Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM 2

Topik : Identifikasi kerangka teoritis, variabel penelitian, membuat definisi


operasional, dan penyusunan hipotesis
Nama mahasiswa : Ajrina Nurwidya Sari
NIM : 1810913220004
Nama asisten praktikum : Rahmatun Ni’mah
Hari, tanggal : Selasa, 09 Maret 2021

Tugas 1

Sumber artikel yang digunakan (tuliskan seperti menulis referensi dalam daftar pustaka):

Noor, S., Maria, I., & Agianto, A. (2016). The relationship between caring, comfort, and patient
satisfaction in the emergency room, ratu zalecha hospital, south kalimantan, indonesia. Belitung
Nursing Journal, 2(6), 156-163.
Kerangka teoritis 1. Caring
(dinarasikan dan Caring adalah hubungan interpersonal antara perawat dan
gambarkan dalam klien yang menunjukkan perawat peduli melalui perhatian,
bentuk skema) intervensi untuk menjaga kesehatan klien dan energi positif
untuk klein. Proses Caring manusia meliputi pengetahuan
tentang tingkah laku manusia, kesatuan pikiran, jiwa dan
raga, kekuatan dan kelemahan seseorang, respon dan
pengetahuan tentang bagaimana memberikan kenyamanan,
serta memiliki rasa kasih sayang dan empati.

2. Kenyamanan
Karakteristik teori kenyamanan lebih dipandang secara
universal. Kenyamanan menjadi salah satu bagian dari
intervensi keperawatan pada pasien. Peningkatan
kenyamanan pasien membuat mereka berperilaku mencari
pelayanan kesehatan, tetapi juga mempengaruhi keutuhan
institusi. Terdapat 3 jenis kenyaman, yaitu relief, ease, dan
renewal.
3. Kepuasan pasien
Kepuasan pasien adalah derajat antara harapan pasien
mengenai layanan yang ideal dan persepsi layanan yang
telah mereka peroleh. Komponen kepuasan termasuk
kualitas teknis perawatan, lingkungan fisik, ketersediaan
dan kesinambungan layanan dan keberhasilan layanan.
Kepedulian dan kenyamanan dapat mempengaruhi
kepuasan pasien.

Skema teori (terlampir)

Variabel penelitian Variabel Independen


1. Caring
2. Kenyamanan pasien

Variabel Dependen
1. Kepuasan pasien
Definisi operasional Definisi operasional (terlampir)

Hipotesis penelitian Caring


Ha: Terdapat hubungan antara caring dengan kepuasan pasien
H0: Tidak terdapat hubungan antara caring dengan kepuasan
pasien

Kenyamanan
Ha: Terdapat hubungan antara kenyamanan dengan kepuasan
pasien
H0: Tidak terdapat hubungan antara kenyamanan dengan kepuasan
pasien

Lampiran 1. Skema Teori


Lampiran 2. Tabel Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Parameter Skala Ukur Hasil Ukur
Operasional
Variabel Bebas
Caring Hubungan Kuesioner berisi 1. Caring Ordinal -
interpersonal 42 pertanyaan. 2. Not caring
antara perawat Peneliti
dan klien yang memodifikasi
dapat dilihat kuesioner dari
melalui literatur dan
penerapan 10 memiliki
factor karatif validitas isi dari
empat ahli yang
memiliki
pengalaman
dalam
pendidikan
keperawatan dan
rumah sakit,
serta memiliki
keahlian dalam
caring.
Kenyamanan Kenyamanan Kuesioner 1. Nyaman Ordinal -
pasien yang dirasakan kenyamanan (comfort)
oleh pasien. diadopsi dari 2. Tidak
Kenyaman Wright, A. nyaman
dilihat dari 3 Kuesioner berisi (discomfo
jenis 15 pertanyaan rt)
kenyamanan untuk mengukur
yaitu, relief, kenyamanan
ease,dan
renewal.

Variabel Terikat
Kepuasan Derajat antara Kuesioner untuk 1. Puas Ordinal -
Pasien harapan pasien mengukur (satisfied)
mengenai kepuasan pasien 2. Tidak
pelayanan yang diadopsi dari puas
ideal dan Service Quality (unsatisfi
presepsi pasien (SERVQUAL) ed)
terhadap yang terdiri dari
pelayanan yang 22 pertanyaan
yang telah di tentang
terima. berwujud,
Kepuasaan keandalan,
pasien dilihat responsivitas,
dari kualitas jaminan, dan
perawatan yang empati
di berika,
lingkungan,
kesinambungan
pelayanan, dan
keberhasilan
layanan.

Tugas 2
Identifikasi dan buat kerangka teori, variabel penelitia, definisi operasional, dan hopotesis
penelitian (jika ada hipotesisnya) sesuai topik yang diminati oleh mahasiswa dalam pembuatan
penelitian.

Kerangka teori (dibuat Pengetahuan


dalam bentuk narasi dan Pengetahuan yaitu sesuatu yang didapatkan melalui proses belajar.
dalam bentuk gambar) Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, seperti motivasi
dan faktor luar berupa informasi yang tersedia, dan juga sosial
budaya seseorang. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan dapat
secara alami secara langsung maupun tidak langsung (Budiman &
Riyanto, 2013)

Pengetahuan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada


objek tertentu. Penginderaan yang dimaksud yaitu bisa didapatkan
melalui indera penglihatan, penciuman, pendengaran dan raba.
Namun, sebagian besar manusia memperoleh pengetahuan melalui
indera mata dan telinga (Nursalam, 2015)

Dalam menentukan tindakan seseorang, pengetahuan merupakan hal


yang sangat dibutuhkan. Rogers (1974) mengungkapkan teori
perubahan perilaku yang terjadi saat seseorang mengadopsi
pengetahuan yang baru didalam dirinya, yaitu (Priyoto, 2014)
1. Awareness (kesadaran), terjadi saat seseorang sadar terhadap
suatu stimulus (objek)
2. Interest (tertarik), terjadi saat seseorang merasa tertarik pada
stimulus tersebut.
3. Evaluation (mempertimbangkan), terjadi saat seseorang
mempertimbangkan baik dan buruknya stimulus tersebut.
4. Trial, yaitu saat seseorang sudah mulai mencoba sesuatu
yang diinginkannya.
5. Adoption, terjadi saat seseorang berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan yang dikehendakinya.

Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan memiliki 6


tingkatan domain kognitif yaitu:
1. Tahu (know)
Yaitu memiliki kemampuan untuk mengetahui, mengingat
suatu istilah, pengertian, faktta-fakta, pola, gagasan urutan,
prinsip dasar, metodologi, dan lain lain.
2. Memahami (comprehension)
Yaitu memiliki kemampuan menjelaskan mengenai suatu objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasi objek tersebut.
3. Aplikasi (application)
Yaitu dapat menggunakan objek tersebut.
4. Analisis (analysis)
Yaitu dapat menganalisis objek ke dalam suatu komponen,
yang masih memiliki kaitan antara satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Yaitu dapat menghubungkan bagian-bagian yang terdapat di
dalam suatu bentuk menjadi keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Yaitu dapat melakukan justifikasi terhadap suatu objek.

Berbagai cara dapat dilakukan agar mendapatkan kebenaran dari


suatu pengetahuan, yang dikelompokkan menjadi 2 cara yaitu cara
non ilmiah dan ilmiah (Notoatmodjo, 2012).
1. Non Ilmiah
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Metode “trial and error” digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dengan cara coba coba. Cara ini telah
dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama untuk
memecahkan berbagai masalah. Metode ini telah banyak
digunakan untuk menemukan berbagai teori dalam cabang
ilmu pengetahuan.
b. Secara kebetulan
Metode ini dilakukan secara tidak sengaja oleh seseorang
dan menghasilkan suatu pengetahuan yang baru.
c. Otoritas atau cara kekuatan
Para pemimpin pemerintahan, tokoh agama bahkan ahli
ilmu pengetahuan pada hakikatnya memiliki metode yang
sama dalam menemukan suatu penemuan. Banyak sekali
kebiasaan dan tradisi yang kita lakukan, tanpa melalui
penalaran baik ataupun buruknya.
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Seseorang dapat mendapatkan kebenaran secara intuitif
tanpa melalui proses berfikir. Pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ini sulit dipercaya kebenarannyakarena
tidak menggunakan cara yang rasional.
e. Melalui jalan pikiran
Cara berfikir manusia semakin lama semakin berkembang,
sehingga dapat memperoleh pengetahuan melalui
penalarannya.
f. Induksi
Diperoleh dengan cara pengamatan indera manusia. Induksi
merupakan metode mendapatkan kesimpulan dari
pernyataan yang bersifat umum.
g. Deduksi
yaitu metode mendapatkan kesimpulan dari pernyataan
umum yang bersifat khusus.
2. Ilmiah
Digunakan untuk mendapatkan pengetahuan yang sistenatis,
logis, dan ilmiah. Dalam menarik kesimpulan, metode ilmiah
melakukan observasi secara langsung, dengan membuat catatan
terhadap fakta-fakta yang di teliti (Notoatmodjo, 2012)

Ada beberapa kategori tingkat pengetahuan , yang dijelaskan oleh


Arikunto (Budiman & Riyanto, 2013) yaitu,
1. Baik, jika subyek dapat menjawab benar dengan nilai ≥76 -
100%
2. Cukup, jika subyek dapat menjawab benar dengan nilai 56 -
75%
3. Kurang, jika subyek dapat menjawab benar dengan nilai <56%
Budiman & Riyanto (2013) mengungkapkan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan
Merupakan suatu proses perubahan perilaku, sikap seseorang
ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan diri melalui
tahap pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan
yang ditempuh oleh seseorang, maka semakin mudah untuk
mendapatkan informasi. Semakin banyak informasi yang
didapatkan maka semakin banyak pula pengetahuan yang
diterima.
2. Informasi
Merupakan metode yang digunakan agar mendapatkan,
menyimpan, menyiapkan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis, menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu.
Dengan adanya informasi yang baru, maka dapat membuat
landasan kognitif yang baru dalam terbentuknya pengetahuan.
3. Sosial, budaya, dan ekonomi
Seseorang secara tidak langsung akan bertambah
pengetahuannya melalui tradisi dan kebiasaan yang diturunkan
oleh nenek moyang. Dalam menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan untuk berbagai kegiatan, status ekonomi sangat
menentukan hal tersebut, sehingga akan mempengaruhi
pengetahuan yang dimiliki seseorang.
4. Lingkungan
Memiliki pengaruh dalam proses penerimaan pengetahuan
terhadap seseorang.
5. Pengalaman
Merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran dari suatu
pengetahuan dengan cara melakukan kembali pengetahuan
yang didapatkan untuk memecahkan masalah pada masa lalu.
6. Usia
Pada usia madya, seseorang akan memiliki lebih aktif dalam
kehidupan bermasyarakat dan lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk membaca buku.

Patient Safety
IOM menjelaskan patient safety sebagai “safety is defined as
freedom from accidental injury” yang berarti tidak terjadinya
kesalahan ataupun bebas dari cedera (Corrigan & Donaldson, 2000)

Patient safety merupakan sebuah sistem di rumah sakit yang


menjadikan asuhan kepada pasien lebih aman, yang terdiri dari
asesmen resiko, identifikasi, pengelolaan hal yang berkaitan dengan
resiko pasien, pelaporan insiden, analisis insiden, belajar dari
insiden dan juga menindaklanjuti solusi agar meminimalkan
terjadinya risiko (Permenkes No 1691, 2011)

Tujuan patient safety rumah sakit yaitu (Kemenkes RI, 2011)


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien
2. Terjadinya peningkatan akuntabilitas mutu rumah sakit pada
pasien dan masyarakat
3. Terjadi penurunan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) di
rumah sakit
4. Pelaksanaan program pencegahan agar tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)

Insiden patient safety adalah setiap kejadian yang terjadi secara


tidak sengaja dan menyebabkan ataupun berpotensi terjadi cedera
yang dapat dicegah terhadap pasien. Beberapa insiden patient safety
yaitu (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015)
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Yaitu kejadian yang menyebabkan cedera terhadap pasien.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Merupakan peristiwa yang belum sampai terjadi kepada
pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Adalah peristiwa yang sudah terpapar kepada pasien, namun
tidak menyebabkan cedera.
4. Kejadian Potensial Cedera
Yaitu peristiwa yang sangat memungkinkan terjadi cedera,
namun belum terjadi.
5. Kejadian Sentinel
Yaitu peristiwa yang menyebabkan kematian atau cedera
yang parah (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015)

Standar Keselamatan Pasien merupakan standar yang diterapkan


oleh seluruh rumah sakit yang telah terakreditas. Standar
Keselamatan Pasien (SKP) mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standars” oleh Joint Commision on Accrediatation of Health
Organizations, Illinois, USA (2002) diaplikasikan oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), dimana telah
disesuaikan dengan kondisi rumah sakit di Indonesia.
Tujuh standar menurut Depkes (2008), yaitu sebagai berikut:
1. Hak pasien.
Informasi mengenai tindakan dan rencana serta hasil berhak
diketahui oleh pasien dan keluarga termasuk resiko jika ada
kejadian insiden keselamatan pasien. Rumah sakit memiliki
tanggung jawab dengan segala informasi yang dibagikan
kepada pasien dan keluarga (JCI, 2011). Hak-hak pasien
terdiri dari:
a. Hak agar diberikan informasi
b. Hak agar menerima pelayanan yang baik, adil serta
berkualitas
c. Hak agar dilibatkan dalam membuat keputusan mengenai
pengobatan dan perawatan
d. Hak untuk menolak dan menerima inform consent
e. Hak agar mengetahui identitas perawat yang telah
memberikan tindakan
f. Hak agar diperlakukan dengan santun dan hormat
g. Hak agar mendapatkan kerahasiaan
h. Hak agar menerima perawatan lanjutan (Priyoto dan
Widyastuti, 2014)
2. Mendidik pasien dan keluarga.
Pasien dan keluarga memerlukan pendidikan selama proses
asuhan kesehatan maupun saat dipulangkan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah. Pendidikan tersebut mencakup
informasi mengenai pelayanan dan tidak lanjut pelayanan
jika diperlukan, serta akses menuju pelayanan darurat saat
diperlukan. Rumah sakit harus memiliki sistem dalam
mendidik pasien dan keluarga, seperti yang di jelaskan dalam
buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Depkes, 2008 pendidikan yang harus dijelaskan kepada
pasien dan keluarga yaitu:
a. Informasi yang jelas,benar dan lengkap.
b. Memberikan pertanyaan jika pasien dan keluarga tidak
mengerti
c. Memenuhi kewajiban finansial yang sudah disepakati.
d. Mengerti dan menerima konsukensi saat pelayanan
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Menurut Depkes (2008), kriteria keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan, yaitu terdiri dari:
a. Terjadinya koordinasi secara holistic kepada pasien saat
masuk sampai keluar dari rumah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan yang diberikan sesuai
kebutuhan pasien secara berkesinambungan agar tercipta
pelayanan yang baik.
c. Adanya koordinasi agar terjadi peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga terhadap pasien.
d. Terjalin komunikasi dan transfer informasi antara profesi
kesehatan agar proses pelayanan tanpa hambatan dan
efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien.
Seluruh rumah sakit semestinya memiliki visi misi dan
tujuan sehingga dapat menjalankan program-program yang
dapat membangun tingkat kinjerja setiap pekerja, segala
proses yang terjadi dirumah sakit harus dilakukan evaluasi
secara konsisten dan menciptakan inovasi-inovasi baru agar
pelayanan selalu meningkat setiap periodenya.
5. Peran kepemimpinan
Pimpinan sudah seharusnya mendorong dan menjamin
proses asuhan kepada pasien secara terintegrasi. Dengan
adanya tim dalam asuhan kepada pasien dapat membantu
mengelola patient safety , dan penyampaian informasi.
Setiap unit dan pengelola ruangan dituntun saling
berkomunikasi agar dapat menciptakan rumah sakit yang
aman.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Setiap rumah sakit semestinya memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi, khususnya mengenai keselamayan
pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien

Sasaran Keselamatan Pasien dibuat oleh WHO Collaborating


Center for Patient Safety tahun 2007 dengan menetapkan The Nine
Patient Safety Solution dan diaplikasikan oleh Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dan Jount Commision International
(JCI). Enam sasaran keselamatan pasien terdiri dari:
1. Mengindentifikasi pasien dengan tepat
Identidikasi pasien dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
nama pasien, nomor registrasi, dan juga gelang identitas pasien
(Permekes No.11, 2017). Menurut JCI (2014) dalam mengukur
sasaran ini ditentukan oleh dua indikator yaitu identifikasi
patient dan name of patient.
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif dapat meningkatkan patient safety
karena akan mengurangi kesalahan. Kesalahan dapat terjadi
saat komunikasi secara lisan maupun secara telepon
(Permenkes RI No. 1691). Indikator yang diukur dalam sasaran
ini yaitu pendokumentasian yang lengkap dan konfirmasi (JCI,
2014)
3. Meningkatkan keamanan obat yang harus diwaspadai.
Dalam memastikan keselamatan pasien, obat-obat merupakan
bagian dari perencanaan pengobatan pasien. Obat dengan
presentasi tinggi yang dapat mengakibatkan terjadinya kejadian
sentinel, obat dengan resiko tinggi dan obat dengan kemiripan
nama merupakan obat-obat yang semestinya diwaspadai (high-
alert medication). Cara efektif agar dapat meminimalisir
insiden tersebut yaitu dengan meningkatkan program
pengelolaan High Alert dari unit pelayanan menujur farmasi
(Permenkes RI No. 1691)
4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasie yang benar.
Kesalahan lokasi, prosedur, dan pasien operasi merupakan
kesalahan yang diakibatkan oleh komunikasi tidak efektif
diantara tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien saat
penandaan lokasi (site marking) dan kesalahan prosedur saat
memverifikasi lokasi operasi. Cara yang efektif untuk
meminimalisir yaitu dengan melakukan site marking, mematuhi
dan melengkapi standar prosedur bedah, mengkonfirmasi ulang
identitas pasien serta meyakinkan tindakan tersebut sudah
sesuai dengan program yang ditetapkan. (JCI, 2014; Permenkes
No.11, 2017)
5. Mengurangi resiko infeksi akibat pelayanan kesehatan.
Tingkat keamanan rumah sakit dapat ditentukan melalui tingkat
infeksi yang beresiko kepada pasien maupun prodesi kesehatan
di rumah sakit. Cara efektif untuk mencegah terjadinya infeksi
yaitu dengan hand-hygine tuju langkah dan 5 momen. Program
hand-hygine dapat memberikan pengetahuan kepada pasien dan
staf rumah sakit mengenai betapa pentingnya melakukan cuci
tangan (JCI, 2014)
6. Mengurangi resiko cedera akibat jatuh.
Insiden jatuh merupakan laporan yang paling sering terjadi saat
di rumah sakit, yang dapat menyebabkan citra rumah sakit
tercemar. Setiap rumah sakit seharusnya menerapkan evaluasi
resiko jatuh pada pasien, dan mengambil tindakan untuk
memgurangi risiko cedera hingga jatuh. Evaluasi tersebut terfiri
dari riwayat jatuh, riwayat obat dan konsumsi alkohol,
penelitian pada keseimbangan, serta alat bantu berjalan pada
pasien (Permenkes RI No. 1691)

Dalam Permenkes No.11 tahun 2017 menjelaskan tujuh langkah


menuju keselamatan pasien, yang terdiri dari:
1. Memimpin dan mendukung staf
2. Membentuk kesadaran akan nilai keselamatan pasien
3. Berkomunikasi dan selalu melibatkan pasien
4. Menguraikan sistem pelaporan
5. Mempelajari dan membagikan pengalaman mengenai
keselamatan pasien
6. Meminimalisir terjadinya cedera melalui implementasi
keselamatan pasien.
7. Memadukan aktivitas pengelolaan resiko

Variabel penelitian Variabel Independen


(disesuai dengan variable Pengetahuan Perawat tentang Patient Safety
dari rencana penelitian
masing- masing) Variabel Dependen
Upaya Penerapan Patient Safety oleh Perawat

Definisi operasional (Terlampir)


Hipotesis penelitian (jika Ha : Terdapat hubungan antara pengetahuan perawat mengenai
ada) Jika ada hipotesis, patient safety dengan upaya penerapan patient safety oleh perawat
maka tuliskan hipotesis nol
dan hipotesis alternatif H0: Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat mengenai
penelitian tersebut. patient safety dengan upaya penerapan patient safety oleh perawat

Lampiran Kerangka Teori

Pengetahuan Patient Safety


Perubahan perilaku (Priyoto, (Permenkes No.169, 2011)
2014)

Tujuan patient safety


Enam domain kognitif (Kemenkes RI, 2011)
pengetahuan (Budiman &
Riyanto, 2013)
Insiden patient safety
(Komite Keselamatan Pasien
Cara mendapatkan kebenaran Rumah Sakit, 2015)
dari suatu pengetahuan
(Notoatmodjo, 2012)
Tujuh standar keselamatan
pasien (Depkes, 2008)

Kategori tingkat pengetahuan


(Budiman & Riyanto,2013) Enam sasaran keselamatan
pasien (JCI, 2014)

Faktor yang mempengaruhi Tujuh langkah menuju


pengetahuan (Budiman & keselamatan pasien
Riyanto, 2013) (Permeknkes No.11 tahun
2017)
Lampiran Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
Pengetahuan Pengetahuan kognitif Kuesioner - Pengetahuan Ordinal
Perawat perawat mengenai baik, jika
tentang patient safety, yang subyek dapat
Patient terdiri dari: menjawab benar
Safety 1. Ketetapan dengan nilai
identifikasi (≥76 - 100%)
pasien - Pengetahuan
2. Peningkatan cukup, jika
komunikasi subyek dapat
yang efektif menjawab benar
3. Peningkatan dengan nilai (56
keamanan obat - 75%)
yang perlu - Pengetahuan
diwaspadai kurang, jika
(high-alert) subyek dapat
4. Kepastian tepat- menjawab benar
lokasi, tepat- dengan nilai
prosedur, tepat- (<56%)
pasien operasi
5. Pengurangan
resiko infeksi
6. Pengurangan
resiko pasien
jatuh
Upaya Perspektif perawat Lembar Hasil observasi di Ordinal
Penerapan dalam penerapan observasi yang akumulasi
Patient patient safety yang diisi - Penerapan baik,
Safety oleh terdiri dari: menggunakan jika subyek
Perawat 1. Ketetapan skala guttman: melakukan
identifikasi Dilakukan = 1 dengan nilai
pasien Tidak (≥76 - 100%)
2. Peningkatan dilakukan = 0 - Penerapan
komunikasi cukup, jika
yang efektif subyek
3. Peningkatan melakukan
keamanan obat dengan nilai
yang perlu (56-75%)
diwaspadai - Penerapan
(high-alert) kurang, jika
4. Kepastian tepat- subyek
lokasi, tepat- melakukan
prosedur, tepat- dengan nilai
pasien operasi (<56%)
5. Pengurangan
resiko infeksi
6. Pengurangan
resiko pasien
jatuh

Daftar pustaka :
 Budiman & Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner : Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
 Syarifudin, Yudha Fratidhina. (2009). Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: TIM
 Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional
Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
 Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
 Priyoto. (2014). Teori Perubahan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
 Kohn, L. T., Corrigan, J. M. & Donaldson, M. S. (2000). To Err is Human : Building a Safer
Health System, Washington, National Academy Press.
 Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien RUmah Sakir,
Depkes RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik: Jakarta: Anonim
 KKPRS. (2015). Pedoman Pelaporan IKP. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
 Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit.
 Kemenkes. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
 The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. (2011). U.S.
Department of Health and Human Services. Oakbrook Terrace. Illinois USA.
 Priyoto dan Tri Widyastuti, 2014. Kebutuhan Dasar Keselamatan Pasien. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
 Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2017.
 Joint Comission International. (2014). Hospital Patient Safety Goals. 4th Edition. Oarkbrook
Terrace-Illinois: Department of Publication Joint Comission Resources.

Anda mungkin juga menyukai