Anda di halaman 1dari 31

MINI RISET TATA RIAS PENGANTIN MELAYU SUMUT

(DI LKP ATIKA)

OLEH:

1. Eliza Handayani Simbolon (5191144009)


2. Maria ngapulisa purba(5193344016)
3. Nur Aini (5193144017)
4. Githa Y A M (5193144008)
5. Aryati Sovia Lazuba Br Tampubolon 5192444006
6. Olivia D V Gea (5192444001)
7. Beta Maria (5193144014)

REGULER A 2019

DOSEN PENGAMPU:
IRMIAH NURUL RANGKUTI, S.Pd., M.Pd. / VITA PUJAWANTI DHANA,
S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA RIAS


JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan
tugas Mini Riset mata kuliah Tata Rias Pengantin. Mini riset ini mengulas tentang
tata rias pengantin Melayu Sumut.
      Dalam penulisan Mini Riset ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang membantu penyelesaian Mini Riset ini dan kepada dosen
pengampu mata kuliah Tata Rias Pengantin yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan tugas ini.
      Kami menyadari bahwa Mini Riset ini masih jauh dari kata sempurna karena
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati
meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan ke depannya.
      Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga materi yang ada dalam
Mini Riset yang berbentuk makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi
para pembaca.

Medan, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................1

1.2 BATASAN MASALAH................................................................................1

1.3 RUMUSAN MASALAH..............................................................................2

1.4 TUJUAN........................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI......................................................................................3

2.1 ADAT PERNIKAHAN BATAK TOBA......................................................3

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................5

3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................5

3.2 Subjek Penelitian...........................................................................................5

3.3 Tempat dan Waktu.........................................................................................5

3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................................5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................6

BAB V PENUTUP.....................................................................................................13

5.1 KESIMPULAN...........................................................................................13

5.2 SARAN........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

LAMPIRAN...............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nama "Malayu" berasal dari Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan


Sungai Batang Hari, Jambi. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya
takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya. Pemakaian istilah Melayu-pun
meluas hingga ke luar Sumatra, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang
berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Berdasarkan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah


berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya
dan Bahasa Melayu pada kawasan tersebut. Bahasa Melayu akhirnya menjadi lingua
franca menggantikan Bahasa Sanskerta. Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa
emas bagi peradaban Melayu, termasuk pada masa wangsa Sailendra di Jawa,
kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Dharmasraya sampai pada abad ke-14, dan terus
berkembang pada masa Kesultanan Malaka sebelum kerajaan ini ditaklukan oleh
kekuatan tentara Portugis pada tahun 1511.

Kedatangan Eropa telah menyebabkan orang Melayu tersebar ke seluruh


Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak memiliki
kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan hakim.

Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara


mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah
berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih
menjadi bahasa nasional di Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

1
1.2 BATASAN MASALAH
Dalam mini riset yang telah kami lakukan adalah hendak mengetahui adat-
istiadat pernikahan, riasan, pakaian serta aksesoris yang digunakan dalam pernikahan
adat melayu sumut.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana adat dan budaya dalam pernikahan adat melayu sumut
2. Bagaimana riasan wajah yang digunakan untuk pengantin adat melayu sumut
3. Bagaimana penataan rambut dan sanggul yang digunakan untuk pengantin
adat melayu sumut
4. Bagaimana busana dan aksesoris yang digunakan oleh pengantin adat melayu
sumut

1.4 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana budaya pernikahan adat melayu sumut
2. Untuk mengetahui riasan pengantin adat melayu sumut
3. Untuk mengetahui pakaian atau busana yang akan digunakan dalam
pernikahan adat melayu sumut
4. Untuk mengetahui aksesoris yang digunakan dalam pernikahan adat melayu
sumut serta makna- makna yang terkandung di dalamnya

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 ADAT PERNIKAHAN MELAYU SUMUT


1. Tahapan Upacara Perkawinan Adat Melayu dalam Masyarakat Melayu
Sumut

Perkawinan adalah suatu prosesi pengikatan dua anak manusia dalam ikatan suci
yang memiliki banyak tujuan dan manfaat dari berbagai aspek. Dari aspek
kemasyarakatan misalnya, perkawinan merupakan salah satu cara untuk memperat
hubungan antar keluarga dan sebagai salah satu cara untuk menyambung silaturahmi
baik dari dalam maupun dari luar daerah mereka tinggal. Perkawinan ini tidak hanya
mengingat kedua mempelai tetapi juga mengikat dua keluarga. Jika ditinjau dari
aspek keagamaan, perkawinan adalah cara menghindari bentuk perbuatan dosa yang
aturannya sudah tertulis dalam kitab suci Alquran, yaitu Zina. Dalam masyarakat
Deli yang telah ditemui oleh penulis, informan mengatakan bahwa perkawinan adat
Melayu merupakan perkawinan yang sangat khidmat dan sakral sekali di dalam
keluarga Sultan dan dilakukan oleh keturunan asli dari Sultan Deli yaitu putra atau
putri Sultan pada masanya. Perkawinan dalam keluarga Sultan sendiri merupakan
tolak ukur acara perkawinan ataupun asal mula prosesi perkawinan yang dilakukan
dalam masyarakat Melayu itu sendiri. Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar
seperti tempat acara dimana pernikahan itu dilangsungkan. Keluarga sultan sudah
pasti melakukan perkawinan di lingkungan istana yaitu di Istana Maimoon,
sedangkan untuk masyarakat Melayu akan melangsungkan perkawinan di kediaman
mempelai pengantin.
Perkawinan adat Melayu memiliki serangkaian prosesi adat yang sudah
dilakukan sejak turun temurun dari nenek moyang bangsa Melayu. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini terhadap informan dari Kabid
Informasi Istana Maimun, perkawinan dalam keluarga Sultan Deli memiliki tujuh
rangkaian acara, yaitu sebagai berikut:

3
a. Merisik
Merisik adalah acara perkenalan secra resmi dua keluarga antara
mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Dalam keluarga sultan,
merisik dipimpin oleh penghulu telangkai atau tetua yang dianggap
sebagai pemuka masyarakat dalam masyarakat Melayu yang disegani dan
dihormati sebagai orang yang arif dan bijak. Dalam merisik ini
selanjutnya akan dibahas mengenai proses meminang, kapan akan
dilangsungkan, apa yang harus dipersiapkan dan dibawa oleh pihak
keluarga laki-laki saat acara meminang selanjutnya.
b. Meminang
Setelah acara merisik selesai, proses selanjutnya adalah meminang.
Sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya pada acara
merisik oleh dua keluarga, meminang berarti meminta persetujuan pihak
perempuan untuk dipersunting oleh pihak laki-laki dan apabila kedua
pihak sudah sepakat, si anak dara atau calon pengantin perempuan akan
diikat oleh pihak calon pegantin laki-laki. Pengikatan anak dara ini dalam
istilah umum yang diketahui masyarakat secara luas adalah tunangan.
Tunangan itu sendiri identik dengan cincin emas yang diserahkan oleh
pihak calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan.
Biasanya, cincin ini secara khusus dibawa dalam tempat seperti peti yang
dinamakan Cepu dan dipasangkan oleh ibu kandung dari pihak laki-laki
kepada anak dara langsung dijari manisnya sebelah kanan. Cincin
dijadikan simbol sebagai pengikat bahwa anak dara tersebut sudah sah
menjadi calon pengantin bagi keluarga pihak laki-laki. Dan dengan cincin
yang melingkar di jari manis anak dara itu juga diartikan bahwa si anak
dara sudah ada yang „punya‟ dan tidak boleh lagi diperkenalkan oleh
keluarganya dengan lelaki lain yang mungkin menaruh hati kepada anak
dara. Besarnya atau beratnya cincin emas tersebut bersifat kondisional
artinya tidak memiliki standar khusus yang ditetapkan dalam adat, tetapi
diberikan sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak sesuai dengan
kemampuan pihak calon pengantin laki-laki. Dalam keluarga kerajaan,
biasanya tidak hanya cincin yang diberikan kepada calon

4
pengantinperempuan, tetapi juga ada perhiasan tertentu dari kerajaan
yang diberikan secara turun-temurun dalam keluarga sultan yang
memiliki banyak makna dan sangat bernilai. Perhiasan itu harus disimpan
dengan baik-baik dan jangan sampai hilang, karena nantinya akan
diturunkan kepada generasi berikutnya.
Dalam acara meminang ini, setelah proses pengikatan berlangsung, maka
akan dibahas dan didiskusikan mengenai mahar yang akan diberikan
kepada calon pengantin perempuan, berapa banyak uang hangus yang
akan diserahkan untuk keperluan perkawinan atau pesta yang akan
digelar, dan apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang
diminta pihak perempuan (jika ada).

Adapun tertib acara dalam prosesi meminang adalah sebagai berikut:


- Rombongan pihak laki-laki datang ke kediaman pihak perempuan dengan
membawa perlengkapan adat seperti tepak sirih, yang kemudian disusun berdasarkan
arahan penghulu telangkai pihak laki-laki dan berhadapan dengan penghulu
telangkai pihak perempuan.
- Acara dibuka oleh penghulu telangkai pihak perempuan dengan menyerahkan
tepak sirih pembuka kata dan menanyakan maksud kedatangan pihak laki-laki, dan
pihak laki-laki menyerahkan tepak sirih meminang. Penghulu telangkai pihak laki-
laki sebagai utusan pihak lakilaki akan menyampaikan maksud mereka untuk
meminang anak dara dengan menyebutkan si anak dara dengan jelas
. - Tepak sirih meminang kemudian diterima penghulu telangkai pihak perempuan
dan mengatakan harap bersabar sejenak karena hendak bertanya kepada orangtua si
anak dara sambil menyerahkan tepak sirih tadi kepada orangtua si anak dara dan
menjelaskan maksud kedatangan mereka tersebut.
- Orangtua si anak dara mengambil daun sirih lengkap dengan perencahnya dan
mengatakan bahwa pinangan boleh diterima jika memenuhi syarat adat yang telah
dibicarakan dalam acara merisik sebelumnya. Lalu penghulu telangkai pihak
perempuan tadi kembali dan menyampaikan bahwa pinangan diterima asal pihak
laki-laki dapat memenuhi syarat yang sudah disepakati.

5
- Setelah Penghulu telangkai pihak laki-laki bermufakat dengan keluarga dan
menerima syarat yang diajukan, maka penghulu telangkai tadi menyerahkan tepak
sirih naik emas tanda pertunangan. Jika pada hari tersebut pihak laki-laki sudah
membawa barang-barang berupa barang hantaran atau Luah, maka acara naik belanja
tidak dilakukan lagi pada lain harinya.
- Pihak perempuan kemudian menyerahkan seserahan berupa kue-kue Melayu
mengatasnamakan keluarga anak dara sebagai tanda merestui pertunangan tersebut.
- Penghulu telangkai pihak laki-laki akan bertanya kapan bisa datang kembali untuk
memnuhi syarat agar anak mereka dapat bersanding sebagai pengantin. Saat ini,
istilah ini maksudnya bertanya kapan pesta pernikahan dapat dilangsungkan, maka
kedua keluarga tersebut akan berdiskusi mengenai hari, tanggal, dan bulan untuk
mengadakan pesta perkawinan.
- Setelah tanggal dan bulan perkawinan disepakati, maka penghulu telangkai kedua
belah pihak akan saling menyerahkan tepak sirih (tukar tepak sirih) sebagai tanda
ikat janji dan berjabat tangan, dan kemudian acara meminang ini ditutup dengan doa
dan makan bersama.

