PEMBAHASAN
b. Metabolisme galaktosa7
Galaktosa dalam makanan dimetabolis terutama melalui fosforilasi menjadi
galaktosa I-fosfat, lalu perubahan menjadi UDP-galaktosa dan glukosa 1-fosfat
(Gambar 1). Rute tersebut adalah jalan yang tidak langsung. Fosforilasi galaktosa,
yaitu reaksi penting pertama dalam jalur tersebut, dilakukan oleh kinase spesifik, yaitu
galaktokinase. Pembentukan UDP-galaktosa disempurnakan melalui pertukaran
galaktosa dalam galaktosa 1-fosfat dengan glukosa pada UDP-glukosa. Enzim yang
mengkatalisis reaksi ini disebut galaktosa 1-fosfat uridililtransferase. UDP-Galaktosa
kemudian diubah menjadi UDP-glukosa oleh UDP-glukosa epimerase yang bersifat
reversibel. Hasil bersih urutan reaksi ini adalah bahwa galaktosa diubah menjadi
glukosa 1- fosfat.
1) Vaskularisasi Retina
2) Vaskularisasi Uvea
Uvea mendapatkan pasokan darah dari sirkulasi silier yang merupakan
cabang dari a. oftalmika. Sirkulasi silier terdiri atas 3 kelompok pembuluh, yaitu
20 arteriae siliares posteriores breves, 2 arteriae siliares posteriores longi, dan 7
arteriae siliares anteriores, yang memberi cabang a. konjungtivalis.
Aa. siliares posteriores breves menembus sklera di sekitar saraf optik, dan
memberi darah ke koroid, lapisan vasa besar dan koriokapiler. Aa. siliares
posteriores longi terdiri dari 2 cabang, yang satu memasuki sklera dari sisi
temporal dan yang satu nasal. Keduanya berjalan ke depan di antara sklera dan
koroid menuju ke badan silier. Pada akar iris arteriae ini membentuk sirkulus
iridis major. Cabang-cabang sirkulus iridis major akan menuju pupil untuk
membentuk sirkulus iridis minor.
3) Drainase Venosa
Hampir seluruh darah dari uvea anterior dan posterior mengalami drainase
lewat venae vorticosae (biasanya ada 4, kadang 6 buah). Vena siliaris anterior
mengembalikan darah yang berasal dari badan silier. Untuk retina terdapat vena
retina sentral dengan cabang-cabangnya yang sesuai dengan arteri retina sentral.
2.4 Katarak
a. Definisi10
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
b. Klasifikasi11
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga
berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak
kongenital disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic
Posterior Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada
glaukoma infantil).
2. Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak
senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
a) Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat
dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral,
namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit
untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus
lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks
refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia
dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut
sebagai second sight.
b) Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris,
dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap
penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan
slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik
yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa
mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
c) Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh.
atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan
didapatkan shadow test negatif. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan
maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. akan
terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan
iris pada lensa yang keruh, sehingga didapatkan shadow test iris negatif.
4. Hipermatur[15]
Pada tahap akhir, kataarak sudah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi
turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat
menurun hingga bisa mencapai 0, komplikasi yang dapat terjadi berupa uveitis dan
glaukoma. Massa lensa yang keluar dari kapsulnya, menjadikan lensa mengecil,
berwarna kuning dan kering. Kadang-kadang pengkerutan berlanjut sehingga
hubungan dengan zonula Zinii menjadi kendor. Bila proses katarak berlanjut disertai
kapsul tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, sehingga
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini disebut katarak
Morgagni. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut
bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.
d. Etiologi10
Beberapa faktor Etiologi pada katarak, yaitu :
a. Usia
Katarak pada umumnya terjadi karena proses penuaan. Proses penuaan
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh, umumnya terjadi pada umur diatas
50 tahun.
b. Trauma mata
Katarak akibat trauma mata dapat terjadi pada semua umur. Trauma atau
cedera pada mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa. Pada keadaan ini
dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa mencembung dan mengeruh.
c. DM
Pembentukan katarak yang terkait dengan diabetes sering terjadi karena
kelebihan kadar sorbitol (gula yang terbentuk dari glukosa), yang membentuk
penumpukan dalam lensa dan akhirnya membentuk kekeruhan lensa.
d. Hipertensi
Hipertensi memainkan peranan penting terhadap perkembangan katarak.
Hipertensi bisa menyebabkan konformasi struktur perubahan protein dalam kapsul
lensa, sehingga memperburuk pembentukan katarak, sehingga dapat memicu katarak.
e. Genetik
Faktor genetik atau keturunan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya katarak. Sebab beberapa kelainan genetik yang diturunkan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan resiko katarak,
seperti kelainan kromosom mampu mempengaruhi kualitas lensa mata sehingga dapat
memicu katarak
e. Patofisiologi16
Lensa adalah struktur transparan yang terdiri dari serat (sel epitel
termodifikasi) yang tertutup dalam struktur membran yang disebut kapsul lensa.
Materi lensa terdiri dari dua bagian utama:
a) Cortex (bagian superfisial) - mengandung serat yang lebih muda
b) Nukleus (bagian yang lebih dalam) - mengandung serat yang lebih tua
Banyak proses degeneratif, mengubah sifat dan membekukan protein lensa
yang ada dalam serat lensa dengan mekanisme yang berbeda, yang mengakibatkan
hilangnya transparansi dan, akhirnya, pembentukan katarak. Berbagai mekanisme
yang terlibat adalah sebagai berikut:
a) Gangguan yang terjadi pada semua tingkat pertumbuhan lensa (katarak
kongenital)
b) Metaplasia fibrosa dari epitel lensa (katarak subkapsular)
c) Hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal)
d) Deposisi pigmen tertentu, yaitu urochrome (katarak nuklir)
Semua proses ini pada akhirnya mengarah ke lensa buram di belakang pupil,
sehingga sangat sulit bagi pasien untuk melakukan aktivitas rutin.
f. Manifestasi klinis16
Temuan berikut dapat diketahui selama pemeriksaan mata menyeluruh
tergantung pada bagian lensa yang terlibat:
Ketajaman Visual:
Menurun secara sepihak atau bilateral tergantung pada mata yang terkena
Katarak Kortikal
Opasitas berbentuk baji dengan bidang lensa yang jelas sebagian besar
terdapat di pinggiran (katarak kortikal yang baru jadi)
Opasitas berbentuk baji yang berkembang dengan baik (katarak kortikal
progresif)
Opasitas tingkat lanjut dengan lensa keabu-abuan, korteks bening, dan
bayangan iris (katarak kortikal imatur)
Temuan stadium imatur tetapi dengan lensa bengkak akibat penumpukan
cairan membuat bilik anterior dangkal (katarak kortikal intumescent)
Seluruh korteks buram dengan tidak adanya bayangan iris (katarak kortikal
matang)
Kantong cairan susu dengan inti lensa yang ada di bagian bawah karena
pencairan korteks tanpa bayangan iris dan ruang anterior yang dangkal
(katarak kortikal hipermatur)
Katarak Nuklir
Penyakit Sistemik
g. Prognosis17
Prognosis katarak bergantung pada beberapa faktor seperti:
h. Tatalaksana9
1) Non-Bedah
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual
untuk sementara waktu. Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai
tatalaksana medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum
ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan
pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat
memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian
aspirin, antioksidan vitamin C dan E.
2) Bedah
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah
keinginan pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus
penderita. Beberapa hal yang penting untuk dievaluasi sebelum dilakukan
pembedahan adalah sebagai berikut. Riwayat kesehatan secara umum merupakan
awal dari persiapan pra operasi katarak. Penggalian dan pemeriksaan harus
meliputi semua sistem, adanya penyakit sistemik, dan kemungkinan adanya alergi
obat. Riwayat kesehatan mata sangat penting untuk menentukan prognosis dan
hasil operasi, misalnya adanya riwayat trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma,
kelainan nervus optikus, atau penyakit retina. Bagi penderita yang sudah pernah
menjalani operasi katarak sebelumnya, penting untuk menanyakan jenis operasi
yang pernah dilakukan, ada tidaknya permasalahan maupun komplikasi pasca operasi.
Keputusan untuk melakukan operasi katarak lebih didasarkan pada fungsi visual
terhadap aktivitas sehari-hari. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan merupakan
pertimbangan penting sebelum melakukan operasi. Kemampuan dan ketaatan pasien
untuk patuh terhadap terapi dan beberapa larangan pasca operasi harus
dikemukakan sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan operasi.
Pemeriksaan eksternal sebelum operasi meliputi penilaian motilitas bola
mata, pupil, dan semua organ tambahan mata. Pemeriksaan slitlamp dilakukan
untuk menilai kondisi konjungtiva, kornea, kamera okuli anterior, iris, dan lensa
itu sendiri. Pemeriksaan fundus dilakukan dengan oftalmoskop direk untuk
menilai kondisi segmen posterior bola mata. Pemeriksaan fungsi visual meliputi
pemeriksaan visus, sensitivitas kontras, dan lapang pandangan. Pemeriksaan lain yang
paling sering dilakukan adalah pemeriksaan biometri yang dilakukan untuk
menghitung kekuatan lensa tanam. Panjang bola mata harus dihitung secara akurat
dengan USG. Selain itu, kekuatan kornea juga harus dihitung dengan keratometri atau
topografi kornea. Informasi-informasi yang disampaikan biasanya meliputi prosedur
tindakan secara lengkap mulai persiapan hingga risiko tindakan yang mungkin
terjadi.
3) Tindakan Bedah Pada Katarak
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK, operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan, merupakan metode operasi katarak paling populer sebelum
penyempurnaan operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di
tempat dimana tidak dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti
mikroskop operasi. EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang
tidak stabil, menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi
mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena
trauma, sedangkan kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien
merupakan penderita myopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan
vitreus masuk ke kamera okuli anterior. Beberapa keuntungan EKIK jika
dibandingkan dengan Ektraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK) adalah pada
EKIK tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh lensa
dan kapsul tanpa meinggalkan sisa, memerlukan peralatan yang relatif
sederhana daripada EKEK, sehingga lebih mudah dilakukan, dan
pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan
kacamata +10 dioptri. Namun demikian, EKIK juga memiliki beberapa
kerugian yaitu penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang
dilakukan, pemulihan penglihatan yang lama, merupakan pencetus
astigmatisma, dan dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
EKEK adalah tehnik operasi katarak dengan membuang nukleus
dan korteks lensa melalui kapsula anterior. Pada operasi EKEK, kantong
kapsul (capsular bag) ditinggal sebagai tempat untuk menempatkan lensa
tanam (intra ocular lens atau IOL). Tehnik ini merupakan suatu gebrakan
dalam operasi katarak modern yang memiliki banyak keuntungan karena
dilakukan dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih
kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma lebih kecil dibanding
EKIK, dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. Operasi EKEK
tidak boleh dilakukan apabila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat
untuk membuang nukleus dan korteks lensa, sehingga harus dipilih teknik
operasi katarak yang lain.
Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Sejak pertama kali dilakukan, tehnik operasi katarak ekstrakapsuler
berkembang pesat dalam waktu 30 tahun terakhir. SICS merupakan suatu
tehnik operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan yang nyata
dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang
kecil sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi.
Di samping itu, SICS juga memungkinkan dilakukan dengan anestesi
topikal. Penyembuhan yang relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma yang
lebih kecil juga merupakan keunggulan SICS dibanding EKEK. Keuntungan
manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara lain adalah
kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi can
opener, instrumentasi lebih sederhana, merupakan alternatif utama
bilaoperasi fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu
pembedahan lebih singkat, dan secara ekonomis lebih murah. Bagi operator
pemula, indikasi manual SICS apabila dijumpai sklerosis nukleus derajat II dan
III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis. Bagi operator
yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani secara
mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada
kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium
sehat, kedalaman bilik mata edepan cukup, dilatasi pupil yang cukup,
zonula yang utuh, tipe katarak kortikal , atau sklerosis nuklear derajat II
dan III.
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi
Tehnik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat
disebut “tip“ yang dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus
dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda dengan EKEK konvensional.
Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih ringan sehingga
penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, di samping perbaikan
penglihatan juga lebih baik. Astigmat pasca bedah katarak bisa diabaikan.
Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat
operasi bisa lebih serius.
i. Pencegahan16
b. Etiologi18
Teori klasik mekanisme terjadinya katarak diabetes yang sampai saat ini masih
dianut adalah teori osmotik katarak. Lensa mata adalah organ avaskuler yang terletak
di bilik mata belakang dan dibagian depan dikelilingi oleh cairan akuoeus. Cairan
akuos ini merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan juga berfungsi sebagai penampung
hasil metabolit yang diekskresi oleh jaringan sekitarnya. Berbeda dengan pada sel
yang lain glukosa dapat masuk ke dalam lensa mata dengan bebas, melalui proses
difusi tanpa bantuan insulin. Di dalam lensa pemecahan glukosa sebagian besar (78%)
melalui jalur glikolisis anaerobik, 14% melalui jalur pentosa fosfat dan sekitar 5%
melalui jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat jenuh,
dan glukosa akan memilih jalur poliol.
Katarak pada diabetes terjadi melalui tiga jalur, yaitu akibat peningkatan
aktifitas enzim aldose reduktase, melalui proses glikasi nonenzimatik dimana glukosa
yang mempunyai senyawa reaktif karbonil (C=O) akan berikatan dengan gugus amino
protein kristalin lensa (-NH2), dan pada kadar glukosa darah yang tinggi akan terjadi
proses glukooksidasi yang menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif.
c. Patofisiologi18
Patofisiologi terjadinya katarak diabetik pada penderita diabetes mellitus
sampai saat ini masih dianut adalah teori osmotik katarak.. Lensa mata adalah organ
avaskuler yang terletak di bilik mata belakang dan dibagian depan dikelilingi oleh
cairan mata (humor aqueous). Cairan akuos merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan
juga berfungsi sebagai penampung hasil metabolit yang diekskresi oleh jaringan mata.
Berbeda dari sel lainnya, glukosa dapat masuk kedalam lensa dengan bebas, secara
difusi dan tanpa bantuan insulin. Didalam lensa pemecahan glukosa sebagian besar
(78%) melalui jalur glikolisis anaerobik, 14% melalui jalur pentosa fosfat dan sekitar
5% melalui jalur poliol. Ketika terjadi hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat
jenuh sehingga glukosa akan memilih jalur poliol.
Pada jalur poliol glukosa diubah menjadi bentuk alkoholnya, yaitu sorbitol.
Normalnya kemudian sorbitol dipecah menjadi fruktosa oleh enzim Polyol
Dehydrogenase, namun pada kondisi DM kadar enzim ini rendah sehingga sorbitol
menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya kondisi
hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa mata, merusak
arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa (teori osmotik katarak pada DM).
Mekanisme toksisitas glukosa pada DM yang menyebabkan terjadinya katarak
diabetik pada dasarnya dapat melalui tiga jalur, pertama: akibat peningkatan aktivitas
enzim aldose reduktase yang menyebabkan terbentuknya gula alkohol, sorbitol dan
galaktitol pada lensa kristalin; kedua: melalui proses glikasi nonenzimatik dimana
glukosa yang mempunyai senyawa reaktif karbonil (C=O) akan menyebabkan
penurunan tingkat kelarutan protein; ketiga: pada kadar glukosa darah yang tinggi
akan terjadi proses glukooksidasi yang menyebabkan terjadinya kondisi stres
oksidatif. Pada DM reaksi glikasi nonenzimatik dapat terjadi pada kapsul, sel epitel
maupun serat fiber lensa.
d. Diagnosis19
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar
katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur
atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium
perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi
maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli menjadi
semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi
fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil
mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin,
tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti
adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat
berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Pada pasien diabetes, diperiksa juga
kadar glukosa darahnya.
e. Pemeriksaan penunjang20
Pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dilakukan untuk menyingkirkan
adanya kelainan lain pada mata selain katarak. Pemeriksaan tambahan yang bisanya
dilakukan adalah biometri untuk mengukur power dari IOL (intraocular lense) jika
pasien akan dioperasi dan retinometri untuk mengetahui prognosis dari tajam
penglihatan setelah operasi. Pemeriksaan lain termasuk level glukosa darah, tes fungsi
renal juga diperlukan.
2.6 Retinopati diabetik
a. Definisi21
Retinopati diabetika adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus berupa aneurismata,
melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.
b. Etiologi22
Retinopati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah tinggi yang
berkepanjangan. Seiring waktu, kadar glukosa yang tinggi dapat melemahkan dan
merusak pembuluh darah kecil di dalam retina.
Hal ini dapat menyebabkan perdarahan, eksudat, dan bahkan pembengkakan
retina. Ini kemudian membuat retina kekurangan oksigen, dan pembuluh abnormal
dapat tumbuh. Kontrol glukosa darah yang baik membantu menurunkan risiko
retinopati diabetes.
c. Manifestasi klinis23
Retinopati diabetes adalah salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes
melitus (DM). Penurunan penglihatan yang terjadi akibat masalah vaskularisasi retina
terjadi secara progresif. Retinopati merupakan gejala DM yang paling utama pada
mata. Gejala subjektif yang umumnya ditemukan dapat berupa kesulitan membaca,
penglihatan kabur, penglihatan tibatiba menurun pada satu mata, melihat
lingkaranlingkaran cahaya atau bintik gelap. Secara objektif, pada RD dapat
ditemukan adanya mikroaneurisma terutama pada daerah vena, perdarahan dalam
bentuk titik, garis maupun bercak, dilatasi pembuluh darah balik dengan lumen
ireguler, hard exudate, soft exudates, neovaskularisasi, edema retina dan
hiperlipidemia pada retina.
b. Klasifikasi9
AMD ada 2 macam, yaitu tipe non-eksudatif (kering) dan tipe eksudatif (basah).
a) Degenerasi makula noneksudatif
8. Studi kasus
a. Patofisiologi diabetes terhadap masalah penglihatan25
Kelainan sistemik yang dapat mempengaruhi mata terutama gangguan
metabolik pada tubuh, yang ikut bermanifestasi pada mata adalah penyakit diabetes.
Ketika tubuh mengalami hiperglikemia, yaitu kondisi kadar glukosa yang tinggi dari
normal, kadar glukosa yang tinggi juga terdapat di cairan humor aqueous, yang
menyebar ke lensa. Metabolisme glukosa pada mata yang melalui jalur sorbitol,
terakumulasi di dalam lensa, mengakibatkan overhidrasi osmotik sekunder lensa.
Dalam derajat ringan, keadaan ini dapat mempengaruhi indeks bias lensa, fluktuasi
refraksi sejalan dengan kadar glukosa plasma, hiperglikemia yang mengakibatkan
miopia dan bisa juga sebaliknya. Vakuola dari cairan kortikal berkembang dan
kemudian menjadi kekeruhan yang semakin meningkat opasitasnya (terang). Katarak
diabetes klasik, sebenarnya jarang terjadi, tampilan kekeruhan dari korteks seperti
kepingan salju dapat terjadi pada penderita diabetes usia muda, maturitas katarak
terjadi beberapa hari atau sembuh secara spontan. Katarak yang terkait usia bisa
muncul lebih awal pada diabetes mellitus. Kekeruhan nuklear biasa terjadi dan
cenderung berkembang lebih pesat.
c. Mekanisme terbentuk lapisan mata seperti cincin pada pemicu [zul, jo]
d. Hubungan pemberian insulin dalam jangka waktu 2 tahun dengan pasien pada
pemicu28
Pemberian insulin pada pasien menandakan bahwa terjadi peningkatan kadar
glukosa darah.