I. DEFINISI
Stroke didefinisikan sebagai serangan otak secara tiba-tiba yang menyebabkan defisit
neurologis berlangsung lebih dari 24 jam. Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak
terputus, membunuh sel-sel otak, kerusakan otak dapat mempengaruhi cara tubuh bekerja dan
juga dapat mengubah cara berpikir penderita (Wittenauer & Smith, 2012; Stroke Association,
2018).
Stroke adalah kematian mendadak dikarenakan beberapa sel otak kekurangan oksigen
ketika aliran darah ke otak terganggu oleh penyumbatan atau pecahnya arteri (Higgins &
Abbott, 2010).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun. (Smeltzer C., 2002)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Susilo, 2000)
II. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat
kejadian dibawah ini, yaitu :
1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada
setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari. 16.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabangcabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante dkk, 2015).
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante dkk,
2015).
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan
hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi
stupor atau tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi otak dalam gerakan,
berfikir, memori, bicara, atau sensasi.
III. KLASIFIKASI
V. PATOFISIOLOGI
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan
iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit
dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik
yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena.
Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.
Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan
arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali
mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka
mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu
menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis
mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-
sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu 14 menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-
arteri menuju otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan
oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan
merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan
berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko stroke yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu faktor yang berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat
diubah. Contoh dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Goldstein
dkk, 2010).
1) Usia.
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait
dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
3) Faktor genetik
Riwayat stroke dalam keluarga ada hubungannya dengan stroke berulang. Terkait
dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan 21 riwayat stroke yakni 7,75 kali
dibanding orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarga. Keturunan dari penderita stroke
diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda aterosklerosis awal yaitu proses
terjadinya timbunan lemak di bawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu
terjadinya stroke (Aguslina, 2005). Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan
mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara
faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri
koronia. Karena orang yang terkena stroke gennya sangat berpengaruh terhadap
keturunannya (Farida, 2009)
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dan utama yang sangat menentukan keberhasilan
tahapan proses keperawatan selanjutnya. Criteria pengkajian harus mencakup tersedianya
format pengkajian, data yang dikaji harus dta yang ada dan dialami pasien saat sakit, data
harus valid dan akurat. (.(Smeltzer & Bare,2010)
1. Pengkajian Primer;
Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
Breathing Kelemahan menelan,batuk,melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
Circulation TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsive dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien seperti pemakaian obat anti
hipertensi, anti lipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Perawat juga memasukkan
pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan
terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas
dua masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
g. Pengkajian Aktivitas/ istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat
(nyeri/ kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spastis) ; paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan gangguan tingkat kesadaran.
h. Pengkajian Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung (MCI/Myocard Infarct, penyakit jantung vaskuler),
GJK (Gagal Jantung Kongestif), endokarditis bakterial, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler. Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek 24 stroke pada pusat vasomotor),
distritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang
abnormal.
i. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
j. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Distensi
abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (ileus paralitik).
k. Makanan/ cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual munta selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokkan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : esulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal), obesitas
(faktor risiko).
l. Neurosensori Pemeriksaan 12 Saraf kranial :
2. Saraf Optikus (N. saraf sensorik, untuk dengan snellen cart pada jarak 5-
II) penglihatan. 6 meter dan pemeriksaan luas
pandang dengan cara
menjalankan sebuah benda dari
samping ke depan (kanan dan
kiri, atas kebawah).
6. Saraf Abdusen (N. saraf motorik, pergerakan anjurkan klien melirik kanan dan
VI) bola mata kesamping kiri.
melalui otot lateralis.
7. Saraf Fasialis (N. saraf motorik, untuk dengan cara menganjurkan klien
VII) ekspresi wajah tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi, uji rasa
dengan menganjurkan klien
menutup mata kemudian
tempatkan garam/gula pada
ujung lidah dan anjurkan
mengidentifikasi rasa tersebut.
8. Saraf saraf sensorik, untuk tes rine weber dan bisikan, tes
Vestibulokoklear pendengaran dan keseimbangan dengan klien
(N. VIII) keseimbangan. berdiri menutup mata.
