DisusunOleh :
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami mampu untuk menyusun makalah ini hingga selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Theresia Titin Marlina dan
TIM selaku pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1yang telah
mempercayakan tugas ini kepada kami.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.4 Patofisiologis
Port de’ entri kuman microbacterium tuber culosis adalah saluran
pernapasan gangguan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
,kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droppplet yang mengandung kuman kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi terdiri dari 1-3 gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atau paru-paru, atau dibagian lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh
organism tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak didalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh
fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari. (Iwan, 2007).
Pathway penyakit TBC :
Kuman dibatukkan
Kuman dibatukkan/bersin
Menetap/berkembangbiak
sitoplasma makrofag
Membentuk sarang TB
pneumonia kecil
Radang saluran
pernafasan
Komplek primer
Sembuh
Sembuh komplikasi
dengan
bekas
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Marlene Hurst dalam buku Keperawatan Medikal Bedah
volume 1, pemeriksaan penunjang yang dapat diberikan kepada sesorang
yang terdiagnosa TB adalah :
2.1.5.1 Teskulit TB Mantoux menggunakan PPD (purified protein derivative)
atau yang disebut derivate protein yang telah dimurnikan, tuberculin
yang di injeksikan secara intradermal dan akan menghasilkan reaksi
inflamasi local ditempat injeksi tersebut dalam waktu 48 hingga 72
jam.
2.1.5.2 Pemeriksaan QuantiFERON-TB Gold (QFT-G) yang baru adalah
pemeriksaan darah yang memberikan hasil dalam 24jam, dan tidak
seperti pemeriksaan kulit TB menggunakan PPD, reaksi positif palsu
tidak terjadi pada pengulangan pemeriksaan.
2.1.5.3 Pemeriksaan rontgen dada dapat mengungkap adanya kawah,
rongga, efusi pulmunal dan kerusakan paru terkait, tetapi tidak
mendiagnosis TB laten atau primer.
2.1.5.4 Specimen sputum untuk kultur dan sensitifitas. Acid-fast smear (test
bakteri tahan asam) : bagian terluar yang berlilin pada kapsul basil
tuberkel akan menyerap zat warna merah ketika zat warna tahan
asam dioleskan dikaca objek.
2.1.5.5 Bronkoskopi akan mengungkap terjadinya inflamsi dan perubahan
patologi di dalam jaringan paru. Sputum untuk sitology dapat diambil
melalui bronkoskopi jika pasien tidak mampu menghasilkan
specimen yang adekuat.
2.1.5.6 Torasentesis untuk mendapatkan cairan pleura untuk pemeriksaan
sitologi akan memperlihatkan adanya basil tahan asam (acid-fast)
yang sensitive terhadap panas, tidak bergerak (nonmotil), aerob.
2.1.5.7 Pemeriksaan sputum (test BTA) adalah pemeriksaan sputum yang
dilakukan dengan cara menggambil specimen sputum kemudian
meletakkannya pada kaca preparat yang diberi lingkaran yang
selanjutnya dipanaskan hingga kering merata kemudian dilakukan
pengecatan/pewarnaan. Pengecatan menggunakan pencucian
alcohol asam pada saat dilakukan. Pengambilan sputum dilakukan
3 kali (SPS) yaitu :
a. Sewaktu yaitu pada saat ke rumah sakit.
b. Pagi yaitu saat keesokan harinya
c. Sewaktu yaitu pada saat menghantar dahak pagi
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Dengan pemberian obat utama yang digunakan seperti INH, Rifampisin,
Streptomisin, dan Etambutol,. Serta obat tambahan yaitu kanamisin,
amikasin, dan kuinolon. Yang obat tersebut umumnya sebagai antibiotic
yang bekerja lebih aktif untuk memperlambat pembelahan bakteri.
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Hemomtitis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah). Yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2.1.7.2 Kolaps dari lobus akibat retraksi broncial.
2.1.7.3 Bronkiektasis (peleburan bronku ssetempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau rekatif) pada paru
2.1.7.4 Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2.1.7.5 Penyebaran infeksi ke organ lain sepertiotak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya
2.1.7.6 Insufisi ensikardiopulmoner (cardio pulmonary insuficienci)
2.1.7.7 Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawatinap di
rumahsakit (DepKes RI, 2016 dalam Panji Utomo, 2013 )
d. Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksaan untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai
resonan vokal.
2.2.2 DiagnosaKeperawatan
2.2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheal/faringeal.
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
2.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
2.2.2.4 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas/ secret statis,
kerusakan jaringan/ terjadi infeksi lanjutan, malnutrisi, paparan
lingkungan.
2.2.2.5 Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negative
tentang penyakit, perasaan malu.
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobilisasi,
kelemahan umum, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan oksigen,
imobilitas
2.2.3 RencanaKeperawatan
2.2.3.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mucus yang kental, hemoptysis, kelemahan, upaya batuk
berdahak, dan edema tracheal/faringeal.
KESIMPULAN