Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE

I. DEFINISI

Stroke didefinisikan sebagai serangan otak secara tiba-tiba yang menyebabkan defisit
neurologis berlangsung lebih dari 24 jam. Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak
terputus, membunuh sel-sel otak, kerusakan otak dapat mempengaruhi cara tubuh bekerja dan
juga dapat mengubah cara berpikir penderita (Wittenauer & Smith, 2012; Stroke Association,
2018).

Stroke adalah kematian mendadak dikarenakan beberapa sel otak kekurangan oksigen
ketika aliran darah ke otak terganggu oleh penyumbatan atau pecahnya arteri (Higgins &
Abbott, 2010).

Redaksi Agromedia (2009) mendefinisikan bahwa stroke adalah pencahnya pembuluh


darah yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi yang mengakibatkan oksigen dan
aliran darah berkurang ke otak.

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun. (Smeltzer C., 2002)

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Susilo, 2000)

II. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2013) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat
kejadian dibawah ini, yaitu :

1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada
setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari. 16.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabangcabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante dkk, 2015).
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante dkk,
2015).
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan
hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi
stupor atau tidak responsif.

Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi otak dalam gerakan,
berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

III. KLASIFIKASI

Stroke dibagi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemoragik.

a. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang


menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik
ini dibagi 3 yaitu :
1) Stroke Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2) Stroke Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis yaitu:
1) Hemoragik intraserebral : perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2) Hemoragik subarakoid : perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
IV. TANDA DAN GEJALA
1) Kehilangan motorik
 Adanya defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti hemiparesis (lumpuh sebelah
badan kanan/kiri saja).
 Baal mati rasa sebelah badan, rasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai
(terbakar).
 Mulut mencong, lidah moncong, lidah mencong bila diluruskan.
 Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil. 18
2) Kehilangan komunikasi.
 Bicara jadi pelo.
 Sulit berbahasa kata yang diucapkan tidak sesuai dengan keinginan/gangguan
berbicara berupa pelo, cegal dan kata-katanya tidak bisa dipahami (afasia).
 Bicara tidak lancar hanya sepatah kata yang terucap.
 Bicara tidak ada artinya.
 Tidak memahami pembicaraan orang lain.
 Tidak mampu membaca dan penulis.
3) Gangguan persepsi.
 Penglihatan terganggu, penglihatan ganda (diplopia).
 Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangan keseimbangan.
4) Defisit intelektual
 Kehilangan memori/pelupa.
 Rentang perhatian singkat
 Tidak bisa berkonsentrasi
 Tidak dapat berhitung
5) Disfungsi kandung kemih Tidak bisa menahan kemih dan sering berkemih (Junaidi,
2011).

V. PATOFISIOLOGI

Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan
iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit
dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik
yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak.

Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena.
Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.
Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan
arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali
mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.

Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka
mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu
menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis
mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.

Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-
sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu 14 menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-
arteri menuju otak.

Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke


dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga
perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi
pada pembuluh darah otak.

Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan
oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan
merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu,


menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut).
Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan
sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial
yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak
diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan. Darah merupakan bagian yang merusak
dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan otak.
Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya
perfusi 15 serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai
ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak.
Vasospasme merupakan kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal
neurologis, iskmik otak dan infark (Fransisca B. Batticaca, 2008).
VI. PATHWAY
VII. FAKTOR RESIKO
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan
berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko stroke yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu faktor yang berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat
diubah. Contoh dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Goldstein
dkk, 2010).

1) Usia.
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait
dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.

2) Jenis kelamin

Menurut Bornstein (2009), survey ASNA (ASEAN Neurologic Association)


melakukan penelitian berskala cukup besar di 28 rumah sakit 20 seluruh indonesia.
Penelitian dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit (hospital
based study) dengan analisis penelitian ini, dapat diperoleh gambaran bahwa penderita
laki-laki lebih banyak dari perempuan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko
stroke yang tidak dapat dimodifikasi. Lebih tingginya kejadian stroke pada laki-laki
diduga karena jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan faktor risiko stroke lainnya
yakni kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol (Wirasakti, 2012). Gaya hidup tidak
sehat juga dapat menyebabkan stroke berulang karena laki-laki lebih cenderung
mempunyai kebiasaan suka memakan makanan siap saji disaat makan siang saat bekerja
dan selesai bekerja. Hormon juga mempengaruhi lakilaki lebih banyak terkena stroke
daripada perempuan, karena laki-laki tidak memilki hormon estrogen dan progesteron
(Farida, 2009).

3) Faktor genetik

Riwayat stroke dalam keluarga ada hubungannya dengan stroke berulang. Terkait
dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan 21 riwayat stroke yakni 7,75 kali
dibanding orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarga. Keturunan dari penderita stroke
diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda aterosklerosis awal yaitu proses
terjadinya timbunan lemak di bawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu
terjadinya stroke (Aguslina, 2005). Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan
mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara
faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri
koronia. Karena orang yang terkena stroke gennya sangat berpengaruh terhadap
keturunannya (Farida, 2009)

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


1) Hipertensi (tekanan darah tinggi).
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi
mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh darah
akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa,
lamakelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung.
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung) menjadi
factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika
pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat
mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus.
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya lebih kaku atau tidak
lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah
secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia.
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah berlebih.
LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah.
Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran
darah ke otak.
5) Obesitas.
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya stroke.
Hal itu terkait dengan 10 tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan
obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi disbanding
kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).
6) Merokok.
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orangorang yang merokok mempunyai
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

VIII. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


a. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke di rumah sakit terbagi atas :
 Penatalaksanaan umum
a) Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)
1) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan aliran
darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan
napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
2) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) Peningkatan intra
cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan
edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, control atau
pengendalian tekanan darah.
3) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah 21.
4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri.
7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan pemberian
makanan.
8) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex.
10) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran
atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart Association sudah
menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke
iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa
diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium.
Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
b) Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
2) Program manajemen bladder dan bowel.
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).
4) Pertahankan integritas kulit.
5) Pertahankan komunikasi yang efektif.
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
7) Persiapan pasien pulang
 Penatalaksanaan kolaboratif
1) Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi akan membantu anda
mengatasi kegiatan menyangkut atot yang kecil sekalipun, anda juga akan dilibatkan
dalam program peregangan untuk otot-otot tertentu. Beberapa bidang yang dilatih
adalah: berdiri, berjalan, menjangkau dan menggunakan benda-benda, khususnya
peralatan makan
2) Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi
3) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin
4) Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
IX. KOMPLIKASI
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Distrimia, hidrosepalus,vasospasme (Wahyu Widagdo, dkk. 2007)
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan atau
sumbatan arteri.
2) Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography Scan/CTScan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan
tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4) Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ aliran darah/
timbulnya plak dan arteriosklerosi).
5) Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG) Mengidentifikasi masalah pada
otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6) Sinar X tengkorak
7) Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
klasifikasi parsial dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.
8) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin, gula
darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah, dan
elektrolit (Batticaca, 2008).

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dan utama yang sangat menentukan keberhasilan
tahapan proses keperawatan selanjutnya. Criteria pengkajian harus mencakup tersedianya
format pengkajian, data yang dikaji harus dta yang ada dan dialami pasien saat sakit, data
harus valid dan akurat. (.(Smeltzer & Bare,2010)

1. Pengkajian Primer;
 Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
 Breathing Kelemahan menelan,batuk,melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
 Circulation TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsive dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien seperti pemakaian obat anti
hipertensi, anti lipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Perawat juga memasukkan
pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan
terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas
dua masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
g. Pengkajian Aktivitas/ istirahat
 Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat
(nyeri/ kejang otot).
 Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spastis) ; paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan gangguan tingkat kesadaran.
h. Pengkajian Sirkulasi
 Gejala : adanya penyakit jantung (MCI/Myocard Infarct, penyakit jantung vaskuler),
GJK (Gagal Jantung Kongestif), endokarditis bakterial, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
 Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler. Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek 24 stroke pada pusat vasomotor),
distritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang
abnormal.
i. Integritas ego
 Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
 Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
j. Eliminasi
 Gejala : perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Distensi
abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (ileus paralitik).
k. Makanan/ cairan
 Gejala : nafsu makan hilang, mual munta selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokkan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
 Tanda : esulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal), obesitas
(faktor risiko).
l. Neurosensori Pemeriksaan 12 Saraf kranial :

No. Saraf Fungsi Cara pemeriksaan


1. Saraf Olfaktorius saraf sensorik, untuk anjurkan klien menutup mata dan
(N. I) penciuman. uji satu persatuan hidung klien
kemudian anjurkan klien untuk
mengidentifikasi perbedaan bau-
bauan yang diberikan. (seperti
teh atau kopi).

2. Saraf Optikus (N. saraf sensorik, untuk dengan snellen cart pada jarak 5-
II) penglihatan. 6 meter dan pemeriksaan luas
pandang dengan cara
menjalankan sebuah benda dari
samping ke depan (kanan dan
kiri, atas kebawah).

3. Saraf saraf motorik, untuk anjurkan klien menggerakkan


Okulomotorius (N. mengangkat kelopak mata dari dalam keluar, dan
III) mata dan kontraksi pupil. dengan menggunakan lampu
senter uji reaksi pupil dengan
memberikan rangsangan sinar
kedalamnya.
4. Saraf troklearis (N. saraf motorik, untuk anjurkan klien melihat kebawah
IV) pergerakan bola mata. dan kesamping kanan-kiri dengan
menggerakkan tangan pemeriksa.

5. Saraf Trigeminalis saraf motorik, gerakan Dengan menggunakan kapas


(N. V) mengunyah, sensasi halus sentuhan pada kornea klien
wajah, lidah dan gigi, perhatikan reflek berkedip klien,
reflek kornea dan reflek dengan kapas sentuhkan pada
berkedip. wajah klien, uji kepekan lidah
dan gigi, anjurkan klien untuk
menggerakkan rahang atau
menggigit.

6. Saraf Abdusen (N. saraf motorik, pergerakan anjurkan klien melirik kanan dan
VI) bola mata kesamping kiri.
melalui otot lateralis.
7. Saraf Fasialis (N. saraf motorik, untuk dengan cara menganjurkan klien
VII) ekspresi wajah tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi, uji rasa
dengan menganjurkan klien
menutup mata kemudian
tempatkan garam/gula pada
ujung lidah dan anjurkan
mengidentifikasi rasa tersebut.
8. Saraf saraf sensorik, untuk tes rine weber dan bisikan, tes
Vestibulokoklear pendengaran dan keseimbangan dengan klien
(N. VIII) keseimbangan. berdiri menutup mata.

9. Saraf saraf sensorik dan dengan cara membedakan rasa


Glosofaringeus (N. motorik, untuk sensasi manis dan asam dengan
IX) rasa. menggembungkan mulut.

10. Saraf Vagus (N. X) saraf sensorik dan dengan menyentuh faring
motorik, reflek muntah posterior, klien menelan saliva
dan menelan. disuruh mengucapkan kata ah.
11. Saraf Asesorius (N. saraf motorik, untuk anjurkan klien untuk
XI) menggerakan bahu. menggerakan bahu dan lakukan
tahanan sambil klien melawan
tahanan tersebut.

12. Saraf Hipoglosus saraf motorik, untuk dengan cara klien disuruh
(N. XII) menggerakan lidah. menjulurkan lidah dan
menggerakan dari sisi ke sisi.

m. Nyeri/ kenyamanan
 Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis
terkena)
 Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ fasia.
n. Pernafasan
 Gejala : merokok (faktor risiko).
 Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas. timbulnya
pernafasan sulit dan/ atau tak teratur, suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi).
o. Keamanan
 Tanda : motorik/sensorik, masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh (stroke kanan), kesultan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada
stroke kanan), hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu
mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik,
gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh,
kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri
(mandiri), gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak
sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).
p. Interaksi sosial
 Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
q. Penyuluhan/ pembelajaran
 Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resiko). Pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko). (Doengoes, 2000)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi
darah serebral
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis
7. Gangguan menelan behubungan dengan gangguan saraf kranialis
C. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan perfusi Setelah diberikan Klien mengatakan sakit kepala 1. Kaji keadaan umum
jaringan serebral asuhan berkurang bahkan hilang dan merasa 2. Pantau TTV
berhubungan dengan keperawatan nyaman, eksremitas klien dapat 3. Bantu klien dalam letakan kepala
tidak adekuatnya selama 3x24 jam kembali digerakkan, tanda-tanda vital agak ditinggikan dan dalam posisi
sirkulasi darah diharapkan normal dan tingkat kesadaran compos anatomis (netral)
serebral perfusi jaringan mentis. 4. Anjurkan klien mempertahankan
serebral kembali keadaan tirah baring
normal 5. Kolaborasi dalam pemberian O2
sesuai indikasi
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
sesuai indikasi
2. Bersihan jalan napas Setelah diberikan Produksi sputum menurun, sumbatan 1. monitor adanya sumbatan jalan napas
tidak efektif asuhan jalan napas teratasi ,frekuensi napas 2. monitor produksi sputum
berhubungan dengan keperawatan membaik, pola napas membaik. 3. auskultasi bunyi napas
disfungsi selama 3x24 jam 4. Monitor saturasi oksigen
neuromuskuler diharapkan 5. atur interval pemantauan respirasi
bersihan jalan sesuai kondisi pasien
napas meningkat 6. dokumentasikan hasil pemantauan
3. Pola napas tidak Setelah diberikan Penggunaan otot bantu napas 1. monitor frekuensi,irama,kedalam,
efektif berhubungan asuhan menurun, pemanjangan fase ekspirasi dan upaya napas.
dengan gangguan keperawatan menurun, frekuensi napas membaik, 2. Monitor pola napas
neuromuskular selama 3x24 jam kedalaman napas membaik. 3. monitor saturasi oksigen
diharapkan pola 4. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
napas membaik 5. monitor AGD
6. dokumentasikan hasil pemantauan

4. Risiko Aspirasi Setelah diberikan Tingkat keasadaran meningkat, 1. monitor tingkat kesadaran,batuk, dan
berhubungan dengan asuhan kemampuan menelan meningkat, kemampua menelan
penurunan tingkat keperawatan kelemahan otot menurun, akumulasi 2. monitor status pernapasan
kesadaran selama 3x24 jam sekret menurun. 3. pertahankan kepatenan jalan napas
diharapkan 4. pertahankan posisi semi fowlwe (30 –
tingkat aspirasi 40o)
menurun 5. Lakukan penghisapan jalan napas,jika
produksi sekret meningkat
6. Berikan obat oral dalam bentuk cair.
5. Gangguan mobilitas Setelah diberikan Kekuatan otot meningkat, pergerakan 1. monitor tingkat kesadaran
fisik berhubungan asuhan ekstremitas meningkat, , kelemahan 2. monitor tanda tanda vital
dengan gangguan keperawatan fisik menurun. 4. monitor reflek kornea
neuromuskular selama 3x24 jam 5. monitor kesimetrisan wajah
diharapkan 6. fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
mobilitas fisik alat bantu(mis.pagar tempat tidur)
meningkat 7. identifikasi tolerasi fisik melakukan
pergerakan
8. hindari aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
9. Kolaborasi dalam pemberian matras
bulat.
6. Gangguan persepsi Setelah diberikan Mempertahankan tingkat kesadaran 1. . Kaji kesadaran sensorik
sensori berhubungan asuhan dan mengakui perubahan dalam 2. Berikan stimulasi terhadap rasa
dengan trauma keperawatan kemampuan sentuhan
neurologis selama 3x24 jam 3. Ciptakan lingkungan yang sederhana
diharapkan dengan memindahkan perabot yang
perubahan membahayakan
persepsi sensori 4. Menghilangkan kebisingan eksternal
teratasi yang berlebihan sesuai indikasi

7. Gangguan menelan Setelah diberikan Mempertahankan makanan dimulut 1.Kaji resiko tinggi terhadap menelan
behubungan dengan asuhan meningkat,reflek menelan meningkat, 2. Bantu klien dalam posisi duduk saat
gangguan saraf keperawatan kemampuan mengosongkan mulut makan
kranialis selama 3x24 jam meningkat, frekuensi tersedak batuk 3. Anjurkan klien menggunakan sedotan
diharapkan status menurun, usaha menelan meningkat saat minum
menelan membaik 4. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
program latihan/ kegiatan

D. IMPLEMENTASI

Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan
adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis, tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter (Nursalam, 2000).

E. EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap
pengkajian, perencanaan dan implementasi (Nursalam, 2011
DAFTAR PUSTAKA

https://blog-ruangguru.blogspot.com/2017/05/pathway-stroke-doc-dan-
patofisiologi.html
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/BAB_TINJAUAN_PUSTAKA_STROKE.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3661/BAB_STRoKE.pdf

Anda mungkin juga menyukai