Anda di halaman 1dari 13

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron dan Komposisi Urin

Yusel Aqzha Lusmin (102016067) Alexander Zethiawan Bang (2017083) Gabriel M


(102017214) Winny Marfika Bittikaka (102016079) Sheila Natalia (102017033)
Devina Chryssanti (102017061) Ni Wayan Pradnyani (102017121) Theresa Juliet
(102017182)
Kelompok C7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Abstrak
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Ginjal memiliki
fungsi utama untuk menyaring hasil sekresi dari tubuh dalam bentuk cairan. Bagian
dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring zat-zat tersebut disebut nefron. Pada
nefron, terjadi penyaringan yang dimulai dari glomerulus ke tubulus proksimal, lalu
berlanjut ke ansa Henle, ke tubulus distal dan lalu akhirnya akan berakhir pada duktus
koligentes yang bukan merupakan bagian dari nefron. Ginjal mengatur keseimbangan
tekanan darah dan cairan dalam tubuh dengan menggunakan Sistem Renin
Angiotensin Aldosteron (SRAA) dimana salah satu efek dari mengaktifan angiotensin
II pada akhir sistem ini adalah disekresikannya aldosteron.
Kata kunci: Ginjal, Nefron, SRAA.

Abstract
Kidney is one of an important organ in human body. Kidney’s main function is to
filtrate secretion substances from body in liquid form. The part of kidney that does the
filtration is called nefron. In nefron, the filtration begins in glomerulus to proximal
tubules, continue to ansa Henle, to distal tubules and ends up in ductus koligens
which isn’t a part of nefron. Kidney controls blood pressure and fluids inside body by
using a system called Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS). One of the
effects from this system is to activate Angiotensin II which at the end of this system
will stimulate the secretion of aldosteron.
Keywords: Kidney, Nefron, RAAS.
Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ vital yang memiliki peran penting dalam
kelangsungan hidup manusia terutama dalam menjaga keseimbangan air dan elektrolit
dalam tubuh. Ginjal juga merupakan organ penyusun dalam sistem urogenitalis.
Sistem urogenitalis dalam tubuh manusia merupakan suatu kesatuan fungsi yang
kompleks yang bertujuan untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang
mengalami kelebihan dan tidak dipergunakan lagi oleh tubuh kita, dan tetap
menyimpan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dengan cara mensekresi dan
merearbsorbsi kembali kedalam tubuh untuk kemudian dipakai kembali. Sistem renal
juga bertugas untuk menyaring darah secara terus menerus sehingga air dan elektrolit
di dalam tubuh kita tetap terjaga di kisaran yang memungkinkan untuk melaksanakan
fungsi tubuh manusia secara fisiologis.

Struktur Makroskopis Ginjal


Ginjal merupakan organ yang berbentuk  seperti kacang merah, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri,
hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas
ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan
kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut
dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Gambar 1. Makroskopis ginjal


Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat yaitu fascia renalis,capsule adiposa
dan capsula fibrosa.Selaput pembungkus ginjal:
1. Capsula fibrosa
Capsula fibrosa melekat pada ren dan mudah dikupas , capsula fibrosa hanya
menyelubungi ginjal dan tidak membungkus gl.supra renalis.1
2. Capsula adiposa
capsula adiposa mengandung banyak lemak dan membungkus ginjal dan
glandula suprarenalis. Capsula adiposa di bagian depan lebih tipis
dibandingkan dengan bagian belakang.Ginjal dipertahankan pada tempatnya
oleh fascia adiposa . Pada keadaan tertentu capsula adiposa sangat tipis
sehingga jaringan ikat yang menghubungkan capsula fibrosa dan capsula
renalis menjadi kendor sehingga ginjal turun yang disebut nephroptosis.
Nephroptosis sering terjadi pada ibu yang sering melahirkan (grande
multipara).1
3. Fascia renalis
Fascia renalis terletak diluar capsula fibrosa dan terdiri dari 2 lembar yaitu
fascia prerenalis di bagian depan ginjal dan fascia retrorenalis di bagian
belakang ginjal. Kedua lembar fascia renalis ke caudal tetap terpisah , ke
cranial bersatu,sehingga kantong ginjal terbuka ke bawah, oleh karena itu
sering terjadi ascending infection.1

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: 2


1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
a. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
kolligens dan calix minor.
b. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
c. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
d. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Vaskularisasi ginjal
Dalam ginjal, arteri renalis yang berasal dari aorta pars abdominalis bercabang
menjadi arteri segmentalis, yang menyuplai darah di segmen-segmen ginjal. Tiap
arteri segmentalis bercabang dan memasuki columna renalis di antara pyramis renalis
menjadi arteri interlobaris yang berjalan di antara lobus ginjal. Di basis pyramid
renalis, arteri interlobar menjalar di antara medulla dan kortex renalis dan berubah
namanya menjadi arteri arquata Percabangan arteri arquata menjadi arteri
interlobularis yang berada di antara lobulus ginjal. Arteri Interlobular menuju ke arah
nefron tepatnya corpusculum renal dan menjadi arteriola aferen. Tiap nefron
menerima satu arteriola aferen, yang akan bercabang menjadi kapiler berbentuk bola
yang bernama glomerulus. Dalam glomerulus ini terjadi filtrasi darah untuk
menghasilkan urin yang nanti akan diteruskan ke ureter. Kemudian arteriola aferen
yang akan mempercabangkan vassa afferen glomerulus dan keluar dari vassa efferen
glomerulus yang akan diteruskan ke vena interlobularis lalu ke vena arcuata ,vena
interlobaris , vena renalis da kembali ke jantung melalui vena cava inferior.3

Persarafan Ginjal
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.2,3

Struktur Mikroskopis Ginjal


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Satu ginjal mengandung satu sampai empat juta
nefron yang merupakan unit pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen
vaskular (kapilar) dan satu komponen tubular.4
Struktur nefron terdiri dari:
1. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsula epitel berdinding
ganda yang disebut kapsula Bowman. Glomerulus dan kapsula Bowman
bersama-sama membentuk korpuskel ginjal.
a) Lapisan viseral kapsula Bowman adalah lapisan internal epitelium.
Sel-sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit (“sel seperti
kaki”), yaitu sel-sel epitel khusus disekitar kapiler glomerular.
b) Lapisan parietal kapsula Bowman membentuk tepi terluar korpuskel
ginjal. Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriol eferen keluar dari
glomerulus. Sedangkan pada kutub urinarius korpuskel ginjal,
glomerulus memfiltrasi aliran yang masuk ke tubulus kontortus
proksimal.
2. Tubulus kontortus proksimal panjangnya mencapai 15mm dan sangat berliku.
Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelia
kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area
permukaan lumen.
3. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa
henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang
tajam(lekukan), dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa
henle.
a) Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki
lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula.
b) Nefron jugstamedular terletak di dekat medula. Nefron ini memiliki
lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida medula.
4. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
a) Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol
aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung
sel-sel termodifikasi yang disebut makula densa. Makula densa
berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan
ion natrium.
b) Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan makula densa
mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel
jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan darah
yang memproduksi renin.
c) Makula densa, sel jukstaglomerular dan sel mesangium saling bekerja
sama untuk membentuk aparatus jukstaglomerular yang penting dalam
pengaturan tekanan darah.
5. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah
tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul
besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor, kaliks minor bermuara ke dalam
pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin dialirkan ke ureter
yang mengarah ke kandung kemih.

Gambar 2. Unit nefron

Autoregulasi Ginjal

Ginjal sendiri bekerja menjaga aliran darah ginjal tetap konstan serta GFR normal,
meski terdapat perubahan tiap harinya pada tekanan darah. Mekanisme pertama,
mekanisme miogenik, terjadi ketika peregangan memicu kontraksi otot polos pada
arteriol afferent. Seiring meningkatnya tekanan darah, GFR juga meningkat. Dengan
adanya peningkatan tekanan darah, otot polos akan terpicu dan berkontraksi sehingga
lumen arteriol menyempit sehingga GFR akan berkurang, dan sebaliknya. Mekanisme
kedua adalah umpan balik tubuloglomeular, dinamakan demikian karena macula
densa bagian dari ginjal yang menyediakan umpan balik ke glomerulus. Ketika GFR
di atas normal, macula densa akan mendeteksi adanya peningkatan Na+, Cl - serta air
dan akan menghambat pelepasan NO (agen penyebab vasodilatasi). Jika GFR
meningkat karena elevasi dari tekanan arterial, lebih banyak cairan dari normal
terfiltrasi dan mengalir menuju tubulus distal. Sebagai respon, macula densa akan
melepaskan adenosine, yang bekerja sebagai parakrin terhadap arteriol afferent
terdekat, membuatnya konstriksi dan menurunkan aliran darah sehingga GFR kembali
normal.5
Homeostasis atau mempertahankan keseimbangan tubuh pada ginjal meliputi
keseimbangan asam basa, mempertahankan volume plasma tekanan darah, Na +, H2O;
mempertahankan osmolaritas, ginjal juga menjaga keseimbangan tubuh karena
adanya filtrasi, sekresi, ekskresi, dan reabsorpsi pada urin. Mekanisme homeostasis
pada ginjal melibatkan ion, hormon, substansi, dan enzim pada prosesnya.5,6

Filtrasi
Proses ini merupakan proses penyaringan awal, dimana darah yang melewati
glomerulus akan difiltrasi menuju ke kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasikan
melalui glomerulus ke dalam kapsul Bowman disebut filtrat glomerulus, dan
membran kapiler glomerulus disebut membran glomerulus yang memiliki
permeabilitas 100-1000 kali permebialitas kapiler biasa. Filtrat glomerulus
mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi cairan yang merembes
dari ujung arteri kapiler pada cairan interstisial. Di sini tidak ditemukannya eritrosit
dan hanya mengandung sekitar 0,03 % protein.

Gambar 3. Proses filtrasi


Elektrolit dan komposisi solute lain dari filtrat glomerulus juga serupa dengan yang
ditemukan di dalam cairan interstitial. Karena filtrat tersebut kekurangan ion protein
bermuatan negatif, maka terjadi suatu efek Donnan yang menyebabkan konsentrasi
ion-ion negatif seperti ion klorida dan bikarbonat, di dalam cairan interstitial dan
filtrat glomerulus kira-kira 5% lebih tinggi daripada di dalam plasma, dan konsentrasi
ion-ion positif kira-kira 5% lebih rendah. Juga, zat-zat yang tak terionisasi seperti
ureum, kreatinin, dan glukosa meningkat sekitar 4% karena hampir tidak ada protein
sama sekali tersebut. Filtrasi glomerulus terjadi dengan cara yang sama seperti
merembesnya cairan dari setiap kapiler bertekanan tinggi di dalam tubuh. Yaitu
tekanan dalam kapiler glomerulus menyebabkan filtrasi cairan melalui membran
kapiler ke dalam kapsul Bowman. Sebaliknya tekanan osmotik koloid di dalam darah
dan tekanan di dalam kapsul Bowman menentang filtrasi tersebut.7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus:


- Efek aliran darah. Laju filtrasi glomerulus sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran
darah melalui nefron-nefron. Semakin besar koefisien filtrasi glmerulus, semakin
besar efek aliran darah pada laju filtrasi glomerulus. Sebaliknya, semakin kecil
koefisien filtrasi, semakin besar efek tekanan glomerulus pada laju filtrasi.
- Efek konstriksi arteriol aferen. Konstriksi arteriol aferen menurunkan kecepatan
aliran darah ke dalam glomerulus dan juga menurunkan tekanan glomerulus, kedua
efek ini menurunkan laju filtrasi tersebut. Sebaliknya dilatasi arteriol aferen
meningkatkan tekanan glomerulus, dengan disertai kenaikan laju filtrasi glomerulus.
- Efek perangsangan simpatis. Selama perangsangan simpatis yang ringan sampai
moderat ke ginjal, dengan demikian menurunkan laju filtrasi glomerulus (kecuali bila
tekanan arteri meningkat pada saat yang sama, seperti biasa terjadi selama
perangsangan simpatis).
- Efek Tekanan Arteri. Bila tekanan arteri meningkat, arteriol aferen berkonstriksi
secara otomatis, ini menghalangi peningkatan besar dalam tekanan glomerulus
meskipun terjadi peningkatan tekanan arteri.

