepada perawat, Pasien tampak pucat, Sering keluar keringat dingin,
Nadi : 90x/ menit.
3. Intervensi
a. Intervensi yang ada diteori dan ada di kasus
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Pada kasus Tn.A rencana keperawatan untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (pre operasi fraktur pelvis)
sama dengan teori yang dikemukakan oleh (Muttaqin.A, 2009) karena
sesuai dengan kebutuhan pasien yaitu,
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.
b) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
c) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
d) Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
e) Kaji kulur yang mempengaruhi respon nyeri.
f) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk mengetahui intervensi
g) Berikan posisi yang nyaman ( supine atau semi fowler ).
h) Ajarkan tehnik relaksasi ( nafas dalam ) atau distraksi (
mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan )
i) Tentukan analgesik pilihan, rute, pemberian, dan dosis optimal.
j) Cek riwayat alergi.
k) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
l) Cek riwayat alergi.
m) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
n) Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala.
o) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi analgesik ketika
pemberian lebih dari satu analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
p) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
q) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur.
r) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
s) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Pada kasus Tn.A rencana keperawatan untuk diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. Sama dengan teori yang
dikemukakan oleh (Muttaqin.A, 2009) karena sesuai dengan
kebutuhan pasien yaitu,
a) Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan.
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
c) Bantu pasien untuk menggunakan tongkat tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cedera.
d) Ajarkan pasien atau tenaga medis lain tentang tehnik ambulasi.
e) Kaji kemampuan pasien dalam ambulasi.
f) Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan.
g) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
ADLs.
h) Berikan alat bantu jika pasien memerlukan.
i) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi (prosedur operasi)
Pada kasus Tn.A rencana keperawatan untuk diagnosa ansietas
berhubungan dengan kurangnya informasi ( prosedur operasi ). Sama
dengan teori yang dikemukakan oleh (Muttaqin.A, 2009) karena
sesuai dengan kebutuhan pasien yaitu,
a) Gunakan pendekatan yang menenangkan
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
c) Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres.
d) Temani pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
takut.
e) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian.
f) Identifikasi tingkat kecemasan.
g) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
h) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi.
i) Instruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
j) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
b. Intervensi yang di teori dan tidak ada di kasus
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
a) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lalu.
Penulis tidak memasukkan intervensi Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lalu karena penulis telah melakukan intervensi pengkajian
nyeri secara konprehensif yang lebih sesuai dengan kasus yang
ada.
b) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
Penulis tidak memasukkan intervensi yang ada diteori yaitu
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan karena berdasarkan data pengkajian pasien Tn. A
maupun keluarga tidak membutuhkan bantuan untuk dapat
menemukan dukungan yang dapat dilihat dari semangat pasien
untuk cepat sembuh dan keluarga yang selalu memotivasi.
c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Penulis tidak memasukkan intervensi kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan karena nyeri yang dialami pasien tersebut kurang
efektif bila diterapkan intervensi tersebut.
d) Kurangi faktor presipitasi nyeri
Penulis tidak memasukan intervensi Kurangi faktor presipitasi
nyeri karena pasien telah dilakukan intervensi non-farmakologi
dan farmakologi untuk mengurangi nyeri.
e) Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
Penulis tidak memasukkan intervensi Evaluasi ketidakefektifan
kontrol nyeri karena dalam kasus ini pasien telah di ajarkan cara
mengontrol nyeri dengan baik.
f) Tingkatkan istirahat
Penulis tidak memasukan intervensi tingkatkan istirahat karena
menurut penulis intervensi tersebut kurang sesuai dengan kasus,
karena meningkatkan istirahat saja tidak dapat mengurangi rasa
nyeri.
g) Monitor penerimaan pasien tentang mangemen nyeri
Penulis tidak memasukkan intervensi monitor penerimaan pasien
tentang mangemen nyeri karena kurang sesuai untuk diterapkan
pada kasus kita dan dirasa tidak berpengaruh pada pengurangan
nyeri pasien.
h) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
Penulis tidak memasukkan intervensi tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
karena penulis melakukan intervensi kaji nyeri secara
komprehensif yang isinya sama dengan intervensi ini.
apabila intervensi tersebutdilakukan dapat mengurangi rasa
cemas.
c) Dengarkan dengan penuh perhatian
Penulis tidak memasukkan intervensi dengarkan dengan penuh
perhatian karena penulis telah melakukan intervensi pendekatan
yang menenangkan jadi dirasa penulis intervensi tersebut tidak
efektif untuk dilakukan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan
fraktur pelvis maka penyusun dapat menimpulkan bahwa :
1. Fraktur merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang
mengalami patah tulang dengan gejala utamanya adalah biasanya
terjadi deformitas, krepitasi dan yang paling utama adalah nyeri pada
daerah yang patah. Pada saat pengkajian Tn. A ditemukan data-data
yang sesuai dengan apa yang dijelaskan tinjauan teoritis sehingga
memudahkan penyusun memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh.
2. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur yang
terjadi sudah sangat baik dikarenakan pada saat melakukan tindakan
keperawatan klien dan keluarga dapat member ruang sehingga
memudahkan penyusun dalam pelaksanaan tindakan dan kerjasama
antara penyusun dengan perawat ruangan terjalin dengan baik.
3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan fraktur
pelvis diagnosa yang muncul pada dasarnya sudah hamper sesuai
dengan diagnosa yang ada dalam asuhan keperwatan teoritis.
4. Faktor pendukung dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. A
adalah adanya kerjasama, baik itu diantara tim kesehatan maupun
kerjasama antara perawat atau petugas kesehatan lain dengan klien itu
sendiri. Sedangkan factor penghmbatnya tidak terlalu berarti sehingga
didalam melakukan pengkajian serta tindakan penyusun tidak
mengalami kesulitan.
Dengan demikian kompleksnya permasalahan yang timbul pada klien
dengan fraktur pelvis, maka memberikan asuhan keperawatan diperlukan
penanganan yang khusus dan berkesinambungan, klien perlu diberikan
pendidikan kesehatan baik tentang proses penyakit dan program
pengobatan sehingga tidak timbul penyakit yang berulang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun berusaha, mencoba
mengemukakan saran yang bias dijadikan pertimbangan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Adapun saran tersebut adalah
:
1. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit diharapkan memberikan pelatihan pada para perawat
untuk menambah keterampilan ilmu pengetahuannya dan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan, hendaknya ditingkatkan sarana
dan prasarana seperti alat-alat kesehatan yang memadai dan tetap
mempertahankan prinsip steril guna mencegah terjadinya infeksi dan
mempermudah dalam intervensi keperawatan.
2. Perawat
Bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatna hendaknya tidak
hanya memberikan pelayanan dari satu apek saja, tetapi harus
memberikan pelayanan yang menyeluruh seperti aspek bio, psiko,
sosio, dan spiritual. Sehingga perawat ruangan juga dapat mengetahui
permasalahan oleh seorang klien secara menyeluruh.
3. Pendidikan
Bagi pendidikan diharapkan pada saat menyelenggarakan ujian praktik
dirumah sakit seharusnya untuk memperhatikan kelengkapan dari alat-
alat yang akan digunakan mahasiswa sehingga untuk memudahkan
dalam melakukan tindakan atau asuhan keperawata.
4. Bagi mahasiswa
Sebagai calon tenaga perawat professional, hendaknya mahasiswa
keperawatan dapat menggunakan wadah tempat mereka menimba ilmu
dengan semaksimal mungkin, sehingga dalam melaksanakan tindakan
asuhan keperawatan harus didasari dengan teori yang ada agar
nantinya mahasiswa itu menjadi lebih siap dan mampu
mengaplikasikan ilmu keperawatan dengan sebaik-baiknya apabila
mereka telah terjun ke lahan praktik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Edisi 8.
EGC : Jakarta
Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta