Secara etimologi, istilah sekolah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa latin,
yaitu schola yang secara harfiah bermakna “waktu lapang” atau “waktu senggang”.
Sekolah pada hakikatnya menjadi tempat mengasah minat dan bakat serta menjadikan
manusianya bebas memilih yang ingin dipelajarinya. Namun pada kenyataannya
sekolah saat ini bukan lagi tempat yang nyaman untuk menyuarakan pendapat namun
lebih menjadi penjara yang memaksakan orang orang yang berada didalamnya untuk
sepemahaman. Sangat jarang ditemui diskursus pengetahuan antara pengajar dengan
yang diajar.
Sesuatu dikatakan mati apabila sesuatu tersebut tidak bisa lagi menjalankan
peran dan fungsinya. Manusia dikatakan mati apabila tidak mampu lagi menjalankan
peran dan fungsinya sebagai manusia begitu pula dengan sekolah. Benjamin Bloom
berpendapat bahwa sekolah, sebagai lembaga pendidikan, pada dasarnya berfungsi
menggarap tiga wilayah kepribadian manusia yang disebutnya sebagai 'taksonomi
pendidikan': membentuk watak dan sikap (affective domain), mengembangkan
pengetahuan (cognitive domain), serta melatih keterampilan (psychomotoric atau
conative domain).
Pendidikan (dalam hal ini sekolah), memiliki fungsi untuk memanusiakan
manusia sedangkan manusia yang manusia adalah manusia yang memiliki watak,
pengetahuan dan keterampilan. Jika meminjam ungkapan dari James Hirsch “sekolah
harusnya menjadi sesuatu yang elitis dan eksklusif untuk mencetak kader kader
terpilih dimasa depan demi kesejahteraan umat manusia”. Harusnya, sekolah menjadi
rancangan blueprint kehidupan bagaimana kita belajar dari masyarakat bukan malah
memisahkan diri dari kehidupan masyarakat sekitar.