c. Malam berinai
Malam berinai adalah malam dimana pengantin perempuan akan
dipasangkan inai dijari-jari tangan dan kakinya oleh anak beru (bibi atau
keluarga dari pihak perempuan). Malam berinai ini sendiri memiliki tiga
jenis, yaitu malam berinai besar, berinai kecil dan berinai curi. Adapun
definisi ketiga jenis malam berinai ini sudah dijelaskan dalam bab dua.
Saat ini, ketiga jenis malam berinai ini tidak dilakukan semuanya,
berdasarkan hasil wawancara, pihak keluarga sultan hanya melakukan
salah satu malam berinai saja, boleh yang mana saja, tergantung
keputusan yang diambil oleh pihak pengantin perempuan. Tapi pada
umumnya, yang dilakukan oleh keluarga sultan maupun masyarakat
Melayu pada umumnya adalah malam berinai kecil yang dilakukan oleh
keluarga inti saja. Berinai kecil ini dilakukan oleh pihak keluarga
perempuan dengan keluarga ini seperti ayah, ibu beserta adik-kakaknya
saja.

6
Namun jika memilih malam berinai besar, maka akan dilakukan
dirumah dengan seluruh kerabat dan handai taulan dengan melakukan
tepung tawar, dimana pengantin perempuan didudukkan dipelaminan
yang berada diruang tamu rumahnya, lalu ditepung tawari oleh orang tua
dan sanak keluarganya, diberi nasehat-nasehat. Setelah acara tepung
tawar dan pemberian nasehat selesai, maka akan disajikan Tari Inai
(seperti tari piring) sebagai hiburan dalam acara tersebut. Adapun tujuan
dari malam berinai ini adalah untuk memberi tanda bahwa calon
pengantin perempuan tersebut akan bersanding dan sah
d. Bersanding
Prosesi bersanding dalam keluarga Sultan Deli adalah salah satu dari
sebuah tradisi dalam perkawinan adat Melayu dimana kedua mempelai
dipertemukan di pelaminan dalam ikatan yang sah. Mempelai perempuan
telah siap dipingit dan duduk di atas pelaminan diapit dua „gading’ gadis
kecil yang berada di sisi kiri dan kanan pengantin perempuan yang
ditutupi kain panjang. Ditutupnya wajah sang pengantin perempuan oleh
dua gading ini disebut palang pintu.
Sementara pihak pengantin laki-laki sudah bersiap melangkah menuju
pelaminan yang diiringi oleh penghulu telangkai dan keluarganya. Untuk
dapat membuka „palang pintu‟ ini, pihak pengantin laki-laki harus
mengalahkan pihak pengantin perempuan untuk dapat bersanding dan
menyerahkan uang hempang pintu. Setelah kain panjang tadi dilepas oleh
gading, barulah kedua mempelai dapat duduk bersanding dipelaminan
yangkemudian di tepung-tawari oleh masing-masing keluarga secara
bergantian dengan tujuan untuk memberikan doa selamat kepada kedua
mempelai agar hidup bahagia dan penuh keberkahan.
e. Mengantar Sirih
Mengantar sirih adalah salah satu bagian dalam prosesi pernikahan adat
Melayu yang memiliki nilai moral yang tinggi. Mengantar sirih ini
dilakukan oleh pihak pengantin laki-laki kepada pihak pengantin
perempuan saat hari bersanding berlangsung. Fungsi sirih itu sendiri
menurut informan memiliki beberapa makna:

7
1. Sebagai pembuka kata atau pendahuluan dalam acara perkawinan adat
Melayu.
2. Sebagai lambang kreativitas, karena sirih yang diantarkan disusun dan
dibentuk sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk yang menakjubkan.
Sirih ini disebut kepala sirih yang memiliki nilai penghormatan yang
besar, bahkan memiliki nilai materil yang tinggi bagi seluruh rakyat
Melayu.
3. Sirih ini juga melambangkan tinggi, kokoh, dan megahnya Marwah
orang Melayu.
f. Mandi Berdimbar
Mandi berdimbar di daerah Serdang berbeda dengan daerah-daerah lain,
mandi berdimbar dilakukan sebanyak 2 kali untuk kaum bangsawan,
yaitu keluarga Sultan. Mandi berdimbar artinya mandi berhias dan tradisi
ini diperoleh dari sisa-sisa kepercayaan agama Hindu, yaitu periode
dimana kerajaan Melaka belum memeluk agama Islam. Tempat
pelaksanaan mandi berdimbar ini biasanya dilakukan dipekarangan
rumah yang dihiasi gabagaba. Dalam kerajaan Melayu, tempat ini
dinamai “Panca Persada” (Basarshah, 2007: 22) yang permanen dan
indah buatannya. Didalam Panca Persada ini telah disediakan beberapa
benda seperti:
 Dua gembuk tembikar berisi air bunga rampai, mayang pinang
muda, daun pandan wangi, dan irisan limau mungkur (air ukup)
 Satu gebuk air doa selamat, maksudnya air yang telah dibacakan
doa.
 Satu gebuk air tolak bala.
 Dua atau empat buah kelapa yang sangat muda yang telah dikupas
habis kulitnya hingga tinggal tempurungnya yang bulat saja
(kelongkong).
 Dua butir telur ayam mentah.
 Dua batang lilin dalam sebuah baki.
 Pahar yang berisi tepung tawar.
 Satu pedupaan.

8
 Satu pasu atau ember yang dihiasi dan berisi air bunga rampai
dinamai “air kembang setaman”.
 Dua ember air biasa untuk dimandikan.
 Satu baki memuat bahan-bahan berhias seperti bedak dan lain-
lain.
 Sebuah cermin
 Satu tepak sirih.
 Benang gudang 3 untai untuk masing-masing pengantin.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif ini adalah
jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Jenis penelitian ini
mendeskripsikan peristiwa dan fakta yang ada, baik yang masih terjadi sampai
sekarang atau yang terjadi pada waktu yang lalu. Penulis mendeskripsikan
bagaimana Tata Rias Pengantin Melayu Sumut.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian pada penelitian ini Ibu fauziah nur lubis SP.d, pemilik LKP
atika.

3.3 Tempat dan Waktu


Tempat penelitian ini dilakukan adalah di LKP Atika yang beralamat di Jl.
Rambutan No. 7, 20114, Silalas, Kec. Medan Bar., Kota Medan, Sumatra Utara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
wawancara dan dokumentasi. Wawancara atau interview adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh sebuah informasi dari narasumber
(Arikunto, 2006:155). Wawancara dilakukan peneliti dengan mewawancarai
narasumber dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun.
Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan foto hasil wawancara di LKP Atika.

10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Ibu fauziah nur lubis SP.d, pemilik LKP Atika, tata rias untuk
pengantin Melayu menggunakan foundation sesuai jenis kulit pengantin, warna
eyeshadow pada kelopak mata sesuai dengan warna pakaian pengantin yang kenakan
, sapukan eyeshadow berwarna orange untuk kelopak mata lalu warna kuning ke
emasan untuk highlight dan bayangan mata berwarna hijau, warna blush on adat
melayu berwana Peach ke orange an dan lipstiknya berwarna merah sirih, Kemudian
langkah terakhir memasang/memakai kan jejak murai 7,9,11 atau sesuai dengan dahi
pengantin, jumlah jejak murai harus ganjil.
Pengantin melayu ini adalah salah satu pengantin dengan adat istiadat yang
tinggi dan sedikit modern. Untuk riasan penataan rambut dan juga busana, pengantin
Melayu Sumut tidak memiliki suatu ketentuan karena belum ada kesepakatan dari
para pengetua-pengetua adat. Pengantin Melayu biasanya menggunakan warna yang
cenderung terang seperti warna Kuning. Meskipun pengantin Melayu Sumut masih
belum memiliki ketentuan akan pakaian, riasan dan tatanan rambut, namun
pengantin Melayu Sumut masih memiliki ciri khas yang bisa dilihat dari pakaian,
tatanan rambut dan riasan make up serta aksesoris yang digunakan.

A. Riasan Wajah
Riasan wajah untuk pengantin Melayu Sumut yaitu penggunaan warna
foundation yang sesuai dengan warna kulit pengantin. Untuk eyeshadow-nya
eyeshadow pada kelopak mata sesuai dengan warna pakaian pengantin yang kenakan
, sapukan eyeshadow berwarna orange untuk kelopak mata lalu warna kuning ke
emasan untuk highlight dan bayangan mata berwarna hijau. Untuk Lipstik juga
menggunakan warna merah sirih dan blush on nya berwarna peach ke orange.
Tahap-tahap merias pengantin wanita Melayu sumut:
- Membersihkan wajah
- Menggunakan pelembab wajah
- Menggunakan primer pada area T-zone
- Mengaplikasikan foundation sesuai dengan jenis dan warna kulit model
11
- Melakukan koreksi wajah dengan menggunakan concealer dan contour
cream
- Mengaplikasikan blush on dalam berupa blush on cream pada area pipi
- Mengaplikasikan bedak tabur pada wajah
- Menggunakan bedak padat
- Mengaplikasikan bedak tabur dibawah mata tetapi tidak diratakan. Agar
eyeshadow yang jatuh tidak menempel di pipi
- Mengaplikasikan eyeshadow pada kelopak mata sesuai dengan warna
pakaian pengantin yang kenakan , sapukan eyeshadow berwarna orange
untuk kelopak mata lalu warna kuning ke emasan untuk highlight dan
bayangan mata berwarna hijau
- Merapikan dan menggambar alis
- Mengaplikasikan eyeliner
- Mengaplikasikan blush on powder
- Menjepit bulu mata kemudian mengaplikasikan mascara
- Memasangkan bulu mata palsu bagian atas 2 lapis
- Mengaplikasikan shading luar dengan contour powder
- Mengaplikasikan highlighter pada bagian yang ingin ditonjolkan
- Menggambar garis bibir dengan lip liner
- Mengaplikasikan lipstick warna merah sirih
- Mengaplikasikan bulu mata bawah yang ukurannya sudah disesuaikan

Untuk pengantin pria, riasan yang diberikan adalah bedak padat pada wajah dan
leher, lip balm pada bibir, merapikan dan menggambar alis dengan memberi kesan
yang natural.

B. Tatanan Rambut
sanggul pengantin Melayu Sumatera Utara disebut dengan SANGGUL
TEGANG. Sanggul tegang merupakan sanggul yang dibuat dengan menggunakan
gedebok pisang sebagai bahan untuk pelapis bagian dalam sanggul. panjang pelepah
24cm ,lebar nya 11 Cm.
pelepah pisangnya di lapisi sama irisan daun pandan jadi ga ada ketentuan panjang
daun pandan karna di iris jadi pelepah pisang di lapisi dengan hernet trs diisi irisan
12
pandan. irisan pandan ini berfungsi untuk melindungi aksesoris sanggul agar tidak
terkena getah pelepah pisangnya.

 Langkah membengtuk sanggul tegang sbb:

1. rambut dibelah dua terlebih dahulu. Lalu ikat bagian belakang


menggunakan karet gelang yang tingginya di bawah Top Crop.
2. Pasang gedebok pisang yang sudah dibaluti irisan daun pandan ke
ikatan rambut yang berdiri tegak lalu diberi harnal agar kuat dan tidak
lepas
3. Cara menusukkan harnal dari depan ke belakang dan dari belakang ke
depan lalu ujung harnal dibengkokkan atau ditekukkan agar kuat dan
berdiri tegak
4. Sisa rambut dibawa ke depan untuk menutupi gedebok pisang dan
irisan pandan
5. Rambut dibawa ke belakang dan dibentuk mengikuti gedebok pisang
seperti kupu-kupu lalu sisa rambut disilang ke ke depan
6. Lalu tutup dengan harnet halus
7. Rambut bagian depan dibagi 4 bagian dibentuk dan disasak seperti
buckle
8. Sedangkan rambut bagian dekat telinga disasak sedikit dan dirapikan,
lalu dibawa ke samping belakang menutupi sepertiga bagian telinga
dan rasakan nya jangan terlalu gemuk. Lalu Semprot dengan
hairspray dan lakukan hal yang sama pada bagian sebelahnya.
9. Lalu pasang aksesoris pada sanggul tegang terdiri dari gerak gempa
Dahlia gerak, gempa tekwa, gerak gempa kupu-kupu besar, dan gerak
gempa kupu kupu kecil.
10. memasang mahkota di atas sanggul tegang
11. 7 buah jurai di pasang kiri dan kanan sanggul
12. gedebok pisang dijadikan sebagai pembentuk sanggul, namun bisa
juga di gantti dengan menggunakan cemara yang tidak bertulang.

13
 GAMBAR BENTUK SANGGUL MELAYU SUMUT

 Busana dalam Kebudayaan Melayu

14
Pada hikayat -hikayat Melayu lama terdapat deskripsi mengenai pakaian
tradisi. Bahwa sejak permulaan Kesultanan Melayu Melaka dan Kesultanan
Melayu lainnya, dirasakan tidak lengkap jika seseorang yang memakai baju
kebesaran kebangsaan, tidak menggunakan penutup kepala untuk
menghadiri sesuatu upacara resmi, misalnya menghadap pembesar negeri
ataupun daerah. Bentuk penutup kepala umumnya tidak ditetapkan,
tetapi sangat terikat dengan jenis kain sebagai bahan dasar untuk pakaian.
Menurut cerita lisan dan rekaman-rekaman lama, sejak zaman
kegemilangan Kesultanan Melayu Melaka, rakyat biasa, tanpa mengira
bangsa dan agama, diharuskan berpakaian adat untuk dapat menghadap
sultan. masyarakat Melayu dikenal sebagai masyarakat yang kaya akan
khazanah kebudayaan.
Salah satu unsur kebudayaan Melayu adalah tenunan, yang telah
berkembang dengan pesat sejalan dengan keperluan masyarakat ramai akan
pakaian dan pelbagai keperluan hidup lainnya. Berbagai motif dan
corak (ragi ) tenunan dikembangkan seiring dengan aneka fungsi pakaian.
Dalam masyarakat Melayu, pakaian tidak semata-mata berfungsi
untuk me lindungi tubuh dari panas dan dingin. Lebih dari itu, pakaian
berfungsi untuk menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat,
menolak bala, dan menjunjung bangsa. Selaras dengan fungsi tersebut,
pakaian menjadi tak hanya bernilai pragmatik, tetapi lebih -lebih
bernilai religius, adat, kultural, etika, dan estetika. Itulah sebabnya
dalam budaya Melayu dikenal ungkapan: pantang memakai memandai-
mandai. Pakaian Melayu haruslah memiliki kualitas kecantikan seri
gunung dan seri pantai, seperti yang terdapa t di dalam Hikayat Dewa
Mendu . Ini berarti bahwa pakaian haruslah indah dilihat dari jauh dan
cantik pula dipandang dari dekat.
Selain itu, pakaian haruslah indah dilihat oleh indra mata dan elok
dilihat oleh mata batin. Orang Melayu Melaka telah menggunakan
kebijaksanaan mereka untuk mengubah dan mendisai kain empat segi
untuk dipakai sebagai penutup kepala. Kini pakaian tengkuluk sering
digunakan oleh pengantin lelaki pada saat bertandang dan bersanding
15
di atas pelamin pada hari pertama istiadat perk ahwinan dilangsungkan.
Semasa bersanding di atas pelaminan mereka dianggap sebagai raja
(sehari) karena mereka berpakaian lengkap seperti seorang raja yang
duduk di atas takhta. Tengkuluk yang dipakai oleh pengantin lelaki pada
masa sekarang dihiasi deng an perhiasan untuk menambah gagah
penampilannya.
Secara naluriah, manusia senang berlomba-lomba untuk menjaga
wajah yang cantik dan jelita terutama sekali kaum wanita. Mereka selalu
menghabiskan masa yang panjang menghadap cermin tanpa mengira
waktu, baik pagi ataupun sore, sambil berkata-kata di dalam hati, apa lagi
yang kurang padaku untuk menarik perhatian jejaka idaman, bagaimana
supaya aku senantiasa kelihatan manis dan berseri. Sambil tersenyum, jari
-jari mereka mencoba memadankan beberapa pasang perhiasan telinga
yang dikenali dengan berbagai nama dan sebutan.
Di sini eloklah kita kaji satu persatu barang-barang hiasan
berkenaan dan memperkenalkannya secara dekat kepada mereka yang tidak
mempunyai peluang untuk menatap bahan-bahan tinggalan nenek moyang
kita. Barang -barang hiasanin berkaitan erat dengan busana pengantin
Melayu. Apabila mendengar perkataan subang kita terus membayangkan
bahwa ia adalah perhiasan badan yang ditempatkan di kedua cuping telinga
sebagai hiasan. Sebelum seseorang da pat memakai subang, gelinya, atau
kerabu , terlebih dahulu mereka menindik lubang di cuping telinga,
sebagai tempat untuk mencucukkan hiasan tersebut ke cuping telinga,
dan penahannya dikenakan di sebalik cuping. Penahan ini adakalanya
mempunyai skru, berpalang-sengkang atau hanya dicangkuk untuk
mengelakkannya agar tidak terjatuh waktu dipakai. Proses bartindik
dilakukan oleh orang yang arif dan mahir mengenai cara menyucuk
jarum di cuping telinga. Pada zaman lampau, pekerjaan ini menggunakan
sebatang jarum yang telah dibakar dan dicucukkan ke telinga.
Benang kira-kira seinci panjangnya kemudian dimasukkan ke
bekas cucukan atau tindikan melalui lubang yang dibuat, dan kedua -dua
ujungnya disimpulkan supaya tidak tercabut keluar. Sedikit minyak kelapa

16
m uda bercampur kunyit dilangirkan kepada benang tadi supaya tidak
melekat pada daging telinga dan supaya lubang tindikan cepat kering dan
tidak tertutup. Selepas kering benang yang diselitkan ke lubang tindikan
tadi digunting dan ditanam ke dalam tanah. Setelah benang ditarik
keluar, sepasang gelinya bulat dicucukkan ke lubang tersebut sehingga
seseorang itu mampu untuk membeli gelinya yang lebih mahal dan
yang lebih cantik. Barti ndik seperti ini biasanya dilakukan kepada kanak
-kanak perempuan yang bar u berumur enam tahun. Walau bagaimanapun
ada juga yang bartindik ketika usianya lebih muda atau lebih lanjut dari
ini. Pada masa ini proses b arti ndik dapat dilaksanakan di toko-toko emas
dengan sebentar saja. Mereka menggunakan alat separti pistol kecil dan
ditembakkan terus pada cuping telinga beserta dengan subangnya sekali
tanpa pantang larang atau tanpa risau ia akan melekat, berkudis dan
sebagainya. Disain dan anekacorak bahan hiasan telinga tidak
mempunyai batasan. Ia dibuat dengan menggunakan berbagai logam dan
batu permata yang berkilauan. Kini bahan -bahan sep arti ini terus
menjadi idaman setiap wanita Melayu. Tukang emas di pantai timur
Malaysia khususnya, telah coba mendisain subang atau anting-anting
menurut bentuk lama karena banyak gadis sekarang yang sering
mencari-cari bahan dari bentuk lama yang dianggap mempunyai
keistimewaan yang tersendiri. Jika dahulu seseorang mempunyai sepasang
dua gelinya saja tetapi wanita modern masa kini dapat membeli berpuluh
puluh pasang subang menurut mode yang digayakannya setiap hari.
Banyak di antara kita pada masa sekarang tidak mengetahui bagaimana
tali pinggang mula diperkenalkan.
Manusia pada zaman lampau telah menggunakan akar kayu,
rotan dan jerami untuk mengikat cawat, seluar dan kain di pinggang.
Lama-kelamaan ia disesuiakan menurut keadaan terkini sehingga
bertemu bahan lain sebagai gantinya. Pada zaman kesultanan Melayu
Melaka, pokok terap menjadi pokok yang teragung sekali karena kulitnya
dapat dibuat menjadi berbagai keperluan busana seperti cawat, tali
pinggang, tali busur, tali jerat, pengikat, dan sebagainya. Sebaik saja kain

17
kasa diperkenalkan kepada wanita Melayu, Nyonya, dan India, maka
mereka menggunakannya sebagai kain bengkung atau sembelit. Orang
Melayu kemudiannya menambahkan kain bengkung ini dengan kepala tali
pinggang yang disebut pending . Sebaik saja pending mendapat sambutan
masyarakat umum dan peranannya dirasakan, pencipta pending telah
memperbaiki sembelit dan bengkung kepada apa yang dipanggil
sekarang tali pinggang. Pada mulanya tali pinggang terdiri dari jalinan
logam, besi, tembaga, perak dan juga emas yang berantai -rantai dengan
disain yang leper dan lebar.
Para ahli disain juga menggunakan duit-duit syiling perak yang
dirangkaikan di antara satu sama lain sehingga cukup panjangnya
mengelilingi ukuran perut pemakainya. Tali pinggang duit merupakan
yang paling istimewa sekali pada abad ke-19 dan awal abad ke -20. Malah
ia tetap disukai ramai sehingga sekarang, terutama bagi penduduk di
Sabah dan di Sarawak. WanitaSarawak dan Sabah menggunakan tali
pinggang seperti ini untuk dipadankan dengan pakaian kebangsaan mereka.
Manakala di Semenanjung pula tali pinggang duit hanya popular di
Kelantan, Terengganu dan Melaka. Tali pinggang jenis ini masih boleh
didapati sekarang tetapi bilangannya sedikit karena kesulitan
mendapatkan duit perak. Ada juga tali pinggang yang ditempah khas
dengan menggunakan suasa dan emas; ini bolehlah dikatakan terganggu dan
penggunaannya tertumpu di kalangan pembesar negeri yang mampu sahaja.
Sepakat ini hanya ada beberapa contoh yang dapat diketahui pemiliknya.
Sehubungan dengan itu, tali pinggang sekarang telah didisain dengan
menggunakan berbagai ragam hias yang menarik dan mampu dibeli oleh
orang awam. Tali pinggang juga telah didisain dengan menggunakan
berbagai bahan sep arti jerami yang disusun dan dianyam indah, kulit
binatang yang lembut dan sebagainya. Tali pinggang tradisional kini telah
menjadli rebutan para hartawan untuk dijadikan sebagai bahan yang
disifatkan sebagai himpunan harta karena tali pinggang perak dan emas
mahal harganya dan boleh digunakan sebagai cagaran. Demikin sekilas
busana dalam konteks tradisi Melayu.

18
 Songket sebagai Busana Pengantin
Busana pengantin adalah sesuatu masalah yang penting pada upacara
perkawinan. Busana pengantin tradisional Melayu Sumatera Timur (termasuk
Batubara), umumnya sama dengan busana pengantin Melayu di berbagai
tempat. Yang membedakannya hanyalah dalam ciri–ciri khas. Bagi mempelai
wanita busana yang dipakai adalah:
 baju kebaya atau baju kurung dan kainnya
 sanggul
 kasut
 songket
 perhiasan (perhiasan seperti rantai, gelang, kolar dan tali pinggang).

Baju kebaya dipakai oleh pengantin wanita Melayu. Ada dua pendapat
yang mengemukakan tentang asal -usul baju kebaya.
Pertama yang mengatakan bahwa kebaya itu berasal dari perkataan Arab
habaya yang bermaksud pakaian labuh yang berbelah di hadapan.
Kedua yang mengatakan bahwa pakaian separti ini dibawa oleh Portugis ke
Melaka. Oleh sebab itulah kebaya telah lama dipakai di Melaka dan Dunia
Melayu; bukan sa ja oleh wanita Melayu tetapi juga oleh wanita.
Baju kebaya awalnya didisain sampai ke paras lutut ataupun lebih ke
bawah lagi. Tangannya panjang dan lebar. Bahagian badannya menurut
potongan badan dan melebar ke bawah bermula dari bahagian punggung.
Bagian hadapannya berbelah dan berkolar sampai ke kaki baju. Bahagian
yang berbelah ini disemat dengan tiga kerongsang berasingan atau yang
berangkai dengan rantai halus. Kerongsang ini dikenal sebagai ibu dan anak
kerongsang. Kerongsang yang besar dan di atas sekali dipanggil ibu dan dua
lagi yang kecil dan dipakai bawah kerongsang ibu disebut anak.
Dalam Dunia Melayu kebaya memiliki berbagai gaya. Contohnya di
Selangor, kebayanya tidak berkolar. Di Perak pula lengan kebayanya sangat
lebar berbanding dengan kebaya di negeri -negeri yang lain. Di Pasang baju
kebayanya yang dikenali sebagai baju Riau Pahang mempunyai leher

19
berkolar dan berkancing separti baju kurung cekak musang tetapi bahagian
hadapannya juga berbelah seperti baju kebaya yang lain; malah turut
dipasangkan kerongsang di bawah kancingnya yang berbutang itu. Baju
kebaya sesu ai untuk pakaian harian dan juga pakaian pengantin. Bagi pakaian
harian, baju kebaya sesuai diperbuat dari kain kapas dan baldu atau sutera (bagi
yang berada) dan dipadankan dengan kain sarung. Selendang hanya dikenakan
apabila keluar rumah. Bagi pengantin pula, baju kebayanya diperbuat dari
songket dan sepasang dengan kain sarungnya. Selendangnya juga dibuat dari
songket.
Selain itu kadangkala juga pengantin perempuan memakai baju
kurung. Baju kurung cekak musang adalah sama dengan baju kurung teluk
belanga kecuali pada bahagian lehernya. Leher baju kurung cekak musang
ada kolar. Kolar tersebut hanya selebar satu jari dan kedudukannya menegak.
Pada bahagian hadapan kolar ada bukaan panjang yang berkancing. Biasanya
ada satu kancing pada kolar dan dua atau tiga lagi kancing pada bukaannya.
Butang emas atau emas berbatu permata digunakan sebagai pengancingnya.
Kancing yang paling terkenal ialah kancing emas yang dipanggil garam
sebuku dan kancing berbatu permata yang dikenali sebagai kunang -kunang
sekebun. Baju kurung cekak musang wanita boleh dipakai dengan seluar atau
kain sarung. Seluar yang selalu digunakan ialah kain seluar panjang, seluar
panjang dan seluar bambu. Jika mahu, samping dan selendang juga boleh
dipakai bersama. Baju kurung cekak m usang lelaki pula dipakai dengan seluar
dan bersamping (kain samping). Lebih baik lagi apabila bertanjak atau
bersongkok.
Sementara itu pakaian pengantin laki-laki terdiri dari baju gunting
China dengan celana longgar. Ditambah destar, yaitu kain yang dilapisi kain
keras dan dihiasi manik-manik, dengan berbagai bentuk diikat di kepala.
Ditambah sesamping atau kain samping terbuat dari songket atau pelekat yang
diikatkan di pinggang dengan lipatan berbagai macam bentuk pula.
Panjangnya sampai ke atas lutut, tidak sampai mata kaki. Konsep -konsep,
aktiviti, dan artifak budaya tersebut menjadi bagian dari budaya tenunan

20
songket, termasuk di Batubara. Berikutnya kita kaji budaya tenunan songket
Batubara.
Selain digunakan untuk busana pengantin Melayu, di Sumatera Utara
songket juga digunakan untuk pakaian pengantin etnik Karo, Batak Toba,
Simalungun, Mandailing -Angkola, dan lainnya. Dalam kebudayaan Karo
menurut penjelasan dari Perikuten Tarigan, terdiri dari pakaian pengantin
perempuan dan pakaian pengantin laki -laki.

Bahan dasar busana disesuaikan dengan selera dan citarasa pengantin, baik
warna, bahan dasar (benang satu, dua, dan tiga).
 Warna songket bebas (boleh warna kuning juga) dipilih.
 Kepala kain untuk kain samping lelaki di belakang, wanita di depan.
 Warna baju lelaki dan wanita disesuaikan atau disamakan dengan warna
kain.
 Baju kebaya harus labuh di bawah lutut pengantin perempuan.
 Kasut depan tertutup, sehingga jari -jari kaki tak nampak, dan warnanya
diselaraskan dengan busana bahagi an atas.
 Asesori atau perhiasan tambahan untuk busana pengantin perempuan Melayu
Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
 Rantai mastura dari berlian dipasangkan di leher,
 Rantai serati panjang setengah dada,
 Rantai panjang sekitar dua puluh sentimeter dari pinggang, Anting-
anting di telinga, panjang beruntai dari berlian,
 Gelang berlian di kiri dan kanan,
 Gelang kaki bermotif khas budaya Melayu
 Cincin berlian di jari manis kiri,
 Kecak tangan

Perlengakapan Lain
Selain busana, perlengkapan lain dalam upacara perkawinan adat Melayu
Sumatera Utara terdiri dari tepak sirih, ramuan tepung tawar, balai, dan ramuan.

