Pendidikan alternatif tidak diartikan sebagai pengganti sekolah
formal, melainkan mencari materi dan metode dedaktik baru sampai kurikulum baru.
Pendidikan alternatif hadir sebagai ruang metode kreatif dan solutif,
namun kurang mendapatkan sorotan dari pemerintah. Padahal pendidikan alternatif merupakan solusi terbaik dalam memberikan opsi-opsi bagi setiap individu untuk memilih pendidikan yang akan ditempuh. Konsep ini kembali pada basis kecerdasan anak, kembali kepada kecondongan setiap anak.
Bentuk pendidikan alternatif tertua yang dikelola masyarakat untuk
masyarakat adalah pesantren. Diperkirakan dimulai pada abad 15, kali pertama dikembangkan oleh Raden Rahmad alias Sunan Ampel. Kemudian muncul pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.
Selain pesantren, Taman Siswa didirikan pada tahun 1922. Selain
Taman Siswa, Mohammad Syafei membuka sekolah di Kayutaman. Sekolah dengan semboyan, "Carilah sendiri dan kerjakanlah sendiri". Siswa diberi keterampilan untuk membuat sendiri meja dan kursi yang digunakan bagi mereka belajar. Namun Belanda telah membumihanguskan sekolah tersebut.
Pemikiran tentang pendidikan alternatif ini mulai tumbuh kembali
bermula dari kritik-kritik Romo Mangun terhadap bentuk pendidikan yang sejak berlakunya kurikulum 1974, berkembang hingga kurikulum 1994.