Reabsorpsi dan Sekresi


Filtrat glomerulus yang memasuki tubulus nefron mengalir melalui tubulus
proksimalis, kemudian melalui Ansa Henle, melalui tubulus distal, dan melalui
tubulus koligens ke dalam pelvis ginjal. Sepanjang perjalanan ini, zat-zat direabsorpsi
atau disekresi secara selektif oleh epitel tubulus, dan cairan yang dihasilkannya
memasuki pelvis ginjal sebagai urin. Reabsorpsi peranannya lebih dominan daripada
sekresi dalam pembentukan urin ini, tetapi sekresi sangat penting dalam menentukan
jumlah ion kalium, hidrogen, dan beberapa zat lain di dalam urin. Reabsorpsi dan
sekresi pada beberapa tempat di nefron berbeda-beda. Sel tubulus proksimalis
memiliki sejumlah besar mitokondria untuk menyokong proses transport aktif yang
sangat cepat. Ditemukan kurang lebih 65% dari semua proses reabsorpsi dan sekresi
yang berlangsung dalam sistem tubulus terjadi di dalam tubulus proksimalis. Jadi,
biasanya 35% filtrat glomerulus masih mengalir pada akhir tubulus proksimalis, 65%
sisanya direabsorpsi sebelum mencapai Ansa Henle.7
Segmen tipis Ansa Henle memiliki pori-pori yang memiliki permebialiatas besar. Sel-
sel ini tidak mempunyai brush border dan jumlah mitokondrianya sangat sedikit,
sehingga menunjukkan bahwa sel tersebut mempunyai tingkat metabolik minimal. Sel
segmen tebal Ansa Henle yang serupa dengan sel di dalam tubulus proksimalis,
kecuali selnya mempunyai brush border yang tidak sempurna dan mempunyai zona
okludens yang lebih erat pada perlekatan antara sel-sel tersebut. Sel-sel itu khusus
disesuaikan untuk transport aktif natrium melawan perbedaan konsentrasi dan gradien
listrik yang tinggi. Juga epitel tersebut kurang permeabel terhadap air dan hampir
impermeabel terhadap ureum.
Di dalam tubulus koligens urin menjadi sangat pekat atau sangat encer, sangat asam
atau sangat basa. Epitel tubulus koligens dirancang khusus untuk menahan sifat-sifat
ekstrim cairan tubulus. Bagian korteks tubulus koligens hampir impermeabel terhadap
ureum. Sebaliknya bagian medula cukup permeabel terhadap ureum sehingga
sejumlah besar ureum biasanya direabsorpsi dari tubulus koligens medula ke dalam
interstisial medula, suatu efek yang sangat penting untuk memekatkan urin tersebut.
Permebialitas epitel terhadap air di dalam kedua bagian tubulus koligens tersebut
terutama ditentukan oleh konsentrasi hormon antidiuretik di dalam darah. Bila ada
sejumlah besar hormone antidiuretik, tubulus koligens menjadi sangat permeabel
terhadap air, dan kebanyakan air tersebut akan direabsorpsi dari tubulus dan
dikembalikan ke darah. Bila tidak ada hormon antidiuretik, sedikit sekali air
direabsopsi, kebanyakan akan keluar sebagai urin. 5,7

Gambar 4. Proses sekresi dan reabsorpsi.


Air
Transport air terjadi sepenuhnya dengan difusi osmotik, yaitu apabila suatu solute di
dalam fitrat glomerulus diabsorpsi baik dengan absorpsi aktif atau difusi yang
disebabkan oleh gradien elektrokimia, penurunan konsentrasi solute di dalam cairan
tubulus dan peningkatan konsentrasi di dalam cairan peritubulus yang diakibatkannya
menyebabkan osmosis air keluar dari tubulus tersebut.
Ureum, Kreatinin
Jumlah ureum yang direabsorpsi adalah kira-kira 50% dari jumlah total yang
direabsorpsi selama seluruh perjalanan melalui sistem tubulus tersebut. Kreatinin
sama sekali tidak direabsorpsi di dalam tubulus, sejumlah kecil kreatinin benar-benar
disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total
kreatinin meningkat kira-kira 20%.

Natrium, Kalium.

Semua ion ini sangat berkurang karena reabsorpsi ketika cairan tubulus diolah dari
filtrat glomerulus menjadi urin. Ion positif umumnya ditranspor melalui epitel tubulus
dengan proses transport aktif, sedangkan ion negatif ditranspor secara pasif sebagai
akibat perbedaan listrik yang timbul pada membrane tersebut ketika ion positif
ditranspor.5 Ion kalium direabsorpsi pada tubulus proksimalis dan disekresikan di
dalam tubulus distal dan koligens. Sekresi ini bersamaan dengan reabsorpsi natrium
dengan pompa Na+-K+. Kesimpulannya, reabsorpsi Na+ pada akhirnya mempengaruhi
sekresi K+. Dengan demikian, aldosteron mempengaruhi sekresi K+ Pada keadaan
tubuh terlalu asam, K+akan digantikan oleh H+ untuk kompensasi.6

Ion Bikarbonat
Ion bikarbonat terutama direabsorpsi dalam bentuk karbon dioksida, bukan dalam
bentuk ion bikarbonat itu sendiri. Pertama, ion bikarbonat bergabung dengan ion
hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus oleh sel epitel. Reaksi tersebut
membentuk asam karbonat yang kemudian berdisosiasi menjadi air dan
karbondioksida.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Renin adalah enzim proteolitik yang dihasilkan dan dilepaskan oleh ginjal dalam
berespons terhadap penurunan perfusi ginjal atau peningkatan rangsang sistem saraf
simpatis. Setelah disekresikan ke dalam darah, rennin bekerja sebagai enzim untuk
mengaktifkan angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensinogen adalah suatu
protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma dalam
konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) yang banyak
terdapat di kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi hormone
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron adalah hormone mineral kortikoid yang
dilepaskan oleh korteks adrenal, yang meningkatkan reabsorpsi Na + oleh tubulus
distal dan koligentes. Hormone ini melakukannya dengan mendorong penyisipan
kanal bocor Na+ tambahan ke dalam membrane luminal dan penambahan pompa Na+
dan K+ ke dalam membrane basolateeral sel-sel ini. Hasil akhirnya adalah peningkatan
perpindahan pasif Na+ masuk ke dalam sel tubulus dan koligentes dari lumen dan
peningkatan pemompaan aktif Na+ disertai sistem ini menghilangkan faktor-faktor
yang memicu pelepasan awal rennin, yaitu deplesi garam, penurunan volume plama,
dan penurunan tekanan darah arteri. Efek dari terjadi pengaktifan pada angiotensin II
adalah vasokonstriksi, peningkatan sekresi aldosteron, peningkatan sekresi ADH,
peningkatan rasa haus. 7,8

Gambar 5. RAAS

Mekanisme Kerja Hormon ADH (Vasopressin)


Hormon ADH adalah salah satu hormone yang dihasilkan oleh hipofisis posterior atau
neurohipofisis yang tergantung pada stimulasi hipotalamus. Stimulasi hipotalamus
memiliki berbagai control regulatorik. Tubuh bisa saja berada dalam berbagai
keadaan, seperti hipertonik, saat tbuh kekurangan air, hipotonik, saat tubuh kelebihan
air, dan isotonic, saat tubuh telah mencapai keseimbangan cairannya. Hormone ini
akan disekresikan oleh neurohipofisis saat tubuh kekurangan air. Berbagai hal yang
berhubungan dengan kekurangan air, akan merangsang disekresikannya ADH.
Berbagai hal yang dimaksud tersebut adalah saat tekanan darah turun, saat kadar ion
natrium tubuh meningkat, saat osmolaritas cairan tubuh meningkat, saat tubuh
mengalami dehidrasi, dan sebagainya. Sebagai contoh, saat tekanan darah turun, maka
salah satu penyebabnya adalah karena volume plasmanya menurun. Kadar air tubuh
menurun di bawah normal. Oleh karena itu, osmoreseptor di hipotalamus akan
mendeteksi peningkatan kepekatan ini dan merangsang sekresi ADH oleh hipofisis
posterior. ADH ini akan masuk ke sirkulasi untuk mencapai ductus koligentes
ginjal.9,10
Saat ADH sudah mencapai sel ductus koligentes, karena ADH termasuk hormone
peptide, maka reseptornya terdapat di membran sel tubulus, merangsang pembentukan
cAMP sebagai second messenger yang akan merangsang transkripsi dan translasi
segmen DNA untuk AQP (akuaporin atau kanal air), yang selanjutnya, akan menyelip
di antara membran plasma luminal sel ductus koligentes yang akan merubah sifat
ductus koligentes terhadap air. Ductus koligentes yang semula impermeable terhadap
air karena tidak memiliki AQP, karena adanya hormone ADH yang merangsang
dibentuknya AQP pada membran luminal ductus koligentes, maka ductus koligentes
sekarang permeable terhadap air, tapi tidak untuk zat lainnya. Oleh karena itu, hanya
ada satu kemungkinan air dapat diserap ke dalam pembuluh darah, yaitu tekanan
osmotic medulla ginjal. Oleh karena itu, air akan terserap secara osmotic ke dalam
medulla, dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah untuk kembali disirkulasikan.
Air yang masuk ini akan meningkatkan volume plasma darah, dan tekanan darah akan
naik ke kisaran normal, dan hormone ADH akan dihambat sekresinya tepat pada saat
dimana tekanan darah telah mencapai keadaan normal.9,10

Komponen dalam Kadar Normal yang Berkaitan dengan Ginjal


Komponen ini merupakan komponen yang digunakan untuk uji tes fungsi fisiologis
pada ginjal. Biasanya uji ini dilakukan dengan pemeriksaan dari laboratorium sebagai
bahannya yaitu urin sebagai sampel.10 Komponen tersebut adalah:
 Ion Na+: berkisar dari 135-148 mEq/L
 Ion K+: berkisar dari 3,5-5,5 mEq/L
 Ion HCO3-: berkisar dari 22-26 mEq/L
 Urea: tidak lebih dari 30 mEq/L
 Kreatinin: berkisar dari 0,5-1,3 mg/dL
Kesimpulan
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) merupakan suatu sistem atau
mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam
tubuh atau dalam sistem homeostasis. Pada sistem ini, saat tekanan darah turun, maka
salah satu penyebabnya adalah karena volume plasmanya menurun. Kadar air tubuh
menurun di bawah normal. Oleh karena itu, osmoreseptor di hipotalamus akan
mendeteksi peningkatan kepekatan ini dan merangsang sekresi ADH oleh hipofisis
posterior. ADH ini akan meningkatkan volume plasma darah, dan tekanan darah akan
naik ke kisaran normal. Pasien menderita gagal ginjal kronik karena memiliki
bikarbonat, urea dan kreatinin yang melebihi normal.

Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.319-
21.Eroschenko VP.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA
Davis Company; 2007.h.236-98.
3. Tortora GJ, Derrickson B. Dasar anatomi dan fisiologi. Edisi ke-13. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2014.h.142-69.
4. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2003.h.248-55.
5. Slonane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2012. h. 168-72
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.
h.108-16.
7. Sharewood L. Fisiologi manusia dari sel ke system. Edisi 8. Jakarta: EGC;
2014. H.96,332-45.
8. Hall JE. Guyton and Hall, Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016
9. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of medical
physiology. 24th ed. Chicago: McGraw-Hill Companies,Inc.; 2012
10. Silverthorn DE. Human physiology an integrated approach. 6 th ed. Boston:
Pearson Education, Inc.; 2013.

Anda mungkin juga menyukai