Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HOSPITAL EXPOSURE

MIOMA UTERI

RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

NAMA : STEVANIE BUDIANTO

NPM : 00000021089

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

TANGERANG

2019
BAB I

1.1 Identitas pasien


Nama : Ibu S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 27 tahun
Tanggal Lahir : 10/10/1991
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Cikokol, Tangerang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : RSUS 00-87-xx-xx
Tanggal Masuk : 28/08/2019 pukul 08.00 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 28/08/2019 pukul 17.00 WIB

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien secara langsung
pada hari Rabu, 28 Agustus 2019 pukul 17.00 WIB di Rumah Sakit Umum
Siloam.

Keluhan Utama
Benjolan di perut bagian bawah dirasakan membesar, periode menstruasi
memanjang dan volume yang bertambah banyak sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
juga merasakan adanya nyeri perut yang memburuk sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Siloam (RSUS) dengan keluhan
benjolan di perut bagian bawah yang dirasakan mulai membesar sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien baru menyadari adanya benjolan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan perut pasien menjadi lebih keras. Selain itu, dalam 3 bulan terakhir,
pasien juga mengeluhkan adanya periode menstruasi yang memanjang dan
volume yang lebih banyak. Periode menstruasi yang sebelumnya sekitar 5-6 hari
lamanya menjadi 10-12 hari. Penggantian pembalut dilakukan sebanyak 5 kali
pada 5 hari pertama menstruasi dan menjadi 3 kali selama sisa periode menstruasi.
Pasien mengatakan menggunakan pembalut sepanjang 35cm dan pembalut yang
digunakan selalu penuh. Tidak ada perdarahan diantara siklus. Nyeri pada perut
bagian bawah juga mulai dirasakan pasien sejak 1 minggu yang lalu, namun
memberat sejak 2 hari SMRS. Nyeri bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi
oleh siklus menstruasi. Keluhan tambahan pasien berupa gangguan BAK yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan keluhan BAB sekitar 2 minggu yang lalu.
Pasien mengatakan terdapat peningkatan frekuensi berkemih, dengan volume urin
yang sedikit dalam setiap kali berkemih. Pasien menyangkal adanya nyeri saat
berkemih ataupun darah. Pasien juga merasa frekuensi BAB pasien berkurang.
Sebelumnya pasien BAB rutin setiap hari namun saat ini menjadi 3-4 hari sekali.
Pasien menyangkal adanya keluhan mual muntah, penurunan berat badan,
keputihan dan nyeri pada saat berhubungan seksual.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada
riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, hipertensi dan diabetes.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku ibu kandung pasien pernah mengalami keluhan serupa dan
sudah dilakukan operasi. Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, hipertensi dan diabetes.

Riwayat Haid Sebelum Terjadi Gangguan


- Menarche : 13 tahun
- Siklus : Teratur 30 hari
- Pembalut : 2-3 pembalut/hari
- Durasi : 5-6 hari
- Disminorrhea : (-)

Riwayat Haid Setelah Terjadi Gangguan


- Siklus : Teratur 30 hari
- Pembalut : 3-5 pembalut/hari (35 cm) dan selalu penuh
- Durasi : 10-12 hari
- Dismenorrhea : (-)

Riwayat Ginekologi
Pasien tidak memiliki keluhan keputihan. Pemeriksaan PAP Smear, IVA Test
dan Whiff Test belum pernah dilakukan pasien.

Riwayat Obstetri
Pasien belum memiliki anak.

Riwayat Seksual & Pernikahan


- Cointarche : 26 tahun
- Dispareunia : (-)
- Post-coital bleeding : (-)
- Jumlah pasangan :1
- Usia pernikahan : 25 tahun

Riwayat Kontrasepsi

Metode Durasi Pemakaian Efek Samping Alasan


Penghentian
IUD Cooper T Sejak 2 tahun - -
yang lalu hingga
sekarang

Riwayat Alergi & Pengobatan


Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan atau makanan
tertentu. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk menangani keluhan.

