Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

REUMATOID ARTHRITIS (RA)

(Laporan ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas KMB)

Dosen Pembimbing : Sri Wulan M, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh :

Nama : Ila Purnama Sari

NPM : 201FK04024

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
1. KONSEP DASAR TEORI REUMATOID ARTHRITIS (RA)
1.1 Pengertian RA
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi. Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya (Adellia, 2011).
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam sendi (Febriana, 2015).
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang mengenai
jaringan persendian, dan sering juga melibatkan organ tubuh lainnya yang di
tandai dengan terdapatnya sinovitis erosif sistemik (Sekar, 2011).
1.2 Epidemiologi RA
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi
merupakan target utama dari penyakit ini (Suarjana, 2010). Di Indonesia
prevalensi rheumatoid arthritis 23,3%- 31,6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Pada tahun 2007 lalu, jumlah pasien ini mencapai 2 juta orang,
dengan perbandingan pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria.
Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi
lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan (Zen, 2010). Berdasarkan hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 untuk penyakit sendi secara
nasional pravalensinya adalah Aceh (13.3%), diikuti bengkulu (12%), papua
(10.3%), dan bali (11.7%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis
dokter menurut karakteristik tertinggi adalah tidak/belum pernah sekolah
(13.7%) dan petani/buruh tani (9.90%).
1.3 Klasifikasi RA
Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
Berikut adalah 7 kriteria ARA (American Rheumatism
Association) yang direvisi tahun 1987 yang masih dapat digunakan
dalam mendiagnosis RA:
a. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya
selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3
daerah sendi atau lebih secara bersamaan.
c. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal
interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan
tangan.
d. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi
misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal).
e. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler.
f. Rheumatoid Factor serum positif
g. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi
tangan atau pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang
pada sendi yang terlibat
1.4 Etiologi RA
Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
diperkirakan merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal
dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut Smith dan Haynes
(2002), ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang
menderita rheumatoid arthritis yaitu :
1. Faktor genetic
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya
rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh
persen orang kulit putih yang menderita rheumatoid arthritis
mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di
permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali
lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.
2. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan
faktor Reumatoid
3. Usia dan jenis kelamin Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami
oleh wanita daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini
diasumsikan karena pengaruh dari hormon. Wanita memiliki hormon
estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset rheumatoid arthritis
terjadi pada usia sekitar 50 tahun.
4. Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi
secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid
arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.
5. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial),
mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik (Suratun,
Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
1.5 Manifestasi RA
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, snedi bahu serta
sendi panggul dan biasanya bersifat bilteral/ simetris. Tetapi kadang- kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis rheumatoid mono- artikular.
Charuddin dalam NANDA NIC-NOC (2003).
1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala
lokal yang berupa pembekakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi
matakarpofalangeal. Pemeriksaan fisik : tenosinifitas pada daerah
ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jai- jari. Pada sendi besar
(misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembekakan nyeri
serta tanda – tanda efusi sendi
2. Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul / ketidakstabilan sendi akibat rupture tendo / ligament yang
menyebabkan deformitas rheumatoid Yang khas berupa deviasi ulnar jari-
jari, deviasi radial/ volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.

1.6 Patofisiologi RA
Antigen dapat berasal dari infeksi/virus yang persisten seperti
(mycoplasma, virus Epstein-barr, sitomegalovirus, parvopirus, virus rubella)
atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai antigen
dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa adanya respon antibodi yang
efektif. Makrofag yang diaktifkan terkadang belum dapat menyingkirkan
kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas
berbagai bahan yang dapat merusak jaringan.
Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi
makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, produksi dan
penglepasan mediator inflamasi dan bahan kemotaktik serta influks neutrofil.
Bahan toksik yang dilepas netrofil dapat menimbulkan kerusakan jaringan
setempat. Hal yang memungkinkan terjadinya pengendapan kompleks imun di
jaringan ialah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskular
yang meningkat, antara lain karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
Komplemen mastosit dan trombosit ikut berperan pada pelepasan histamin
tersebut. Histamin dilepas dari mastosit atas pengaruh anafilaktosin (C3a dan
C5a) yang dilepas pada aktivasi komplemen. Setelah terbentuk kompleks imun
di sirkulasi atau jaringan, bila komplemen terlibat, maka komplemen akan
melepaskan anafilaktosin sebagai produk C3 dan C5, lalu akan menyebabkan
pelepasan mediator dari sel mast dengan perubahan permeabilitas pembuluh
darah. Faktor kemotaktik yang juga dihasilkan, akan menyebabkan PMN
berdatangan dan terjadi fagositosis kompleks imun, kemudian isi granul PMN
dilepaskan, terutama bila kompleks tidak dapat difagositosis. Enzim
proteolitik (termasuk proteinase netral dan kolagenase), enzim pembentuk
kinin, protein dan polikation, oksigen reaktif, dan nitrogen antara yang
dilepaskan akan menyebabkan kerusakan pada jaringan lokal dan
meningkatkan respon peradangan. Kerusakan lebih lanjut dapat disebabkan
aktivasi C5, C6, C7 yang melekat pada sel terdekat dan mengikat C8, C9,
sehingga terjadi lisis.
Pada keadaan yang sesuai, trombosit mungkin akan mengalami
agregasi dengan 2 konsekuensi yaitu: menyediakan dan menjadi sumber amin
vasoaktif serta mungkin juga membentuk mikrotrombus yang menyebabkan
iskemia lokal. Kompleks yang tidak larut tidak dapat segera dicerna oleh
makrofag dan merupakan stimulus tetap, yang melepaskan sitokin IL-1 dan
TNF, oksigen antara reaktif dan nitrit oksida antara reaktif dan nitrit oksida.
Hasil pembentukan kompleks imun in vivo tidak hanya tergantung pada
jumlah absolut antigen dan antibodi, yang menentukan intensitas reaksi, tetapi
juga pada proporsi relatif yang mempengaruhi reaksi presipitasi dan
distribusinya dalam tubuh. Antara kelebihan antibodi dan kelebihan antigen
ringan, kompleks cepat dipresipitasi dan cenderung terlokalisasi pada tempat
masuk antigen, tetapi bila kelebihan antigen tersebut cukup atau berlebihan
terbentuk kompleks yang larut.
1.7 Pathway RA
Reaksi faktor R dengan
antibody

Menyerang Sistem muskuloskeletal

Tubuh meningkatkan produksi


Imunoglobin IgM (RF)

Respon inflamasi

Sel T , sel B Kerusakan mikrovaskular

peradangan pada membran sinovial Stimulasi dari sel mesenzim

Merangsang pengeluaran enzim


Pannus
penghancur jaringan, enzim
matrix metalloproteases (MMPs)
Nodul Infiltrasi dalam
os.subcondria
Poliferasi ringan dari sinovial
Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada
kartilago artikularis Penyumbatan kapiler darah
Gangguan body
image
Kekakuan, kelemahan Terbentuk lesi Destruksi tulang rawan
sendi dan erosi tulang
Edema
Hambatan mobilitas Melemah
fisik kekakuan sendi
Tonjolan pilosa

Hiperplasma dan Resiko cedera


hipertropi tulang

Nyeri akut
1.8 Pemeriksaan Penunjang RA
1. Pemeriksaan Labolatorium
1) Pemeriksaan cairan synovial : Warna kuning sampai putih
dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya
proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil
(65%).
3) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum
dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
2. Pemeriksaan darah tepi
1) Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit
menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal
sebagai Felty’s Syndrome.
2) Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
3. Pemeriksaan kadar sero-imunologi
1) Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada
penderita dengan nodul subkutan.
2) Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada
arthritis rheumatoid dini.
4. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang
yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
5. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi.
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi
dan perkembangan panas.
1.9 Komplikasi RA
1. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan
otot.
2. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli. Tromboemboli
adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
3. Terjadi splenomegaly. Splenomegali merupakan pembesaran
limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan
meningkat.
4. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan
obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (disease modifying antirhematoid drugs,
DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
5. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis.
1.10 Penatalaksanaan RA
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi,
rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada
pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan
mencegah destruksi jaringan lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug) Diberikan sejak
awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang
dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen,
piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak
melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug) Digunakan
untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses
destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD
yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, garam emas,
penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal
maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara
prednison 5-7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk
mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs
yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
4. Rehabilitasi Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Caranya dapat dengan mengistirahatkan
sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat, pemasangan
bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat
mulai dilakukan fisioterapi.
5. Pembedahan Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan
hasil yang diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan
yang bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total
hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014)

2 KONSEP ASUHAN DASAR KEPERAWATAN REUMATOID


ARTHRITIS (RA)
2.8 Pengkajian
1. Identitas diri
Berisi nama, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll
 Umur : Penyakit rheumatoid arthritis dapat menyerang semua
umur, tetapi frekuensi penyakit terdapat pada umur tertentu,
penyakit rheumatoid arthritis banyak ditemukan pada lanjut
usia.
 Jenis kelamin : Penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak
diderita oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
2. Keluhan Umum

Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan


menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan
berat badan.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
P (Provoaktif) : apa yang menyebabkan klien merasa nyeri
pada sendi yang disertai dengan kemerahan dan bengkak pada
jaringan lunak
Q (Quality) : nyeri dirasakan seperti apa
R (Reagent) : Tanyakan lokasi nyeri klien
S (Skala) : kaji tingkatan nyeri klien
T (Time) : berapa lama nyeri yang dirasakan klien
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien mempunyai riwayat penyakit infeksi lain
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit AR? Atau
penyakit turunan seperti DM atau HT.
4. Pemenuhan Kebutuhan
a. Pola Makan
 Kaji kebiasaan makan klien selama di rumah sakit
 Biasanya nafsu makan menurun
 Kesulitan untuk mengunyah
 Terjadinya penurunan BB
b. Pola Minum
 Kaji kebiasaan pola minum klien selama di RS,
maupun di rumah
 Penurunan/ masukan cairan yang tidak adekuat
 Terjadi kekeringan membrane mukosa
c. Eliminasi Alvi (BAB)
 Kaji frekuensi, warna, dan konsistensinya
d. Eliminasi Urine (BAK)
 Kaji frekuensi, warna, dan kosnekuensinya
e. Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan menyebabkan
pasien sulit untuk istirahat tidru yang disertai karena adanya
pengaruh gaya hidup atau aktivitas
f. Aktivitas
Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kelainan pada sendi
yang berpengaruh besar terhadap kegiatan kesehariannya.
g. Personal Hygine
Biasanya klien dengan rheumatoid arthritis mengalami
kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran :
Biasanya dalam keadaan sadar. Compos mentis
GCS: Biasanya Eye : 4 Motorik : 5 Verbal : 6
TTv : Suhu tubuh mengalami demam ringan, biasanya
takikardi
b. Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien
akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi,
sementara tungkai yang lebih lama diletakkan dilantai,
biasanya diikuti oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut
gaya berjalan antalagik.
c. Sikap postur tubuh badan, pasien akan berusaha mengurangi
tekanan articular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi
sendiri tersebut senyaman mungkin. biasanya dalam posisi
sendiri tersebut senyaman mungkin biasanya dalam posisi
fleksibel.
d. Deformasi, akan lebih terlihat pada saat gerak.
e. Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan deskuamasi pada
kulit disekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi pada
sendi.
f. Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses
inflamasi di daerah sendi tersebut.
g. Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringan lunak,
atau tulang.
h. Pergerakan synovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak
sendi pada struktur semua arah.
i. Krepitus, merupan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerak
struktur yang diserang.
j. Atrofi dan penurunan kekuatan otot
k. Ketidak stabilan.
l. Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan
observasi pada penggunaan normal seperti bangkit dari kursi
atau kekuatan menggerakan.
m. Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umumnya
ditemukkan pada permukaan ekstensor (punggung tangan,
siku, tumit belang, sacrum).
n. Perubahan kaku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis
atu serpihan darah.
o. Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan
penunjang pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi
lainnya.
p. Kulit : Nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada
banayak pasien dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering
lebih dari titik-titik tekanan (misalnya, olehkranon, lesikulit
dapat bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi
kulit).
q. Jantung : Morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang
meningkat pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional
tampak memainkan peran penting. Serangan jantung, disfungsi
miokard, dan efusi pericarditis konstriktif jarang. Miokarditis,
vasculitis coroner, penyakit katup dan cacat konduksi kadang-
kadang.
r. Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk
termasuk efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan
sindrom) dan obliterans bronchiolitis-perorganisasian
pneumonia.
s. Ginjal : ginjal biasanya tidak oleh RA langsung, umunya
akibat pengaruh obat-oabatan (misalnya : obat anti-
inflamantory peradangan (amyloidosis).
t. Vaskular : lesi vascular dapat terjadi dioran mana saja namun
yang paling sering ditemukan di kulit. lesi dapat hadir sebagai
perpura gambling, borok kulit atau infak digital.
u. Hematologi : Sebagai besar pasien aktif memiliki penyakit
anemia kronsi, termasuk anemia normokronik-normositik,
sering terjadi leukopenia ditemukan pada pasien dengan
sindrom felty.
v. Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di
carpal, lesi vasculitis, multiple mononeuritis dan myelopathy
leher Rahim dapat menyebabkan konsekuensi serius
neurologis.
w. Okular : keratoconjuctivitis sisca adalah umum pada orang
dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren
sekunder. Mata mungkin juga episkleritis uneitis, dan scleritis
nodular yang dapat menyebabkab scleromalacia.

2.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


- Klien merasakan Reaksi factor R dengan
linud I persendian antibody, factor metabolic,
kakinya sehingga infeksi dengan
1. Nyeri akut
uslit untuk berjalan kecenderungan virus
- Klien mengatakan Reaksi perdangan
ketika bangun Nyeri akut
kakinya merasa
senat senut (nyeri )
dan berat untuk
berjalan
- Skala nyeri 6
- Klien tampak
perlahan- lahan
berjalan karena
menahan nyeri
2. - Klien merasakan Reaksi factor R dengan Resiko cedera
linud I persendian antibody, factor metabolic,
kakinya sehingga infeksi dengan
uslit untuk berjalan kecenderungan virus
- Klien mengatakan Reaksi Peradangan
ketika bangun Synovial menebal
kakinya merasa Pannus
senat senut (nyeri ) Infiltrasi dalam os.
dan berat untuk subcondria
berjalan Hambatan nutrisi pada
- Skala nyeri 6 kartilago artikularis
Kerusakan kartilago dan
tulang
Tendon dan ligament
Hilangnya kekuatan otot
Reaksi Cidera
3. - Klien mengatakan Reaksi factor R dengan Hambatan Mobilitas
ekstremitas antibody, factor metabolic, Fisik
bawahnya terasa infeksi dengan
lemah kecenderungan virus
- Keterbatasan Reaksi Peradangan
kemampuan untuk Synovial menebal
melakukan Pannus
keterampilan Infiltrasi dalam os.
motoric kasar subcondria
- Keterbatasan Hambatan nutrisi pada
rentang pergerakan kartilago artikularis
sendi Kartilago nekrosis
erosi kartilago
adhesi pada permukaan
sendi
Ankilosis fibrosa
Kekuatan sendi
Hambatan mobilitas fisik
4. - Perilaku menghindar Reaksi factor R dengan Gangguan Citra Tubuh
akibat kehilangan antibody, factor metabolic,
salah satu organ infeksi dengan
tubuh kecenderungan virus
- Respon non verbal Reaksi Peradangan
akibat perubahan Synovial menebal
actual tubuh Pannus
- Respon non verbal Nodul
terhadap perubahan Deformitas sendi
suhu Gangguan Citra tubuh
- Kehilangan organ
tubuh
- Tidak mau melihat
bagian tubuh
- Tidak mau
menyentuh bagian
tubuh

2.2.1 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh artritis rheumatoid
2. Resiko cidera b.d hilangnya kekuatan otot
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang,
kekakuan sendi
4. Gangguan citra tubuh b.d deformitas sendi
2.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Stelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri, catat lokasi dan a. Membantu dalam menentukan
perubahan patologis keperawatan selama 2x24 jam insetensi (skala0-10). Catat kebutuhan manajemen nyeri dam
oleh artritis diharapkan nyeri berkurang faktor- faktor yang mempercepat keefektifan program
rheumatoid dengan dan tanda-tanda rasa sakit non b. Matras yang lembut/empuk,
Kriteria hasil: verbal bantal yang besar akan
b. Berikan matras/kasus keras, mencegah pemeliharaan
1. Mampu mengontrol nyeri
bantal kecil. Tinggikan linen kesejajaran tubuh yang tepat,
(tahu penyebaran nyeri,
tempat tidur sesuai kebutuhan. menemptkan stress pada sendi
mampu mennggunakan
c. Tempat/pantaupenggunaan yang sakit. Peninggian linen
teknik nonfarmakologi
bantal, karung pasir, bebat, brace. tempat tidur menurunkan
untuk mengurangi nyeri,
d. Dorong untuk sering tekanan pada sendi yang
mecari bantuan)
mengubah posisi, bantu untuk terinflamasi/nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri
bergerak ditempat tidur, sokong c. Mengistirahatkan sendi-sendi
berkurang dengan
sendi yang sakit di atas dan yang sakit dan mempertahankan
menggunakan manajemen
bawah hindari gerakan yang posisi netral. Penggunaan brace
nyeri
menyentak. dapat menurunkan nyeri dan
3. Mampu mengenali nyeri
e. Ajurkan pasien untuk mandi mengurangi kerusakan sendi.
(skala, intensitas, frekuensi
air hangat atau mandu pancuran d. Mencegah terjadinya kelelahan
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman pada waktu bangun dan pada umum dan kekakuan sendi.
setelah nyeri berkurang waktu tidur. Sediakan waslap Menstabilkan sendi mengurangi
hangat untuk mengompres sendi- gerakan/ rasa sakit pada sendi
sendi yang sakit beberapa kali e. Panas meningkan relaksasi otot
sehari. Pantau suhu air kompres, dan mobilitas, menurunkan rasa
air mandi, dan sebagainya. sakit dan melepaskan kekakuan di
f. Berikan masase yang lembut pagi hari. Sensitivitas pada panas
g. Dorong penggunaan teknik dapat dihilangkan dan luka dapat
manajemen stress Misalnya: disembuhkan
relaksasi progresif, sentuhan f. Meningkatkan
terapetik, biofeed back, relaksasi/mengurangi rasa nyeri
visualisasi, pedoman imajinasi, g. Meningkatkan relaksasi,
hypnosis diri dan pengendalian memberikan rasa control dan
napas mungkin meningkatkan
Libatkan dalam aktivitas hiburan kemampuan koping
yang sesuai untuk situasi individu h. Memfokuskan Kembali
i. Berikan obat sebelum aktivitas perhatian, memberikan stimulasi
dan Latihan yang direncanakan dan meningkatkan rasa percaya
sesuai petunjuk diri dan perasaan sehat
j. Kolaborasi : Pemberian obat- i. Meningkatkan relaksasi,
obatan sesuai petunjuk mengurangi tegangan otot/spasme
(misalnya:asetil salisilat) memudahkan untuk ikut serta
Berkan dalam terapi
kompres j. Sebagai anti inflamasi dan efek
es dingin analgesic ringan dalam
jika mengurangi kekakuan dan
dibutuhkan meningkatkan mobilitas
k. Rasa dingin dapat menghilangkan
nyeri dan bengkak selama priode
akut

2. Resiko cidera b.d Stelah dilakukan tindakan a. Lindungi klien dari kecelakaan a. Karena klien rentang untuk
hilangnya kekuatan keperawatan selama 2x24 jam jatuh mengalami fraktur patofisiologis
otot, rasa nyeri diharapkan resiko cidra tidak b. Hindarkan dari satu posisi yang bahkan oleh benturan ringan
ada dengan menetap, ubah posisi klien dengan sekalipun.
Kriteria Hasil : hati-hati b. Perubahan posisi berguna untuk
1. Klien terbebas dari cedera mencegah terjadinya penekanan
c. Bantu klien memnuhi kebutuhan
2. Klien mampu penggunaan dan memperlancar
sehari-hari selama terjadi
menjelaskan/metode untuk aliran darah serta mencegah
kelemahan fisik
mencegah injuri terjadinya dikubitus
Mempersiapkan lingkungan d. Atur aktivitas yang tidak
c. Kelemahan yang dialami oleh
yang aman melalahkan klien
pasien akan mengganggu prose
e. Ajarkan cara melindungi diri pemenuhan ADL pasien
dari trauma fisik seperti cara d. Aktivitas yang berhubungan
mengubah tubuh, dan cara lebih dapat memperparah
berjalan serta menghindari penyakit pasien
perubahan posisi yang tiba-tiba
e. Mencegah terjadinya cedera
pada pasien
3. Hambatan mobilitas Stelah dilakukan tindakan a. Evaluasi lanjutkan pemantauan a. Tingkat aktivits/Latihan
fisik b.dkerusakan keperawatan selama 3x24 tingkat inflamasi / rasa sakit pda tergantung dariproses inflamasi
integritas struktur jam diharapkan mobilitas fisik sendi b. Istirahat iskemik dianjurkan
tulang, kekakuan sendi baik dengan b. Pertahankan istirahat tirah selama eksaserbasi akut dan
Kriteria Hasil : baring/duduk jika diperlukan seluruh fase penyakit yang penting
1. Klien meningkat dalam jadwal aktivitas untuk untuk mencegah kelelahan
aktivitas fisik memberikan priode istirahat yang mempertahankan kekakuan
2. Mengerti tujuan dari terus menerus dan tidur malam c. Mempertahankan /meningkatkan
peningkatan mobilitas hari yang tidak terganggu fungsi sendi, kekuatan otot dan
3. Memverbalisasikan c. Bantu dengan rentang gerak stamina umum. Catatan: Latihan
perasaan dalam aktif/pasif, demikian juga latihan yang tidak adekuat menimbulkan
meningkatka kekuatan dan resistif dan isometris jika kekakuan sendi, karenanya
kemampuan berpindah memungkinkan aktivitas yang berlebihan dapat
Memperagakan penggunaa alat d. Ubah posisi dengan sering merusak sendi
bantu untuk mobilitas dengan jumlah personal cukup. d. Menghilangkan tekanan pada
(Walker) Demonstrasikan/ bantu teknik jaringan dan meningkatkan
pemindahan dan penggunaan sirkulasi memudahkan perawatan
bantuan mobilitas diri dan kemandirian pasien.
e. Posisikan dengan bantal, kantung Teknik pemindahan yang tepat
pasir, babat, brace dapat mencegah robekan abrasi
f. Gunakan flesi kecil/tipis dibawah kulit
leher e. Meningkatkan stabilitas
g. Dorong pasien mempertahankan (mengurangi resko cedera) dan
posur yang aman dan duduk mempertahankan posisi sendi
tinggi, berdiri dan berjalan yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontaktor
h. Berikan lingkungan yang aman, f. Mencegah fleksi leher
misalnya menaikan kusi, g. Memaksimalkan fungsi sendi
menggunakan pegangan tangan dan mempertahankan mobilitas
pada toilet penggunaan kursi roda h. Menghindari cedera akibat
i. Kolaborasi : Konsultasi dengan kecelakaan /jatuh
fioterapi i. Berguna dalam memfocuskan
j. Kolaborasi : Berikan matras program Latihan/ aktivitas yang
busa/pengubah tekanan berdasarkan pada kebutuhan
k. Kolaborasi : berikan obat-obatan individu dan dalam
sesuai indikasi (steroid) mengidentifikasi alat
l. Menurunkan tekanan pada
jaringan yang mudah pecah
untuk mengurangi resiko
imobitas
m. Mungkin dibutuhkan
untuk
menekan sistem inflamasi akut
4. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan a. Dorong pengungkapan mengenai a. Berikan kesempatan untuk
keperawatan selama 3x24 masalah tentang proses penyakit, mengidentifikasi rasa takut/
b.d perubahan
jam diharapkan gangguan citra harapan masa depan kesalahan konsep dan
penampilan tubuh,
tubuh berkurang dengan b. Diskusikan arti dari menghadapinya seacara
sendi, bengkok,
Kriteria Hasil : kehilangan/perubahan pada langsung
deformitas
1.Mengungkapkan pasien/orang terdekat. Mematikan b. Mengidentifikasi bagaimana
peningkatan rasa percaya bagaimana pandangan pribadi penyakit mempengaruhi
diri dalam kemampuan pasien dalam memfungsikan gaya terhadap intervensi/konseling
untuk menghadapi penyakit, hidup sehari-hari termasuk aspek- lebih lanjut
perubahan pada gaya hidup aspek seksual c. Isyarat verbal/non verbal orang
dan kemungkinan c. Diskusikan prsepsi pasien terdekat dapat mempunyai
keterbatasan mengenai bagaimana orang pengaruh mayor pada bagaimana
2.Menysun rencana relistis terdekat menerima keterbatasan pasien memandang dirinya sendiri
untuk masa depan d. Akui dan terima perasaan e. Dapat menunjukkan emosional
berduka, bermusuhan ataupun metode koping
ketergantungan maladtive, membutuhkan
e. Perhatikan perilaku menarik diri, intervensi lebih lanju
penggunaan menyangkal atau f. Membantu pasien untuk
teralu memperhatikan perubahan mempertahankan control diri,
f. Susun batas pada perilaku mal yang dapat meningkatkan
adaktif. Bantu pasien untuk perasaan harga diri
mengidentifikasi perilaku positif g. Meningkatkan perasaan harga
yang dapat membantu koping diri, mendorong kemandirian
g. Ikut sertakan pasien dalam dan mendorong berpartisipasi
merencanakan perawatan dan dalam terapi
membuat jadwal aktivitas h. Mempertahankan penampilan
h. Bantu dalam kebutuhan yang dapat meningkatkan citra
perawatan yang diperlukan diri
i. Berikan bantuan postif bila perlu i. Memungkinkan pasien
untuk merasa senang terhadap
dirinya sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin,Huda. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction
Publishing

Herlia, Rizki. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Artritis Reumatoid


Dengan Penerapan Terapi Senam Reumatik Untuk Mengurangi Rasa Nyeri
Diwilayah Kerja Uptd Puskesmas Tanjung Agung. Laporan Tugas Akhir.
(Link; https://repository.poltekkespalembang.ac.id/items/show/1137 diakses
pada 06 November 2020).

Velyn C. Pearce. (2006). Sendi Atau Persambungan Pada Kerangka Dalam


Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakartaa:PT Gramedia Pustaka
Utama.

Wahyuniati, Nur. Marisa. Maulana, Reza. Reaksi Kompleks Imun pada


Rheumatoid Arthritis.
http://conference.unsyiah.ac.id/TIFK/1/paper/viewFile/795/90 diakses pada
tgl 13/11/2020

Lipsky PE. 2000. Artritis rematoid. Dalam: Isselbacher KJ, dkk, editor. Harrison
prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 4, edisi 13. Jakarta. EGC. h.
1840-1847
https://www.researchgate.net/publication/327384880_Reaksi_Kompleks_Im
un_pada_Rheumatoid_Arthritis diakses pada tgl 13/11/2020

Anda mungkin juga menyukai