21
Tepak sirih yang digunakan untuk merisik terdiri dari sirih, kacu atau gambir,
pinang yang dibelah, kapur, dan tembakau. Ini adalah perlengkapan adat yang
mesti ada dalam upacara merisik dan meminang.
Perlengkapan lain dalam upacara perkawinan Melayu Sumatera Utara
adalah ramuan tepung tawar yang berfungsi untuk memberikan semangat dan
kekuatan spiritual kepada kedua mempelai. Adapun perlengkapan tepung tawar
terdiri dari kelompok ramuan penabur yaitu berupa:
 beras putih
 beras kuning
 bartih
 bunga rampai
 tepung yang terbuat dari beras.
Biasnya diletakkan di atas pahar atau dulang. Makna falsafah yang
terkadung di dalamnya adalah beras putih melambangkan kesuburan, beras
kuning melambangkan masa depan yang lebih baik, bunga rampai pula
melambangkan keharuman nama yang mendapat tepung tawar, dan tepung beras
adalah melambangkan kebersihan hati, menjaga hubungan sosial, dan tak
mencelakai orang lain. Kelompok kedua adalah ramuan perinjis, yang terdiri dari
semangkuk air putih dan dicampur dengan satu jeruk (limau) purut yang diiris -iris.
Ramuan ini dicampur dengan tujuh dedaunan, yaitu:
(1) daun kalinjuhang atau silinjuhang, yang dipandang memiliki kekuatan ghaib,
(2) daun pepulut, melambangkan sifatnya yang mudah melekat;
(3) daun ganda rusa yang melambangkan perisai penangkal gangguan -
gangguan alam ghaib;
(4) daun jejerun yang melambangkan kesinambungan hidup;
(5) daun sepenuh yang melambangkan rezeki yang melimpah;
(6) daun sedingin yang melambangankesejukan, ketenangan, dan kesehatan); dan
(7) pohon sembau beserta akarnya sebagai lambang perta hanan karena akarnya
susah dicabut. Perlengkapan lain dalam tepung tawar ini adalah perdupaan, yang
terdiri dari kemenyan atau setanggi yang dibakar.

22
DESAIN PENGANTIN MELAYU SUMUT

23
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari hasil riset yang dilakukan dengan teknik
pengumpulan data melalui wawancara adalah sebagai beriku:
1. Pengantin Melayu Sumut memiliki riasan yang baku karena sudah Pakem.
2. Pengantin Melayu dominan menggunakan riasan dengan warna kuning,
Orange.
3. Foundation yang digunakan menyesuaikan dengan warna kulit pengantin.
4. Eye shadow yang digunakan pada kelopak mata sesuai dengan warna pakaian
pengantin yang kenakan , sapukan eyeshadow berwarna orange untuk
kelopak mata lalu warna kuning ke emasan untuk highlight dan bayangan
mata berwarna hijau
5. Sanggul pengantin Melayu Sumatera Utara disebut dengan SANGGUL
TEGANG. Sanggul tegang merupakan sanggul yang dibuat dengan
menggunakan gedebog pisang sebagai bahan untuk pelapis bagian dalam
sanggul

5.2 SARAN
Sebagai warna Negara yang baik kita sebagai masyarakat wajib memelihara
kepribadian bangsa Indonesia, salah satu langkah positif yang perlu ditempuh adalah
membina dan memelihara kelestarian warisan budaya Indonesia, antara lain tata rias
pengantin dengan segala macam upacara adatnya.
Dengan memelihara warisan budaya maka kita akan semakin menguasai aneka
ragam budaya bangsa kita, dengan demikian maka Negara kita memliki kekayaan
yang tidak dapat di ukur dan dibeli oleh siapapun.

24
DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, A. A., Saragih, I., & Santoso, S. B. (2012). Tata Rias Pengantin
SUMATERA UTARA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Butar-Butar, D. L., Widodo, A., & Siregar, N. (n.d.). Aktivitas Komunikasi Pra
Prosesi Pernikahan Adat. [JURNAL KOMUNIKASI MAHASISWA, 27-33.

25
PERTANYAAN
1. Untuk penggunaan make up Pengantin, Alas bedak/Fondation menggunakan
warna tertentu tidak bu? apa mengikuti warna kulit pengantin saja bu?

2. Di Pengantin Melayu, menggunakan lipstick berwarna apa?

3. Untuk warna eyeshadow, warna apa saja yang diperlukan?

4. Apakah bentuk alis ditentukan?

5. Untuk Perona Pipi/Blush on apa ada warna khusus yang digunakan untuk
pengantin melayu?

6. Apa itu Jejak Murai pada dahi Pengantin? Bagai mana menentukan banyak jejak
murai di pengantin?

7. Untuk Jejak Murai, kosmetik apa yang dipakai? apa harus menggunakan kosmetik
berbahan alami atau bisa menggunakan concealer/eyeshadow/fondation berwarna
terang untuk membuat jejak murainya?

8. Apa Arti Jejak Murai di dahi Pegantin?

9. Apakah sanggul pengantin melayu menggunakan rambut tambahan atau cemara?

10. Untuk adat Melayu Sumatera Utara, apa saja yang diperlukan untuk melakukan
penataan rambut?

11. Berapa ukuran Gedebong Pisang untuk membuat Sanggul Tegang?

12. Karena ini sudah modern, apakah gedebong pisang dalam sanggul tegang bisa di
ganti?

26
LAMPIRAN

DOKUMENTASI

27

Anda mungkin juga menyukai