Anda di halaman 1dari 21

Nama : Viola Dara Bunga Permata

NIM : 21401101087

Tugas BP 2 MINGGU 2

 Fungsi genitalia laki-laki dan fungsi genitalia wania (SPERMATOGENESIS


DAN OOGENESIS)

Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal :


spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis tepatny ditubulus
seminiferus. Sel spermatozoa, disingkat sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk didalam
testis melewati sebuah proses kompleks. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel
germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di
tubulus seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri
dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak
didua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia berdiferensiasi
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.

Pada proses spermatogenesis terjadi proses-proses dalam istilah sebagai berikut :  


1. Spermatositogenesis (spermatocytogenesis) adalah tahap awal dari spermatogenesis yaitu
peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi spermatosit primer (mitosis), selanjutnya
spermatosit melanjutkan pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit sekunder dan
spermatid. Istilah ini biasa disingkat proses pembelahan sel dari spermatogonium
menjadi spermatid.
2. Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa perubahan spermatid menjadi sperma
yang dewasa. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu
selama 2 hari. Terbagi menjadi tahap 1) Pembentukan golgi, axonema dan kondensasi
DNA, 2) Pembentukan cap akrosom, 3) pembentukan bagian ekor, 4) Maturasi, reduksi
sitoplasma difagosit oleh sel Sertoli.  
3. Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan sperma matur dari sel sertolike
lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke epididimidis. Sperma belum memiliki
kemampuan bergerak sendiri (non-motil). Sperma non motilini ditranspor dalam cairan
testicular hasil sekresi sel Sertoli dan bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot
peritubuler. Sperma baru mampu bergerak dalam saluran epidimis namun pergerakan
sperma dalam saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri melainkan
karena kontrak siperistal tikotot saluran.

 Hormon - Hormon yang Berperan dalam Proses Spermatogenesis


Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya:
a.  Kelenjer hipofisis menghasilkan hormone peransang folikel (Folicle Stimulating
Hormon/FSH) dan hormonlutein (Luteinizing Hormon/LH).
b. LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormone testosteron. Pada masa pubertas,
androgen/testosterone memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang
akan memacu spermatogonium untuk memulai spermatogenesis.
d. Hormon pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada
spermatogenesis.

2. Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur
(ovum) di dalam ovarium. Oogenesis dimulai
dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang
disebut oogonia (tunggal: oogonium).
Pembentukan sel telur pada manusia dimulai sejak
di dalam kandungan, yaitu di dalam ovari fetus perempuan. Pada akhir bulan ketiga usia
fetus, semua oogonia yang bersifat diploid telah selesai dibentuk dan siap memasuki tahap
pembelahan.  Semula oogonia membelah secara mitosis menghasilkan oosit primer. Pada
perkembangan fetus selanjutnya, semua oosit primer membelah secara miosis, tetapi
hanya sampai fase profase. Pembelahan miosis tersebut berhenti hingga bayi perempuan
dilahirkan, ovariumnya mampu menghasilkan sekitar 2 juta oosit primer mengalami
kematian setiap hari sampai masa pubertas. Memasuki masa pubertas, oosit melanjutkan
pembelahan miosis I. Hasil pembelahan tersebut berupa dua sel haploid, satu sel yang
besar disebut oosit sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil disebut badan kutub
primer.
Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan mengalami
pembelahan miosis II.  Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah menjadi dua sel, yaitu
satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi berukuran lebih kecil disebut badan
polar sekunder. Badan kutub tersebut bergabung dengan dua badan kutub sekunder
lainnya yang berasal dari pembelahan badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan
kutub sekunder. Ootid mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang,
sedangkan ketiga badan kutub mengalami degenerasi (hancur). Dengan demikian dapat
disimpulkan  bahwa pada oogenesis hanya menghasilkan satu ovum. 

 Sistem regulasi hormonal pada reproduksi laki-laki dan perempuan

1. Sistem regulasi hormonal pada reproduksi laki-laki


LH dan FSH dihasilkan oleh hipofisis anterior dengan fungsi yang berbeda namun
keduannya mendukung dalam spermatogenesis. LH akan merangsang sel Leydig ang berada
di ruang interstitial tubulus siminiferus untuk menghasilkan testosteron. Testosteron ini
berfungsi dalam mempengaruhi perkembangan sifat-sifat seks sekunder pria, memberikan
feedback negatif melalui pituitari dan hipotalamus sehingga mengakibatkan penurunan
sekresi luteinizing hormone (LH) dan menjaga fungsi kelenjar prostat dan vesikel seminalis
serta merangsang spermatogenesis.
FSH dihasilkan juga oleh kelenjar hipofisis anterior, hormon ini berpengaruh
terhadap sel-sel sertoli yang terletak di dalam tubulus siminiferus yang berfungsi untuk
memberi nutrien bagi sperma yang sedang berkembang yang sangat mendukung
spermatogenesis dari penyediaan bahan makanan bagi sperma. dan pelepasan sel sperma
yang telah matur. Perhatikan gambar di bawah ini baik-baik untuk mempelajari fungsi FSH
dan LH.

2. Sistem regulasi hormonal pada reproduksi perempuan


GnRH yang disekresikan oleh hipothalamus untuk mengontrol siklus ovarium dan uterine.
Kemudian GnRH menstimulasi pengeluaran follicle stimulating hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) dari anterior pituitary.
Selanjutnya FSH menginisiasi pekembangan folikuler sementara LH menstimulasi
perkembangan lebih jauh pada folikel-folikel ovarian. Selain itu, FSH dan LH menstimulasi
folikel ovarium untuk mensekresi estrogen.
LH menstimulasi sel-sl theca dari folikel-folikel yang androgen berkembang untuk
memproduksi androgen. Dibawah pengaruh FSH, androgen diambil oleh sel-sel granulose
pada folikel dan kemudian dirubah menjadi estrogen.
Pada pertengahan siklus, LH menggerakkan ovulasi dan kemudian mendukung
pembentukkan korpus luteum. Inilah alasan kenapa diberi nama lutinizing hormone.
Kemudian distimulasi oleh LH, korpus luteum memproduksi estrogen, progesterone, relaxin,
dan inhibin.
Fungsi hormone estrogen :
1. Mendukung perkembangan dan pertahanan struktur reproduksi wanita. Karakteristik
sekunder wanita seperti distribusi jaringan adipose di payudara, abdomen, mons pubis
dan pinggul, nada suara, dan pola perkembangan rambut tubuh.
2. Estrogen menaikkan anabolisme protein termasuk membangun tulang yang kuat.
Dalam hal ini, energen bersifat sinergis dengan human growth hormone (hGH).
3. Estrogen menurunkan level kolesterol darah yang memungkinkan alasan pada wanita
berusia dibawah 50 tahun untuk memiliki risiko coronary artery disease lebih banak
disbanding pria.
4. Level sedang pada estrogen mengahambat pengeluaran GnRH oleh hypothalamus dan
sekresi FSH dan LH oleh anterior pituitary.
Fungsi hormone progesterone :
1. Bekerjabersama-sama estrogen untuk menyiapkan endometrium untuk implantasi.
2. Menyiapakan kelenjar susu untuk mensekresi air susu.
3. Menghambat pengeluaran GnRH dan LH.
Fungsi hormone Relaxin :
1. Menghambat konraksi otot polos uterine.
2. Selama bekerja, menaikkan flexibilitas simfisis pubis dan pembesaran serviks uterine.
Fungsi hormone inhibin :
Menghambat pengeluaran FSH dan menurunkan tingkatan LH.

 Mekanisme pembentukan jenis kelamin pada laki-laki dan perempuan


Perkembangan embrional alat reprdoduksi berasal dari keadaan yang indiferen

dengan kedua jenis kelamin yang sama sampai awal minggu ke-7 dan barulah organ

polar yang spesifik berdiferensiasi dalam berbagai sudut pandang. Pada dinding dorsal

perut sebelah medial dari mesonefros tampak suatu tonjolan yang cembung mirip rigi

(gonadal ridge) pada minggu ke-5, yang terbentang dari diafragma sampai ke panggul

dan di tengahnya terdapat bakal gonad yang agak menonjol ke depan.

Di daerah bakal gonad, membran basal epitel coelom menghilang sehingga dapat

tumbuh ke dalam tanpa halangan dan sel kelamin dengan organnya dapat mengalami

suatu situasi penting bagi diferensiasi gamet yang sangat spesifik dan terjadi kemudian.

Namun, jaringan mesonefros tumbuh dengan cepat pada bakal gonad, yang

menginduksi dan mengatur perkembangan lebih lanjut pada gonad melalui ekspresi

faktor-faktor spesifik. Tanpa faktor ini, bakal gonad tidak berkembang lebih lanjut.

Mesonefros dengan demikian tetap ada pada kedua jenis kelamin di daerah bakal gonad

yang mula-mula menerimanya, namun segera mengalami degenerasi di kranial dan

kaudal.
Di sebelah lateral dari mesonefros akhirnya terbentuk ductus genitales yang lebar,

yaitu duktus Muller (duktus paramesonefros). Dengan demikian, mula-mula terbentuk

lekukan ke dalam pada epitel coelom, yang lalu bertambah menjadi saluran epitel yang

tumbuh di samping duktus Wolff ke arah kaudal sampai ke sinus urogenitalis.

Karenanya, tercipta dasar duktus bersama bagi kedua jenis kelamin untuk diferensiasi

organ kelamin bagian dalam lebih lanjut, yakni keadaan indiferen yang merupakan asal

perkembangan pria dan wanita pada bulan ketiga

Tahap Indiferen Gonad

Sex secara genetik terbentuk pada saat embrio pada saat fertilisasi, sedangkan

secara morfologi gonad belum menunjukkan antara pria dan wanita sampai minggu ke-

7. Gonad pada awalnya merupakan sepasang rigi longitudinal yang disebut genital atau

gonadal ridge yang terbentuk dari proliferasi epitel dan kondensasi dari lapisan

mesenchyme. Sel germinal primordial belum tampak di genital ridge sampai minggu

ke-6 (Langman, 2009).

Gonad bukan merupakan asal dari sel kelamin dan bukan merupakan “kelenjar”

dalam arti sebenarnya, melainkan tempat sel germinal dalam perjalanannya di ductus

genitales mengalami diferensiasi spesifik. Sel-sel germinal primordial kemungkinan

mengembara dari yolk sac melalui tangkai penghubung (connecting stalk) atau juga dari

epiblas ke dalam rongga tubuh bakal embrio pada tahap dini.

Sel-sel yang cepat bertambah banyak melalui mitosis, bergerak dan mengembara

seperti amoeba (kira-kira pada hari ke-28) sepanjang mesentery dorsal dari hind gut,

tiba di gonad primitif pada awal minggu ke-5 dan menempati genital ridge pada

minggu ke-6. Apabila mereka gagal menempati genital ridge pada masanya maka

gonad tidak akan terbentuk


Gambar 2.2 A. Embrio minggu ke-, menunjukkan sel germinal primordial di dinding
yolc sac dekat dengan allantois, B. Pergerakan sel germinal primordial sepanjang
dinding hind gut dan dorsal mesentery menuju genital ridge

Gambar 2.3 Minggu ke-6 gonad indiferen dengan korda seks primitif. Beberapa sel
germinal primordial dikelilingi oleh sel-sel dari korda sek primitif

Sel kelamin mulanya dapat ditemukan di epitel permukaan yang juga disebut

epitel benih. Sel-sel epitel coelom cepat tumbuh ke dalam dengan membawa sel-sel

germinal dan kemudian selalu mempertahankan hubungan sel yang erat dengan sel-sel

germinal tersebut yang penting untuk diferensiasi sel-sel ini. Sel epitel coelom

menunjang metabolisme sel germinal dan mengatur perkembangan selanjutnya dengan

cara yang spesifik. Sel epitel coelom berdiferensiasi di dalam testis menjadi sel sertoli

dan di dalam ovarium menjadi sel epitel folikel. Dengan cara ini, pada bakal gonad

embrio terbentuk dua daerah yang berhadapan dan memiliki zat penginduksi yang
berbeda, yaitu korteks dan medula. Sel germinal mula-mula tetap berada di korteks

dalam pengaruh sel-sel sertoli atau sel epitel folikel. Medula sebaliknya lebih

(biasanya) dipengaruhi inhibisi dari blastema mesonefros.

Gambar a) Gonad indiferen. Panah merah = pengembaraan sel germinal dari daerah
usus, panah biru = penetrasi sel-sel mesonefros. b) Bakal testis, kiri = stadium awal,
kanan = stadium lanjut dengan tubulus seminiferus (D), rete testis (R), duktus
epididimis (NH), tunika albugenia (Ta), L = sel leydig. c) bakal ovarium, kanan =
stadium awal, kiri = stadium lanjut dengan epitel benih (K), dan folikel telur (E), P =
folikel primordial.
1 = daerah korteks luar, 2 = daerah korteks, 3 = daerah medula

Masih belum diketahui mekanisme pengaturan perjalanan sel-sel germinal primer

dari mesoderm ekstra embrional ke bakal gonad. Karena sel-sel benih tetap memiliki

faktor transkripsi (protein-Oct4) yang diekspresikan pada semua sel blastomer yang

totipoten. Faktor ini juga diekspresikan pada sel-sel benih tahap ke-3 dan pada oosit,

namun tidak diekspresikan pada sperma. Pada permukaan gonad, sel- sel germinal

mempunyai faktor sel tunas, yang melindungi sel-sel germinal dari terjadinya apoptosis

(Rohen & Drecoll, 2003).

Sebelum dan selama sel germinal primordial sampai, epitel dari genital ridge

mengalami proliferasi dan sel epitel masuk ke lapisan mesenchyme sehingga

membentuk beberapa bentuk korda yang tidak beraturan yang dinamakan primitive sex

cords (korda seks primitif). Pada pria dan wanita, korda tersebut berhubungan dengan
permukaan epitel dan tidak mungkin dapat dibedakan antara gonad pria dan wanita.

Gonad dalam keadaan ini dinamakan indifferent gonad (gonad indiferen) (Langman,

2009).

Tahap Diferen Gonad

Pada akhir minggu ke-7 diferensiasi seksual bakal gonad baru dikenali. Gonad

yang terbetuk dibedakan menjadi 2, yaitu:

 Testis

Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal primordial

membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh dari gen SRY pada

kromosom Y yang mengkode testis determining factor, korda seks primitif berkembang

secara proliferatif dan masuk lebih dalam ke medula untuk membentuk testis atau ke

dalam korda medula. Untuk menuju bagian hilus dari kelenjar, korda berpisah ke

bagian untaian sel kecil yang nantinya akan menjadi tubulus dari rete testis. Selama

perkembangan yang lebih lanjut, lapisan padat dari jaringan konektif fibrosa yaitu

tunica albugenia memisahkan korda testis dari permukaan epitel (Langman, 2009).

Gambar 2.5 A. Testis 8 minggu, B. Testis dan duktus genital 4 bulan


Skema 2.1 Pengaruh sel germinal primordial pada gonad indiferen

Pada testis, sel-sel epitel coelom yang tumbuh di dalamnya (sel pra-sertoli),

membentuk korda yang letaknya sedemikian dekat satu sama lain dan saling terjalin

satu dengan yang lain (korda seksual, “duktuli pluger”) yang merupakan tempat tinggal

sel germinal dan terhambatnya diferensiasi sel tersebut lebih lanjut oleh faktor-faktor

inhibitorik. Di dalam mesenchyme yang tumbuh dari mesonefros muncul sel yang lebih

besar dan memproduksi hormon, yaitu sel Leydig janin yang sudah memproduksi

testosteron dari minggu ke-8 yang penting untuk kelanjutan perkembangan seksual

yang spesifik pada janin. Pada minggu ke-10, anyaman korda seksual mulai memudar.

Struktur tersebut membentuk tubulus seminiferus yang independen dan sangat berliku-

liku yang memisahkan korteks dari epitel benih melalui lapisan jaringan ikat kasar

(tunika albugenia). Kini sel-sel germinal tidak dapat lagi mencapai testis. Sisa sel-sel

yang tersebar di korteks mulai berdegenerasi. Oleh karena saluran kecil sperma

(tubulus seminiferus) berakhir buntu dan simpai testis menebal melalui tunica

albugenia, pengeluaran sel germinal hanya dapat terjadi ke arah dalam. Agar

penyaluran sperma dapat terjadi, terjadi diferensiasi duktus mesonefros yang berbatasan

dengan testis menjadi duktus eferens dan bersatu di atas rete testisdengan tubulus

seminiferus. Di bawah pengaruh testosteron, duktus Wolff di daerah gonad menjadi


saluran epididimis dan ke arah distal menjadi saluran sperma (duktus deferens). Dari

minggu ke-20 pada dasarnya testis sudah mencapai tahap diferensiasi tersebut, yang

setelah lahir tetap berlangsung sampai pematangan seksual (pubertas) terjadi (Rohen &

Drecoll, 2003).

 Ovarium

Pada embrio wanita dengan seks kromosom XX dan tidak ada kromosom Y, korda
seks primitif memisahkan diri ke dalam gugus-gugus sel yang tidak teratur. Gugus sel ini
terdiri atas sekelompok sel germinal primordial yang menempati bagian medula dari ovarium.
Selanjutnya menghilang dan digantikan oleh stroma vaskular yang membentuk ovarium
medula
A. Potongan melintang ovarium pada 7 minggu, B. Ovarium dan duktus genital pada 5 bulan

Diferensiasi spesifik mulai terjadi belakangan secara keseluruhan, epitel

coelom pada orang dewasa membentuk korda epitel ke dalam blastema gonad, namun

tidak ada yang menembus sampai ke medula, namun tetap tinggal di daerah korteks. Di

korteks, sel tersebut berubah menjadi gumpalan sel dengan oogoni yang berproliferasi

di dalamnya melalui pembelahan mitosis yang cepat dan berurutan. Secara keseluruhan,

terbentuk sekitar 7 juta sel benih, namun dari jumlah tersebut menjelang kelahiran

menjadi 5-6 juta sel akan mati (Rohen & Drecoll, 2003). Dari minggu ke-12 sampai ke-

16, penggolongan lapisan lambat laun dapat dikenali di bakal gonad. Di luar daerah

korteks jaringan tebal dari sel penunjang yang gelap berkembang dengan oogoni yang

aktif berproliferasi. Kemudian, terbentuk zona yang bertambah lebar, tempat oosit

muncul pertama kalinya, yang dimulai di dalam “bola telur” berepitel dengan

pembelahan pematangan pertama (meiosis), namun bertahan pada stadium profase.

Gambar. Oogenesis dan perkembangan folikel, kotak merah = tahap istirahat dari
primordial folikel yaitu saat profase I
Pada daerah korteks, anyaman longar mesenkim zona medula menutup dan

akhirnya menutup ke dalam rete blastema, di mana tidak ada sel telur yang tersisa.

Karena di dalam ovarium tidak terjadi perkembangan ductus genitales, transportasi sel

telur harus terjadi ke arah luar di tempat ini yang berkebalikan dengan testis. Oleh

sebab itu, perlu adanya sistem duktus besar kedua dari bakal indiferen, yaitu duktus

Muller yang berdiferensiasi menjadi tuba fallopii dan uterus setelah terjadinya induksi

hormonal (Rohen & Drecoll, 2003).

 Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia

SRY merupakan master gen pada perkembangan testis dan berperan secara

langsung pada gonadal ridge dan secara tidak langsung pada duktus mesonefros. Faktor

ini juga menyebabkan testis menghasilkan faktor kemotaksis yang menyebabkan

tubulus dari duktus mesonefros menembus gonadal ridge dan menstimulasi

perkembangan testis lebih lanjut. Apabila hal ini tidak terjadi maka diferensiasi dari

testis akan gagal. SRY juga meregulasi steroidogenesis factor 1 (SF1) yang berperan

melalui faktor transkripsi yang lain yaitu SOX9, untuk menginduksi diferensiasi dari

sel Sertoli dan sel Leydig.


Gambar. Kromosom sex X dan Y, kromosom Y mengandung SRY (sex determining
region)

Selanjutnya, sel sertoli memproduksi mullerian inhibiting substance (MIS) yang

disebut juga anti mullerian hormon (AMH)yang menyebabkan duktus paramesonefros

(duktus Muller) mengalami regresi. Sel Leydig menghasilkan hormon testosteron yang

masuk ke dalam sel dari organ target yang mungkin tetap atau diubah menjadi

dehidrotestosteron oleh enzim 5α reduktase. Testosteron dan dehidrotestosteron

berikatan dengan protein reseptor intraseluler spesifik dan secara otomatis komplek

reseptor hormon berikatan dengan DNA untuk meregulasi transkripsi dari gen spesifik

jaringan dan produk protein. Reseptor testosteron memodulasi virilisasi duktus

mesonefros, sedangkan reseptor dehidrotestosteron memodulasi diferensiasi dari

genetalia ekternal pria.

Diferensiasi seks pada wanita dianggap sebagai mekanisme yang terjadi karena

ketidakadaan dari kromosom Y, tetapi sekarang diketahui bahwa ada gen spesifik yang

menginduksi perkembangan ovarium. Seperti contoh, DAX1, salah satu famili reseptor

hormon yang berlokasi pada lengan pendek dari kromosom X dan berperan sebagai

downregulating SF1 yang mencegah terjadinya diferensiasi sel Sertoli dan sel Leydig.

Growth Factor WNT4 juga membantu deferensiasi ovarium dan diekspresikan lebih

awal pada gonadal ridge pada wanita tetapi tidak pada pria.

Tidak adanya produksi MIS oleh sel Sertoli, duktus Muller akan distimulasi oleh

estrogen untuk membentuk tuba fallopii, uterus, cervix, dan vagina bagian atas.

Estrogen juga berperan pada genetalia eksterna pada tahap indiferen untuk membentuk

labia mayora, labia minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.


 Perkembangan Duktus Genetalia Pada Pria

Genetalia embrio masih bersifat indiferen sampai minggu ke-7. Lalu dalam

pengaruh hormon estrogen yang dibentuk di dalam blastema gonad, duktus Muller terus

berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan bagian proksimal vagina pada janin

wanita, sedangkan pada saat yang sama mesonefros dan duktus Wolff mengalami

degenerasi.
Gambar 2.9 A. Duktus genital pada janin laki-laki 4 bulan, B. Duktus genital setelah
desensus testis

Pada janin laki-laki, terjadi hal yang sebaliknya, yaitu duktus Muller mengalami

degenerasi dalam pengaruh MIS, sedangkan dalam pengaruh testosteron, mesonefros di

daerah bakal gonad terus berdiferensiasimenjadi epididimis dan duktus Wolff menjadi

vas deferens (duktus deferens). Pada kedua jenis kelamin, bakal gonad mengalami

suatu penurunan (desensus) ketika ligamen genetal bertindak sebagai penuntun. Gonad

wanita pada proses penurunan hanya mencapai pelvis minor yang juga berada di rongga

perut. Testis mengembara lebih jauh melalui kanalis inguinalis sampai ke skrotum

(desensus testis) sehingga ligamen gonadal ridge (gubernakulum testis) memendek dan

testis tertarik ke bawah melalui kanalis inguinalis dari duktus Muller hanya tersisa

suatu vesikel pada puncak atas testis, begitu juga pada bagian awal uretra, yaitu

utriculus prostaticus. Degenerasi duktus Muller diinduksi oleh MIS atau AMH. Dari

bagian akhir duktus Wolff yang kelak menjadi vas deferens, vesicula seminalis tumbuh

dengan salurannya yang disebut duktus ejakulatorius dan bermuara ke dalam uretra.

Gambar a) perkembangan organ genetalia


yang indiferen, b) perkembangan organ
genetalia laki-laki
 Perkembangan Duktus Genetalia Pada Wanita

Duktus Muller berkembang dari suatu invaginasi epitel coelom pada janin

perempuan (antara hari ke-44 dan ke-56) yang kelak menjadi ostium tuba fallopii.

Saluran epitelial ini tumbuh dari segmen thorakal ke-3 ke arah kaudal yang sangat

dekat dengan duktus Wolff sehingga terhubung oleh suatu membran basal bersama.

Pada pelvis minor, hubungan tersebut menghilang kembali. Kedua duktus Muller

terdorong ke arah medial dan menjadi satu dengan yang lain serta membentuk satu

saluran dengan lumen bersama, yaitu bakal uterus. Bakal uterus segera dilapisi

mesenkim yang menjadi asal terbentuknya otot uterus dan perimetrium. Pada dinding

dorsal sinus urogenitalis, terjadi suatu proliferasi sel yaitu “Muller hill” yang

membentuk bakal vagina bagian proksimal. Duktus Wolff pada perempuan tidak

seluruhnya berdegenerasi, namun tersisa sebagai saluran yang tidak berdiferensiasi

serta tidak berfungsi, letaknya di belakang uterus dan vagina dan tetap ada seumur

hidup yang disebut dengan duktus Gartner. Sisa duktus mesonefros dan vesikel

berepitel yang tidak berarti hampir selalu dijumpai pada perempuan dewasa di antara

tuba dan ovarium dan disebut dengan epooforon dan parooforon. Dari kedua struktur

tersebut, kista atau tumor dapat terbentuk.


Gambar A. Duktus genital pada akhir bulan ke-2, B. Duktus genital setelah penurunan dari

ovarium

Perkembangan Genetalia Eksterna

Diferensiasi organ genetalia eksterna juga didahului oleh keadaan indiferen. Setelah

terjadinya pemisahan rektum oleh septum urorectale, hanya pars phallica dan pars pelvina

yang tersisa di bagian bawah sinus urogenitalis. Pada janin laki-laki, kedua bagian sinus

urogenitalis berdeferensiasi menjadi uretra, pada perempuan hanya menjadi pars pelvina. Hal

tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa pada janin perempuan, lipatan genetalia yang

terbentuk di sekitar ostium urogenitalis tetap mempertahankan bentuk asalnya, sedangkan

pada pria tumbuh menjadi penis

Secara detail, mula-mula dua lipatan genetalia (di dalam), dua genital swelling

(tonjolan labioskrotal) (lebih ke arah luar) dan di bagian tengah atas suatu tuberkulum yang

tidak berpasangan (genital tubercle) berkembang, yang masih berada dalam tahap indiferen.

Pada janin perempuan, hormon estrogen menstimulasi perkembangan genetalia eksterna.

Selanjutnya lipatan genetalia berdiferensiasi menjadi labia minora sedangkan genital

swelling menjadi labia mayora dan genital tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum

clitoridis (Rohen & Drecoll, 2003). Pada akhir minggu ke-6 masih tidak dapat dibedakan

antara laki-laki dan perempuan (Langman, 2009).

Gambar A dan B Tahap indeferen dari perkembangan genetalia eksterna, A. Usia


embrio 4 minggu, B. Usia embrio 6 minggu
Gambar Perkembangan genetalia eksterna janin wanita pada bulan ke-5 (A) dan baru
lahir (B)
Setelah bagian yang padat dari duktus Muller mencapai sinus urogenital, dua

bagian padat tumbuh ke luar pelvik tepat di sinus. Bagaian yang keluar merupakan

bulbus sinovaginal yang berproliferasi dan membentuk vaginal plate yang padat.

Proliferasi berlanjut pada bagian kranial akhir dari plate, tumbuh menjauh antara uterus

dan sinus urogenital. Pada bulan ke-4, vagina tumbuh keluar dari kanal. Bagian vagina

yang tumbuh keluar mengelilingi bagian akhir uterus adalah forniks vagina merupakan

asal paramesonefros. Sehingga vagina memiliki 2 asal mula, bagian atas terbentuk dari

kanal uterus dan bagian bawah terbentuk dari sinus urogenital.

Sisa lumen vagina yang terpisah dari sinus urogenital sebagai lapisan jaringan

yang tipis dinamakan hymen yang terdiri atas lapisan epitel dari sinus dan lapisan tipis

dari sel vagina (Langman, 2009).

Pada janin laki-laki, genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis, corpus

spongiosum dan uretra) dalam pengaruh testosteron yang terjadi pada minggu ke-10,

pada saat yang sama kedua lipatan genetalia memanjang dan menyatu di tengah. Kedua

lipatan tersebut membentuk corpus penis dengan kedua corpus cavernosum. Namun,

celah di tengah yang mula-mula tampak cepat menutup, dapat tetap terbuka
(hipospadia) pada malformasi. Kedua genital swelling tumbuh bersama di medial dan

membentuk skrotum, dengan raphe medialnya yang menandakan sepasang bakal

genital.

Skrotum pada akhir masa janin menerima testis beserta pelapisnya, juga

penonjolan peritonium (tunica vaginalis). Desensus testis seharusnya sudah selesai pada

waktu lahir, yang dapat dinilai sebagai tanda kematangan seksual pria.

Anda mungkin juga menyukai