Anda di halaman 1dari 6

Kebebasan Sebagai Dasar Tindakan Manusia

1. Kebebasan
Kebebasan merupakan ciri khas keluhuran manusia. Manusia memiliki kebebasan
karena manusia memiliki kecerdasan dan dengan kecerdasaanya manusia mampu
untuk mementukan pilihan hidupnya. Manusia bebas dalam tindakan-tindakannya dan
wajib bertanggung jawab atas perbuatannya yang dengan sengaja dan tahu
dilakukannya.
Adanya peraturan hanya masuk akal jika manusia mempunyai kebebasan. Dalam
kebebasan itu saya menyadari bahwa hanya sayalah yang bertanggungjawab atas
perbuatan saya sendiri. Hanya karena saya memiliki kecerdasan dan kebebasan, saya
dapat dibebani keharusan kewajiban itu. Binatang tidak dapat mengenal paham
kewajiban dan tidak dapat dianggap bertanggungjawab karena tidak memiliki
kecerdasan dan kebebasan. Tindakan dan reaksinya hanya ditentukan oleh insting atau
dorongan naluriah lainnya.
Sebagai mahkluk yang berakal budi, manusia mempunyai pengertian. Pengertian
itulah yang memungkinkan manusia memahami adanya alternatif-alternatif untuk
bertindak. Maka, manusia dapat memilih berbuat ini atau itu secara bebas. Dan justru
karena bebas itulah manusia dapat dibebani kewajiban. Bebas bukan berarti bisa
melakukan apa saja sesuai selera dan keinginannya, melainkan bebas melakukan apa
yang seharusnya dilakukan. Jadi kebebasan bersifat terbatas karena kebebasan terikat
oleh kodratnya. Kebebasan merupakan hak asasi manusia tetapi hak asasi manusia
merupakan hak yang universal, artinya menyangkut semua orang

2. Kebebasan Dan Tanggung Jawab.


Apabila mendengar kata kebebasan, yang langsung biasanya dipikirkan adalah bahwa
orang lain tidak dapat memaksa kita untuk melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan kehendak kita. Dibebaskan dari tahanan, bebas dari aturan, bebas pajak, bebas
pulang dari kuliah. Atau bebas bila masyarakat tidak menghalang-halangi kita untuk
berbuat apa saja yang ingin kita lakukan. Kata bebas sebenarnya mempunyai arti yang
lebih mendasar ialah bahwa kita mampu untuk menentukan apa yang mau kita
lakukan, berbeda dengan binatang yang tidak mempunyai kemampuan untuk
menentukan tindakannya sendiri kerenba hanya berdasarkan insting. Jadi, kita dapat
menentukan tindakan kita sendiri karena kita mempunyai kemampuan untuk itu.
Maka, perlu dibedakan dua arti kebebasan yaitu: kebebasan eksistensial dan
kebebasan sosial..

Kebebasan Eksistensial
Kebebasan ini sifatnya positif, letaknya ada pada kemampuan manusia untuk
menentukan dirinya sendiri. Tekanannya adalah bebas untuk, bukan bebas dari.
Kebebasan mendapat wujudnya yang positif dalam tindakan yang disengaja. Tidak
setiap kegiatan manusia merupakan tindakan (pernafasan, denyut jantung,
nglindur/ngigau). Binatang tidak dapat bertindak. Kalaupun dapat berbuat, selalu
didorong oleh desakan naluri, perangsang atau kebiasaan-kebiasaannya. Seekor
kucing melihat ikan goreng diatas meja, tidak akan berfikir: ini milik siapa, boleh
dimakan atau tidak, sebaiknya langsung dimakan saja atau disimpan dulu.
Kebebasan bagi manusia pertama-tama berarti dapat menentukan apa yang mau
dilakukan secara fisik: menggerakan tubuhnya sesuai dengan kehendaknya sendiri
sesuai dengan batas-batas kodratnya. Manusia tak akan dapat terbang kendati
tangannya digerakkan cepat seperti sayap. Keterbatasan fisik manusia bukan sebagai
pengekang kebebasan, melainkan wujud khas kebebasan kita sebagai manusia. Yang
mengekang kebebasan adalah paksaan. Kebebasan rohani adalah sumbernya akal budi
kita. Kebebasan rohani adalah kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang kita
pikirkan, apa yang kita kehendaki, untuk bertindak secara terencana. Kebebasan
rohani manusia seluas jangkauan pikiran dan imajinasi manusia.
Secara langsung kebebasan rohani tidak dapat dilanggar oleh orang lain. Orang tidak
dapat dipaksa memikirkan atau menghendaki sesuatu. Batin kita adalah kerajaan kita.
Barangkali orang dapat ditekan, dibujuk, atau diancam untuk melakukan sesuatu,
tetapi apa yang dipikirkan sesungguhnya tidak dapat diketahui. Kita juga tidak
mungkin dipaksa untuk mencintai seseorang atau memercayai sesuatu. Itulah
sebabnya paksaan dalam hal agama tidak masuk akal dan tidak dibenarkan. Tekanan
psikis atau siksaan fisik dapat membuat kita tidak berdaya. Orang yang ditahan dalam
isolasi dan tidak diizinkan tidur, lama kelamaan bisa kehilangan orientasi, bahkan bisa
meragukan apakah satu tambah satu benar-benar dua atau tidak, sampai akhirnya bisa
meragukan adanya Tuhan.
Antara kebebasan jasmani dan rohani terdapat hubungan yang sangat erat. Tindakan
adalah kehendak yang menjelma menjadi nyata. Kehendak/kemauan adalah awal dari
tindakan. Berbeda dengan keinginan. Keinginan termasuk dalam kotak yang sama
dengan lamunan dan khayalan. Maka “keinginan” tidak mempunyai bobot yang harus
dipenuhi, sehingga tidak mewajibkan saya untuk melaksanakannya. Lain halnya
dengan kemauan/kehendak, kalau saya mau bekerja keras, maka tidak ada jalan lain
kecuali memang saya harus bekerja keras. Banyak orang ingin menjadi rajin, pandai,
saleh, terlibat, tetapi hanya sedikit saja yang betul-betul menghendakinya. Dalam arti
itu, dosa dalam pikiran jauh lebih lemah daripada dosa dalam tindakan: dalam
tindakan itulah kehendak jahat benar-benar terwujud.
Jadi, kebebasan adalah tanda atau ungkapan martabat manusia. Karena kebebasannya,
manusia adalah mahkluk yang otonom, menentukan diri sendiri, dan dapat mengambil
sikapnya sendiri.

Kebebasan Sosial
Kebebasan ini sifatnya negatif, tekanannya bebas dari. Tidak dapat disangkal bahwa
banyak orang mempunyai kecenderungan untuk mengurangi kebebasan kita, artinya
berkuasa atas kita. Berhadapan dengan ancaman itu, kita menjadi sadar akan nilai
kemampuan kita untuk menentukan diri sendiri. Kebebasan sosial adalah keadaan
dimana kemungkinan kita untuk bertindak tidak dibatasi oleh orang lain.
Ada 3 macam kebebasan sosial:
a. Kebebasan jasmani
merupakan kemampuan yang berakar dalam kehendak kita untuk dapat
menentukan apa yang mau dilakukan secara fisik. Kebebasan ini bersumber pada
kebebasan rohani dan sekaligus mengungkapkannya. Kebebasan jasmani: dibatasi
dengan paksaan fisik artinya orang lain dapat menggunakan kekuatan fisik untuk
membuat kita tak berdaya. Yang dimaksud bebas dalam arti jasmani apabila tidak
berada dibawah paksaan orang lain yang membuat kita tak berdaya. Kebebasan
jasmani merupakan kemampuan yang berakar dalam kehendak kita untuk
menentukan apa yang mau dilakukan secara fisik. Kebebasan ini bersumber pada
kebebasan rohani dan sekaligus mengungkapkannya. Ada hubungan erat antara
kebebasan jasmani dan rohani. Kebebasan jasmani bersumber pada kebebasan
rohani dan sekaligus kebebasan jasmani mengungkapkan secara nyata kebebasan
rohani. Bebas dalam arti ini ialah bahwa kita dapat dan sanggup untuk melakukan
sesuatu.

b. Kebebasan rohani
adalah kemampuan kita untuk menentukan diri sendiri apa yang kita pikirkan;
untuk menghendaki sesuatu, untuk bertindak secara terencana. Kebebasan ini
bersumber dari akal budi, karena akal budi melampaui keterbatasan fisik kita.
Luasnya sama dengan jangkauan pikiran. Kebebasan rohani yang dimaksud
adalah bila kita bebas dari tekanan psikis, sehingga kemampuan kita untuk
menentukan diri sendiri tidak dikurangi/dibatasi. Campur tangan melalui tekanan
psikis jauh lebih jahat. Misalnya saya dibuat kurang dapat berfikir dan tidak bebas
mengarahkan kehendak saya.

c. Kebebasan normatif
yaitu kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang hendak dilakukan dalam
kaitannya dengan norma-norma moral yang berlaku didalam masyarakat. Jadi
kaitannya adalah dengan kewajiban dan larangan. Kebebasan normatif yang
dimaksud apabila kita bebas dari kewajiban dan larangan. Kalau saya dipaksa
secara psikis, kemampuan saya dikurangi. Tetapi kalau saya terkena tekanan
larangan, kemampuan saya masih utuh, yang hilang hanya hak saya untuk berbuat
lain. Jadi, kewajiban tidak menghapus, melainkan menentang kebebasan
eksistensial saya. Apakah saya pergi atau tidak, tergantung keputusan saya.
Kebebasan normatif hanya mau mengatakan kita boleh melakukan sesuatu atau
tidak. Jadi kebebasan sosial terjadi apabila seseorang tidak berada dibawah
paksaan, tekanan, kewajiban dan larangan dari orang lain.

Ada dua alasan yang membenarkan pembatasan kebebasan manusia:


1) Hak semua manusia akan kebebasan yang sama menuntut agar apa yang kita
tuntut bagi kita, juga kita akui sebagai hak orang lain. Jadi hak saya atas
kebebasanku menemukan batasnya pada hak sesamaku akan kebebasannya yang
sama luasnya. Kebebasanku tidak boleh mengurangi kebebasan sesamaku yang
sama luasnya.

2) Saya bersama semua anggota lain merupakan anggota masyarakat. Saya hidup
berkat orang lain (masyarakat), demikian pula, masyarakat memerlukan
sumbangan saya. Maka masyarakat berhak untuk membatasi kebebasan kita,
sejauh itu perlu untuk menjamin hak-hak semua anggota masyarakat dan demi
kesejahteraan umum.

3. Hubungan Antara Kebebasan Eksistensial Dan Sosial.


Kebebasan sosial merupakan ruang gerak bagi kebebasan eksistensial. Kita hanya
dapat menentukan sikap dan tindakan kita sendiri, sejauh orang lain membiarkan kita
mewujudkan tindakan kita tersebut.
Kebebasan sosial merupakan kebebasan yang diberikan lingkungan sosial kepada kita
dan merupakan batas kemungkinan kita untuk menentukan diri. Jadi kebebasan
eksistensial kita ada dalam batas-batas kebebasan sosial.
Adanya kebebasan sosial berarti masyarakat menyediakan ruang bagi kebebasan
eksistensial kita.

4. Kebebasan dan Tanggung Jawab


Tanggung jawab menyangkut dua hal:
a. Kitalah yang bertanggung jawab mempergunakan ruang yang disediakan
masyarakat agar sungguh bernilai.
b. Putusan itu sendiri harus dapat dipertanggungjawabkan tehadap nilai-nilai
kemanusiaan , terhadap tugas yang menjadi keajiban kita dan terhadap harapan
orang lain.
Kebebasan dari paksaan, tekanan dan larangan itu merupakan ruang yang harus kita
isi dengan kebebasan eksistensial kita. Masyarakat telah menyediakan ruang itu.
Maka, melaksanakan kebebasan eksistensial kita berarti bahwa kita mengambil sikap
tertentu, dan itu berarti pula kita harus mempertanggungjawabkan sikap yang kita
ambil itu.
Kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial adalah dua hal yang berbeda, tetapi tidak
terpisah karena merupakan satu kenyataan, yaitu kebebasan manusia. Kebebasan
sosial merupakan ruang gerak bagi kebebasan eksistensial. Kita hanya dapat
menentukan sikap dan tindakan kita sendiri, sejauh orang lain membiarkan kita.
Maka, sejauh mana dan dengan cara mana, kebebasan kita boleh dibatasi? Kebebasan
sosial kita terbatas sudah jelas dengan sendirinya. Dan memang kebebasan kita harus
dibatasi, tetapi tidak berarti segala macam pembatasan dapat dibenarkan. Oleh sebab
itu, yang perlu adalah agar pembatasan itu masuk akal dan dapat dipertanggung
jawabkan.