10. Saraf Vagus (N. X) saraf sensorik dan dengan menyentuh faring
motorik, reflek muntah posterior, klien menelan saliva
dan menelan. disuruh mengucapkan kata ah.
11. Saraf Asesorius (N. saraf motorik, untuk anjurkan klien untuk
XI) menggerakan bahu. menggerakan bahu dan lakukan
tahanan sambil klien melawan
tahanan tersebut.
12. Saraf Hipoglosus saraf motorik, untuk dengan cara klien disuruh
(N. XII) menggerakan lidah. menjulurkan lidah dan
menggerakan dari sisi ke sisi.
m. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis
terkena)
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ fasia.
n. Pernafasan
Gejala : merokok (faktor risiko).
Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas. timbulnya
pernafasan sulit dan/ atau tak teratur, suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi).
o. Keamanan
Tanda : motorik/sensorik, masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh (stroke kanan), kesultan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada
stroke kanan), hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu
mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik,
gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh,
kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri
(mandiri), gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak
sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).
p. Interaksi sosial
Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
q. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resiko). Pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko). (Doengoes, 2000)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi
darah serebral
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis
7. Gangguan menelan behubungan dengan gangguan saraf kranialis
C. INTERVENSI
4. Risiko Aspirasi Setelah diberikan Tingkat keasadaran meningkat, 1. monitor tingkat kesadaran,batuk, dan
berhubungan dengan asuhan kemampuan menelan meningkat, kemampua menelan
penurunan tingkat keperawatan kelemahan otot menurun, akumulasi 2. monitor status pernapasan
kesadaran selama 3x24 jam sekret menurun. 3. pertahankan kepatenan jalan napas
diharapkan 4. pertahankan posisi semi fowlwe (30 –
tingkat aspirasi 40o)
menurun 5. Lakukan penghisapan jalan napas,jika
produksi sekret meningkat
6. Berikan obat oral dalam bentuk cair.
5. Gangguan mobilitas Setelah diberikan Kekuatan otot meningkat, pergerakan 1. monitor tingkat kesadaran
fisik berhubungan asuhan ekstremitas meningkat, , kelemahan 2. monitor tanda tanda vital
dengan gangguan keperawatan fisik menurun. 4. monitor reflek kornea
neuromuskular selama 3x24 jam 5. monitor kesimetrisan wajah
diharapkan 6. fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
mobilitas fisik alat bantu(mis.pagar tempat tidur)
meningkat 7. identifikasi tolerasi fisik melakukan
pergerakan
8. hindari aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
9. Kolaborasi dalam pemberian matras
bulat.
6. Gangguan persepsi Setelah diberikan Mempertahankan tingkat kesadaran 1. . Kaji kesadaran sensorik
sensori berhubungan asuhan dan mengakui perubahan dalam 2. Berikan stimulasi terhadap rasa
dengan trauma keperawatan kemampuan sentuhan
neurologis selama 3x24 jam 3. Ciptakan lingkungan yang sederhana
diharapkan dengan memindahkan perabot yang
perubahan membahayakan
persepsi sensori 4. Menghilangkan kebisingan eksternal
teratasi yang berlebihan sesuai indikasi
7. Gangguan menelan Setelah diberikan Mempertahankan makanan dimulut 1.Kaji resiko tinggi terhadap menelan
behubungan dengan asuhan meningkat,reflek menelan meningkat, 2. Bantu klien dalam posisi duduk saat
gangguan saraf keperawatan kemampuan mengosongkan mulut makan
kranialis selama 3x24 jam meningkat, frekuensi tersedak batuk 3. Anjurkan klien menggunakan sedotan
diharapkan status menurun, usaha menelan meningkat saat minum
menelan membaik 4. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
program latihan/ kegiatan
D. IMPLEMENTASI
Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan
adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis, tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter (Nursalam, 2000).
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap
pengkajian, perencanaan dan implementasi (Nursalam, 2011
DAFTAR PUSTAKA
https://blog-ruangguru.blogspot.com/2017/05/pathway-stroke-doc-dan-
patofisiologi.html
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/BAB_TINJAUAN_PUSTAKA_STROKE.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3661/BAB_STRoKE.pdf