Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemampuan Berpikir Kritis

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir merupakan sebuah aktivitas yang selalu dilakukan

manusia.Berfikir sangat penting bagi setiap manusia, karena dengan

berpikir kita dapat memahami suatu informasi, memecahkan masalah dan

sebagainya (Sari,2017). Menurut Peter Reason (dalam Wina Sanjaya)

menyatakan “berpikir (thingking) adalah proses mental seseorang yang

lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami

(comprehending). Menurut Nurul Marifah (2014) berfikir adalah suatu

kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diperoleh dan

digunakan untuk memecahkan masalah serta memperoleh jawaban yang

sesuai dengan logika.Sedangkan menurut Letseka & Zireva (2013)

berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak dalam

memanipulasi informasi dengan tujuan menalar, memecahkan masalah,

membuat keputusan dan penilaian atas suatu peristiwa. Berpikir sering

dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara kritis,

membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah(Ita Fara

Dina,2018)

Ernet dalam Rasiman (2012) mendifinisikan berfikir kritis adalah

kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan pada observasi dan

informasi yang di diperoleh. Sedangkan Abrami, dkk (2015) menyatakan

12
13

bahwa berpikir kritis adalah proses yang dilakukan dengan maksud

tertentu, mengambil keputusan melalui proses disiplin diri dalam

menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi dan menarik kesempulan

dari informasi yang menjadi dasar keputusan, sekaligus memberi

penjelasan atas alasan yang mendukung keputusan tersebut. Hal senada

juga diungkapkan oleh eggen dan kauchak (2012:115) yang mengatakan

bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan seseorang dalam membuat

dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menyimpulkan dan

mempertimbangkan hasil kesimpulan. Menurut Sukmadinata dan

Syaodih (2012:122) berpikir kritis adalah suatu kemampuan nalar

seseorang dalam menilai, memecahkan masalah dan membuat keputusan

ilmiah.

Kemampuan berpikir kritis harus dimiliki oleh peserta didik agar

peserta didik dapat melakukan analisis dan evaluasi(Kargar,2013). Selain

itu, Agboeze dkk (2013) mengatakan bahwa berpikir kritis harus diajarkan

pada peserta didik agar peserta didik mampu memecahkan masalah,

mengkomunikasikan ide, dan menumbuhkan hal positif dalam lingkungan.

Sejalan dengan hal itu menurut Surya, E., Khairil., & Razali (2014) dengan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat mempertimbangkan

pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

berpikir kritis adalah proses berpikir yang dilakukan dengan sengaja

dengan melibatkan proses pemecahan masalah, membuat keputusan,

melakukan evaluasi dan penilaian terhadap permasalah yang dihadapi yang


14

memiliki tujuan memperoleh keputusan atau solusi logis atas suatu

masalah dengan senantiasa melakukan refleksi terhadap hasil

pemikiran.kemampuan berfikir kritis harus dimiliki peserta didik agar

mampu memecahkan masalah, mengkomunikasikan ide,menumbuhkan hal

positif dalam lingkungan, dapat mempertimbangkan pendapat orang lain

,mampu mengungkapkan pendapatnya sendir,serta dapat melakukan

analisis dan evaluasi

b. Indikator Berpikir Kritis

Ennis (1985) dalam Kokom komalasari (2011) mengelompokkan

indikator aktivitas berpikir kritis ke dalam lima besar.Indikator berpikir

krtitis tersebut meliputi :

1. Memberikan penjelasan sederhana, yang terdiri atas: memfokuskan

pertanyaan, menganalisis argumen, serta bertanya dan menjawab

pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menentang.

2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas pertimbangan

kredibilitas suatu sumber dan mengobservasi dan mempertimbangkan

hasil observasi.

3. Menyimpulkan yang terdiri atas: membuat deduksi, menginduksi atau

mempertimbangkan hasil induksi dan membuat dan memprtimbangkan

nilai keputusan.
15

4. Membuat penjelasan lebih lanjut, yang terdiri atas: mengidentifikasi

istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi ,serta

mengidentifikasi asumsi.

