1112018015
LO 1. Kanker Mulut
Kanker atau Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai
definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara terus menerus walaupun
rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma
adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.
Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya
mengisyaratkan bahwa tumor tersebut tetap akan terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke
tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien
umumnya selamat. Namun, tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekedar
benjolan lokal dan kadang- kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius.
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata Latin untuk
kepiting, tumor melekat erat ke semua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting.
Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukan lesi dapat menyerbu dan merusak
struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian.
Sehingga kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan sel kanker yang dapat
mengenai rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah, palatum, gingival, dasar
mulut dan mukosa pipi.
Diagnosis OC yang tepat waktu bergantung pada riwayat klinis rinci (untuk deskripsi
gejala) dan pemeriksaan klinis yang komprehensif (untuk mendeteksi jaringan abnormal)
pada setiap pasien. Penyakit awal biasanya asimtomatik dan terdeteksi secara tidak
sengaja sedangkan kanker stadium lanjut seringkali menyakitkan. Jadi OHW sangat
penting dalam mengenali lesi awal, terutama ketika gejala tidak diketahui dan tidak
dilaporkan oleh pasien. Lebih lanjut penyakit lanjut, ulserasi mungkin merupakan temuan
umum, yang mungkin disertai dengan nyeri. Nyeri diucapkan pada tumor lidah karena
mobilitas dan sifat sensitif yang melekat. Tumor lanjut yang menyusup ke jaringan lunak
dan tulang periodonsium menghasilkan mobilitas gigi sedangkan tumor besar yang
melibatkan rongga mulut posterior menyebabkan gangguan pernapasan dan / atau bicara.
Gambaran klinis tambahan termasuk perdarahan, paresthesia, trismus dan rujukan nyeri
yang mungkin salah dianggap sebagai sakit telinga.
o Lesi merah, putih, atau lesi putih merah campuran
o maag berlangsung lebih dari tiga minggu
o nyeri, terutama yang berhubungan dengan lidah
o bengkak di dalam mulut atau di area leher
o ketidaknyamanan saat berbicara dan atau menelan
o gigi bergerak tanpa periodontitis
o anestesi dan sakit telinga tanpa penyakit yang jelas
a. Merokok
Kebiasaan menghisap rokok memiliki hubungan secara tidak langsung dengan
perkembangan sel kanker di rongga mulut. Risiko paling tinggi ditemukan didaerah
India dan Amerika Selatan yang memiliki kebiasaan yang disebut reverse smoking,
yaitu memasukkan sisa puntung rokok ke dalam rongga mulut, kebiasan ini
menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya kanker rongga mulut khususnya
terjadi di palatum durum sebanyak 50%.
b. Mengunyah Tembakau
Kebiasaan mengunyah tembakau dalam jangka waktu yang lama ditemukan di
budaya barat yang meningkatkan risiko kanker rongga mulut sebanyak empat kali.
Selain itu, penelitian lain dilakukan pada pekerja wanita di sebuah perusahaan tekstil
yang memiliki kebiasaan mengunyah tembakau berisiko 0,5 kali lebih besar
dibanding pekerja laki-laki.
c. Mengunyah sirih
Betel quid adalah suatu kebiasaan mengunyah tanaman alami seperti buah pinang,
daun tembakau, dan slaked lime, hal ini dilakukan untuk mencapai efek
psikostimulan. Slaked lime memiliki daya absorbs molecular tinggi dibanding
tanaman lainnya. Diantara pengguna di Asia risiko terbentuknya kanker rongga
mulut sebesar 8%. Kebiasaan ini juga berhubungan dengan perkembangan lesi
prakanker, seperti leukoplakia.
d. Mengonsumsi Alkohol secara Berlebihan
Konsumsi alkohol dan penyalahangunaannya belum terbukti dalam pembentukan
awal kanker rongga mulut. Kebiasaan ini akan menjadi faktor penyebab yang
signifikan jika dikombinasikan dengan penggunaan tembakau. Penelitian
membuktikan meningkatnya risiko kanker mulut bergantung pada dosis yang
digunakan dan lamanya penggunaan serta kombinasi mengkonsumsi alkohol dan
tembakau dalam jangga waktu yang lama.
e. Phenol
Penelitian terbaru mengatakan risiko terjadinya kanker rongga mulut meningkat
pada pekerja lama di industri kayu, ini disebabkan karena terpaparnya suatu bahan
kimia karsinogenik yaitu phenoxyacetic acid. Terlepas dari kanker mulut, phenol
sudah diketahui meningkatkan risiko nasal carcinoma dan nasopharingeal
carcinoma.
f. Radiasi
Radiasi ini meningkatkan risiko terjadinya kanker pada bibir, ini ditemukan pada
laki-laki berkulit putih di Amerika Serikat dengan insiden 4 per 100.000 penduduk
sebelum abad ke-20. Seiring bertambahnya waktu, risiko terhadap kanker ini
berkurang karena berkurangnya paparan sinar matahari akibat sedikitnya
pekerjaan/aktivitas diluar rumah.
g. Defisiensi Zat Besi
Defisiensi besi khususnya dalam keadaan berat dan kronis yang juga dikenal dengan
Plummer-Vinson atau Paterson-Kelly Syndrome. Diketahui dapat meningkatkan
risiko squamous cell carcinoma pada esofagus, orofaring, dan mulut bagian
posterior. Keganasan ini berkembang pada lebih dini dibanding pada pasien tanpa
anemia defisiensi besi. Seseorang yang mengalami defisiensi besi juga memiliki
ganguan sel imunitas. Selain itu, besi juga penting dalam membantu fungsi sel epitel
saluran pencernaan bagian atas, sehingga sel epitel berkembang menjadi lebih cepat
dan menjadi atropi atau mukosa menjadi imatur.
h. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A menyebabkan proses keratinisasi yang berlebihan pada kulit
dan membran mukosa. Vitamin A juga memiliki fungsi protektif dan preventif
terjadinya prakanker mulut dan kanker mulut. Jumlah kandungan retinol dalam
darah dan jumlah kandungan beta-karoten pada makanan dipercayai dapat
mengurangi risiko leukoplakia dan squamous cell carcinoma pada mulut.
i. Infeksi Sifilis
Infeksi sifilis di tingkat tersier sudah dibuktikan memiliki hubungan yang kuat
dengan berkembangnya kanker lidah di bagian dorsal. Penelitian ini menyebutkan
risiko relatifnya mencapai empat kali. Selain itu, seseorang yang menderita
karsinoma lidah memiliki risiko lima kali untuk hasil yang positif pada pemeriksaan
serologi terhadap antigen sifilis dibanding pada pasien yang tidak memiliki kanker
lidah. Terlepas dari itu, infeksi sifilis yang disertai memiliki keganasan pada rongga
mulut jarang karena infeksi tersebut telah terdiagnosa sekaligus terobati sebelum
onset ditingkat tersier.
j. Infeksi Candida
Hiperplastik kandidiasis sering menjadi kondisi prakanker di rongga mulut. Oleh
karena lesi ini seperti plak berwarna putih yang tidak bisa diangkat, ini juga dikenal
sebagai candidal leukoplakia. Namun, sulitnya dalam membedakan klinis dan
histopatologi hiperplastik kandidiasis dengan leukoplakia yang disebabkan oleh
kandidiasis. Sebuah penelitian eksperimen menunjukkan bahwa beberapa jenis
Candida albicans menyebabkan lesi hiperkeratosis pada lidah pada bagian dorsal
tikus tanpa disertai faktor-faktor lainnya.
k. Virus Onkogen
Virus onkogen memiliki peranan penting dalam berbagai macam kanker walaupun
tidak ada virus yang pasti menyebabkan kanker rongga mulut. Virus ini bersifat
imortal di dalam sel pejamu, dengan cara demikian mereka mengalami transformasi
menjadi ganas. Beberapa contoh virus yaitu retrovirus, adenovirus, Herpes Simpleks
Virus (HSV), dan Human Papilloma Virus (HPV) memiliki hubungan terbentuknya
sel kanker pada mulut. Walaupun demikian, HPV adalah satu-satunya yang masih
memiliki hubungan tidak hanya pada kanker rongga mulut tetapi juga pada kanker di
tempat lain seperti tonsil faringeal, laring, esofagus, serviks uterin, vulva, dan penis.
HPV dengan subtipe 16, 18, 31, dan 33 yang memiliki hubungan erat dengan
displasia dan squamous cell carcinoma.
l. Imunosupresi
Imunosupresi memiliki peranan dalam terbentuknya beberapa keganasan pada
saluran pencernaan bagian atas. Pada pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS) dan orang-orang yang sedang mendapatkan terapi imunosupresif karena
keganasan atau transplantasi organ meningkatkan risiko terhadap squamous cell
carcinoma rongga mulut dan keganasan di kepala dan leher, apalagi memiliki
kebiasaan menghisap tembakau dan mengonsumsi alkohol.
m. Onkogen dan Tumor Suppresor Genes
Onkogen dan tumor supresor gen adalah komponen-kromosom yang bisa teraktivasi
oleh berbagai agen penyebab. Apabila teraktivasi mereka akan menstimulasi
produksi material-material genetik dalam jumlah yang besar melalui amplification
atau over expression pada gen terkait. Onkogen ini mungkin akan mengalami
progresi pada berbagai macam neoplasma termasuk squamous cell carsinoma
rongga mulut.
Predileksi kanker mulut yaitu Karsinoma sel skuamosa oral (OSCC terdiri lebih dari 90%
dari semua kanker yang terjadi di rongga mulut. Oleh karena itu istilah kanker mulut
(OC) dan OSCC digunakan secara bergantian.OSCC adalah keganasan yang paling
umum di kepala dan leher daerah dan merupakan kanker paling umum kedelapan di
seluruh dunia
Patofisiologi molekul kanker mulut merupakan akumulasi perubahan genetik yang terjadi
selama bertahun-tahun. Walaupun tidak diketahui apakah kanker mulut dapat terjadi tanpa
perubahan premalignant pada jaringan, setidaknya 20% berhubungan dengan prekursor lesi
yang dapat dilihat secara klinis seperti leukoplakia dan eritroplakia. Karsinogenesis
merupakan proses genetik yang merubah pada morfologi dan perilaku seluler. Gen utama
yang terlibat meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (TSGs). Faktor lain yang
berperan dalam perkembangan kanker mulut, berupa kehilangan alel di daerah kromosom,
mutasi pada proto-onkogen dan TSGs atau perubahan epigenetik misalnya metilasi pada
asam deoksiribonukleat (DNA) dan deasetilasi histone. Selain itu, faktor pertumbuhan
sitokin, angiogenesis, adhesi sel molekul, fungsi kekebalan tubuh, dan homeostasis juga
berperan penting dalam perkembangan kanker mulut. Proto-onkogen berperan untuk faktor
pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, protein kinase, sinyal transduser,
nuklirphosphoproteins, dan faktor-faktor transkripsi. Proto-onkogen meningkatkan
pertumbuhan sel dan diferensiasi serta mungkin terlibat dalam karsinogenesis. Proto-onkogen
yang terkait dengan kanker mulut yaitu ras (tikus sarcoma), cyclin-D1, myc, Erb-b
(eritroblastosis), bcl-1, bcl-2 (limfoma sel B), int-2, CK8, dan CK19. TSGs menghambat
pertumbuhan sel dan diferensiasi, kehilangan fungsional dari TSGs berperan untuk
karsinogenesis. Kehilangan kedua alel dari TSG akan menyebabkan loss of function (“two-
hit” hypothesis). Kehilangan fungsional TSGs melibatkan kromosom 3p, 4q, 8p, 9p, 11q,
13q, dan 17p. TSGs yang terlibat di kanker mulut merupakan P53, Rb (retinoblastoma), dan
p16INK4A.