Ada dua alasan membatasi kebebasan manusia:


a. Hak setiap manusia atas kebebasan yang sama. Apa yang kita perlukan bagi diri
sendiri pada prinsipnya juga menjadi hak orang lain. Jadi kebebasan saya tidak
boleh sampai mengurangi kebebasan orang lain yang sama luasnya.
b. Pembatasan kebebasan saya ialah bahwa saya bersama semua orang lain
merupakan anggota masyarakat. Masyarakat berhak membatasi kesewenangan
saya demi kepentingan bersama, demi kesejahteraan umum, baik dengan
larangan maupun dengan kewajiban yang harus kita penuhi. Masyarakat
berhak membatasi kebebasan kita sejauh itu perlu untuk menjamin hak-hak
anggota masyarakat demi kesejahteraan umum.

5. Tindakan Otonom dan Heteronom


Tindakan Otonom
yaitu sikap moral manusia yang mentaati kewajiban karena ia sadar akan kewajiban
itu, bahwa dengan demikian ia taat pada dirinya sendiri. Bukan berarti bahwa kita
menolak hukum yang dipasang orang lain, tetapi kita mengakui dengan rendah hati
bahwa kita adalah anggota masyarakat, yang bersedia untuk hidup sesuai dengan
aturan-aturannya.
Jadi sikap ini merupakan tanda kepribadian yang dewasa bahwa kewajiban bukan
dipandang sebagai beban tetapi kita sadari sebagai sesuatu yang bernilai dan sebagai
undangan untuk melaksanakan tanggungjawab kita dan menolak yang tidak baik
sebagai yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Sikap ini memberikan kekuatan
untuk mengambil sikap sendiri.

Tindakan Heteronom
yaitu sikap moral manusia yang mentaati kewajibannya bukan karena sadar akan nilai
yang diperjuangkan, tetapi karena aturan, tekanan, takut berdosa, takut dipersalahkan.
Sikap ini merupakan penyimpangan dari sikap moral yang sebenarnya; dimana orang
mentaati peraturan tanpa melihat nilai dan maknanya. Sikap heteronom merendahkan
martabat manusia, membuat orang menjadi tidak bebas, tertekan, takut dan buta
terhadap nilai-nilai dan tanggungjawab yang sebenarnya.

Ciri – Ciri Pribadi Yang Otonom :


A) Taat akan kewajiban karena ia sendiri sadar, bukan karena dibebankan
diluar/terpaksa. Ia menyadari ketaatannya itu sebagai ketaatan pada dirinya
sendiri, sebagai suatu yang bernilai dan sebagai bentuk tanggung
jawabnya.
B) Tidak tunduk secara buta terhadap suatu hukum yang ditimpakan
kapadanya, tetapi karena ia sendiri menyetujui dan melihat nilai yg
terkandung dalam hukum, sehingga dalam menjalankan tugasnya, ia tidak
merasa direndahkan, meski mungkin terasa berat.
C) Mampu bersikap rendah hati untuk menerima bahwa dirinya sebagai
bagian dari masyarakat dan bersedia untuk hidup sesuai dengan aturan-
aturan yang ada
D) sadar bahwa hidup bersama itu memerlukan tatanan yang harus ditaati
bersama.
Pertanyaan Refleksi:
1. Jelaskan, apakah kebebasn manusia bersifat terbatas?
2. Jelaskan, apakah binatang memiliki kebebasan?
3. Jelaskan, manakah ciri khas manusia bila dibandingkan dengan makhluk ciptaaan
Tuhan lainnya?
4. Jelaskan, apakah dengan kuliah wajib 75% tidak melanggar kebebasan mahasiswa?

Bahan Bacaan:
Bertens, K, 1993, Etika, Jakarta: Gramedia.
Harjana, AM, 1993, Penghayatan Agama, Yogyakarta: Kanisius.
Janssens, L, Tth Saint Thomas Aquinas And The Question Of Proportionality, dalam majalah
Louvain Studies, vol.IX pp 26-46.
Magnis,Suseno, Frans, 1987, Etika Dasar, Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai