Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lensa Mata


a. Anatomi
Lensa merupakan struktur transparan dan bikonveks yang terletak di belakang
iris dan di depan badan vitreus. Lensa memiliki indeks refraksi tinggi dan memiliki
fungsi untuk memfokuskan bayangan yang akan diproyeksikan ke retina. Lensa
disokong oleh serat yang kuat, yaitu serat zonular yang menempel di kapsul lensa di
bagian ekuator dan badan siliaris. Lensa tidak memiliki pembuluh darah dan inervasi
sehingga disokong sepenuhnya oleh akuos humor dan vitreus.[1]

Ukuran lensa antarekuator adalah 9-10 mm, anteroposterior 5 mm dan


memiliki berat 255 mg. Ukuran ketebalan kapsul lensa di bagian anterior adalah 11-15
µm, di bagian ekuator 7 µm dan 4 µm di bagian posterior. Lensa memiliki variasi
indeks refraksi yaitu lebih tinggi di nukleus dibandingkan di korteks yang berfungsi
untuk kompensasi aberasi dari kornea. Komponen lensa sendiri terdiri dari kapsul,
epitel, korteks dan nukleus.[2]
a. Kapsul lensa[3]
Kapsul lensa merupakan membran elastis, tipis dan transparan dengan
bagian paling tebal adalah bagian anterior dan posterior dari zona ekuator,
bagian tipis adalah bagian tengah polus posterior. Kapsul lensa terbentuk dari
lamina basal yang tebal dan berasal dari epitel lensa. Kapsul lensa bersifat
aselular, terbentuk dari kolagen tipe-IV dan matriks ekstraselular sehingga
dapat berubah bentuk pada proses akomodasi.
b. Epitel lensa[3]
Epitel lensa terdapat pada permukaan anterior lensa dan terdiri dari
kumpulan sel kuboid. Aktivitas metabolisme lensa seperti sintesis
Deoxyribonucleic Acid (DNA), Ribonucleic Acid (RNA), protein dan lipid
serta pemecahan Adenosine Triphosphate (ATP) untuk menghasilkan energi
lensa. Zona germinatif di bagian ekuator lensa merupakan bagian epitel yang
aktif bermitosis. Sel epitel akan bermigrasi menuju bagian posterior lensa dan
berdiferensiasi menjadi sel serat di ekuator lensa.
Sel serat posterior lensa akan bergerak bersamaan dengan sel serat
anterior lensa hingga bertemu di titik tengah lensa yang disebut dengan sutura.
Sel akan berhenti memanjang saat sampai di sutura dan mendegradasi semua
organel seperti inti sel, mitokondria dan retikulum endoplasma.
c. Korteks lensa[3]
Lapisan terluar dari serat adalah lapisan paling baru dan membentuk
bagian korteks lensa. Korteks lensa akan tumbuh memadat mengeliling
nukelus lensa.
d. Nukleus[3]
Nukleus lensa merupakan bagian tengah lensa yang berkembang dari
masa embrionik hingga dewasa. Lensa akan membesar dan memadat
sepanjang kehidupan disebabkan oleh sel serat matur yang tertimbun di bagian
dalam lensa dan sel baru yang tetap memanjang dan berdiferensiasi.
b. Fisiologi4
Fisiologi lensa sangat berkaitan dengan ultrastrukturnya. Kapsul lensa
merupakan barier pertama proses diftisi ke dalam maupun ke luar lensa. Sel epitel
lensa berdekatan dengan kapsul lensa dan seperti sel epitel yang lain membran sel
bagian lateral tidak saling berlekatan namun saling berhubungan melalui gap junction
sehingga memungkinkan pertukaran dan transport ion serta metabolit dengan berat
molekul rendah antar sel molekul yaang berdekatan. Jalur utama pertukaran metabolit
antara sel epitel lensa dan sel serat lensa juga melalui gap junction dan melalui proses
endositotik.  Lensa mengatur osmolaritasnya dengan jalan memompa secara aktif ion
sodium.
Chloride dan air akan dialirkan masuk secara pasif. Lensa secara aktif
mernompa keluar ion natrium dan kalsium. Potasium secara aktif dipompa oleh epitel
masuk kedalam lensa. Setelah melewati epitel lensa potasium akan tersebar sampai ke
kapsul posterior dan akan meninggalkan kapsul posterior melalui difusi sederhana.
Model inilah yang mempertahankan konsentrasi gradien di dalam lensa mata. Sel
epitel lensa merupakan konhol terbesar transport dan difusi dari lensa mata.
Lensa mata juga memegang peranan dalam proses akomodasi. Fungsi
akomodasi lensa mata tergantung pada elastisitas lensa. Pada proses memfokuskan
bayangan .ke retina, lensa mata akan menebal atau memipih sesuai jarak bayangan.
Proses ini ditunjang oleh aktifitas Zonule of Zinn yang melekat pada pars plana corpus
ciliaris. Pada saat melihat benda yang jauh corpus ciliaris dalam kondisi relaxasi dan
lensa mata akan lebih pipih. Sedangkan saat melihat benda dekat, corpus ciliaris akan
berkontraksi dan lensa mata menjadi lebih tebal. Kapsul lensa sangat berperan dalam
menentukan elastisitas lensa. Elastisitas lensa akan menurun pada usia sekitar 40
tahun. Kondisi ini disebut presbiopia.
Dengan bertambahnya usia elastisitas lensa akan semakin menurun. Lensa
adalah organ yang avasculer. Seluruh nutrisi dan oksigen yang diperlukan lensa
diperoleh dari akueous humor atau korpus vitreus. Seluruh debris (waste product)
harus dikirim keluar lensa melalui proses difusi agar dapat terbawa oleh akueous
humor maupun korpus vitreus. Lensa bersifat transparan.
Dasar dari kejernihan lensa adalah pengaturan susunan serat lensa yang
sedemikian teratur dan homogen, dengan indeks refraksi pada bagian korteks dan pada
daerah nukieus. Untuk menjaga kejernihan lensa diperlukan metabolisme aktie dan
gangguan pada proses metabolisme ini akan menyebabkan kekeruhan lensa. Lensa
melakukan proses metabolisme (reaksi oksigen dengan glukosa) untuk menghasilkan
energl. Energi ini dipakai untuk berbagai kegiatan antara lain untuk mensintesa
protein, mempertatrankan suhu jaringan, untuk pompa transport aktif ion dan
sebagainya. Sebagian energi yang diproduksi digunakan untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik antara intraseluler dan ekstraseluler (balance osmotic) untuk
mempertatrankan kejernihan lensa. Bila keseimbangan terganggu akan terjadi osmotic
swelling. Didalam serat lensa terdapat konsenkasi ion Na2+ yang lebih rendah daripada
yang terdapat di akueous humor, namun konsentrasi  ion K+ lebih tinggi daripada di
dalam akueous humor. Kondisi ini harus tetap dipertahankan terutama oleh mernbran
sel dan bukan oleh kapsul lensa karena kapsul lensa bersifat sangat permeabel
terhadap semua molekul kecuali yan1 berukuran sangat besar. Pengaruh oksigen
terhadap keseimbangan ionik tergantung kepada keberadaan glukosa. Sel epitel lensa
memegang peranan yang paling dominan dalam mempertahankan keseimbangan
transport ion.

c. Pemeriksaan pada lensa mata5


Pemeriksaan pada lensa mata dilakukan:
1. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan central(visus), dan buta warna.
2. Melakukan pemeriksaan lapang pandang
3. Melakukan pemeriksaan otot ekstra okuler
4. Melakukan pemeriksaan segmen anterior dan organ aksesorisnya (kelopak mata
sampai lensa)
5. Melakukan pemeriksaan refleks fundus

2.2 Metabolisme pada Mata


a. Sorbitol pathway6
Jalur poliol glukosa dirubah menjadi sorbitol yaitu bentuk alkoholnya. Disini
seharusnya kemudian sorbitol dipecah menjadi fruktosa oleh enzym Polyol
Dehydrogenase, namun pada Diabetes Mellitus kadar enzym Polyol Dehydrogenase
rendah sehingga sorbitol menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini menyebabkan
terjadinya kondisi hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa
mata, merusak arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa (teori osmotik katarak
pada Diabetes Mellitus).

b. Metabolisme galaktosa7
Galaktosa dalam makanan dimetabolis terutama melalui fosforilasi menjadi
galaktosa I-fosfat, lalu perubahan menjadi UDP-galaktosa dan glukosa 1-fosfat
(Gambar 1). Rute tersebut adalah jalan yang tidak langsung. Fosforilasi galaktosa,
yaitu reaksi penting pertama dalam jalur tersebut, dilakukan oleh kinase spesifik, yaitu
galaktokinase. Pembentukan UDP-galaktosa disempurnakan melalui pertukaran
galaktosa dalam galaktosa 1-fosfat dengan glukosa pada UDP-glukosa. Enzim yang
mengkatalisis reaksi ini disebut galaktosa 1-fosfat uridililtransferase. UDP-Galaktosa
kemudian diubah menjadi UDP-glukosa oleh UDP-glukosa epimerase yang bersifat
reversibel. Hasil bersih urutan reaksi ini adalah bahwa galaktosa diubah menjadi
glukosa 1- fosfat.

Enzim untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa 1-fosfat terdapat di banyak


jaringan, termasuk eritrosit dewasa, fibroblas, dan jaringan janin. Hati memiliki
aktivitas enzim ini dalam jumlah besar, dan dapat mengubah galaktosa makanan
menjadi glukosa darah dan glikogen. Oleh karena itu, nasib galaktosa dari makanan,
seperti nasib fruktosa, setara dengan nasib glukosa. Kemampuan bayi untuk
memetabolis galaktosa lebih besar daripada orang dewasa. Bayi baru lahir menelan
hampir I g galaktosa per kg per sekali makan (sebagai laktosa). Namun kecepatan
metabolisme sedemikian tinggi sehingga kadar galaktosa dalam sirkulasi sistemik
kurang dari 3 mg/dL, dan tidak ada galaktosa yang keluar melalui urin.

Galaktosa mengalami fosforilasi menjadi galaktosa 1-fosfat oleh


galaktokinase. Galaktosa 1-fosfat bereaksi dengan UDP-glukosa untuk membebaskan
glukosa 1-fosfat. Dengan demikian galaktosa dapat diubah menjadi glukosa darah,
masuk ke jalur glikolisis, atau masuk ke semua rute metabolik untuk glukosa. Pada
galaktosemia klasik, terjadi defisiensi galaktosa 1-fosfat uridililtransferase
(diperlihatkan dalam warna abu-abu) yang menyebabkan penimbunan galaktosa 1-
fosfat dalam jaringan dan munculnya galaktosa dalam darah dan urin. Pada
galaktosemia nonklasik, terjadi defisiensi galaktokinase yang menyebabkan
penimbunan galaktosa.

c. Kelainan metabolisme pada gangguan mata8


1. Retinopati Diabetik 
Pada penyakit sindrom metabolik, mekanisme yang terkait peningkatan
stres oksidatif yang menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS), resistensi insulin
dan inflamasi menunjukkan keterkaitan yang berhubungan pada perkembangan
dan peningkatan retinopati diabetik. Pertama, kondisi hiperglikemia yang
diinduksi kelebihan produksi superoksida oleh rantai transpor elektron
mitokondria mempercepat stres oksidatif yang selanjutnya mengaktifkan kaskade
peristiwa metabolik yang merusak seperti peningkatan fluks jalur poliol,
peningkatan pembentukan produk akhir glikasi lanjutan (AGE: advanced
glycation end products), aktivasi isoform protein kinase C (PKC) dan peningkatan
fluks jalur heksosamin. Pembentukan ROS yang melebihi kapasitas antioksidan
selular, meningkatkan kerusakan membran struktur dan fungsinya yang mengarah
pada peningkatan permeabilitas, dan modifikasi DNA dan protein yang mengarah
ke apoptosis, mutasi dan kekakuan protein yang tua. Peningkatan dari stres
oksidatif juga dikontribusikan oleh peningkatan NAD(P)H vaskular sebagai efek
dari peningkatan angiotensin II dan aldosterone pada kondisi hipertensi, dan
hiperleptinemia pada obesitas.
Proses kedua, dndividu dengan sindrom metabolik akan melepaskan insulin
dalam kadar tinggi untuk mempertahankan homeostasis glukosa untuk melawan
resistensi insulin. Peningkatan ini kemudian mengarah pada akumulasi leukosit di
dalam pembuluh retina yang akhirnya menyebabkan penyumbatan kapiler.
Dislipidemia dan hipertensi juga berkontribusi terhadap akumulasi ini. Penyebab
ketiga, banyak komponen sitokin inflamasi juga telah terlibat pada retinopati
diabetik. Pada tahap awal, sel inflamatori akan terakumulasi dalam pembuluh
retina. Interaksi antara molekul adhesi endotel intraseluler 1 (ICAM-1) dan
leukosit 2-integrin sangat penting menyebabkan perlekatan yang kuat.  Didalilkan
bahwa leukosit yang terperangkap dalam proses ini menyebabkan non-perfusi.
Selain itu, dilaporkan bahwa disfungsi dan kerusakan endotel menyebar pada
sindrom metabolik dan memainkan peran penting dalam perkembangan retinopati
diabetik. 
2. Katarak 
Mekanisme utama yang terlibat dalam formasi katarak dari sindrom
metabolik adalah stres oksidatif, ketidakseimbangan osmotik, dan glikasi protein
non-enzimatik, dimana sindrom metabolik memerankan peran penting dalam
membuat mekanisme fisiologis ini terjadi. Hiperglikemia menyebabkan katarak
melalui peningkatan glikasi non-enzimatik protein lensa, stres oksidatif, dan
aktivasi jalur poliol dengan akumulasi sorbitol. Stres oksidatif juga ditemukan
berefek pada laju pemendekan telomer leukosit, penanda terjadinya
katarakogenesis. 
a) Age-related Macular Degeneration (AMD)
Mekanisme bagaimana sindrom metabolik mengarah ke AMD belum
diketahui dengan baik, tetapi ditemukan bahwa peningkatan norepinefrin dapat
menjadi faktor etiologi umum untuk kedua penyakit ini, di mana peradangan
kronis dan disregulasi sistem kekebalan dapat menjadi mekanisme yang terlibat,
tetapi mungkin juga menjadi penyebabnya. berbeda di antara 2 penyakit ini.
individu dengan pensinyalan norepinefrin tinggi mungkin berada dalam mode
respons ‘fight or flight’' yang berkelanjutan dan karenanya memengaruhi proses
homeostatis dalam tubuh. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap berbagai
penyakit termasuk kondisi autoimun seperti lupus eritematosus sistemik.
norepinefrin mengatur jalur molekuler intraseluler seperti jalur mitogen-activated
protein kinase (MAPK) yang berperan dalam patogenesis SLE tetapi ini belum
dievaluasi untuk AMD.
4. Glaukoma 
Diabetes dapat menyebabkan glaukoma dengan meningkatkan tekanan
intraokular (IOP: intraocular pressure) atau kerusakan secara langsung. Disfungsi
otonom akibat diabetes dan pengerasan kornea akibat ikatan silang kolagen
kornea yang diinduksi oleh glikasi telah terbukti meningkatkan IOP. Kerusakan
langsung merupakan hasil  stres oksidatif dari diabetes dan disfungsi vaskular
pembuluh darah kecil yang menyuplai saraf optik dan pada akhirnya dapat
menyebabkan perubahan glaukoma. Hipertensi menyebabkan OAG (open angle
glaucoma) melalui peningkatan perfusi arteri siliaris yang menyebabkan
peningkatan produksi cairan akuos. Kemungkinan kedua adalah pembuluh
aterosklerotik yang menyuplai saraf optik menyebabkan perubahan glaukoma.
Tidak ada hubungan yang jelas antara dislipidemia dan glaukoma. namun statin
telah ditemukan meningkatkan fasilitas aliran keluar cairan akuos dan penelitian
lain telah menunjukkan bahwa individu yang dirawat karena hiperlipidemia
memiliki penurunan risiko OAG. Obesitas dapat dikaitkan dengan OAG karena
lemak orbital yang berlebihan dan peningkatan viskositas darah dapat
meningkatkan tekanan vena episkleral dan mengurangi aliran keluar cairan akuos
dan dengan demikian meningkatkan tekanan intra-okuler. Hiperleptinemia juga
dapat menyebabkan stres oksidatif dan dapat mempengaruhi fungsi jalinan
trabekuler.
5. Perubahan Mikrovaskular Retina 
Beberapa penelitian telah meneliti hubungan sindrom metabolik dengan
perubahan mikrovaskuler retinal. Pasien dengan sindrom metabolik lebih
cenderung memiliki arteriovenous nicking, penyempitan arteriol fokal,
peningkatan refleks dinding arteriol, retinopati dan diameter arteriol yang lebih
kecil.

2.3 Vaskularisasi mata9


Bola mata mendapat darah arterial dari a. oftalmika yang merupakan cabang dari
a. karotis interna.

1) Vaskularisasi Retina

Lapisan serebral retina mendapat darah dari a. retina sentral, yang


merupakan cabang a.oftalmika. Arteri retina sentral menembus saraf optik dan
bercabang-cabang pada papil N II menjadi 4 cabang utama, yaitu retina temporal
superior dan inferior; serta retina nasal superior dan inferior. 

Arteri retina temporal superior dan inferior mempunyai cabang ke makula.


Sebenarnya arteria yang disebutkan tadi merupakan arteriola. 

Epitel pigmen dan lapisan fotoreseptor mendapat darah dari koriokapiler.


Dengan demikian bila a. retina sentral tersumbat, maka lapisan serebral tidak akan
mendapat darah sehingga terjadi kebutaan walaupun sel fotoreseptor masih
mendapat pasokan darah dari koriokapiler. Demikian pula sebaliknya bila terjadi
ablasi retina juga akan terjadi kebutaan karena sel fotoreseptor tidak mendapat
darah koriokapiler walaupun lapisan serebral masih mendapat pasokan darah dari
a.retina sentral yang utuh.

2) Vaskularisasi Uvea
Uvea mendapatkan pasokan darah dari sirkulasi silier yang merupakan
cabang dari a. oftalmika. Sirkulasi silier terdiri atas 3 kelompok pembuluh, yaitu
20 arteriae siliares posteriores breves, 2 arteriae siliares posteriores longi, dan 7
arteriae siliares anteriores, yang memberi cabang a. konjungtivalis. 

Aa. siliares posteriores breves menembus sklera di sekitar saraf optik, dan
memberi darah ke koroid, lapisan vasa besar dan koriokapiler. Aa. siliares
posteriores longi terdiri dari 2 cabang, yang satu memasuki sklera dari sisi
temporal dan yang satu nasal. Keduanya berjalan ke depan di antara sklera dan
koroid menuju ke badan silier. Pada akar iris arteriae ini membentuk sirkulus
iridis major. Cabang-cabang sirkulus iridis major akan menuju pupil untuk
membentuk sirkulus iridis minor. 

Arteriae siliares anteriores berjalan ke depan di sepanjang keempat mm.


recti dan menembus sklera 5 – 6 mm di belakang limbus. Kemudian arteriae ini
mempercabangkan diri sebagai lapisan pembuluh darah perilimbal, konjungtival,
dan skleral. Aa. siliares anteriores ini juga beranastomosis dengan aa. siliares
posteriores longi, sehingga juga ikut membentuk sirkulus iridis major.

3) Drainase Venosa

Hampir seluruh darah dari uvea anterior dan posterior mengalami drainase
lewat venae vorticosae (biasanya ada 4, kadang 6 buah). Vena siliaris anterior
mengembalikan darah yang berasal dari badan silier. Untuk retina terdapat vena
retina sentral dengan cabang-cabangnya yang sesuai dengan arteri retina sentral.

2.4 Katarak
a. Definisi10
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.

b. Klasifikasi11
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 
1. Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga
berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak
kongenital disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic
Posterior Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada
glaukoma infantil).
2. Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak
senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
a) Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat
dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral,
namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit
untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus
lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks
refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia
dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut
sebagai second sight.
b) Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris,
dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap
penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan
slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik
yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa
mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
c) Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh. 

c. Stadium [atirah, ida]


1. Iminens/insipiens[12]
Pada stadium ini kekeruhan lensa mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Lensa bengkak karena
termasuki air, kekeruhan lensa masih ringan. Di dalam korteks vakuol mulai terlihat.
Kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, dimana celah terbentuk antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni). Kekeruhan
menyebabkan poliopia karena indeks refraksi yang berbeda pada semua bagian lensa.
Bentuk ini dapat menetap untuk waktu yang lama, dengan visus biasanya > 6/60. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata
normal, serta shadow test negatif. 
2. Imatur[13]
Tahap berikutnya dari insipien, dimana opasitas lensa bertambah, tetapi belum
mengenai seluruh lapis lensa dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60.
Cairan lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif, iris menjadi terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik
mata sempit dan sering terjadi glaukoma sekunder akibat lensa mencembung, menjadi
hambatan pupil. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif. 
3. Matur[14]
Jika katarak dibiarkan, maka kekeruhan lensa menjadi seluruhnya, dapat
karena deposisi ion Ca yang menyeluruh dan visus menurun drastis menjadi 1/300
2+

atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan
didapatkan shadow test negatif. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan
maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. akan
terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan
iris pada lensa yang keruh, sehingga didapatkan shadow test iris negatif. 
4. Hipermatur[15]
Pada tahap akhir, kataarak sudah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi
turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat
menurun hingga bisa mencapai 0, komplikasi yang dapat terjadi berupa uveitis dan
glaukoma. Massa lensa yang keluar dari kapsulnya, menjadikan lensa mengecil,
berwarna kuning dan kering. Kadang-kadang pengkerutan berlanjut sehingga
hubungan dengan zonula Zinii menjadi kendor. Bila proses katarak berlanjut disertai
kapsul tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, sehingga
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini disebut katarak
Morgagni. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut
bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.

d. Etiologi10
Beberapa faktor Etiologi pada katarak, yaitu :
a. Usia
Katarak pada umumnya terjadi karena proses penuaan. Proses penuaan
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh, umumnya terjadi pada umur diatas
50 tahun.
b. Trauma mata
Katarak akibat trauma mata dapat terjadi pada semua umur. Trauma atau
cedera pada mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa. Pada keadaan ini
dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa mencembung dan mengeruh.
c. DM
Pembentukan katarak yang terkait dengan diabetes sering terjadi karena
kelebihan kadar sorbitol (gula yang terbentuk dari glukosa), yang membentuk
penumpukan dalam lensa dan akhirnya membentuk kekeruhan lensa.
d. Hipertensi
Hipertensi memainkan peranan penting terhadap perkembangan katarak.
Hipertensi bisa menyebabkan konformasi struktur perubahan protein dalam kapsul
lensa, sehingga memperburuk pembentukan katarak, sehingga dapat memicu katarak.
e. Genetik
Faktor genetik atau keturunan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya katarak. Sebab beberapa kelainan genetik yang diturunkan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan resiko katarak,
seperti kelainan kromosom mampu mempengaruhi kualitas lensa mata sehingga dapat
memicu katarak

e. Patofisiologi16
Lensa adalah struktur transparan yang terdiri dari serat (sel epitel
termodifikasi) yang tertutup dalam struktur membran yang disebut kapsul lensa.
Materi lensa terdiri dari dua bagian utama:
a) Cortex (bagian superfisial) - mengandung serat yang lebih muda
b) Nukleus (bagian yang lebih dalam) - mengandung serat yang lebih tua
Banyak proses degeneratif, mengubah sifat dan membekukan protein lensa
yang ada dalam serat lensa dengan mekanisme yang berbeda, yang mengakibatkan
hilangnya transparansi dan, akhirnya, pembentukan katarak. Berbagai mekanisme
yang terlibat adalah sebagai berikut:
a) Gangguan yang terjadi pada semua tingkat pertumbuhan lensa (katarak
kongenital)
b) Metaplasia fibrosa dari epitel lensa (katarak subkapsular)
c) Hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal)
d) Deposisi pigmen tertentu, yaitu urochrome (katarak nuklir)
Semua proses ini pada akhirnya mengarah ke lensa buram di belakang pupil,
sehingga sangat sulit bagi pasien untuk melakukan aktivitas rutin.

f. Manifestasi klinis16
Temuan berikut dapat diketahui selama pemeriksaan mata menyeluruh
tergantung pada bagian lensa yang terlibat:
 Ketajaman Visual:
 Menurun secara sepihak atau bilateral tergantung pada mata yang terkena
 Katarak Kortikal

 Opasitas berbentuk baji dengan bidang lensa yang jelas sebagian besar
terdapat di pinggiran (katarak kortikal yang baru jadi)
 Opasitas berbentuk baji yang berkembang dengan baik (katarak kortikal
progresif)
 Opasitas tingkat lanjut dengan lensa keabu-abuan, korteks bening, dan
bayangan iris (katarak kortikal imatur)
 Temuan stadium imatur tetapi dengan lensa bengkak akibat penumpukan
cairan membuat bilik anterior dangkal (katarak kortikal intumescent)
 Seluruh korteks buram dengan tidak adanya bayangan iris (katarak kortikal
matang)
 Kantong cairan susu dengan inti lensa yang ada di bagian bawah karena
pencairan korteks tanpa bayangan iris dan ruang anterior yang dangkal
(katarak kortikal hipermatur)

 Katarak Nuklir

 Lensa coklat tua atau hitam dengan bayangan iris


 Tidak ada tampilan fundamental karena keburaman gelap di tengah terhadap
cahaya merah
 Tidak ada gambar Purkinje keempat

 Penyakit Sistemik

 Diabetes mellitus:  kekeruhan kortikal kepingan salju klasik 


 Distrofi miotonik:  Katarak kortikal pohon Natal yang kemudian berkembang
menjadi kekeruhan kortikal dan subkapsular berbentuk baji yang menyerupai
konformasi seperti bintang 
 Dermatitis atopik:  karakteristik plak subkapsular anterior padat seperti
perisai 
 Neurofibromatosis tipe 2: kekeruhan campuran; bisa subkapsular, kapsul atau
kortikal

g. Prognosis17
Prognosis katarak bergantung pada beberapa faktor seperti:

Tingkat gangguan penglihatan, jenis katarak, waktu intervensi, cara intervensi,


kualitas hidup, katarak pada mata secara unilateral atau bilateral, dan adanya penyakit
sistemik lain

Dalam kebanyakan kasus, operasisangat efektif mengembalikan penglihatan.


Adanya penyakit sistemik lain, waktu intervensi, dan cara pembedahan dapat menjadi
faktor dalam menentukan hasil visual. Studi terbaru mengungkapkan bahwa dalam
sebagian besar kasus, prognosis sangat baik setelah operasi hampir 70 sampai 80%.
Sebagian besar pasien menunjukkan hasil yang sangat baik setelah operasi jika mereka
secara ketat mengikuti petunjuk pasca operasi dan regimen pengobatan yang
disarankan oleh dokter mata.

h. Tatalaksana9
1) Non-Bedah
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual
untuk sementara waktu. Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai
tatalaksana medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum
ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan
pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat
memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian
aspirin, antioksidan vitamin C dan E.
2) Bedah
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah
keinginan pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus
penderita. Beberapa hal yang penting untuk dievaluasi sebelum dilakukan
pembedahan adalah sebagai berikut. Riwayat kesehatan secara umum merupakan
awal dari persiapan pra operasi katarak. Penggalian dan pemeriksaan harus
meliputi semua sistem, adanya penyakit sistemik, dan kemungkinan adanya alergi
obat. Riwayat kesehatan mata sangat penting untuk menentukan prognosis dan
hasil operasi, misalnya adanya riwayat trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma,
kelainan nervus optikus, atau penyakit retina. Bagi penderita yang sudah pernah
menjalani operasi katarak sebelumnya, penting untuk menanyakan jenis operasi
yang pernah dilakukan, ada tidaknya permasalahan maupun komplikasi pasca operasi.
Keputusan untuk melakukan operasi katarak lebih didasarkan pada fungsi visual
terhadap aktivitas sehari-hari. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan merupakan
pertimbangan penting sebelum melakukan operasi. Kemampuan dan ketaatan pasien
untuk patuh terhadap terapi dan beberapa larangan pasca operasi harus
dikemukakan sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan operasi.
Pemeriksaan eksternal sebelum operasi meliputi penilaian motilitas bola
mata, pupil, dan semua organ tambahan mata. Pemeriksaan slitlamp dilakukan
untuk menilai kondisi konjungtiva, kornea, kamera okuli anterior, iris, dan lensa
itu sendiri. Pemeriksaan fundus dilakukan dengan oftalmoskop direk untuk
menilai kondisi segmen posterior bola mata. Pemeriksaan fungsi visual meliputi
pemeriksaan visus, sensitivitas kontras, dan lapang pandangan. Pemeriksaan lain yang
paling sering dilakukan adalah pemeriksaan biometri yang dilakukan untuk
menghitung kekuatan lensa tanam. Panjang bola mata harus dihitung secara akurat
dengan USG. Selain itu, kekuatan kornea juga harus dihitung dengan keratometri atau
topografi kornea. Informasi-informasi yang disampaikan biasanya meliputi prosedur
tindakan secara lengkap mulai persiapan hingga risiko tindakan yang mungkin
terjadi.
3) Tindakan Bedah Pada Katarak
 Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK, operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan, merupakan metode operasi katarak paling populer sebelum
penyempurnaan operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di
tempat dimana tidak dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti
mikroskop operasi. EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang
tidak stabil, menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi
mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena
trauma, sedangkan kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien
merupakan penderita myopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan
vitreus masuk ke kamera okuli anterior. Beberapa keuntungan EKIK jika
dibandingkan dengan Ektraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK) adalah pada
EKIK tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh lensa
dan kapsul tanpa meinggalkan sisa, memerlukan peralatan yang relatif
sederhana daripada EKEK, sehingga lebih mudah dilakukan, dan
pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan
kacamata +10 dioptri. Namun demikian, EKIK juga memiliki beberapa
kerugian yaitu penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang
dilakukan, pemulihan penglihatan yang lama, merupakan pencetus
astigmatisma, dan dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.
 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
EKEK adalah tehnik operasi katarak dengan membuang nukleus
dan korteks lensa melalui kapsula anterior. Pada operasi EKEK, kantong
kapsul (capsular bag) ditinggal sebagai tempat untuk menempatkan lensa
tanam (intra ocular lens atau IOL). Tehnik ini merupakan suatu gebrakan
dalam operasi katarak modern yang memiliki banyak keuntungan karena
dilakukan dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih
kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma lebih kecil dibanding
EKIK, dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. Operasi EKEK
tidak boleh dilakukan apabila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat
untuk membuang nukleus dan korteks lensa, sehingga harus dipilih teknik
operasi katarak yang lain.
 Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Sejak pertama kali dilakukan, tehnik operasi katarak ekstrakapsuler
berkembang pesat dalam waktu 30 tahun terakhir. SICS merupakan suatu
tehnik operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan yang nyata
dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang
kecil sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi.
Di samping itu, SICS juga memungkinkan dilakukan dengan anestesi
topikal. Penyembuhan yang relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma yang
lebih kecil juga merupakan keunggulan SICS dibanding EKEK. Keuntungan
manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara lain adalah
kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi can
opener, instrumentasi lebih sederhana, merupakan alternatif utama
bilaoperasi fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu
pembedahan lebih singkat, dan secara ekonomis lebih murah. Bagi operator
pemula, indikasi manual SICS apabila dijumpai sklerosis nukleus derajat II dan
III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis. Bagi operator
yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani secara
mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada
kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium
sehat, kedalaman bilik mata edepan cukup, dilatasi pupil yang cukup,
zonula yang utuh, tipe katarak kortikal , atau sklerosis nuklear derajat II
dan III.
 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi
Tehnik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat
disebut “tip“ yang dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus
dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda dengan EKEK konvensional.
Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih ringan sehingga
penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, di samping perbaikan
penglihatan juga lebih baik. Astigmat pasca bedah katarak bisa diabaikan.
Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat
operasi bisa lebih serius.
i. Pencegahan16

Para pasien harus mendapatkan pendidikan tentang:

 Faktor resiko penyakit


 Komplikasi penyakit
 Pilihan pengobatan penyakit
 Komplikasi pembedahan
 Kebutuhan rutin untuk tindak lanjut

Grafik ketajaman visual dan pemeriksaan slit-lamp harus digunakan secara


teratur pada setiap tindak lanjut untuk mendeteksi gangguan ketajaman penglihatan
setelah katarak atau komplikasi operasi. Pasien harus disarankan untuk memakai
kacamata di bawah sinar matahari untuk menghindari kerusakan akibat sinar
ultraviolet. Evaluasi sistemik yang menyeluruh disarankan untuk menyingkirkan
penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan.

2.5 Katarak diabetik


a. Definisi15
Katarak diabetes merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit
diabetes mellitus. Katarak pada pasien diabetes mellitus terjadi dalam tiga bentuk
yaitu pertama pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata,
akibatnya lensa akan terlihat keruh berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang apabila terjadi
rehidrasi dan kadar gula normal kembali. Beberapa pendapat menyatakan bahwa
diabetes mellitus dapat meningkatkan insiden maturasi katarak yang lebih cepat pada
pasien diabetes.

b. Etiologi18
Teori klasik mekanisme terjadinya katarak diabetes yang sampai saat ini masih
dianut adalah teori osmotik katarak. Lensa mata adalah organ avaskuler yang terletak
di bilik mata belakang dan dibagian depan dikelilingi oleh cairan akuoeus. Cairan
akuos ini merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan juga berfungsi sebagai penampung
hasil metabolit yang diekskresi oleh jaringan sekitarnya. Berbeda dengan pada sel
yang lain glukosa dapat masuk ke dalam lensa mata dengan bebas, melalui proses
difusi tanpa bantuan insulin. Di dalam lensa pemecahan glukosa sebagian besar (78%)
melalui jalur glikolisis anaerobik, 14% melalui jalur pentosa fosfat dan sekitar 5%
melalui jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat jenuh,
dan glukosa akan memilih jalur poliol.
Katarak pada diabetes terjadi melalui tiga jalur, yaitu akibat peningkatan
aktifitas enzim aldose reduktase, melalui proses glikasi nonenzimatik dimana glukosa
yang mempunyai senyawa reaktif karbonil (C=O) akan berikatan dengan gugus amino
protein kristalin lensa (-NH2), dan pada kadar glukosa darah yang tinggi akan terjadi
proses glukooksidasi yang menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif.

c. Patofisiologi18
Patofisiologi terjadinya katarak diabetik pada penderita diabetes mellitus
sampai saat ini masih dianut adalah teori osmotik katarak.. Lensa mata adalah organ
avaskuler yang terletak di bilik mata belakang dan dibagian depan dikelilingi oleh
cairan mata (humor aqueous). Cairan akuos merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan
juga berfungsi sebagai penampung hasil metabolit yang diekskresi oleh jaringan mata.
Berbeda dari sel lainnya, glukosa dapat masuk kedalam lensa dengan bebas, secara
difusi dan tanpa bantuan insulin. Didalam lensa pemecahan glukosa sebagian besar
(78%) melalui jalur glikolisis anaerobik, 14% melalui jalur pentosa fosfat dan sekitar
5% melalui jalur poliol. Ketika terjadi hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat
jenuh sehingga glukosa akan memilih jalur poliol. 

Pada jalur poliol glukosa diubah menjadi bentuk alkoholnya, yaitu sorbitol.
Normalnya kemudian sorbitol dipecah menjadi fruktosa oleh enzim Polyol
Dehydrogenase, namun pada kondisi DM kadar enzim ini rendah sehingga sorbitol
menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya kondisi
hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa mata, merusak
arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa (teori osmotik katarak pada DM).
Mekanisme toksisitas glukosa pada DM yang menyebabkan terjadinya katarak
diabetik pada dasarnya dapat melalui tiga jalur, pertama: akibat peningkatan aktivitas
enzim aldose reduktase yang menyebabkan terbentuknya gula alkohol, sorbitol dan
galaktitol pada lensa kristalin; kedua: melalui proses glikasi nonenzimatik dimana
glukosa yang mempunyai senyawa reaktif karbonil (C=O) akan menyebabkan
penurunan tingkat kelarutan protein; ketiga: pada kadar glukosa darah yang tinggi
akan terjadi proses glukooksidasi yang menyebabkan terjadinya kondisi stres
oksidatif. Pada DM reaksi glikasi nonenzimatik dapat terjadi pada kapsul, sel epitel
maupun serat fiber lensa.
d. Diagnosis19
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar
katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur
atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium
perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi
maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli menjadi
semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi
fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil
mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin,
tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti
adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat
berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Pada pasien diabetes, diperiksa juga
kadar glukosa darahnya.

e. Pemeriksaan penunjang20
Pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dilakukan untuk menyingkirkan
adanya kelainan lain pada mata selain katarak. Pemeriksaan tambahan yang bisanya
dilakukan adalah biometri untuk mengukur power dari IOL (intraocular lense) jika
pasien akan dioperasi dan retinometri untuk mengetahui prognosis dari tajam
penglihatan setelah operasi. Pemeriksaan lain termasuk level glukosa darah, tes fungsi
renal juga diperlukan.
2.6 Retinopati diabetik
a. Definisi21
Retinopati diabetika adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus berupa aneurismata,
melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.

b. Etiologi22
Retinopati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah tinggi yang
berkepanjangan. Seiring waktu, kadar glukosa yang tinggi dapat melemahkan dan
merusak pembuluh darah kecil di dalam retina.
Hal ini dapat menyebabkan perdarahan, eksudat, dan bahkan pembengkakan
retina. Ini kemudian membuat retina kekurangan oksigen, dan pembuluh abnormal
dapat tumbuh. Kontrol glukosa darah yang baik membantu menurunkan risiko
retinopati diabetes.

c. Manifestasi klinis23
Retinopati diabetes adalah salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes
melitus (DM). Penurunan penglihatan yang terjadi akibat masalah vaskularisasi retina
terjadi secara progresif. Retinopati merupakan gejala DM yang paling utama pada
mata. Gejala subjektif yang umumnya ditemukan dapat berupa kesulitan membaca,
penglihatan kabur, penglihatan tibatiba menurun pada satu mata, melihat
lingkaranlingkaran cahaya atau bintik gelap. Secara objektif, pada RD dapat
ditemukan adanya mikroaneurisma terutama pada daerah vena, perdarahan dalam
bentuk titik, garis maupun bercak, dilatasi pembuluh darah balik dengan lumen
ireguler, hard exudate, soft exudates, neovaskularisasi, edema retina dan
hiperlipidemia pada retina.

7. Age-related Macular Degeneration (AMD) / degenerasi macula


a. Definisi24
Degenerasi makula terkait usia (Age-related macular degeneration AMD)
adalah penyakit retina mempengaruhi makula pada retina sehingga dapat pengelihatan
utama yang kita gunakan untuk melihat lurus ke depan sehingga gambaran fokus suatu
titik menjadi tidak jelas. Ini diperlukan untuk mengenali wajah, membaca buku atau
menggunakan layar ponsel, menonton televisi, menjahit, menyiapkan makanan,
mengemudi, menavigasi tangga dengan aman, dan melakukan tugas sehari-hari
lainnya yang kita anggap biasa. Jika makula rusak, gambarnya ada tetapi titik halusnya
tidak jelas.

b. Klasifikasi9
AMD ada 2 macam, yaitu tipe  non-eksudatif  (kering)  dan  tipe  eksudatif  (basah).
a) Degenerasi makula noneksudatif

Pada gambaran fundus, makula tampak lebih kuning/pucat


(normalnya macula berwarna lebih gelap daripada daerah di sekitarnya)
dikelilingi oleh bercak-bercak di sekitar makula, dan pembuluh darah
tampak melebar. Bercak-bercak ini disebut drusen, yaitu tanda yang khas
berbentuk bulat, berwarna kekuningan.

b) Degenerasi macula eksudatif


Pada keadaan ini terjadi pembentukan pembuluh darah baru subretinal dan
terjadi kerusakan makula yang disertai eksudat. Cairan serosa dari koroid
bocor melalui defek yang terjadi pada membran Bruch sehingga
menyebabkan pelepasan epitel pigmen. Pemeriksaan fundus menunjukkan
adanya perdarahan dan eksudat subretinal, lesi berwarna hijau keabu-abuan
pada makula, dan tampak adanya neovaskularisasi.

8. Studi kasus
a. Patofisiologi diabetes terhadap masalah penglihatan25
Kelainan sistemik yang dapat mempengaruhi mata terutama gangguan
metabolik pada tubuh, yang ikut bermanifestasi pada mata adalah penyakit diabetes.
Ketika tubuh mengalami hiperglikemia, yaitu kondisi kadar glukosa yang tinggi dari
normal, kadar glukosa yang tinggi juga terdapat di cairan humor aqueous, yang
menyebar ke lensa. Metabolisme glukosa pada mata yang melalui jalur sorbitol,
terakumulasi di dalam lensa, mengakibatkan overhidrasi osmotik sekunder lensa.
Dalam derajat ringan, keadaan ini dapat mempengaruhi indeks bias lensa, fluktuasi
refraksi sejalan dengan kadar glukosa plasma, hiperglikemia yang mengakibatkan
miopia dan bisa juga sebaliknya. Vakuola dari cairan kortikal berkembang dan
kemudian menjadi kekeruhan yang semakin meningkat opasitasnya (terang). Katarak
diabetes klasik, sebenarnya jarang terjadi, tampilan kekeruhan dari korteks seperti
kepingan salju dapat terjadi pada penderita diabetes usia muda, maturitas katarak
terjadi beberapa hari atau sembuh secara spontan. Katarak yang terkait usia bisa
muncul lebih awal pada diabetes mellitus. Kekeruhan nuklear biasa terjadi dan
cenderung berkembang lebih pesat.

b. Hubungan usia lanjut dan DM pada kasus [monika, bg radit]


Telah diketahui bahwa diabetes melitus merupakan salah satu penyakit
sistemik yang menyebabkan katarak.[26] Beberapa studi klinik telah menunjukkan
bahwa perkembangan katarak terjadi lebih sering dan lebih awal pada penderita
diabetes melitus dibanding penderita yang nondiabetes.[27]

c. Mekanisme terbentuk lapisan mata seperti cincin pada pemicu [zul, jo]
d. Hubungan pemberian insulin dalam jangka waktu 2 tahun dengan pasien pada
pemicu28
Pemberian insulin pada pasien menandakan bahwa terjadi peningkatan kadar
glukosa darah.

Peningkatan kadar glukosa darah menimbulkan efek patologi pada jaringan


tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam
selnya, sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring dengan
meningkatnya konsentrasi gula pada ekstraseluler, misalnya pada lensa mata dan
ginjal. Katarak pada pasien diabetes berkembang melalui jalur poliol, enzim aldose
reduktase (AR) mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol yang mengakibatkan
berkembangnya katarak. produksi sorbitol pada pasien diabetes lebih cepat
dibandingkan dengan banyaknya sorbitol yang dikonversi menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase sehingga terjadi penumpukan sorbitol di intraseluler. Selain itu,
pengeluaran sorbitol melalui difusi juga terhalang oleh sifat polar sorbitol.
peningkatan akumulasi sorbitol intraseluler menyebabkan terjadinya efek
hiperosmotik yang menyebabkan masuknya air ke dalam sel dan mengganggu gradien
osmotik sehingga menghasilkan degenerasi serat lensa hidropik dan membentuk
katarak.

e. Hubungan darah tinggi dengan kasus


Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa hipertensi memicu peningkatan
peradangan atau inflamasi sitokin seperti tumor necrosis faktor-alfa (TNF-α),
interleukin-6 (IL-6), yang berkaitan erat dengan peradangan sistemik serta
meningkatkan kadar C-reaktif protein (CRP) dan mendorong perkembangan katarak.
Katarak berhubungan dengan peradangan sistemik yang intens, maka jalur patologis
perkembangan katarak akibat hipertensi melalui mekanisme peradangan. Pada age-
related cataract, perkembangan katarak disebabkan oleh stress oksidatif, ditemukan
peranan dari peningkatan aktivitas pro-oxidative enzim Xanthine Oxidase (XO) dan
Myeloperoxidase (MPO) terhadap perkembangan katarak pada pasien dengan
hipertensi. Studi eksperimental lainnya menjelaskan pengaruh peningkatan Nitric
Oxide (NO) terhadap perkembangan katarak pada binatang eksperimen dengan
hipertensi.[29-32]

Anda mungkin juga menyukai