1.6 Macam-macam Kanker Mulut
Karsinoma sel skuamosa dapat terjadi pada bibir bawah, dasar mulut, bagian ventral dan lateral
lidah, area retromolar, tonsil dan lateral palatum lunak. Besarnya karsinoma sel skuamosa yang
terjadi berbeda-beda, yaitu sekitar 30%-40% terjadi pada bibir bawah, pada lidah sekitar 25%,
sedangkan pada dasar mulut sekitar 20%. Karsinoma yang terjadi pada lidah sekitar 75%
terutama di pinggir- pinggir lidah dan 25% terjadi di basis lidah.
Predisposisi :
Sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker pada bibir maupun kulit secara
umum, sehingga menghindari paparan sinar matahari berlebih dapat menjadi salah
satu saran atau cara untuk mencegah terjadinya kanker.
Nutrisi : Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya kanker.
Defisiensi dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E, dan Fe
dilaporkan mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker. Vitamin-vitamin
tersebut mempunyai efek antioksidan. Defisiensi zat besi yang menyebabkan
anemia.
Radiasi sinar ultraviolet adalah suatu bahan yang diketahui bersifat karsinogenik.
Infeksi : Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan kanker mulut
adalah candida albicans. Hubungan antara candida albicans dengan penyakit
speckled leukoplakia pertama kali ditemukan oleh Jespen dan Winter pada tahun
1965. Beberapa studi menunjukkan bahwa, sekitar 7- 39% dari leukoplakia
dijumpai adanya candida hyphae. Penyakit ini mempunyai kecenderungan
berubah menjadi kanker.
Sistem Kekebalan Tubuh : Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi kanker
pada pasien yang mendapat penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti pada
penderita transplantasi, AIDS, dan defisiensi kekebalan genetik. Insidensi tumor
pada pasien yang mendapat tekanan sistem kekebalan tubuh sebesar 10%.
Gangguan sistem kekebalan selain disebabkan kerusakan genetik juga disebabkan
oleh penuaan, obat-obatan, infeksi virus.
LO 3. BBN
Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita buruk:
a. Melakukan persiapan
- Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang
akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium
atau pun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga
pengetahuan dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait
penyakit pasien.
- Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman.
Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis
lain atau pun dering telepon.
- Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir.
Perkenalkan diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan
hubungan mereka dengan pasien.
- Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah
kata-kata spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus
dihindari dalam penyampaian.
b. Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya
Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit
parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya
tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya
dapat memahami berita buruk yang akan disampaikan.
c. Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang penyakitnya
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien,
orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang
dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing.
Setiap orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih
lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang
lebih detail, maka petugas medis harus menghormati keinginannya dan
menanyakan pada siapa informasi sebaiknya diberikan.
d. Menyampaikan berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh
empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan.
Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana
yang mudah dipahami. Hindari kata- kata manis (eufemisme) ataupun istilah-
istilah kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti, meninggal atau
kanker. Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering
memberikan jeda setelah penyampaian suatu kalimat.
e. Memberikan respon terhadap perasaan pasien
Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam untuk
memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien
dan keluarga dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang
menangis, marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah,
tidak percaya, takut, merasa tidak berharga, malu, mencari alasan mengapa
hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien pergi meninggalkan ruangan. Siapkan
diri dalam menghadapi berbagai reaksi. Dengarkan dengan tenang dan
perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan ajak pasien untuk menceritakan
perasaannya. Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal.
f. Merencanakan tindak lanjut
Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa pemeriksaan
lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi, pengobatan gejala-gejala
yang ada, dan mengatur rujukan yang sesuai.
g. Mengkomunikasikan Prognosis
Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana perjalanan
penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin
mempunyai kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan
hidup mereka, atau pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa petugas
medis akan mengatakan penyakitnya tidak serius.
LO 4. Pandangan Islam
Pada surat Al-Anbiya’ ayat 83 yang berbunyi
Yang artinya “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku),
sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua
yang penyayang.”
Pada kisah Nabi Ayub, seorang nabi dan rasul yang mendapat cobaan berat dalam hidupnya,
ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan berserah dan bertawakal kepada-Nya. “Ya Tuhanku,
sungguh, aku telah ditimpa penyakit yang terasa sangat berat; tetapi aku yakin bahwa Engkau
Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang, sehingga cobaan ini merupakan
bentuk kasih sayang-Mu kepadaku.”