5. Mengatur strategi dan taktik, yang terdiri atas: memutuskan suatu

tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

c. Manfaat Keterampilan Berpikir Kritis

kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk dikembangkan di

sekolah agar peserta didik mampu dan terbiasa dalam menghadapi

berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.Sejalan dengan hal

tersebut menurut Jayasari,(2018) Kemampuan berpikir kritis sangat

penting bagi peserta didik karena dengan kemampuan ini peserta didik

mampu bersikap rasional,mampu memilih alternatif pilihan yang terbaik

bagi dirinya,cermat dalam menghadapi berbagai persoalan dalam

kehidupan sehari hari,mampu menyelesaikan persoalan dengan tepat,serta

mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan

sehari-hari.

2.2. Kemampuan berkomonikasi lisan

a. Pengertian Berkomonikasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mendefinisikan komunikasi

sebagai pengiriman atau penerimaan pesan atau berita antara dua orang

atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat

dipahami. Sedangkan menurut Kemendiknas (2010: 10) komunikasi

adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan

bekerja sama dengan orang lain. Komunikasi juga mengandung pengertian


16

memberitahukan dan menyebarkan informasi, berita, pesan, pengetahuan,

nilai, dan pikiran dengan maksud agar menggugah partisipasi dan

selanjutnya orang yang diberitahukan tersebut menjadi milik bersama

antara orang yang memberi atau menyampaikan informasi (komunikator)

dan orang yang menerima informasi (komunikan) (Sugiyo 2005:1).

Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi

pemahaman, sehingga melalui komunikasi gagasan-gagasan direfleksikan,

diperbaiki, didiskusikan, dan diubah (Wahyudin,2008:38).Berdasarkan

penyataan tersebut dalam komunikasi, ide-ide yang diperoleh tidak

semuanya dapat diterima begitu saja.Beberapa ide tersebut ada yang

mengalami perbaikan dan perubahan melalui proses diskusi, sebelum

akhirnya ide-ide tersebut diterima dan kemudian digunakan.

Komunikasi adalah “the process by whichan individuals (the

communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the

behavior of other indivisuals (communicant)” yang berarti: “proses dimana

seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya

lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku

orang-orang lain”(Roudhonah,2007:20).Hal yang senada dikemukakan

oleh Effendy (2009:63) “Komunikasi adalah proses penyampaian pesan

oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan

efek”

Berdasarkan penjelasan beberapa definisi komunikasi yang telah

dikemukakan dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses

penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan ide-ide dari seseorang


17

(komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui media yang

menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan, dimana

melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan

sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara

keduanya.

Menurut Widjaja dalam skripsi Fahriani (2012: 10) fungsi

komunikasi dalam pendidikan yaitu sebagai pengalihan ilmu pengetahuan

sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak dan

pendidikan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua

bidang kehidupan. Kemampuan komunikasi dapat dikelompokkan menjadi

dua jenis yaitu kemampuan komunikasi secara lisan dan kemampuan

komunikasi melalui tulisan.

b. Kemampuan Berkomunikasi secara Lisan

Komunikasi secara lisan adalah penyampaian informasi yang

dilakukan melalui ucapan kata-kata atau kalimat. Menurut Liaw (Fahriani

2012: 11) ada dua tipe komunikasi seseorang yaitu extravert (terbuka) dan

introvert (tertutup). Seseorang yang memiliki tipe extravert akan lebih

terbuka dalam berkomunikasi sedangkan seseorang yang bersifat introvert

akan lebih diam dan menutup diri.

Indikator kemampuan komunikasi secara lisan yaitu (1) kemampuan

mengajukan pertanyaan, (2) menjawab pertanyaan, (3) mengajukan

pendapat, dan (4) menanggapi pendapat saat diskusi.

1. Kemampuan mengajukan pertanyaan


18

Hal yang paling penting dan perlu dikembangkan dalam proses

belajar mengajar, adalah kemampuan mengajukan pertanyaan. Terlebih

lagi pada saat kegiatan diskusi. Arifin (Fahriani 2012: 12) mengatakan

bahwa bertanya merupakan indikator berpikir seseorang. Siswa yang

memiliki motivasi belajar tinggi cenderung lebih sering bertanya

dibandingkan dengan siswa-siswa yang memiliki motivasi rendah.

Dengan demikian, supaya siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran,

maka guru hendaknya memberikan kesempatan untuk bertanya.

2. Kemampuan menjawab pertanyaan

Kemampuan menjawab pertanyaan merupakan respon siswa

dalam kegiatan pembelajran. Pertanyaan yang dijawab oleh siswa dapat

berasal dari guru atau temannya. Ketika siswa menjawab pertanyaaan,

berarti siswa berlatih untuk berani mengemukakan jawaban, berlatih

menyusun kata-kata, berlatih demokrasi di kelas dan memacu siswa

untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Keadaan ini dapat

menjadikan suasana kelas menjadi lebih hidup, dinamis, dan

komunikatif.

3. Kemampuan mengajukan pendapat

Ketika siswa mengajukan pendapat, dalam hal ini berarti siswa

menyampaikan informasi, gagasan, dan fakta yang diperoleh dari

kegiatan pembelajaran ataupun pengetahuan yang siswa dapatkan dari

luar pembelajaran, misalnya dari televisi, radio, majalah, surat kabar,

dan lain-lain. Kemampuan mengajukan pendapat ini dapat dilihat ketika

siswa melakukan diskusi. Diskusi merupakan suatu proses yang teratur


19

dan melibatkan banyak orang yang bertujuan untuk memecahkan

masalah atau mengambil kesimpulan. Oleh sebab itu pada saat diskusi

inilah saat yang tepat bagi siswa untuk berlatih mengajukan pendapat.

4. Kemampuan menanggapi pendapat

Kemampuan menanggapi pendapat dapat diartikan juga sebagai

kemampuan untuk mendukung atau menyanggah suatu pendapat yang

dikemukakan oleh orang lain ketika melakukan diskusi. Pada saat

diskusi akan terjadi proses tukar pendapat antara kelompok. Untuk

menjaga diskusi tetap berjalan teratur dan tujuan diskusi tercapai maka

hendaknya pendapat yang disampaikan menarik untuk dibahas kembali.

Disamping itu cara penyampaiannya harus komunikatif, sehingga

mudah dipahami orang lain. Jika hendak menolak, mengomentari atau

mengoreksi kata yang digunakan hendaknya yang sopan dan tidak

menyakiti perasaan orang lain.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komonikasi

Proses komunikasi bergantung pada berbagai faktor yang meliputi

komunikator (pengirim pesan), pesan yang disampaikan, komunikan

(penerima pesan), konteks dan sistem penyampaian pesan, isi pesan yang

sesuai dengan kebutuhan penerima pesan, keadaan yang kondusif

(nyaman, menyenangkan, aman dan menantang) pada saat menyampaikan

pesan, serta metode dan media yang digunakan dalam menyampaikan

pesan(Igak Wardani,2001:5)

Menurut Darojah (2001:21) proses komunikasi berupa transformasi

nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Sedangkan objek


20

sasaran yang menerima proses adalah siswa yang sedang tumbuh dan

berkembang menuju ke arah pendewasaan kepribadian dan penguasaan

pengetahuan. Untuk menjaga proses ini agar berlangsung dengan baik,

dituntut adanya hubungan edukatif yang baik antara pengajar atau

pendidik dengan anak didik atau siswa yang bertujuan agar terjalin

komunikasi yang efektif.

Untuk senantiasa berkomunikasi efektif dalam kehidupan sehari-

hari, individu juga harus memahami tata cara berbicara yang baik untuk

lebih memperkaya wawasan dalam melakukan komunikasi efektif seperti

yang dinyatakan oleh Hutagalung (2007:66) yaitu:

a. Lihatlah lawan bicara

Melihat lawan bicara dengan tatapan atau pandangan yang

bersahabat tanpa mengesankan kejenuhan atau kegelisahan terhadap

lawan bicara, karena hal ini akan menimbulkan ketersinggungan.

b. Suara harus terdengar jelas

Suara yang dikeluarkan harus terdengar dengan jelas dan tidak

bergumam

c. Ekspresi wajah yang menyenangkan

Menampilkanlah ekspresi wajah yang bersahabat selama

komunikasi berlangsung, bukan menampakkan wajah yang sinis

ataupun cemberut.

