Disusun oleh:
Dewi Putri Febriyanti Sundayana NIM: 2001073
Larassati Biya NIM: 2001082
Wulandari Hamzah NIM:
DevaYanti Bakir NIM: 2001065
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas kehadirat allah SWT atas segala rahmad ,
karunia dan ridonya ,sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang judul
“MENURUNKAN JUMLAH MIKROORGANISME KONTAMINAN DAN MENCEGAH
TRANSMISI“ . Tugas ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas Program
Studi Ilmu Keperawatan STIKES Muhammadiyah Manado
Dalam penyusunan tugas makalah ini penulis menyadari adanya kekurangan dana
keterbatasan namun berkat bantuan , bimbingan , petunjuk dari semua pihak , akhirnya tugas
makalah ini dapat di selesaikan tepat waktu, Maka dengan kerendahan hati penulis
mengucapakan terima kasih kepada : ibu Sunarti Basso dan seluruh teman –teman kelas C
Keperawatan semester II Tahun 2021 dan Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu
yang telah membantu dan mensuport dalam menyelesaikan tugas makalah ini .
Penyusun
Kelompok V
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mamastikan bahwa petugas kesehatan
dapat menangani secara aman benda-benda yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut
setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya. Yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi yang dikaibatkn oleh mikroorganisme penyebab
luka infeksi berat dan mencegah penyebaran penyakit-penyakit yang mengancam jiwa.
1.3 tujuan
1. untuk memahami cara pengontrolan infeksi
2. untuk memahami menurunkan mikroorganisme
3. untuk memahami kontaminasi
4. untuk memahami infeksi nasokomial
5. untuk memahami pencegahan penularan infeksi
BAB II
Pembahasan
Bila pengendalian infeksi tidak terlaksana dengan baik kemungkinan makin besar
kejadian infeksi dan risiko penyebaran melalui fasilitas kesehatan juga meningkat. Maka semua
alat yang terkontaminasi seperti jarum, alat suntik dan perlengkapan lain dari pasien harus
senantiasa ditangani sebagai benda terinfeksi. Pengendalian infeksi dapat mengandalkan daerah
barier antara penjamu dan mikroorganisme yang tujuannya memutus rantai penyebaran pada
beberapa tempat, misalnya melalui proses fisik, mekanik atau kimia dalam mencegah
penyebaran infeksi dari penderita satu ke penderita yang lain.
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi antara lain :
a. Petugas : Bekerja hanya di waktu sehat, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur
(tiap 6 bulan), tidak bekerja bila menderita penyakit infeksi/menular, bekerja sesuai
prinsip aseptic dan antiseptic, bekerja sesuai prosedur yang benar, mencuci tangan
dengan teknik yang benar, memperhatikan hygiene perorangan yang baik, menjaga
kebersihan lingkungan, melakukan asuhan keperawatan yang benar, isolasi dalam
keadaan tertentu, bekerja sesuai peraturan tata tertib yang berlaku.
b. Alat-alat : Selalu disimpan dalam keadaan kering, bersih steril dan disimpan dalam
tempat khusus, tidak memakai alat yang rusak, tidak memakai alat yang diragukan
sterilitasnya, linen harus bersih, kering dan licin, satu set alat untuk satu tindakan, tidak
memakai alat yang kadaluwarsa, alat yang ada diruang perawatan seharusnya terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, tidak terkontaminasi oleh penyakit tertentu.
c. Pasien : Melakukan isolasi pada penyakit yang menderita penyakit menular, merawat
personal hygiene pasien, memberikan perhatian khusus pada pasien dengan penyakit
yang diyakini bisa menularkan penyakit
d. Lingkungan : Penerangan / sinar matahari harus cukup, sirkulasi udara harus cukup,
menjaga kebersihan, menghindarkan serangga, mencegah air menggenang, tempat
sampah selalu dalam keadaan tertutup, permukaan lantai rata dan tidak berlubang,
dinding ruang perawatan licin, mudah dibersihkan dan tidak bersudut, ruangan
dibersihkan secara rutin.
Upaya pengendalian infeksi bersifat multidisiplin, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengendalian infeksi :
a. Disipline : Perilaku petugas kesehatan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptic, teknik invansif, upaya profilaksi, dan sebagainya.
b. Defence mechanism : Melindungi pasien dengan mekanisme pertahanan diri supaya
tidak terpapar oleh sumber infeksi.
c. Drug : Pemakaian obat-obatan antiseptic, antibiotic dan lain-lain yang dapat
mempengaruhi kejadian infeksi.
d. Design : Rancang bangun ruang perawatan akan berpengaruh terhadap risiko penularan
infeksi, khususnya melalui udara (airbone), atau kontak fisik yang dimungkinkan bila
luas ruangan tidak cukup memadai.
e. Device : peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian
pelindung, masker, kaca mata pelindung, sarung tangan dan sebagainya.
1. .Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat
lain yang diperbolehkan dalam produksi obat.
2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi
obat.
3. Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut,
diabsorpsi, dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
4. Kemanjuran. Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan
efektivitas obat.
5. Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat
tersebut.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius
bagi pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami
masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang
diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat harus menyadari
nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien menggunakan obat
tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami masalah klien.
Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap
golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat.
Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu memantau
masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji adanya edema
pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.
TBC adalah contoh penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, flu merupakan infeksi
virus, athlete’s foot merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur, sementara malaria
disebabkan oleh parasit melalui gigitan nyamuk. Berbagai penyakit infeksi menular ini bisa
menyebar secara langsung maupun tidak langsung. Tiga cara penyebaran penyakit menular
secara langsung adalah:
a. Antar individu, yaitu ketika seseorang yang terinfeksi menyentuh, mencium, bersin, atau
batuk di sekitar orang yang tidak terinfeksi. Berbagai jenis mikroorganisme ini juga bisa
berpindah melalui darah, seperti lewat transfusi darah atau jarum suntik yang dipakai
bersama. Penularan antar individu yang terjadi lewat cairan tubuh, seperti misalnya
ketika penderita melakukan hubungan seksual, dan menyebabkan penyakit menular
seksual.
b. Ibu kepada janin yang dikandungnya, yaitu melalui plasenta atau didapatkan dari vagina
ibu ketika bayi dilahirkan.
c. Binatang kepada manusia, yaitu melalui cakaran atau gigitan hewan yang ditemui atau
hewan peliharaan yang telah terinfeksi. Anda juga bisa terinfeksi toksoplasmosis ketika
membersihkan kotoran kucing peliharaan.
Penyebaran penyakit infeksi secara tidak langsung bisa terjadi karena kuman dapat tetap
hidup pada benda-benda, seperti keran, gagang pintu, atau permukaan meja yang telah tersentuh
oleh penderita penyakit infeksi menular. Cara penyebaran lainnya adalah:
a. Makanan dan air yang terkontaminasi kuman, misalnya bakteri coli yang hidup pada
daging yang tidak dimasak atau tidak diolah dengan baik, atau Hepatitis A akibat sanitasi
yang buruk saat mengolah makanan maupun minuman.
b. Gigitan serangga, misalnya nyamuk, kutu maupun kutu rambut yang menggigit penderita
lalu menggigit Anda. Skabies misalnya, tungau ini bisa menyebabkan kudis yang perlu
diwaspadai karena dapat mewabah dengan mudah pada komunitas yang tinggal bersama
seperti di asrama atau pesantren.
Penyakit infeksi akan lebih mudah terjadi jika Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang
rendah, misalnya akibat obat-obatan tertentu yang menekan sistem kekebalan tubuh, menderita
kanker, HIV/AIDS, atau gangguan pada sistem kekebalan tubuh.
2.3 Kontaminasi
suatu kondisi terjadinya percampuran/ pencemaran terhadap sesuatu oleh unsur lain yang
memberikan efek tertentu, biasanya berdampak buruk. Komponen yang menyebabkan terjadinya
kontaminasi sangat beragam, baik itu benda mati ataupun mahluk hidup. Kontaminan yang
berasal dari benda mati misalnya senyawa kimia dan kotoran. Sedangkan kontaminan yang
berasal dari mahluk hidup misalnya mikroba.
Infeksi nosokomial adalah istilah yang merujuk pada suatu infeksi yang berkembang di
lingkungan rumah sakit. Artinya, seseorang dikatakan terkena infeksi nosokomial apabila
penularannya didapat ketika berada di rumah sakit. Termasuk juga infeksi yang terjadi di rumah
sakit dengan gejala yang baru muncul saat pasien pulang ke rumah, dan infeksi yang terjadi pada
pekerja di rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan berpengaruh buruk pada kondisi
kesehatan di negara-negara miskin dan berkembang. Selain itu, infeksi nosokomial termasuk
salah satu penyebab terbesar kematian pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Infeksi nosokomial bisa menyebabkan pasien terkena bermacam-macam penyakit dengan
gejala yang berbeda-beda. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi
nosokomial adalah:
a. Infeksi aliran darah primer (IADP).
b. Pneumonia.
c. Infeksi saluran kemih (ISK).
d. Infeksi luka operasi (ILO).
2. Kondisi Pasien
Selain bakteri, kondisi dari pasien tersebut juga memengaruhi dapat atau tidaknya terkena
infeksi nosokomial. Beberapa kondisi pasien yang membuat lebih mudah terserang
infeksi nosokomial:
a. Usia. Pasien lansia (usia di atas 70 tahun) dan bayi lebih mudah terserang infeksi
nosokomial.
b. Daya tahan tubuh dan penyakit yang dimiliki. Pasien dengan penyakit kronis
seperti diabetes, gagal ginjal, dan kanker meningkatkan risiko seseorang terkena
infeksi nosokomial. Keadaan akut seperti koma, gagal ginjal akut, cedera berat
(seperti habis kecelakaan atau luka bakar), dan syok juga berkontribusi dalam
meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Kondisi yang mengakibatkan daya tahan
tubuh turun seperti pada penyakit HIV/AIDS, malnutrisi, dan menggunakan obat-
obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. (misalnya: immnunosuppresant,
kemoterapi) akan meningkatkan risiko terkena infeksi nosokomial.
c. Prosedur yang dilakukan terhadap pasien. Prosedur seperti tindakan operasi,
pemasangan alat bantu napas (ventilator), endoskopi, atau kateter meningkatkan
risiko seseorang untuk terkena infeksi nosokomial melalui kontaminasi langsung
dengan alat yang masuk ke dalam tubuh.
3. FaktorLingkungan
Lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan memindahkan pasien dari satu unit ke unit
yang lain, dan penempatan pasien dengan kondisi yang mudah terserang infeksi
nosokomial (misalnya pada ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi, ruang
perawatan luka bakar) di satu tempat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
nosokomial. Lamanya waktu perawatan di rumah sakit juga semakin meningkatkan risiko
terkena penyakit nosokomial.
Gejala Infeksi Nosokomial
Gejala yang dialami sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya seperti demam, takikardia,
sesak, dan lemas. Pada pneumonia dapat terjadi batuk dengan dahak yang kental dan pada infeksi
saluran kemih terdapat nyeri daerah punggung bawah atau perut bawah. Yang terpenting, seluruh
gejala ini timbul setelah perawatan di rumah sakit dan tidak sesuai dengan keluhan awal saat
masuk rumah sakit.
Diagnosis Infeksi Nosokomial
Dokter dapat mencurigai seorang pasien terkena infeksi nosokomial berdasarkan tanda-
tanda atau gejala yang dialaminya. Diagnosis infeksi nosokomial dipastikan dengan menemukan
bakteri penyebab dari tempat yang dicurigai mengalami infeksi. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan mengambil sampel urine, dahak, darah, atau cairan lainnya (misalnya cairan luka
operasi) untuk dibiakkan atau dikultur dalam sebuah medium untuk melihat adanya pertumbuhan
bakteri. Pemeriksaan kultur ini juga dapat dilakukan untuk jamur, bila dicurigai penyebab infeksi
nosokomial adalah jamur.
Selain pemeriksaan kultur, untuk mendiagnosis infeksi nosokomial juga didukung dari
pemeriksaan lain seperti:
a. Analisis urine dan USG saluran kemih untuk mendeteksi terjadinya infeksi saluran
kemih.
b. Foto Rontgen dada untuk mendeteksi pneumonia.
Seluruh alat yang menempel pada tubuh dan mengakibatkan infeksi seperti kateter,
selang napas, selang infus, atau lainnya bila memungkinkan segera dicabut. Terapi suportif
seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi demam dapat diberikan.
Prosedur operasi debridement dapat dilakukan untuk infeksi pada luka operasi, dengan
cara memmotong atau mengangkat jaringan yang tidak sehat.
Pada umumnya kata kontaminasi selalu dihubungkan dengan sesuatu yang bermakna
buruk/ negatif. Penggunaan kata “kontaminasi” sering digunakan untuk banyak hal, termasuk
diantaranya:
a. Kontaminasi Makanan
Pengertian kontaminasi makanan adalah terjadinya percampuran antara bahan makanan
dengan zat, senyawa, atau mahluk hidup lainnya yang bersifat merusak makanan tersebut.
Makanan yang sudah terkontaminasi zat yang merusak akan berbahaya bila masuk ke dalam
tubuh manusia.
b. Kontaminasi Lingkungan
Pengertian kontaminasi lingkungan adalah masuknya komponen lain (zat, mahluk hidup)
ke dalam lingkungan yang mengakibatkan kualitas lingkungan tersebut menjadi rusak.
Kontaminasi dapat terjadi karena ulah manusia dan juga karena aktivitas alam. Contoh
kontaminasi akibat kegiatan manusia; limbah pabrik dibuang ke sungai sehingga air sungai
menjadi beracun bagi mahluk hidup. Contoh kontaminasi karena aktivitas alam; gunung meletus,
gas alam yang beracun).
c. Kontaminasi Silang
Pengertian kontaminasi silang adalah terjadinya perpindahan bakteri dari bahan pangan
mentah ke produk pangan yang sudah jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kontaminasi silang umumnya terjadi karena proses penyimpanan bahan makanan dan proses
pembuatan makanan yang tidak bersih. Contoh kontaminasi silang terjadi ketika pisau yang
kotor dan terkontaminasi zat berbahaya digunakan untuk mengupas mangga yang akan dimakan.
Contoh lain, plasik penyimpanan yang terkontaminasi kotoran digunakan untuk menyimpan
daging.
Penyebab Kontaminasi
Secara umum ada tiga penyebab kontaminasi, yaitu kontaminasi biologis, kontaminasi kimia,
dan kontaminasi fisik.
b. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat
menularkan berbagai kuman ketemppat lain.
c. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
d. Sumber lain
Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi
lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada di rumah sakit
yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepadanpasien dan sebaliknya.
a. Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang
terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lainyang akan dan
telah bersentuhan dengan kulit, selaput mukosa, atau darh harus dianggap
terkontaminasi sehingga etelah selesai digunakan harus dilakukan proses
pencegahn infeksi secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatn atau bneda lainnya telah diproses
dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang
benar dan konsisten.
cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan
ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang diantara mikroorganisme dan individu
(pasien atau petugas kesehatan). Penghalang ini dapat berupa upaya fisik, mekanik ataupun
kimia meliputi:
a. Pencucian tangan
b. Penggunaan sarung tangan bsik pada saat melakukan tindakan maupun saaat memegang
benda yang terkontaminasi
c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit
d. Pemprosesan alat bekas pakai
e. Pembuangan sampah
Dengan melakukan tips yang dipaparkan di atas, kita setidaknya mengurangi risiko terjangkit
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, dan bahkan dapat
membahayakan nyawa kita dan keluarga.
BAB III
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah (2014) kebutuhan dasar manusia. Jl. Man 6 No. 74 Kramat Jati Jakarta timur
Trans Info Media, Jakarta.
Saputra Lyndon (2013) catatan ringkas kebutuhan dasar manusia. Gedung karisma, Jl.
Moh. Toha. No.2 pondok cabe Pamulang tanggerang selatan 15418. Binarupa aksara publisher.
Subowo (2013) imunologi klinik. Jakarta 10001. CV Sagung Seto.
https://www.alodokter.com/infeksi-nosokomial
https://www.scribd.com/document/392217324/Cara-Menurunkan-Jumlah-
Mikroorganisme-Kontaminan-Dan-Mencegah-Transmisi
Wishnuwardhani DS. Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Persatuan
Pelayanan untuk Kesehatan di Indonesia
Jakarta.
Setyawati L. Penyakit Akibat Kerja, Kumpulan Bahan Kuliah Penyakit Akibat Kerja dan
Kesehatan Kerja, Karyasiswa (S-2) Ilmu Kesehatan Kerja UGM, Yogyakarta; 2003.
Kusnanto H. Pengendalian Infeksi Nosokomial, MMRS PS UGM. Yogyakarta: Mitra
Gama Widya; 1997.