Anda di halaman 1dari 8

Makalah Virologi

Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Virus

Disusun oleh :
Diaz Rizky
Yuziwanti Panggabean

Poltekkes Kemenkes Banten Teknik


Laboratorium Medis

Jl. Dr Sitanala, komplek SPK Keperawatan Tangerang, Karangsari, Neglasari,


KotaTangerang, Banten
Infeksi Virus
Infeksi virus adalah kondisi ketika virus masuk ke dalam tubuh seseorang, kemudian
menyerang sel tubuh dan berkembang biak. Terdapat banyak ragam infeksi virus, tergantung
organ tubuh yang terkena. Meskipun tidak semua, tetapi kebanyakan infeksi virus menular dari
orang ke orang, contohnya flu, herpes, dan HIV. Sedangkan beberapa jenis infeksi virus lain
menular melalui gigitan hewan atau benda yang terkontaminasi virus.
Virus merupakan penyebab infeksi yang paling sering terjadi. Beberapa penyakit akibat
infeksi virus yang masih banyak ditemukan di Indonesia meliputi ISPA, influenza, cacar,
campak, hepatitis, demam berdarah, HIV/AIDS, dan gastroenteritis. Sedangkan penyakit infeksi
virus yang terbilang lebih jarang ditemukan termasuk flu burung, flu singapura, chikungunya,
dan SARS.

Gejala Infeksi Virus


Gejala infeksi virus sangat bervariasi, tergantung kepada organ yang terkena, antara lain:
1. Demam
2. Batuk
3. Pilek
4. Bersin-bersin
5. Sakit kepala
6. Nyeri otot dan sendi
7. Diare
8. Kram perut
9. Mual dan muntah
10. Nafsu makan menurun
11. Berat badan turun tanpa sebab
12. Kulit dan bagian putih mata menjadi kuning
13. Urine berwarna gelap
14. Ruam
15. Benjolan di atas kulit
16. Perdarahan
Penyebab Infeksi Virus
Terdapat banyak virus yang menjadi penyebab infeksi. Sebagai contoh, tipe virus yang
menginfeksi saluran pernapasan berbeda dengan tipe virus yang menginfeksi saluran
pencernaan. Di bawah ini akan dijelaskan sejumlah infeksi virus, berdasarkan organ yang
terkena dan metode penyebarannya :

1. Infeksi virus pada saluran pernapasan


Seperti namanya, infeksi ini menyerang sistem pernapasan, baik sistem pernapasan atas
maupun bawah. Infeksi virus pada sistem pernapasan dapat memengaruhi beberapa
organ, seperti hidung, sinus, tenggorokan, hingga paru-paru.Tipe virus yang menginfeksi
saluran pernapasan sangat beragam, antara lain influenza (flu), respiratory syncytial virus
(RSV), rhinovirus, coronavirus (SARS), parainfluenza (croup), dan adenovirus.

2. Infeksi virus pada saluran pencernaan


Infeksi virus pada saluran pencernaan memengaruhi organ di sistem pencernaan, seperti
lambung dan usus. Jenis virus ini menyebar melalui pemakaian bersama barang pribadi
dengan orang yang terinfeksi. Penularan virus juga dapat terjadi melalui sumber makanan
atau air yang terkontaminasi feses penderita. Menyentuh mulut, atau makan tanpa
mencuci tangan dengan benar-benar bersih setelah buang air besar, juga dapat
menyebabkan penularan.

3. Infeksi virus pada kulit


Pada umumnya, jenis virus yang menginfeksi kulit menyebar melalui percikan ludah dari
batuk atau bersin seseorang yang terinfeksi. Sebagian virus lain dapat menular lewat
sentuhan pada cairan di kulit yang luka. Namun demikian, ada juga jenis infeksi virus
pada kulit yang ditularkan melalui nyamuk.Tipe virus penyebab infeksi pada kulit sangat
banyak, di antaranya virus Varicella-zoster, molluscum contagiosum, dan human
papillomavirus (HPV).Sejumlah penyakit pada kulit akibat infeksi virus meliputi cacar
air, campak, roseola, herpes zoster, rubella, molluscum contagiosum, kutil (termasuk di
dalamnya kutil kelamin), dan chikungunya.

4. Infeksi virus pada hati


Infeksi virus hati adalah penyebab paling sering dari hepatitis. Tergantung jenis virusnya,
virus ini dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi feses seseorang yang
terinfeksi, atau melalui pemakaian jarum suntik tidak steril serta kontak langsung dengan
darah, urine, sperma atau cairan vagina orang yang terinfeksi. Beberapa contoh penyakit
hati akibat infeksi virus adalah hepatitis A, B, C, D, dan E.

5. Infeksi virus pada sistem saraf


Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan saraf tulang belakang juga dapat terinfeksi
virus. Beberapa tipe virus yang menginfeksi sistem saraf pusat, antara lain adalah herpes
simplex tipe 2 (HSV-2), varicella-zoster, enterovirus, arbovirus, dan poliovirus.Virus
yang menginfeksi sistem saraf dapat menular melalui berbagai cara, dan memicu
sejumlah penyakit. Sebagai contoh, enterovirus menyebar melalui percikan ludah ketika
orang yang terinfeksi bersin atau batuk. Sedangkan arbovirus menular melalui gigitan
serangga seperti nyamuk atau kutu.Beberapa penyakit akibat infeksi virus pada sistem
saraf adalah polio, ensefalitis, dan meningitis. Infeksi virus pada sistem saraf juga dapat
menyebabkan penyakit rabies. Penyakit ini menular melalui gigitan hewan yang
terinfeksi virus rabies, baik hewan liar maupun hewan peliharaan. Beberapa jenis hewan
yang dapat menularkan infeksi rabies adalah kucing, anjing, kelelawar, sapi, dan
kambing.

Diagnosis Infeksi Virus


Dokter dapat menduga pasien terinfeksi virus bila melihat sejumlah gejala yang telah
dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, pada beberapa kasus infeksi virus, dokter akan
menjalankan sejumlah tes seperti:
1. Hitung darah lengkap. Hitung darah lengkap dilakukan untuk mengetahui jumlah sel
darah putih. Hal ini karena jumlah sel darah putih dapat meningkat atau menurun
akibat infeksi virus.
2. Tes C-reactive protein (CRP). Tes CRP bertujuan untuk mengukur kadar protein C
reaktif yang diproduksi di hati. Pada umumnya, level CRP pada seseorang yang
terinfeksi virus akan meningkat, namun tidak lebih dari 50 mg/L.
3. Enzyme-liked immunosorbent assay (ELISA). Tes ini bertujuan untuk mendeteksi
antibodi dalam darah yang terkait dengan infeksi virus. Tes ELISA digunakan untuk
mendeteksi antibodi yang terkait virus varicella zoster, virus HIV, serta virus hepatitis
B dan C
4. Polymerase chain reaction (PCR). Tes PCR bertujuan memisahkan dan
menggandakan DNA virus, sehingga tipe virus yang menginfeksi dapat diketahui
lebih cepat dan lebih tepat. Tes PCR dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi akibat
virus herpes simplex dan varicella zoster.
5. Pemindaian dengan mikroskop elektron. Mikroskop elektron digunakan untuk
memindai sampel darah atau jaringan tubuh pasien. Dengan menggunakan mikroskop
elektron, gambar yang dihasilkan akan lebih jelas dari mikroskop biasa.

Infeksi virus kadang sulit dibedakan dengan infeksi bakteri. Bila kondisi tersebut terjadi,
dokter dapat menjalankan kultur, yaitu pengambilan sampel darah atau urine pasien, guna
diperiksa di laboratorium. Pada beberapa kasus, dokter juga dapat menjalankan biopsi,
yaitu pengambilan sampel jaringan tubuh yang terinfeksi untuk diteliti di bawah
mikroskop.

Pengobatan Infeksi Virus


Pengobatan infeksi virus tergantung kepada jenis infeksi yang dialami pasien. Beberapa
infeksi virus, seperti infeksi virus pada sistem pernapasan dan pencernaan, umumnya
tidak perlu ditangani, karena gejala akan hilang dengan sendirinya. Namun demikian,
dokter akan meresepkan beberapa jenis obat, tergantung gejala yang dialami pasien,
seperti:
1. Antiemetik, untuk mengatasi mual dan muntah
2. Dekongestan, untuk mengobati pilek atau hidung tersumbat
3. Loperamide, untuk menangani diare
4. Paracetamol dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), untuk menurunkan demam
dan mengurangi nyeri.
Pada kasus infeksi virus seperti flu, herpes, dan HIV, dokter dapat meresepkan obat
antivirus seperti oseltamivir, acyclovir, valacyclovir, dan nevirapine. Selain itu interferon
juga dapat diberikan untuk penanganan hepatitis B dan C kronis, serta kutil kelamin.
Perlu diketahui bahwa obat antivirus termasuk interferon, hanya mencegah virus
berkembang dan tidak membunuh virus itu sendiri. Interferon juga dapat menimbulkan
sejumlah efek samping, seperti demam, tubuh terasa lemah, dan nyeri otot.
Selain itu, pasien juga akan disarankan banyak istirahat dan minum air putih. Bila
diperlukan, asupan cairan dapat diberikan melalui infus.

Pencegahan Infeksi Virus


Beberapa infeksi virus dapat dicegah dengan mendapatkan vaksin yang berfungsi
merangsang sistem kekebalan tubuh seseorang. Vaksin diberikan melalui suntikan pada
usia tertentu, sebelum seseorang terinfeksi virus. Sejumlah virus yang dapat dicegah
dengan pemberian vaksin, antara lain:
a. Cacar
b. Campak
c. Demam kuning
d. Gondongan
e. Hepatitis A
f. Hepatitis B
g. Human papillomavirus (HPV)
h. Influenza
i. Japanese encephalitis
j. Polio
k. Rabies
l. Rotavirus
m. Rubella

Selain pemberian vaksin, dokter juga dapat memberikan immunoglobulin, bagian dari
plasma darah yang mengandung antibodi untuk melawan penyakit. Terapi ini berguna
bagi pasien yang mengalami gangguan kekebalan tubuh. Sejumlah infeksi virus yang
dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin, antara lain adalah HIV, hepatitis A,
hepatitis B, hepatitis C, influenza, rabies, dan infeksi Varicella zoster.
Immunoglobulin didapatkan dari darah pendonor yang sudah dipastikan sehat,
terutama dari infeksi seperti hepatitis dan HIV/AIDS. Immunoglobulin kemudian akan
disuntikkan ke otot atau pembuluh darah pasien. Dosis immunoglobulin yang diberikan
tergantung kepada berat badan pasien. Lazimnya, dosis berkisar antara 400-600 miligram
per kilogram berat badan (mg/kg) dalam satu bulan
Pada umumnya, pasien memerlukan suntik immunoglobulin tiap 3-4 minggu. Hal
ini karena darah memecah immunoglobulin selama periode tersebut, sehingga pasien
perlu disuntik kembali agar sistem kekebalan tubuhnya terus melawan infeksi.
Langkah lain untuk mencegah infeksi virus, di antaranya adalah:
1. Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum atau setelah beraktivitas
2. Mengonsumsi makanan yang sudah dimasak hingga matang
3. Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi dan benda yang terkontaminasi
virus
4. Menghindari gigitan serangga, seperti nyamuk
5. Menutup mulut dan hidung dengan tangan atau tisu bila batuk atau bersin
6. Melakukan hubungan seks yang aman, misalnya dengan mengenakan kondom dan
setia terhadap satu pasangan.

Vaksin atau imunisasi mampu memberi perlindungan terhadap penyakit tertentu sesuai


jenis vaksinnya, antara lain:
 Vaksin hepatitis B untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak
hati serta menyebabkan kanker hati.
 Vaksin hepatitis A untuk mencegah radang hati karena virus hepatitis A.
 Vaksin polio untuk mencegah serangan virus polio yang dapat menyebabkan
kelumpuhan.
 Vaksin BCG untuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang
bisa menimbulkan kematian atau kecacatan.
 Vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Penyakit difteri dapat
menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan jalan napas, serta mengeluarkan racun
yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis dapat menyebabkan infeksi
saluran napas berat, sedangkan kuman tetanus bisa mengeluarkan racun yang menyerang
saraf pada otot, sehingga otot menjadi kaku.
 Vaksin campak untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang
paru berat (pneumonia), diare, atau gangguan otak.
 Vaksin Hib dan pneumokokus (PCV) dapat mencegah infeksi saluran napas berat
(pneumonia) dan radang otak (meningitis).
 Vaksin influenza untuk mencegah influenza berat.
 Vaksin tifoid dapat mencegah penyakit demam tifoid berat.
 Vaksin MR dapat mencegah penyakit morbili (campak) dan rubela (campak Jerman).
 Vaksin cacar air (varisela) untuk mencegah penyakit cacar air.

Anda mungkin juga menyukai