Riwayat Sosial
Konsumsi alkohol, rokok dan penggunaan obat-obatan terlarang disangkal
oleh pasien. Pasien tinggal bersama suami dengan kondisi lingkungan yang cukup
bersih.
1.3 Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- GCS : E (4) M (6) V (5)
- Berat Badan : 54 kg
- Tinggi Badan : 150 cm
- Indeks Massa Tubuh : 24

Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Laju Nafas : 16x/menit
- Nadi : 70x/menit
- Suhu : 36.1 °C

Pemeriksaan General

Kulit  Hiperemis (-)


Keseluruhan  Sianosis (-)
 Jaundice (-)
 Edema (-)
 Turgor normal
Kepala & Rambut  Rambut tersebar secara merata
Wajah  Rambut hitam, kuat, tidak mudah rontok
Kulit Kepala  Luka/bekas luka (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikterik (-)
 Kemerahan (-)
 Edema (-)
 Massa (-)
 Deformitas (-)
Fungsi  Pergerakan normal tanpa adanya
keterbatasan range of motion.
Mata  Konjungtiva pucat (-)
 Sklera ikterik (-)
 Pupil bulat, isokor, dan diameter 2mm/2mm
 Refleks pupil langsung dan tidak langsung normal (+/+)
 Jarak antar mata simetris
 Pergerakan bola mata normal
 Tidak ada keterbatasan lapang pandang
Hidung  Simetris
 Septum nasal normal, berada di tengah, deviasi (-)
 Deformitas (-)
 Bekas luka (-)
 Perdarahan (-)
 Discharge (-)
 Polip/massa (-)
 Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga  Bentuk dan ukuran normal dan simetris
 Deformitas (-)
 Sekret (-)
 Perdarahan (-)
 Nyeri tekan tragus (-/-)
 Nyeri tekan mastoid (-/-)
Mulut  Bibir sianosis (-), luka (-), pecah (-)
 Mukosa lembab
 Oral hygine tampak baik
 Lidah normal kemerahan bersih dan gerakan normal
 Luka (-)
Leher  Leher tampak normal simetris
 Trakea intak ditengah
 Pembesaran tiroid (-)
 Pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-)
 Nyeri tekan (-)
 Keterbatasan ROM (-)
Thorax
Jantung Inspeksi  Iktus kordis tidak terlihat
 Luka (-)
Palpasi  Ictus cordis tidak teraba ICS V linea
midclavicular sinistra
Perkusi  Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi  S1 S2 regular
 Murmur (-)
 Gallop (-)
Paru-paru Inspeksi  Perkembangan dada simetris tanpa adanya
bagian yang tertinggal
 Bentuk dada normal
 Barrel chest (-)
 Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-)
 Massa (-)
 Lesi (-)
 Kemerahan (-)
 Luka (-)
 Spider naevi (-)
 Retraksi (-)
Palpasi  Tactile vocal fremitus (+), simetris di
kedua lapangan paru
Perkusi  Sonor di semua lapang paru
Auskultasi  Vesikuler
 Wheezing (-)
 Ronchi (-)
Abdomen Inspeksi  Abdomen cembung/terlihat membesar
 Luka (-)
 Perubahan warna (-)
 Bekas luka/operasi (-)
 Caput medusae (-)
 Spider navy (-)
Auskultasi  Bising usus normal (8-12x/menit)
 Bruit tidak terdengar
 Metallic sound tidak terdengar
Perkusi  Dull di perut kanan bawah
 Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi  Nyeri tekan (+)
 Suprapubis teraba massa 7 cm x 6 cm
solid mobile dengan permukaan licin
 Pembesaran hepar (-)
 Pemberasan limpa (-)
 Pembesaran ginjal (-)
 Nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas Inspeksi  Simetris
 genu vagus/genu varum (-)
 Deformitas jari-jari (-)
 Perubahan warna kulit (-)
 Pucat (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikteris/jaundice/kekuningan (-)
 Tremor (-)
 Kuku normal, tidak ada clubbing finger
Palpasi  Ekstremitas hangat
 Capillary Refill Time normal (<2detik)
Neurologic  Tidak dilakukan
test

1.4 Pemeriksaan Penunjang


- Lab

Test Result Unit Ref. Range


Hematology
Complete Blood Count
Haemoglobin 12.70 g/dL 11.70 – 15.50
Hematocrit 39.20 % 35.00 – 47.00
Erythrocyte (RBC) 4.97 106/µL 3.80 – 5.20
White Blood Cell (WBC) 6.13 103/µL 3.60 – 11.00
Platelet Count 327.00 103/µL 150.00 – 440.00
MCV, MCH, MCHC
MCV 78.90 fL 80.00 – 100.00
MCH 25.60 pg 26.00 – 34.00
MCHC 32.40 g/dL 32.00 – 36.00
PT-APTT
Prothrombin time
Control 10.90 seconds 8.9 – 12.1
Patient 10.90 seconds 9.4 – 11.3
INR 1.01
A.P.T.T
Control 31.40 seconds 26.8 – 36.2
Patient 35.40 seconds 27.70 – 40.20
Biochemistry
SGOT-SGPT
SGOT (AST) 17 U/L 0 – 32
SGPT (ALT) 11 U/L 0 – 33
Blood Random Glucose 91.0 mg/dL < 200.0

- CT – Lower Abdomen without IV contrast


Technique:
Telah dilakukan CT Scan pelvis tanpa kontras IV potongan axial dari krista
iliaka sampai simfisis pubis

Findings:
o Ureter: Normal
o Buli-Buli (kandung kemih): Normal
o Usus: Normal
o Appendix: tervisualisasi diameter +/- 0.4 cm, tidak tampak fat
stranding disekitarnya
o Peritoneum, Omentum, Mesenterium: Normal
o Kelenjar Getah Bening: Normal
o Cairan Bebas: Tidak tampak
o Uterus: Uterus normal, terpasang IUD intrauterine, terdorong ke sisi
kiri
o Tulang & Sendi: Normal
o Dinding Abdominal: Normal
o Tampak massa isodens multilobulated, kalsifikasi (-) batas relatif tegas
pada regio abdomen bawah, regio adnexa sisi kanan ukuran +/- 8.31 x
7.65 cm

Impression:
Wanita, 27 tahun dengan suspek pedunculated DD/ parasitik mioma
CT Scan Lower Abdomen Non Contrast:
Massa isodens multilobulated, kalsifikasi (-) batas relatif tegas pada regio
abdomen bawah, regio adnexa sisi kanan ukuran +/- 8.31 x 7.65 cm

Gambar 1.1 Hasil CT Scan Lower Abdomen

1.5 Resume
Pasien wanita berusia 27 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Siloam (RSUS)
dengan keluhan benjolan di perut bagian bawah yang dirasakan mulai membesar
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien baru menyadari adanya benjolan sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan perut pasien menjadi lebih keras. Selain itu, dalam 3
bulan terakhir, pasien juga mengeluhkan adanya periode menstruasi yang
memanjang dan volume yang lebih banyak. Periode menstruasi yang sebelumnya
sekitar 5-6 hari lamanya menjadi 10-12 hari. Penggantian pembalut dilakukan
sebanyak 5 kali pada 5 hari pertama menstruasi dan menjadi 3 kali selama sisa
periode menstruasi. Pasien mengatakan menggunakan pembalut sepanjang 35cm
dan pembalut yang digunakan selalu penuh. Nyeri pada perut bagian bawah juga
mulai dirasakan pasien sejak 1 minggu yang lalu, namun memberat sejak 2 hari
SMRS. Nyeri bersifat hilang timbul dan dirasakan menjalar dari depan hingga
punggung. Nyeri tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi. Keluhan tambahan
pasien berupa gangguan BAK yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan keluhan
BAB sekitar 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan terdapat peningkatan
frekuensi berkemih, dengan volume urin yang sedikit dalam setiap kali berkemih.
Pasien juga merasa frekuensi BAB pasien berkurang. Sebelumnya pasien BAB
rutin setiap hari namun saat ini menjadi 3-4 hari sekali.
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan abdomen, terdapat penampakan abdomen
cembung atau terlihat membesar, terdapat nyeri tekan pada saat dipalpasi bagian
perut bawah dan terasa adanya massa di regio suprapubic. Pada pemeriksaan CT
Scan Lower Abdomen terlihat adanya massa isodens multilobulated dengan batas
relatif tegas pada regio abdomen bawah, regio adnexa sisi kanan ukuran +/- 8.31 x
7.65 cm.

1.6 Diagnosis Kerja


Mioma uteri

1.7 Diagnosis Banding


- Parasitik mioma
- Endometriosis

1.8 Penatalaksanaan
Miomektomi

1.9 Prognosis
- Quo ad vitam: Dubia ad bonam
- Quo ad functionam: Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus (miometrium) yang terdiri
dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen. Terdapat beberapa
istilah lain dari mioma uteri diantaranya fibromioma, miofibroma, leiomioma,
fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.(1) Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi fibroid
bervariasi.

2.2 Etiologi
Penyebab atau faktor-faktor yang menginisiasi tumbuhnya mioma uteri pada
sel otot polos miometrium belum diketahui secara pasti. Transformasi neoplastik
dari meometrium menjadi mioma melibatkan mutasi pada miometrium normal.
Selain itu hormon steroid juga berperan dalam perkembangan fibroid. Fibroid
memiliki reseptor untuk hormon estrogen dan progesteron, dan juga memproduksi
aromatase (enzim yang mengubah androgen menjadi estrogen) sehingga semakin
banyak hormon estrogen yang terproduksi. Ketika hormon estrogen dan
progesteron terikat dengan sel miometrium maka akan mempromosikan mitosis.
Maka, semakin tinggi hormon estrogen dan progesteron akan membantu
pertumbuhan fibroid (mioma akan semakin besar).

2.3 Patologi & Klasifikasi


Pada umumnya, mioma uteri bersifat multiple dan berlobus dengan bentuk
yang tidak teratur atau bisa juga sferis (spherical). Mioma berbatas tegas sehingga
dapat dengan mudah dipisahkan dari jaringan disekitarnya. Hal ini disebabkan
dengan adanya pseudocapsule atau sel-sel jaringan yang membentuk struktur yang
mengelilingi mioma sehingga terpisah dari jaringan uterine disekitarnya. Warna
mioma tampak lebih pucat dari miometrium disekitarnya, halus, berbentuk
lingkaran dengan konsistensi yang lebih keras.
Mioma uteri dapat tumbuh disetiap bagian dari uterus. Klasifikasi mioma uteri
berdasarkan lokasi:
1. Mioma submukosa
Mioma submukosa terletak didalam uterus (uterine cavity) dan terletak
dibawah endometrium. Mioma submukosa dapat tumbuh dengan atau tanpa
tangkai, jika bertangkai dinamakan sebagai pedunculated submucosal fibroid.
Tipe ini adalah tipe mioma yang paling jarang ditemui pada pemeriksaan,
tetapi juga merupakan tipe yang paling menyebabkan gejala berat. Tanda atau
gejala yang dapat ditimbulkan adalah perdarahan menstruasi yang sangat
banyak (heavy bleeding) dan periode menstruasi yang memanjang (prolonged
periods). Mioma ini juga dapat mempengaruhi fertilitas seorang perempuan.
2. Mioma intramural
Mioma yang tumbuh diantara dinding uterus dan dapat ekspansi kearah
dalam uterus sehingga menyebabkan pembesaran ukuran uterus. Mioma
intramural merupakan tipe mioma yang paling sering ditemukan pada
pemeriksaan. Tanda atau gejala yang ditimbulkan dapat berupa menstruasi
yang sangat banyak (heavy menstrual bleeding) dan beberapa gejala kompresi
organ lain seperti contohnya gangguan pada BAK/BAB.
3. Mioma subserosa
Mioma yang terletak di permukaan serosa uterus. Mioma ini juga dapat
menyebabkan ekspansi keluar dari dari dinding uterus, sehingga permukaan
dinding uterus menjadi tidak halus dan menonjol keluar. Mioma subserosa
dapat tumbuh bertangkai (stalk/stem-like based) dinamakan sebagai
pedunculated. Tanda atau gejala yang ditimbulkan mioma subserosa biasanya
tidak mempengaruhi menstruasi wanita, tapi lebih kepada sakit panggul, sakit
punggung dan beberapa gejala kompresi organ lain seperti gangguan pada
BAK (contoh: frekuensi urin bertambah) atau BAB (contoh: konstipasi).
4. Mioma intraligamenter
Mioma intraligamenter terjadi ketika mioma subserosa tumbuh kearah
lateral dan meluas diantara 2 lapisan peritoneal dari ligamentum latum.(1)
Gambar 2.1 Tipe-tipe mioma berdasarkan lokasi

2.4 Faktor Risiko


Beberapa faktor resiko predisposisi terhadap terjadinya mioma uteri:
1. Umur
Pembentukan mioma uteri juga dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron yang dihasilkan oleh ovarium. Sehingga, pada usia reproduktif
dimana produksi hormon tersebut masih dalam tingkat yang tinggi, akan
berkontribusi tinggi dalam memicu pertumbuhan tumor. Sedangkan pada saat
menopause, fungsi tubuh untuk menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron menurun, sehingga menghambat pertumbuhan tumor.(2)
2. Index Massa Tubuh (IMT)
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita dengan IMT yang lebih
tinggi dari kategori normal. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi
hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak.
Hasilnya, terjadi peningkatan jumlah estrogen dalam tubuh dan meningkatkan
resiko pembentukan mioma uteri.(3)
3. Paritas
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita nulipara atau yang
belum pernah melahirkan.(2) Hal ini disebabkan karena pada wanita nullipara,
ovarium nya mensekresikan estrogen murni, sedangkan pada wanita multipara,
dimana sekresi ovariumnya adalah estriol (estrogen yang relatif lemah).(4)
4. Riwayat keluarga
Memiliki garis keturunan dengan penderita mioma uteri akan
meningkatkan risiko sebanyak 2.5 kali lebih besar untuk menderita mioma
uteri. Hal ini karena penderita mioma uteri memiliki ekspresi VEGF-α
(myoma-related growth factor) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita mioma uteri yang tidak memiliki garis keturunan.(3)
5. Penggunaan kontrasepsi
Pertumbuhan dan perubahan fibroid sangat bergantung pada hormon
estrogen dan progesteron. Sehingga dikatakan penggunaan kontrasepsi oral
memiliki peran dalam pertumbuhan mioma. Wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral memiliki risiko 1.6 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita yang tidak.(5)

2.5 Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda dari mioma uteri hanya terjadi pada < 50% pasien. Gejala
yang disebabkan bervariasi, tergantung dari lokasi, ukuran dan jumlah mioma.
Berikut beberapa gejala yang paling sering ditemukan:
1. Perdarahan uterus abnormal
Penderita dapat mengalami perdarahan uterus abnormal seperti
misalnya menorrhagia (perdarahan yang sangat banyak dan periode
perdarahan memanjang) atau metrorrhagia (perdarahan diantara menstruasi).
2. Nyeri panggul (pelvic pain)
Nyeri panggul dapat disebabkan oleh oklusi vaskuler oleh mioma,
infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai, atau karena kontraksi miometrium
yang terdapat mioma subserosa. Jika mioma berukuran besar, maka dapat
mengisi rongga pelvik, menekan bagian tulang dan saraf sehingga
menyebabkan rasa nyeri yang dapat menyebar ke bagian punggung dan
ekstremitas posterior.
3. Penekanan organ sekitar
Penekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan gangguan saat
berkemih ataupun meningkatkan frekuensi urinasi dan inkontinansi.
Sedangkan penekanan pada usus besar dapat menyebabkan konstipasi atau
gangguan defekasi lainnya. Dispareunia juga dapat disebabkan oleh adanya
mioma. Jika tumor besar hingga menekan pembuluh darah vena yang ada di
daerah pelvik, maka dapat menyebabkan edema pada ekstremitas posterior.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai salah satu penyebab infertilitas
masih belum jelas. Salah satu penjelasannya adalah mioma uteri mengganggu
ritmik kontraksi pada uterus, yang sebenarnya dibutuhkan untuk membantu
jalannya sperma masuk di dalam uterus. Selain itu, mioma juga dapat merubah
struktur anatomi uterus sehingga menyebabkan disfungsi reproduksi.(1)

2.6 Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
Pelvic examination atau pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan ini perlu
didampingi dengan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan
diagnosis.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti misalnya complete blood count (CBC)
digunakan untuk melihat kadar haemoglobin. Evaluasi ini perlu
dilakukan untuk melihat apakah ada anemia pada pasien yang
disebabkan oleh mioma uteri.
b. Radiologi/Imaging
i. Ultrasonografi (USG)
USG biasanya menjadi pilihan utama dalam
mengevaluasi endometrium dan miometrium. Pemeriksaan ini
dapat memaparkan jumlah, ukuran, lokasi mioma dan juga
vaskularisasi dari uterus. Pada umumnya USG transabdominal
(TA) dan transvaginal (TV) dilakukan. Transvaginal USG lebih
sensitif terhadap fibroid ukuran kecil (< 5mm). Tranabdominal
USG juga memiliki keterbatasan ketika pasien obesitas.(6)
ii. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat akurat dalam mendeteksi mioma dalam
jumlah, ukuran dan juga lokasi. MRI juga dapat
mengidentifikasi jenis-jenis tumor lainnya. Pada umumnya,
MRI digunakan pada wanita yang memiliki uterus lebih besar
atau pada wanita yang memasuki menopause (premenopause).
iii. Histerosonografi
Disebut juga sebagai saline infusion sonogram.
Prosedur ini menggunakan saline steril untuk mengembangkan
rongga uterus (uterus cavity) untuk dapat lebih mudah melihat
gambaran mioma submukosal atau dinding uterus pada wanita
yang memiliki perdarahan menstruasi berat.
iv. Histerosalpingografi
Prosedur ini menggunakan tinta agar rongga uterus dan
tuba falopi dapat terlihat pada pemeriksaan X-ray. Biasanya
digunakan pada kasus infertilitas, dimana jika terdapat tuba
falopi yang tertutup dapat terlihat dengan jelas. Pemeriksaan ini
digunakan juga pada kasus mioma submukosal.
v. Histeroskopi
Menggunakan teleskop yaitu histereskop yang
dimasukkan melalui cervix dan kedalam uterus. Saline
kemudian dimasukkan, kemudian pemeriksa dapat
mengevaluasi dinding uterus dan pembukaan dari tuba falopi.

2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi mioma uteri adalah perubahan mioma menuju keganasan
(leiomiosarcoma), anemia (defisiensi zat besi), infertilitas, gangguan persalinan,
abortus, presentasi fetal yang salah (fetal malpresentation), dan bayi lahir
prematur.

2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana mioma uteri dibagi menjadi beberapa cara, diantaranya melalui
pengobatan medis, alternaif non-operatif dan operatif.
Gambar 2.2 Opsi manajemen mioma uteri

1. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa merupakan terapi pengganti atau
tambahan dari operatif. Beberapa terapi yang digunakan diantaranya
kontrasepsi oral (meminimalisir perdarahan menstruasi dan membantu
meringankan nyeri panggul) , progesteron, NSAIDs (untuk meringankan rasa
sakit), tranexamic acid (bertujuan untuk mengurangi perdarahan selama
menstruasi), danazol, tamoksifen, analog GnRHa (bertujuan untuk
mengecilkan mioma dengan meminimalisir produksi hormon estrogen).
2. Operatif/Pembedahan
a. Histerektomi
Opsi ini merupakan pengobatan definitif untuk mioma uteri,
terkhususnya untuk wanita yang berumum 40-50 tahun, yang biasanya
sudah tidak menginginkan untuk memiliki anak. Tindakan ini merupakan
tindakan dengan tingkat invasif minimal serta tindakan yang tidak terlalu
mahal.
b. Laparoskopik miomektomi
Dilakukan opsi ini kepada wanita yang ingin mempertahankan uterus.
c. Histeroskopik miomektomi
Opsi ini sering dipakai untuk menyingkirkan mioma submukosa.
Metode ini dapat memberikan persentase fertilitas yang lebih baik setelah
operasi (mencapai 45%) serta meminimalisir timbulnya komplikasi.
3. Non-operatif
a. Embolisasi Arteri Uterus (Uterine Artery Embolization/UAE)
Metode ini merupakan suatu tindakan terfokuskan untuk menghentikan
aliran darah menuju mioma. Pada umumnya, mioma hanya memiliki 2
arteri yang mensuplai perdarahannya, sedangkan miometrium memiliki
banyak collateral arteries, sehingga pada prosedur ini miometrium tidak
akan ikut terhenti aliran darahnya.
b. Ablasi Fibroid (Fibroid Ablation)
Ablasi adalah destruksi jaringan menggunakan energi terkonsentrasi.
Energi yang digunakan ada beberapa, diantaranya ultrasound,
radiofrequancy (RF) dan laser. Metode ini bertujuan untuk mengurangi
perdarahan menstruasi dan juga ukuran dari mioma. Fertilitas tidak
terganggu jika menggunakan teknik ini.(7)
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan benjolan pada bagian bawah perut yang mulai
dirasakan membesar dalam 3 bulan terakhir. Pasien merasakan perutnya yang mulai
membesar dan menjadi keras. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya periode menstruasi
yang memanjang serta bertambahnya volume perdarahan menstruasi (menorrhagia) yang
dimulai sejak 3 bulan SMRS. Dalam satu kali siklus, menstruasi berlangsung selama 10-12
hari, dan pasien melakukan 5 kali ganti pembalut per hari nya dalam 5 hari pertama
menstruasi dan 3 kali ganti pembalut selama sisa periode menstruasi. Pasien juga mengatakan
bahwa ada keluhan nyeri pada bagian perut bawah yang memberat sejak 2 hari SMRS. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi. Hal ini juga
mengkonfirmasi untuk menghilangkan kecurigaan terhadap endometriosis.

Hal ini lebih mengarah kepada adanya gangguan pada sistem reproduksi. Perdarahan
pada mioma uteri dapat disebabkan oleh terganggunya keseimbangan endometrium atau
dilatasi pembuluh darah pada uterus dikarenakan adanya massa pada uteri. Menorrhagia,
benjolan dan nyeri pada bagian perut bawah yang dirasakan oleh pasien dapat menjadi salah
satu gejala yang mendukung diagnosis mioma uteri.

Usia pasien menjadi salah satu faktor resiko terjadinya mioma uteri. Walaupun pada
umumnya mioma uteri terjadi pada kalangan wanita premenopause yaitu umur sekitar 40-50
tahun, tidak menutup kemungkinan bahwa usia muda (yaitu 27 tahun) tidak akan terkena
mioma uteri. Pasien masih dalam rentang usia produktif, dimana masih memproduksi hormon
estrogen dan progesteron dalam jumlah tinggi. Pertumbuhan mioma uteri dapat dicetus oleh
adanya hormon estrogen. Kemudian adanya riwayat keluhan serupa yang terjadi pada ibu
kandung pasien beberapa tahun yang lalu, sehingga dapat meningkatkan kecurigaan terhadap
diagnosis mioma uteri.

Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat abdomen pasien tampak membesar/cembung


tanpa ada gejala abnormal lain pada inspeksi. Tidak ditemukan adanya cairan dalam rongga
abdomen ataupun pembesaran organ lainnya (hati atau limpa). Pada palpasi juga ditemukan
massa solid mobile dengan permukaan licin dengan ukuran sekitar 7 cm x 6 cm pada bagian
suprapubic. Ditemukan juga bunyi dull pada saat perkusi sehingga mengkonfirmasi adanya
massa di bagian tersebut.

Untuk memperkuat diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan


teori, memang cukup menggunakan USG pada kasus mioma uteri. Transvaginal USG
berguna untuk diagnosis fibroid ukuran kecil (< 5mm). TV USG juga kurang tepat digunakan
ketika posisi uterus terbalik, karena fundus uteri nya maka tidak akan terlihat jelas.
Sedangkan, berdasarkan palpasi yang telah dilakukan sebelumnya, telah diperkirakan ukuran
mioma yang lebih dari 5mm, sehingga pemeriksaan dilakukan menggunakan CT Scan Lower
Abdomen, untuk melihat keseluruhan lokasi, ukuran dan jumlah mioma, serta melihat adakah
kemungkinan penekanan pada organ lainnya. Berdasarkan hasil CT-Scan, terdapat massa
sebesar +/- 8.31 x 7.65 cm. Massa ini terlihat sudah mendorong uterus kearah kiri sehingga
posisi uterus tidak lagi dalam posisi normal, menekan kandung kemih yang ada di depannya
serta menekan bagian usus besar. Hal ini mungkin menyebabkan adanya keluhan
bertambahnya frekuensi berkemih dan defekasi yang lebih jarang daripada biasanya.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosa


sementara yaitu mioma uteri dengan diagnosa banding parasitik mioma. Pada umumnya
parasitik mioma dapat terjadi ketika mioma subserosa terlepas dari uterus dan mioma tersebut
menempel pada organ lain untuk mendapatkan suplai darah. Penderita parasitik mioma juga
cenderung memiliki gejala yang sama dengan mioma uteri, namun, kebanyakan dari pasien
yang menderita parasitik mioma memiliki riwayat laparoskopi fibroid. Sehingga, pada pasien
ini diagnosa banding parasitik mioma dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki
riwayat laparoskopi fibroid.

Tatalaksana mioma uteri yang dilakukan pada pasien ini adalah prosedur operatif
yaitu miomektomi. Sesuai dengan indikasi miomektomi dan karena pasien masih
menginginkan kehamilan maka miomektomi dipilih sebagai prosedur tatalaksana.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadibroto RB. Mioma uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38(3):255–60.

2. Dewi MM, Ernawati D, Satriyandari Y. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Mioma Uteri Di Rsu Pku Muhammadiyah Kota Yogyakarta Tahun 2015-
2016. 2016;3. Available from: Meyrawatimustikadewi@gmail.com

3. Kesehatan D, Juli VN, Ningrum NW, Rahman RTA. Hubungan Obesitas Dan Riwayat
Keluarga Dengan Kejadian Mioma Uteri Di Ruang Poli Kandungan RSUD dr . H .
Moch . Ansari Saleh banjarmasin. 2018;9(1):594–606.

4. Studi P, Pendidik B, Diploma J, Kesehatan FI. Uteri Di Rsu Pku Muhammadiyah.


2016;1–15.

5. Sumiati S. MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT KOTA BENGKULU TAHUN 2012.


2012;(3).

6. Wilde S, Scott-Barrett S. Radiological appearances of uterine fibroids. Indian J Radiol


Imaging. 2009;19(3):222–31.

7. Mas A, Tarazona M, Dasí Carrasco J, Estaca G, Cristóbal I, Monleón J. Updated


approaches for management of uterine fibroids. Int J Womens Health. 2017;9:607–17.

Anda mungkin juga menyukai