Anda di halaman 1dari 17

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Time Series

2.1.1 Pengertian Time Series

Data berkala (time series) adalah data yang disusun berdasarkan

urutan waktu atau data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu. Waktu

yang digunakan dapat berupa minggu, bulan, tahun dan sebagainya. Time

Series merupakan serangkaian data pengamatan yang berasal dari satu

sumber tetap dan terjadi berdasarkan indeks waktu t secara beruntun

dengan interval waktu yang tetap (Cryer, 1986). Setiap pengamatan dapat

dinyatakan sebagai variabel random Zt dengan notasi Zt1, Zt2, ..., Ztn (Wei,

1990).

Data berkala atau time series adalah data yang biasanya

digunakan untuk menggambarkan suatu perkembangan atau

kecenderungan keadaan/peristiwa/kegiatan. Biasanya jarak atau interval

dari waktu ke waktu sama.

Contoh data berkala adalah sebagai berikut :

a) pertumbuhan ekonomi suatu negara pertahun;

b) jumlah produksi minyak perbulan;

c) indeks harga saham per hari (Boediono, 2004: 131).

Rangkaian waktu, data berkala atau time series merupakan

serangkaian pengamatan terhadap suatu peristiwa, kejadian, gejala,

ataupun variabel yang diambil dari waktu ke waktu, dicatat secara teliti
8

menurut urutan waktu terjadinya, dan kemudian disusun sebagai data

statistik. Pada umumnya pada pengamatan dan pencatatan itu dilakukan

dalam jangka waktu tertentu, misalnya tiap akhir tahun, tiap permulaan

tahun, tiap sepuluh tahun, dan sebagainya (Makridakis, 1999).

Pola gerakan data atau nilai-nilai variabel dari data time series

dapat diketahui. Sehingga data time series dapat dijadikan dasar untuk :

a) pembuatan keputusan saat ini;

b) peramalan keadaan perdagangan atau ekonomi pada masa akan

datang;

c) perencanaan kegiatan untuk masa depan (Arsyad, 2001).

2.1.2 Komponen Time Series

Menurut Boediono (2004), terdapat empat jenis komponen

rangkaian time series yaitu :

1. Gerakan Jangka Panjang (long time movement)

Gerakan trend jangka panjang adalah suatu gerakan yang

menunjukkan arah perkembangan atau kecenderungan secara umum

dari deret berkala yang meliputi jangka waktu yang panjang. Pada

umumnya jangka waktu yang digunakan sebagai ukuran adalah

sepuluh tahun lebih. Ciri gerakan ini kadang-kadang menunjukkan

variasi sekuler yang menyerupai garis lurus yang disebut garis arah

(trend line).

2. Gerak Musiman (seasonal variation)

Ciri dari gerakan ini adalah gerakan yang mempunyai pola-pola

tetap atau identik dari waktu ke waktu dalam jangka waktu tertentu.
9

Gerakan tersebut dapat terjadi karena adanya peristiwa-peristiwa

tertentu.

3. Gerak Melingkar (siklis)

Gerak ini merupakan variasi rangkaian waktu yang menunjukkan

gerakan berayun disekitar arah atau kurva arah. Dalam bidang

ekonomi dan perdagangan untuk menilai hal ini harus diadakan

observasi sedikitnya satu tahun penuh.

4. Gerakan Acak (random)

Gerakan acak adalah rangkaian waktu yang menunjukkan

gerakan yang tak teratur yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar

dugaan, seperti wabah, gempa bumi dan sebagainya.

2.1.3 Model-Model Data Time Series

Beberapa model yang cukup populer untuk melakukan analisis

terhadap data time series adalah sebagai berikut : (Makridakis, 1999:

391).

a) Model Autoregresif (AR)

Model autoregresif mempunyai bentuk sebagai berikut :

Yt = β0 + β1 Yt-1 + β2 Yt-2 + ... + βp Yt-p + εt (1)

Keterangan :

Yt = series yang stasioner

Yt-1, Yt-2 = nilai lampau series yang bersangkutan

β 0, β1, β2 = konstanta dan koefisien model

εt = kesalahan peramalan (galat)


10

Banyaknya nilai lampau yang digunakan pada model (p)

menunjukkan tingkat dari model ini. Jika hanya digunakan sebuah

nilai lampau dinamakan model autoregressive tingkat satu dan

dilambangkan dengan AR(1). Sehingga model AR(1) dapat ditulis

sebagai berikut :

Yt = β0 + β1 Yt-1 + εt (2)

Agar model ini stasioner, maka jumlah koefisien model

autoregresif

harus kurang dari 1. Hal ini merupakan syarat perlu bukan syarat

cukup, sebab masih diperlukan syarat lain untuk menjamin agar

stasioner (Mulyono. 2000: 15).

b) Model Moving Average (MA)

Model Moving Average disebut juga dengan model rata-

rata bergerak yang mempunyai bentuk sebagai berikut :

Yt = α0 + et – α1et-1 – α2et-2 - ... – αqet-q (3)

Keterangan :

Yt = nilai series yang stasioner

et = kesalahan peramalan (galat)

et-1,et-2 = kesalahan peramalan masa lalu

α0,α1,α2= konstanta dan koefisien model

Dari persamaan (3) diatas, terlihat bahwa Yt merupakan

rata-rata tertimbang kesalahan sebanyak q periode ke belakang.


11

Banyaknya kesalahan yang digunakan q pada persamaan ini

menandai tingkat dari model moving average. Jika pada model

ini digunakan dua kesalahan masa lalu, maka dinamakan model

moving average tingkat dua dan dilambangkan sebagai MA(2)

dengan bentuk sebagai berikut :

Yt = α0 + et – α1et-1 (4)

Agar model ini stasioner, perlu suatu syarat yang

dinamakan Invertibility Condition adalah bahwa jumlah koefisien

model

selalu makin mengecil. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka

kesalahan yang makin kebelakang makin berperan.

c) Model Autoregressive-Moving Average (ARMA)

Proses random stasioner kadang tidak dapat dengan baik

dijelaskan oleh model moving average saja atau autoregressive

saja, karena proses tersebut mengandung keduanya. Oleh karena

itu, gabungan dari kedua model tersebut dinamakan model

autoregressive-moving average dapat lebih efektif dipakai. Pada

model ini, series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya

serta nilai sekarang dan lampau kesalahannya. Bentuk umum dari

model ini adalah sebagai berikut :


12

Yt = β0 + β1Yt-1 + ... + βpYt-p + et – α1et-1 + ... + αqet-q (5)

Keterangan :

Yt = nilai series yang stasioner

Yt-1,Yt-p = nilai lampau series yang bersangkutan

еt-1,еt-q = kesalahan masa lampau

еt = kesalahan peramalan

β0 dan β1,βp,α1,αq = konstanta dan koefisien model

Syarat perlu agar model ini stasioner adalah :

β1 + β2 + ... + βp < 1

Seperti sebelumnya, p manunjukkan tingkat model

autoregressive dan q menunjukkan tingkat model moving

average. Sehingga jika model menggunakan satu nilai lampau

series dan satu kesalahan masa lalu, model tersebut

dilambangkan sebagai ARMA (1,1) dengan bentuk persamaan

sebagai berikut :

Yt = β0 + β1Yt-1 + et – α1et-1 (6)

(Mulyono. 2000: 156)

d) Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average

(ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan

independen variabel dalam membuat peramalan. ARIMA

menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel

dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang

akurat. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk peramalan


13

jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka panjang

peramalannya kurang baik. Biasannya akan cenderung flat

(mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang.

Bentuk umum model autoregressive integrated moving

average (ARIMA p,d,q) adalah :

( )( ) ( ) (7)

Keterangan :

(1 – B) = Pembedaan Pertama

(1 - B) = AR (1)

( ) = MA (1)

Model AR, MA, dan ARMA yang telah dibahas

sebelumnya menggunakan asumsi bahwa data time series yang

dianalisis sudah bersifat stasioner. Mean dan varians data time

series bersifat konstan dan kovariansnya tidak terpengaruh oleh

waktu. ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-

Jenkins.

Model ARIMA terdiri dari tiga langkah dasar yaitu tahap

identifikasi, tahap penaksiran dan pengujian, dan tahap

pemeriksaan diagnostik. Selanjutnya model ARIMA dapat

digunakan untuk melakukan peramalan jika model yang

diperoleh memadai.
14

2.1.4 Stasioneritas dan Nonstasioneritas

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret

berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari

model ARIMA hanya berkenan dengan deret berkala yang stasioner.

Stasioner berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada

data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu.

Dengan kata lain, fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata

yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi

tersebut pada pokoknya tetap konstan setiap waktu.

Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus diubah menjadi data

stasioner dengan melakukan differencing. Differencing adalah

menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih yang

diperoleh dilihat lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum stasioner

maka dilakukan differencing lagi. Jika varians tidak stasioner, maka

dilakukan transformasi logaritma.

2.1.5 Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial

2.1.5.1 Fungsi Autokorelasi (FAK)

Koefisien korelasi adalah suatu fungsi yang menunjukkan

besarnya korelasi (hubungan linear) antara pengamatan pada waktu

ke t (dinotasikan dengan Zt) dengan pengamatan pada waktu-waktu

yang sebelumnya (dinotasikan dengan Zt-1, Zt-2, ..., Zt-k). Diagram FAK

dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi kestasioneran

data. Jika data diagram FAK cenderung turun lambat atau turun
15

secara linear, maka dapat disimpulkan data belum stasioner dalam

rata-rata.

2.1.5.2 Fungsi Autokorelasi Parsial (FAKP)

Fungsi Autokorelasi Parsial adalah suatu fungsi yang

menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada

waktu ke t (dinotasikan dengan Zt) dengan pengamatan pada waktu-

waktu yang sebelumnya (dinotasikan dengan Zt-1, Zt-2, ..., Zt-k). FAKP

digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara Zt

dan Zt-k, apabila pengaruh dari lag waktu (time lag) 1, 2, 3, ..., k-1

dianggap terpisah.

2.1.6 Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam suatu Deret Berkala

Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang

dalam selang waktu yang tetap. Adanya faktor musiman dapat dengan

mudah dilihat didalam grafik autokorelasi atau dilihat sepintas pada

autokorelasi pada time lag yang berbeda, apabila hanya pola ini yang

ada. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya faktor

musiman karena secara relatif besarnya yang positif merupakan hasil dari

adanya ketidakstasioneran data. Sebagai pedoman, data tersebut harus

ditransformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan adanya

faktor musiman. Notasi ARIMA dapat diperluas untuk menangani aspek

musiman, notasi umum yang disingkat adalah :

ARIMA (p, d, q) (P, D, Q)S

bagian yang tidak bagian yang musiman S = jumlah


musiman dari model dari model periode permusim
16

2.2 Ramalan (Forecasting)

Ramalan yaitu memperkirakan sesuatu pada waktu-waktu yang akan

datang berdasarkan data masa lampau yang dianalisis secara ilmiah, khususnya

menggunakan metode statistika (Sudjana, 1981: 238). Forecasting adalah

peramalan (perkiraan) mengenai sesuatu yang belum terjadi (Subagyo, 1986: 1).

Peramalan merupakan aktivitas fungsi bisnis yang memperkirakan

penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dalam

kuantitas yang tepat. Peramalan merupakan dugaan terhadap permintaan yang

akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal berdasarkan data deret

waktu historis. Peramalan menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat

formal maupun informal (Gaspersz, 1998).

Kegiatan peramalan merupakan bagian integral dari pengambilan

keputusan manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang

belum pasti. Dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses peramalan

yang akurat dan bermanfaat (Makridakis, 1999) :

1. Pengumpulan data yang relevan berupa informasi yang dapat

menghasilkan peramalan yang akurat.

2. Pemilihan teknik peramalan yang tepat yang akan memanfaatkan

informasi data yang diperoleh semaksimal mungkin.

2.2.1 Pola Data dalam Peramalan

Model deret berkala dapat digunakan dengan mudah untuk

meramal. Peramalan harus mendasarkan analisisnya pada pola data yang

ada. Ada empat pola data yang lazim ditemui dalam peramalan

(Makridakis, 1999) :
17

a) Pola Horizontal

Pola ini terjad bila data berfluktuasi disekitar rata-ratanya. Produk

yang tingkat penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu

tertentu termasuk jenis ini. Struktur datanya dapat digambarkan sebagai

berikut ini :

Gambar 1 : Pola Horizontal

b) Pola Musiman

Pola musiman terjadi bila nilai data dipengaruhi oleh faktor

musiman (misalnya : kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari-hari pada

minggu tertentu). Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 : Pola Musiman


18

c) Pola Siklis

Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi

jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Struktur

datanya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3 : Pola Siklis

d) Pola Trend

Pola trend terjadi bila ada kenaikkan atau penurunan sekuler

jangka panjang dalam data. Struktur datanya dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 4 : Pola Trend


19

2.2.2 Ukuran Akurasi Peramalan

Model-model peramalan yang dilakukan kemudian divalidasi

menggunakan sejumlah indikator. Indikator-indikator yang umum

digunakan adalah rata-rata penyimpangan absolut (Mean Absolute

Deviation), rata-rata kuadrat terkecil (Mean Square Error), rata-rata

presentase kesalahan absolut (Mean Absolute Percentage Error), validasi

peramalan (Tracking Signal), dan pengujian kestabilan (Moving Range).

a) Mean Absolute Deviation (MAD)

Metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan

jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute

Deviation (MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan rata-rata

kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD

berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama

sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

( )
(8)

b) Mean Square Error (MSE)

Mean Square Error (MSE) adalah metode lain untuk

mengevaluasi metode peramalan. Masing-masing kesalahan atau sisa

dikuadratkan, kemudian dijumlahkan dan ditambahkan dengan

jumlah observasi. Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan

yang besar karena kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. Metode ini

menghasilkan kesalahan-kesalahan sedang yang kemungkinan lebih


20

baik untuk kesalahan kecil, tetapi terkadang menghasilkan perbedaan

yang besar.

( )
(9)

c) Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung

menggunakan kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan

nilai observasi yang nyata untuk periode itu. Kemudian, merata-rata

kesalahan persentase absolut tersebut. Pendekatan ini berguna ketika

ukuran atau besar ramalan variabel itu penting dalam mengevaluasi

ketetapan ramalan. MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan

dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata.

| | | |

(10)

d) Tracking Signal

Tracking Signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu

peramalan memperkirakan nilai-nilai aktual. Nilai tracking signal

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(11)

Tracking Signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual

permintaan lebih besar daripada ramalan, sedangkan Tracking Signal

yang negatif berarti nilai aktual permintaan lebih kecil daripada

ramalan. Tracking Signal disebut baik apabila memiliki RSFE

(Running Sum of Forecast Error) yang rendah dan mempunyai


21

positive error yang sama banyak atau seimbang dengan negative

error, sehingga pusat dari tracking error mendekati nol. Nilai RSFE

diperoleh dari ∑(actual demand in period i – forecast demand in

period i). Tracking Signal yang telah dihitung dapat dibuat peta

kontrol untuk melihat kelayakkan data di dalam batas kontrol atas

dan batas kontrol bawah.

e) Moving Range (MR)

Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai

permintaan aktual dengan nilai peramalan. Data permintaan aktual

dibandingkan dengan nilai peramal pada periode yang sama. Peta

tersebut dikembangkan ke periode yang akan datang hingga dapat

dibandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Peta

Moving Range digunakan untuk pengujian kestabilan sistem sebab-

akibat yang mempengaruhi permintaan. Rumus perhitungan peta

Moving Range adalah sebagai berikut :

̅̅̅̅̅ (12)

̅̅̅̅̅ (13)

|( ) ( )| (14)

̅̅̅̅̅ (16)

Jika ditemukan satu titik yang berada diluar batas kendali pada

saat peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data harus

diabaikan atau mencari peramal baru. Jika ditemukan sebuah titik

berada diluar batas kendali maka harus diselidiki penyebabnya.


22

Penemuan itu mungkin saja membutuhkan penyelidikan yang

ekstensif. Jika semua titik berada didalam batas kendali, diasumsikan

bahwa peramalan permintaan yang dihasilkan sudah cukup baik. Jika

terdapat titik yang berada diluar batas kendali, jelas bahwa

peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi (Gaspersz,

1998).

2.3 PT.KAI DAOP IV Semarang

PT.Kereta Api (Persero) Daerah Operasi IV Semarang atau disingkat

dengan DAOP IV Semarang adalah salah satu daerah operasi kereta api di

Indonesia. Dibawah lingkungan PT.Kereta Api (Persero) yang berada dibawah

Direksi PT.Kereta Api (Persero) dipimpin oleh seorang Kepala Daerah Operasi

(KADAOP) dan 10 Kepala Departemen. Dimana setiap Departemen dibantu

oleh beberapa Kepala Divisi. Daerah Operasi IV Semarang memiliki 6 (enam)

stasiun besar di antaranya adalah Stasiun Semarang Tawang, Stasiun Semarang

Poncol, Stasiun Pekalongan, Stasiun Tegal, Stasiun Bojonegoro dan Stasiun

Cepu. Lokasi PT. Kereta Api (Persero) DAOP IV Semarang di Jl. Thamrin no.3

Semarang, Jawa Tengah (http://id.wikipedia.org).

Visi dari PT. Kereta Api (Persero) yaitu terwujudnya kereta api sebagai

pilihan utama jasa transportasi dengan fokus keselamatan dan pelayanan. Misi

dari PT. Kereta Api (Persero) yaitu menyelenggarakan jasa transportasi sesuai

keinginan stake holder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta

penyelenggaraan yang semakin efisien (Sumber : PT. Kereta Api).

DAOP IV Semarang berupaya memberikan fasilitas pelayanan kepada

para pengguna jasa angkutan kereta api yang telah diterapkan sejak penumpang
23

berada di Stasiun dalam mendapatkan tiket kereta api. Untuk pelayanan tiket, di

stasiun disediakan loket yang telah dilengkapi dengan sistem komputerisasi

sehingga mempermudah dalam memperoleh tiket. Tersedia pula loket

pemesanan dan pusat reservasi yang memudahkan dalam pelayanan pemesanan

tiket untuk semua jurusan angkutan kereta api.

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan di PT. Kereta Api Daerah Operasi (DAOP) IV

Semarang. Penelitian ini dimulai dengan pengambilan data pada PT. KAI DAOP

IV Semarang periode Januari 1994-Februari 2013. Metode yang digunakan pada

penelitian adalah ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average).

ARIMA dipilih karena merupakan model yang menghasilkan ramalan-ramalan

yang berdasarkan sintesis dari pola data secara historis.

Tahap pertama penelitian adalah mengidentifikasi model dari data yang

diperoleh dari DAOP IV Semarang yaitu data pada periode Januari 1994-

Februari 2013. Dari hasil identifikasi model selanjutnya tahapan penaksiran

parameter dan pengujian model. Pada tahap ini akan dilihat bahwa model

memenuhi syarat untuk dilakukannya peramalan. Jika pada tahapan ini tidak

didapatkan model yang memenuhi syarat untuk dilakukannya peramalan maka

penelitian berhenti sampai pada tahap penaksiran dan pengujian model dan jika

didapat model yang sesuai syarat maka bisa dilakukannya tahap peramalan

untuk 10 periode kedepan.

Anda mungkin juga menyukai