d. Tata bahasa yang baik


21

Gunakanlah bahasa yang sesuai dengan kondisi dan situasi selama

komunikasi berlangsung

e. Pembicaraan mudah dimengerti, singkat dan jelas

Menggunakan susunan kata yang tepat untuk diucapkan, jangan

terlalu panjang, berbelit-belit ataupun susah untuk dipahami.

d. Manfaat Komunikasi Lisan

Peserta didik harus memiliki keterampilan berkomunikasi lisan

dalam proses pembelajaran di kelas untuk mengekspresikan pemikiran

atau gagasan mereka secara lisan langsung kepada siswa lain atau gurunya.

(Ningsih, 2017). Menurut Suranto, (2007:22) Komunikasi lisan memiliki

beberapa keuntungan yaitu:

1. Keuntungan terbesar dari komunikasi lisan adalah kecepatannya, dalam

arti ketika kita melakukan tindakan komunikasi dengan orang lain,

pesan dapat disampaikan dengan segera. Aspek kecepatan ini akan

bermakna kalau waktu menjadi persoalan yang esensial.

2. Munculnya umpan balik segera (instant feedback). Artinya penerima

pesan dapat dengan segera memberi tanggapan atas pesan-pesan yang

disampaikan.

3. Memberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk mengendalikan

situasi, dalam arti sender dapat melihat keadaan penerima pesan pada

saat berlangsungnya tindak komunikasi tersebut. Jika memiliki

kemampuan berbicara yang lebih baik, memungkinkan pesan-pesan

yang disampaikan akan menjadi lebih jelas dan cukup efektif untuk

dapat diterima oleh receiver.


22

2.3. Think Pair Share (TPS)

a. Pengertian Model Think Pair Share (TPS)

Model Think pair share (TPS) merupakan salah satu jenis

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan

koleganya di Universitas Maryland. Frank Lyman mengatakan bahwa

think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi

pola suasana diskusi kelas.(trianto,2007:61).Menurut Shoimin

(2014:208)“Think Pair Share adalah suatu model pembelajaran kooperatif

yang memberi siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu

saling lain”.

Slavin (dalam Lina,2015:628) mengatakan pembelajaran think pair

share merupakan strategi sangat sederhana, tetapi sangat bermanfaat yang

mudah dan sederhana dengan mengelompokkan siswa secara berpasangan

yang dapat meningkatkan interaksi siswa, kemandirian, tanggung jawab

serta keaktifan siswa dalam belajar. Siswa dilatih untuk aktif dalam

memecahkan masalah yang dihadapi dan berdiskusi dengan teman

pasangannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan TPS

membantu siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu

sama lain. Dalam hal ini siswa memiliki waktu lebih banyak untuk

memikirkan jawaban atas pertanyaan/permasalahan yang diajukan oleh

guru, siswa diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban yang

dikemukakan oleh sesama temannya, serta siswa dipercaya untuk


23

membantu temannya dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam

menyelesaikan tugas maupun dalam memahami materi pelajaran.

b. Langkah-Langkah Model Think Pair Share (TPS)

Menurut Trianto (2011: 82) model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share mempunyai tiga tahapan yaitu:.

1. Berpikir (Think)

Sebelum siswa diminta untuk berpikir tentang topik materi

permasalahan yang disampaikan guru secara individual. Guru terlebih

dahulu menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang ingin

dicapai setelah itu siswa disuruh untuk berpikir (Thinking). Menurut

Sudirman (dalam Shoimin, 2014:212) “Berpikir adalah aktivitas mental

untuk dapat merumuskan pengertian, menyintesiskan, dan menarik

kesimpulan”. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Shoimin

(2014:212)” Berpikir (Think) merupakan kegiatan mental yang

dilakukan utuk mengambil keputusan, misalnya merumuskan

pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan setelah proses

mempertimbangkan”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

Think (berpikir) adalah merupakan langkah awal untuk penerapan

model kooperatif di mana siswa mencoba untuk memikirkan jawaban

mereka sendiri setelah guru menyampaikan inti materi dan kompetensi

yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

2. Berpasangan (Pairing)
24

Setelah siswa memikirkan jawaban mereka sendiri selanjutnya

mendiskusikan dalam pasangan atau teman sebangku mereka. Menurut

Suprijo (dalam Shoimin 2014:91) mengemukakan bahwa “Pairing

merupakan tahap kedua, pada tahap ini peserta didik berpasang-

pasangan”. Beri kesempatan pasanganpasangan itu untuk berdiskusi.

