Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH PELAKSANAAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN

TERHADAP KAPAL ASING DI PERAIRAN INDONESIA


Disusun untuk memenuhi tugas Hukum Laut Internasional A

Oleh:
Della Putri Ramadhani (11000118130469)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
A. LATAR BELAKANG
Sejak meratifikasi UNCLOS 1982 dengan UU No. 17 Tahun 1985, maka saat itu
pula Indonesia secara hukum dan moral asas terikat dengan pacta sunt servanda
terhadap pelaksanaan Konvensi ini demi kepentingan Hubungan Internasional
maupun nasional di laut. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai salah satu negara yang
mertifikasi UNCLOS 82 harus tunduk terhadap semua ketentuan didalamnya.

Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara kepulauan dengan menyatakan


bahwa laut disekitar, di anatara, dan di dalam kepulauan Indonesia merupakan satu
kesatuan NKRI melalui Deklarasi Djuanda 1957. Dibentuknya deklarasi ini karena
penetapan batas laut yang digunakan pada masa Hindia-Belanda (Territoriale Zee
en Marietieme Kringen Ordonantie) dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan jati
diri Indonesia yang merupakan negara meredeka. 1

Konsekuensi yang harus dihadapi dengan dibuatnya pernyataan bahwa perairan


yang berada diantara pulau-pulau Indonesia bukan lagi perairan bebas adalah
menyangkut lalu lintas Pelayaran Internasional.

Dalam UNCLOS 82 mengenal adanya tiga jenis hak lintas perairan yang ada
dalam yurisdiksi Nasional, antara lain2:

1. Hak Lintas Damai (Innocent Passage)


2. Hak Lintas Transit (Transit Passage)
3. Hak Lintas Alur Laut Kepulauan (archipelagic sea lines passage)

Salah satu hal yang harus dilaksakan Indonesia sebagai negara kepulauan yang
tunduk pada ketentutan UNCLOS 82 yaitu membentuk Alur LAut Kepulauan
sebagai jalur perlintasan kapal asing di perairan Indonesia serta penerapan jaminan
Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
terhadap kapal asing yang melintasinya.

Pengaturan hak lintas kapal asing di alur laut Indonesia diatur dalam Pasal 53
UNCLOS 82 dan pengimplementasiannya dalam perundangan nasional daitur pada

1
Santoso, W.J., 2019. “Analisis Yuridis Pembuatan Alur Laut Kepulauan Indonesia Barat ke
Timur berdasar Konvensi Hukum Laut PBB 1982” Hal 1
2
Poerwodianto, I., 1990. “Hak Lintas Damai di Perairan Nusantara Berdasarkan Konvensi
Hukum Laut Internasional 1982” Hal 2
UU No. 6 Tahun 1996 serta PP No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban
Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan Melalui Alur Laut yang Ditentukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang timbul adalah mengenai bagaimana pengaruh penerapan Hak


Lintas Alur Laut Kepulauan terhadap pelaksanaan pelayaran yang dilakukan kapal
asing yang melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia?

C. ANALISIS

Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara
asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan
dengan cara normal (normal mode) semata-mata untuk transit yang terus menerus,
langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan
kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau
ZEE dan bagian laut lepas atau ZEE lainnya. Alur laut kepulauan ini dimiliki oleh
negara kepulauan sebagai konsekuensi dari ditetapkannya laut-laut diantara pulau-
pulau di dalam suatu negara sebagai satu bagian dengan negara. Tujuan
pembentukan alur laut kepulauan adalah sebagai jalur perlintasan kapal atau
pesawat udara asing yang melintasi wilayah kedaulata negara tersebut yang
meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan.

Pada tahun 2002, Indonesia setuju untuk menetapkan tiga Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) yang semuanya mengarah dari utara ke selatan dan sebaliknya
dengan dikeluarkannya PP No. 37 Tahun 2002. PP ini merupakan merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
yang merupakan tindak lanjut Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea.

Alur laut kepulauan ditetapkan dengan menarik garis poros. Terhadap kapal asing
yang mendapatkan hak ini mempunyai kewajiban dalam melaksanakan lintas
untuk tidak menyimpang lebih dari 25 mil laut (nautical mile) ke kedua sisi dari
garis sumbu alur laut kepulauan (poros), dan tidak berlayar terlalu dekat dengan
pantai kurang dari 10% jarak antara titik-titik terdekat pada pulau yang berbatasan
dengan alur laut kepulauan tersebut. Alur Laut milik Indonesia diatur pada Pasal
11 PP No. 37 Tahun 2002, bahwa ketiga alur laut kepulauan tersebut meliputi: alur
dari Laut Cina Selatan ke Samudera Hindia atau sebaliknya melintasi Laut Natuna,
Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda; alur dari Laut Sulawesi ke Samudera
Hindia atau sebaliknya melintasi Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok;
dan Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya melintasi Laut Maluku,
Laut Seam, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu. Ketika melintasi alur laut
kepulauan Indonesia, kapal asing dapat menikmati hak alur laut kepulauan, yaitu
hak yang diperoleh kapal asing untuk melintas melewati alur laut kepulauan
dengan tidak mengurangi kedaulatan Indoensia atas air serta ruang udara di
atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya dan sumber kekayaan miliknya.

Berbeda dengan lintas transit yang diartikan pelaksanaan kebebasan pelayaran dan
penerbangan (freedom of navigation and overflight), lintas alur kepulauan
diartikan sebagai pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan dalam cara normal
(rights of navigation and overflight in the normal mode). Dapat dikatakan bahwa
meskipun tidak sebebas seperti lintas transit, lintas alur kepulauan tidak terlalu
terbatas seperti lintas damai, atau berada di antara kedua jenis hak lintas tersebut. 3

Pelaksanaan hak Alur Laut Kepulauan oleh kapal asing dilakukan dalam cara
normal semata-mata untuk melakukan transit yang terus menerus, langsung dan
secepat mungkin serta tidak terhalang antara satu bagian laut lepas atau ZEEI dan
bagian laut lepas atau ZEEI lainnya. Dalam pasal 194 ayat 3 UU No. 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran bahwa semua kapal asing yang menggunakan alur laut
kepulauan Indonesia dalam pelayarannya tidak boleh menyimpang kecuali dalam
keadaan darurat.

Hak dan Kewajiban kapal asing saat menerapkan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan
yang diatur dalam Pasal 4 -10 PP No. 37 Tahun 2002 dimana materi yang
dijelaskan didalamnya merupakan implementasi dari Pasal 53 UNCLOS 82

3
Danial, D., Sitamala, A., dan Belardo, D. 2020. “Keamanan dan Pertahanan di Selat Sunda:
Studi Alur Laut Kepulauan Indonesia” Jurnal Idea Hukum, 6 (1). Hal 53
Kewajiban yang didapat kapal asing saat melakukan lintas di alur laut kepulauan
Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan
cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus,
langsung, cepat, dan tidak terhalang.
2. Selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 mil laut ke kedua sisi
dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal tersebut
tidak boleh berlayar dekat ke pantai kurang dari 10 % jarak antara titik-titik
yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan
tersebut
3. Tidak melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik RI, atau dengan cara lain apapun
yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam
PBB.
4. Tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan
senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi
5. Tidak berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal
force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan
kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah
6. Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara
yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan
pendaratan di wilayah Indonesia.
7. Tidak melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem
telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang
atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.
8. Kapal asing, termasuk kapal penangkap ikan, sewaktu melaksanakan Hak
Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan kegiatan perikanan serta
juga wajib menyimpan peralatan penangkap ikannya ke dalam palka
9. Tidak menaikan/menurunkan orang, barang atau mata uang dengan cara yang
bertentangan dengan perundang-undangan kepabeanan, keimigrasian, fiskal,
dan kesehatan, kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam keadaan
musibah
10. Wajib menaati peraturan, prosedur, dan praktek internasional mengenai
keselamatan pelayaran yang diterima secara umum, termasuk peraturan
tentang pencegahan tubrukan kapal di laut.
11. Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak
boleh menimbulkan gangguan atau kerusakan pada sarana atau fasilitas
navigasi serta kabel-kabel dan pipa-pipa bawah air.
12. Kapal asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dilarang
membuang minyak, limbah minyak, dan bahan-bahan perusak lainnya ke
dalam lingkungan laut, dan atau melakukan kegiatan yang bertentangan
dengan peraturan dan standar internasional untuk mencegah, mengurangi, dan
mengendalikan pencemaran laut yang berasal dari kapal.

Terhadap Isu keamanan di wilayah perairan meliputi ancaman kekerasan


(pembajakan, perompakan, sabotase serta terror obyek vital), ancaman navigasi
(kekurangan dan pencurian saran bantu navigasi), ancaman sumber daya laut
(perusakan serta pencemaran laut dan ekosistemnya) dan ancaman kedaulatan dan
hukum (penangkapan ikan secara illegal, imigran gelap, eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya laut, menurut Pasal 276 ayat (1) dan pasal 279 ayat (3) Undang-
undang nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dilaksanakan fungsi penjagaan
dan penegakan peraturan perundang-undangan dan hukum di laut dan pantai yang
dilakukan oleh Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard).

Selain itu, apparat penegak hukum juga wajib menjalankan kewajiban untuk
melakukan pengamanan dan melaksanakan amanah Pasal 44 UNCLOS 82 yakni:

1. Tidak menghambat pelaksanaan lintas alur laut kepulauan’


2. Harus mengumumkan secara tepat setiap adanya bahaya bagi pelayaran
maupun penerbangan yang diketahuinya; dan
3. Tidak diperkenankan untuk melakukan penangguhan pelaksanaan hak
lintas alur laut kepulauan.
D. KESIMPULAN
Jadi, pengaruh Hak Lintas Alur Laut Kepulauan terhadap pelaksanaan pelayaran
yang dilakukan kapal asing adalah berupa kewajiban yang harus dilaksanakan
Ketika melintasi Alur Laut Kepulauan. Kapal asing memiliki kewajiban yang
harus dipenuhi diantaranya tidak boleh melakukan kegiatan yang melibatkan
perikanan, melakukan kegiatan yang mengancam pertahanan negara, melanggar
yurisdiksi negara pantai, atau menimbulkan kerusakan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai