Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TBC

DisusunOleh :

1. Augustinus Kaisar N (201811051)

2. Cicilia Efrita Fasanti (201811055)

3. Hedwig Kurnia D.C (201811069)

4. Monika Indah Puspita (201811085)

5. Sylvan Saifatul Wildan (201811092)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH


PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami mampu untuk menyusun makalah ini hingga selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Theresia Titin Marlina dan
TIM selaku pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1yang telah
mempercayakan tugas ini kepada kami.

Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan


bagi para mahasiswa yang membacanya. Sehingga untuk ke depannya dapat
menjadi bahan yang bisa lebih di kembangkan lagi.Terlepas dari itu semua,
kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki makalah ini.

Yogyakarta, September 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TBC (Tuberkulosis) adalah salah satu penyakit menular yang paling
sering mengenai paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, dan ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya
menyerang organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab terjadinya TBC bisa karena berdekatan/ berkontak langsung
dengan pasien,status dan gangguan imun, penggunaan obat injeksi dan
alkoholisme, masyarakat yang kurang mendapat pelayanan yang memadai,
Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis,
silikolis dan malnutrisi, pekerjaan, infeksi nosocomial (Brunner &
Suddarth,2014).
Tanda tanda bahwa pasien tersebut mengidap penyakit tbc yaitu
batuk,batuk berdarah,demam,nyeri dada dan untuk gejala pasien mengidap
tbc biasanya ditandai dengan demam, keringat malam,anoreksia (Wahid &
Imam, 2013 ).
Sumber penularan penyakit TBC adalah penderita yang berBTA positif,
paada waktu batuk/bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet(percikian dahak). Beberapa faktor yang dapat menularnya
penyakit TBC mempunyai kebiasaan sering meludah sembarangan,selain itu
faktor lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit TBC (Anton ,
2008; Currie 2005).
Tujuan pengendalian TB paru adalah menurunkan insiden TB paru pada
tahun 2015, menurunkan prevalansi TB paru dan angka kematian akibat TB
paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990,
sedikitnya 70% kasus TB paru dan diobati melalui program DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB paru
dengan pengawassan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) 85%
tercapai succes rate. DOTS adalah strategi penyembuhan TB paru jangka
pendek dengan pengawaan langsung.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi penyakit TBC
1.2.2 Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC
1.2.3 Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit TBC
1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit TBC
1.2.5 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit TBC
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi
1.2.7 Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
TBC
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

.1 Konsep Penyakit TBC


2.1.1 Pengertian
TBC (Tuberkulosis) adalah salah satu penyakit menular yang paling
sering mengenai paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, dan ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya
menyerang organ parenkim paru (Brunner & Suddarth,2014). Menurut
Saputra, 2010 tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan
kadang pada struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh
Mycrobacterium tuberculosis.
2.1.2 Penyebab
2.1.2.1 Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif
2.1.2.2 Status gangguan imun (misalnya lansia, penderita kanker, terapi
kortikosteroid dan HIV)
2.1.2.3 Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme
2.1.2.4 Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan yang memadai (misalnya
gelandangan, masyarakat miskin)
2.1.2.5 Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis,
silikolis dan malnutrisi
2.1.2.6 Pekerjaan yang memiliki resiko terserangnya penyakit sistem
pernapasan
2.1.2.7 Infeksi nosocomial karena tirah baring yang lama sehingga beresiko
terinfeksi

2.1.3 Tanda dan Gejala


Menurut Wahid dan Imam, 2013 dalam buku Asuhan Keperawatan
Pada Gangguan Sistem Respirasi
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
2.1.3.1 Gejala respiratorik
2.1.3.1.1 Batuk
Gejala batuk timbul paling dini. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus.
2.1.3.1.2 Batuk darah
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembulu darah. berat
ringannya batuk darah tergantung besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
2.1.3.1.3 Muntah darah
Muntah darah terjadi akibat rasa mual, darah dapat bercampur
dengan sisi makanan kadang berwarna hitam karena
bercampur dengan asam lambung dan darah bersifat asam.
2.1.3.1.4 Epistaksis
Darah menetes dari hidung, berwarna merah segar, karena
kekurangan darah yang mengandung oksigen.
2.1.3.1.5 Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TBC yang sudah
lanjut, dimana peradangan setengah bagian paru- paru.
2.1.3.1.6 Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan pleura terkena.
2.1.3.2 Gejala sistemik
2.1.3.2.1 Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari serta terjadinya hilang timbul.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan penderita dan
berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
2.1.3.2.2 Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia dan
penurunan BB. Hal ini terjadi sesuai dengan tingkat infeksinya.

2.1.4 Patofisiologis
Port de’ entri kuman microbacterium tuber culosis adalah saluran
pernapasan gangguan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
,kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droppplet yang mengandung kuman kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi terdiri dari 1-3 gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atau paru-paru, atau dibagian lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh
organism tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak didalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh
fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari. (Iwan, 2007).
Pathway penyakit TBC :

Kuman dibatukkan
Kuman dibatukkan/bersin

Terhisap organ sehat

Menempel dijalan nafas

Menetap/berkembangbiak
sitoplasma makrofag

Membentuk sarang TB
pneumonia kecil

Radang saluran
pernafasan

Komplek primer
Sembuh

Sembuh komplikasi
dengan
bekas
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Marlene Hurst dalam buku Keperawatan Medikal Bedah
volume 1, pemeriksaan penunjang yang dapat diberikan kepada sesorang
yang terdiagnosa TB adalah :
2.1.5.1 Teskulit TB Mantoux menggunakan PPD (purified protein derivative)
atau yang disebut derivate protein yang telah dimurnikan, tuberculin
yang di injeksikan secara intradermal dan akan menghasilkan reaksi
inflamasi local ditempat injeksi tersebut dalam waktu 48 hingga 72
jam.
2.1.5.2 Pemeriksaan QuantiFERON-TB Gold (QFT-G) yang baru adalah
pemeriksaan darah yang memberikan hasil dalam 24jam, dan tidak
seperti pemeriksaan kulit TB menggunakan PPD, reaksi positif palsu
tidak terjadi pada pengulangan pemeriksaan.
2.1.5.3 Pemeriksaan rontgen dada dapat mengungkap adanya kawah,
rongga, efusi pulmunal dan kerusakan paru terkait, tetapi tidak
mendiagnosis TB laten atau primer.
2.1.5.4 Specimen sputum untuk kultur dan sensitifitas. Acid-fast smear (test
bakteri tahan asam) : bagian terluar yang berlilin pada kapsul basil
tuberkel akan menyerap zat warna merah ketika zat warna tahan
asam dioleskan dikaca objek.
2.1.5.5 Bronkoskopi akan mengungkap terjadinya inflamsi dan perubahan
patologi di dalam jaringan paru. Sputum untuk sitology dapat diambil
melalui bronkoskopi jika pasien tidak mampu menghasilkan
specimen yang adekuat.
2.1.5.6 Torasentesis untuk mendapatkan cairan pleura untuk pemeriksaan
sitologi akan memperlihatkan adanya basil tahan asam (acid-fast)
yang sensitive terhadap panas, tidak bergerak (nonmotil), aerob.
2.1.5.7 Pemeriksaan sputum (test BTA) adalah pemeriksaan sputum yang
dilakukan dengan cara menggambil specimen sputum kemudian
meletakkannya pada kaca preparat yang diberi lingkaran yang
selanjutnya dipanaskan hingga kering merata kemudian dilakukan
pengecatan/pewarnaan. Pengecatan menggunakan pencucian
alcohol asam pada saat dilakukan. Pengambilan sputum dilakukan
3 kali (SPS) yaitu :
a. Sewaktu yaitu pada saat ke rumah sakit.
b. Pagi yaitu saat keesokan harinya
c. Sewaktu yaitu pada saat menghantar dahak pagi

2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Dengan pemberian obat utama yang digunakan seperti INH, Rifampisin,
Streptomisin, dan Etambutol,. Serta obat tambahan yaitu kanamisin,
amikasin, dan kuinolon. Yang obat tersebut umumnya sebagai antibiotic
yang bekerja lebih aktif untuk memperlambat pembelahan bakteri.
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Hemomtitis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah). Yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2.1.7.2 Kolaps dari lobus akibat retraksi broncial.
2.1.7.3 Bronkiektasis (peleburan bronku ssetempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau rekatif) pada paru
2.1.7.4 Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2.1.7.5 Penyebaran infeksi ke organ lain sepertiotak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya
2.1.7.6 Insufisi ensikardiopulmoner (cardio pulmonary insuficienci)
2.1.7.7 Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawatinap di
rumahsakit (DepKes RI, 2016 dalam Panji Utomo, 2013 )

.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan TBC


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Data Pasien
1. Meliputi nama dan alamat
2. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
3. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35
tahun.
4. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan

2.2.1.2 Pengkajian Riwayat Keperawatan


2.2.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang
diberikan klien hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan
anggukan kepala atau gelengan.
2.2.1.4 Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang
memperberat TB Paru.
2.2.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga:
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
2.2.1.6 Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk.
2.2.1.7 Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang
likungan atau tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan
orang yang terkena TB Paru berasal dari likungan atau tempat
tinggalnya padat dan kumuh itu.
2.2.1.8 Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah
pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan
sakitnya itu. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien
dengan TB Paru dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti
halnya berhubungan dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa
kekhawatiran akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat
penyakitnya sehingga dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan
diri dari semua orang.

2.2.1.9 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


2.2.1.9.1 B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan
auskultasi.
a. Inspeksi .
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat
adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada
penyulit dari Tb Paru seperti adanya efusi pleura yang masif,
maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada,
pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB
Paru yang disertai etelektasis paru membuat bentuk dada
menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya
mengalami penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi
yang sakit.
b. Palpasi
1) Palpasi trakhea.
Adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun tetapi
tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru
yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea kearah
berlawanan dari sisi sakit.
2) Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan.
TB Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi,
gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan
seimbang antara kiri dan kanan.
3) Getaran suara (fremitus vokal).
Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya
di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada
dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan.
c. Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien TB Paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura.

d. Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksaan untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai
resonan vokal.

2.2.1.9.2 B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat


meliputi :
a. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik
b. Palpasi : denyut nadi perifer melemah
c. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB
Paru dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
2.2.1.9.3 B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan
adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah mringis,
menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan
sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
2.2.1.9.4 B4 (Bladder) : pengukuran volume output urine berhubungan
dengan intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang
berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OBAT terutama
rifampisin.
2.2.1.9.5 B5 (Bowel): klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
2.2.1.9.6 B6 (Bone): aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien
dengan TB Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur.
2.2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik
2.2.1.11 Pemeriksaan laboratorium
2.2.1.12 Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2.2.1.13 Pemeriksaan CT Scan

2.2.2 DiagnosaKeperawatan
2.2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheal/faringeal.
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
2.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
2.2.2.4 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas/ secret statis,
kerusakan jaringan/ terjadi infeksi lanjutan, malnutrisi, paparan
lingkungan.
2.2.2.5 Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negative
tentang penyakit, perasaan malu.
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobilisasi,
kelemahan umum, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan oksigen,
imobilitas
2.2.3 RencanaKeperawatan
2.2.3.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mucus yang kental, hemoptysis, kelemahan, upaya batuk
berdahak, dan edema tracheal/faringeal.

Tujuan dan kriteria


Rencana Rasional
hasil
Ketidakefektifan bersihan 1. Monitor status oksigen 1. Status oksigen
jalan nafas pasien dapat pasien menunjukkan
teratasi, setelah peningkatan
dilakukan tindakan ventilasi pada
keperawatan … dengan paru-paru
kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk 2. Ventilasi udara
1. Pasien mampu memaksimalkan untuk
mendemonstrasikan ventilasi memperlancar
batuk efektif dan pertukaran udara
suara nafas yang
bersih, tidak ada 3. Bantu pasien 3. Batuk untuk
sianosis dan dyspnea mengeluarkan secret membantupasien
(mampu dengan batuk atau mengeluarkan
mengeluarkan suction secret
sputum, mampu
bernafas dengan 4. Kolaborasikan dengan 4. Pemasangan alat
mudah, tidak ada dokter jika diperlukan bantu jalan nafas
pursed lips) pemasangan alat jalan dibutuhkan untuk
2. Menunjukkan jalan nafas buatan memenuhi
nafas yang paten kebutuhan
(klien tidak merasa oksigenasi pasien
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2.2.3.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolar kapiler

Tujuan dan kriteria hasil Rencana Rasional


Gangguan pertukaran gas Airway Managemen Airway Managemen
pasien dapat teratasi, 1. Monitor status 1. Status respirasi dan
setelah dilakukan tindakan respirasi dan O2 pasien
keperawatan ….. jam O2pasien menunjukan
dengan criteria hasil : peningkatan
1. Pasien mampu ventilasi pada paru-
mendemonstrasikan paru
peningkatan ventilasi 2. Bantu pasien 2. Secret yang keluar
dan oksigenasi yang mengeluarkan dapat membantu
adekuat secret dengan batuk pasien untuk
2. Saturasi oksigen efektif atau suction memiliki jalan nafas
pasien dalam rentang yang efektif
normal 95%-100% 3. Ajarkan pasien 3. Nafas dalam dan
3. Tidak terdapat adanya nafas dalam dan batuk efektif
tanda-tanda Hypoksia batuk efektif membantu pasien
(jaringan tubuh untuk mengatur
kekurangan O2) respirasinya dan
4. Melaporkan tidak mengeluarkan
adanya/ penurunan secret
dipsneu 4. Kolaborasikan 4. Pemasangan alat
dengan dokter jika bantu jalan nafas
diperlukan dibutukan untuk
pemasanganalat memenuhi
bantu jalan nafas kebutuhan
oksigenasi pasien
Respiratory Respiratory
Monitoring Monitoring
1. Monitor kedalaman, 1. Untuk menentukan
irama, frekuensi dan peningkatan fungsi
usaha respirasi paru untuk
memberikan
oksigen keseluruh
tubuh
2. Monitor suara nafas 2. Adanya suara
wheezing atau
dengkuran karena
adanya hambatan
dalam saluran
pernafasan

2.2.3.3 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
Tujuan dan kriteria hasil Rencana Rasional
Ketidakseimbangan nutrisi Nutrition management nutrition management
kurang dari kebutuhan 1. Monitor jumlah 1. jumlah nutrisi dan
tubuh dapat teratasi, nutrisi dan kalori
setelah dilakukan tindakan kandungan kalori menunjukkan
keperawatan …. jam status gizi pasien
dengan kriteria hasil : 2. Kaji adanya alergi 2. adanya alergi
1. Adanya peningkatan makanan makanan dapat
BB Sesuai dengan mempengaruhi
tujuan kondisi pasien
2. Mampu sehingga pasien
mengidentifikasi tidak memakan
kebutuhan nutrisi makanan yang
3. Tidak terjadi membuatnya
penurunan berat badan alergi
yang berat 3. Ajarkan pasien 3. membuat catatan
bagaimana makanan harian
membuat catatan membantu pasien
makanan harian dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi
supaya
terorganisir
4. Kolaborasi dengan 4. kolaborasi dengan
ahli gizi untuk ahli gizi untuk
menentukan nutrisi memenuhi
yang dibutuhkan kebutuhan nutrisi
pasien pasien dan
menentukan diet
pasien
Nutrition monitoring nutrition monitoring
1. Monitor adanya 1. adanya penurunan
penurunan berat berat badan
badan mempengaruhi
status kondisi
pasien tentang
kebutuhan nutrisi
2. Jadwalkan 2. Penjadwalan
pengobatan dan tindakan dan
tindakan tidak pengobatan di jam
selama jam makan makan akan
mengganggu
makan pasien
2.2.3.4 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas/ secret statis,
kerusakan jaringan/ terjadi infeksi lanjutan, malnutrisi, paparan
lingkungan.
Tujuan dan kriteria Rencana Rasional
hasil
Penyebaran infeksi tidak 1. Kaji patologi penyakit 1. Untuk mengetahui
terjadi setelah selama (fase aktif atau pada fase inaktif tidak
dilakukan tindakan inaktif) dan potensial berarti tubuh pasien
keperawatan selama … penyebaran infeksi sudah terbebas dari
dengan kriteria hasil : melalui air, bone, kuman TB
1. Pasien dapat droplet selama batuk,
memperihatkan bersin, meludah,
perilaku sehat berbicara, tertawa.
(menutup mulut 2. Identifikasi resiko 2. Mengurangi resiko
ketika batuk atau penularan kepada anggota keluarga
bersin) orang lain seperti untuk tertular dengan
2. Tidak muncul tanda anggota keluarga penyakit yang sama
tanda infeksi lanjutan dan teman dekat. dengan pasien
3. Tidak ada anggota 3. Edukasi pasien jika 3. Meminimalisir
keluarga atau orang batuk atau bersin penyebaran infeksi
terdekat yang tertular untuk mutup dengan lebih lanjut
penyakit seperti tissue atau
penderita menggunakan
masker
4. Monitor suhu sesuai 4. Peningkatan suhu
indikasi menunjukkan adanya
infeksi sekunder

2.2.3.5 Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negative


tentang penyakit, perasaan malu.
Tujuan dan kriteria Rencana Rasional
hasil
Harga diri pasien dapat 1. Kaji ulang konsep diri 1. Mengetahui aspek diri
terjaga/tidak terganggu yang negative dan
harga dirinya setelah positif, memungkinkan
selama dilakukan perawat menentukaan
tindakan keperawatan rencana lanjutan.
selama … dengan 2. Berikan penghargaan 2. Pujian dan perhatian
kriteria hasil : pada setiap tindakan akan meningkatkan
5. Pasien yang mengarah pada harga diri pasien
mendemonstrasikan peningkatan harga diri
atau menunjukkan 3. Jelaskan tentang 3. Pengetahuan tentang
aspek positif dari kondisi pasien kondisi diri akan
dirinya menjadi dasar bagi
6. Pasien mampu pasien untuk
bergaul dengan orang menentukan
lain tanpa merasa kebutuhan bagi dirinya
malu 4. Libatkan pasien dalam 4. Pelibatan pasien
setiap kegiatan dalam kegiatan akan
meningkatkan
mekanisme koping
pasien dalam
menangani masalah.
2.2.3.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobilisasi,
kelemahan umum, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan oksigen,
imobilitas
Tujuan dan kriteria Rencana Rasional
hasil
Pasien dapat melakukan 1. Monitor respon fisik, 1. Untuk mengetahui
aktivitas setelah emosi, sosial dan perkembangan
dilakukan tindakan spiritual aktivitas fisik, emosi,
keperawatan sosial dan spiritual
selama….dengan kriteria 2. Bantu pasien untuk 2. Untuk membatasi
hasil : mengidentifikasi aktivitas pasien yang
1. Mampu melakukan aktivitas yang mampu masih toleran dengan
aktivitas sehari-hari dilakukan kondisi pasien
secara mandiri 3. Kolaborasi dengan 3. Untuk membasakan
2. Mampu berpindah tenaga fisioterapi dan melatih kekuatan
dengan atau tanpa fisik pasien
bantuan alat
BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis atau TB (Singkatan yang sekarang TBC) Adalah penyakit


infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis . Bakteri ini
merupakan bakteri basil yang kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Gejala umum penyakit TBC adalah demam yang berlangsung
lama pada malam hari, penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk lebih
dari 3 minggu (dapat disertai darah), dan lemas.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan


bakteri Mikrobakteriumtuberkulosa yang dilepaskan saat penderita TBC batuk.
Biasanya penyakit TBC terjadi karena Kontak dekat dengan seseorang yang
menderita TB aktif, Status gangguan imun (misalnya lansia), Penggunaan obat
injeksi dan alkoholisme, Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan yang
memadai (misalnya gelandangan, masyarakat miskin),Kondisi medis yang sudah
ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, pekerjaan, dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth.(2014). Keperwatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi


12. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather., Kamitsuru, Shigemi.,Keliat, Anna Budi.,….nama terakhir.


(2018). Nanda-i diagnosis keperawatan :definisi dan klasifikasi 2018-
2020 Ed.11. Jakarta : EGC.
Mardiah, Istna A. (2017). Asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberculosis
paru. Diakses melalui :
https://www.academia.edu/36153620/Asuhan_Keperawatan_pada_Pasi
en_Tuberculosis_Paru.docx
Nurarif, Amin Husada., Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis:
Berdasarkan Penerapan Diagnosis Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Yogyakarta :Mediaction Jogja.
Panji Utomo, Susan Hendriarini Mety, Agung Wibawanto.(2013). Pembedahan
untuk Extensively Drug Resistant Tuberculosis (XDR TB) dengan
Perhatian Pencegahan Transmisi kepada Petugas Kesehatan di RSUP
Persahabatan Jakarta J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013. [Serial
Online] Diakses melalui: http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2013/05/jri-2013-33-2-122-5.pdf

Ruchban, Nurfr.(2014). Kajian pustaka TB paru. Diakses melalui :


http://eprints.ung.ac.id/5783/5/2012-1-13201-811408075-bab2-
15082012024817.pdf

Anda mungkin juga menyukai