Diharapkan diskusi ini dapat memper dalam makna dari jawaban yang

telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. Senada

dengan pendapat Trianto (2009:81) menyatakan bahwa “Pairing

(berpasangan) merupakan bertukar pikiran dengan teman sebangku”.

Pairing merupakan langkah kedua dalam pembelajaran TPS. Dalam hal

ini guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan dengan teman

sebelahnya, dan membentuk kelompok diskusi atas pertanyaan yang

diberikan guru.

3. Berbagi (Sharing)

Salah satu tahap penting dalam pelaksanaan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS adalah mendiskusikan materi yang telah

disampaikan oleh guru kepada pasangan lain. Menurut Trianto

(2009:82) menyatakan bahwa “Sharing (berbagi) merupakan berdiskusi

dengan pasangan lain”. Sedangkan menurut Ngalimun (2014:169)

menyatakan bahwa “Hasil diskusi intersubjektif tiap-tiap pasangan

hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas”. Tahap ini dikenal

dengan sharing. Dalam tahap ini diharapkan terjadi tanya jawab yang

mendorong pada pengetahuan siswa. Sharing merupakan langkah

terakhir dalam pembelajaran Think Pair Share. Di dalam sharing guru


25

memimpin materi diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Think Pair

Share diawali dengan proses think (berfikir) yaitu siswa terlebih dahulu

berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru,

kemudian dilanjutkan oleh tahap pair (berpasangan), yaitu siswa diminta

untuk mendiskusikan dengan pasangan- pasangannya tentang apa yang

telah dipikirkannya secara individu dan kemudian diakhiri dengan share

(berbagi). Setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah

satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi

kesepakatan dalam diskusinya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain

hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai

pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Think Pair Share (TPS)

Setiap model pembelajaran pasti memiliki keunggulan yang sesuai

dengan situasi dan kondisi tertentu dibandingkan dengan model

pembelajaran lainnya. Masing-masing model pembelajaran memiliki

kelebihan tersendiri, tidak terkecuali model pembelajaran Think Pair

Share (TPS). Menurut Spencer Kagan (Pujiasih 2011: 11) manfaat model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah:

1. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan

tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat

dalam kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab


26

setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa akan lebih mengingat

pembelajaran seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban

mungkin menjadi lebih baik.

2. Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk

berpikir ketika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa,

mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi.

Manfaat dari penerapan model pembelajaran Think Pair Share

menurut Huda (2014) adalah:

1. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan

orang lain;

2. Mengoptimalkan partisipasi siswa; dan

3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi

mereka kepada orang lain.

Sedangkan menurut menurut Istarani (2011,58).kelebihan dan

kekurangan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yaitu:

1. Kelebihan

a) Dapat meningkatkan daya nalar siswa, daya kritis siswa, daya

imajinasi siswa dan daya analisis terhadap suatu permasalahan.

b) Meningkatkan kerjasama antara siswa karena mereka dibentuk

dalam kelompok.

c) Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menghargai

pendapat orang lain.


27

d) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat

sebagai implementasi ilmu pengetahuan.

e) Guru lebih memungkinkan untuk menambahkan pengetahuan anak

ketika selesai diskusi.

2. Kekurangan

a) Sulit untuk menentukan permasalahan yang cocok dengan tingkat

pemikiran siswa.

b) Bahan-bahan yang berkaitan dengan membahas permasalahan yang

ada tidak dipersiapkan baik oleh guru maupun siswa.

c) Kurang terbiasa memulai pembelajaran dengan suatu permasalahan

yang rill atau nyata.

d) Pengalaman siswa menyelesaikan masalah relative terbatas.

Anda mungkin juga menyukai