Anda di halaman 1dari 20

Hubungan Dokter-Pasien Ditinjau dari

Aspek Etika, Disiplin, dan Hukum


Kedokteran
Skenario 7 (B3)

Dimas Bayu Dwi Sutrisno -102017089


Steven Wijaya -102018063

Karel Roberto Bernadi - 102018137

Sindo Setiawani Parassa Putri - 102017167


Nerissa Arviana Yusmin - 102018060

Reynanda Tangke Datu - 102018078


Ni Luh Airin Gita Devinda - 102018116
Chearin Dhea Sanfika - 102018145
Skenario 7
Seorang anak laki-laki, berusia 2 tahun datang ke RS pada pukul 12.00 dengan keluhan diare
dan dehidrasi sedang, sehingga perlu dirawat inap di RS, dan ditangani oleh dokter A,
spesialis anak. Suhu tubuh saat datang ke RS 37 oC. Setelah pasien menjalani rawat inap,
pada pukul 19.00 suhu tubuh naik menjadi 39 oC. Kenaikan suhu tersebut sudah diperkirakan
oleh dokter A, sehingga diinstruksikan diberikan Novalgin 0,5 CC dan stesolid rectal 5 mg.
Instruksi tersebut diberikan via telepon. 3 jam setelah diberikan obat-obatan tersebut, pasien
mengalami kritis. Perawat menelpon dokter A, dan diinstruksikan untuk dipindahkan ke ICU.
Selama di ruang ICU dokter A tidak datang, padahal di ruang ICU tidak ada dokter spesialis
anak, hingga akhirnya pasien tersebut meninggal dunia pada pukul 06.00. Orang tua dari
pasien menggugat dokter A, dengan gugatan wanprestasi terhadap transaksi terapeutik.
Rumusan Masalah Mind Map
Orang tua dari seorang pasien
Etika Kedokteran
anak laki-laki yang berusia 2

Rumusan Masalah
tahun menggugat dokter A,
dengan gugatan wanprestasi
Disiplin Kedokteran
terhadap transaksi terapeutik
karena pasien akhirnya
meninggal dunia.
Hukum Kedokteran

Hubungan Dokter-
Pasien
Etika Kedokteran
• “ethics” → ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana sepatutnya
manusia hidup dalam masyarakat terkait baik dan buruk.
• “ethos” → adat kebiasaan, cara berpikir, akhlak, sikap, watak dan cara bertindak.
• Etika → peraturan yang mengikat, namun tidak sekuat hukum karena tidak memiliki
sanksi yang tegas dan bersifat tertulis.
• Etika Kedokteran → kewajiban berdasarkan akhlak/moral yang menentukan praktik
kedokteran → diperlukan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan → etika klinik
• Norma etika dapat dituangkan ke dalam:
• Sumpah (Oath): Hippocratic Oath dan Sumpah Dokter Indonesia
• Kode Etik Kedokteran Indonesia dan International Code of Medical Ethics
KODEKI terdiri dari kewajiban umum (pasal 1-13), kewajiban dokter terhadap
pasien (pasal 14-17), kewajiban dokter terhadap teman sejawat (pasal 18-19),
dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri (pasal 20-21)
Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan 4
prinsip dasar etika kedokteran, yaitu:

Autonomy Non-malficence
Pasien berhak menentukan apa Tidak membahayakan atau
yang dilakukan terhadap tindakan yang memperburuk
tubuhnya keadaan pasien

Beneficence Justice
Mengutamakan tindakan Mementingkan keadilan pemberian
yang ditujukan untuk pelayanan kesehatan kepada
kebaikan pasien setiap orang (pasien)
Menurut Jonsen, Siergler dan Winslade (2006) dasar dalam
mengambil keputusan untuk tindakan medik di klinik dapat
dibagi atas 4, yaitu:

Semua pertemuan klinis Tujuan dari semua


mencakup diagnosis, pertemuan klinis adalah
prognosis, dan pilihan Patient untuk meningkatkan, atau Contextual
pengobatan, termasuk Preferences setidaknya mengatasi Features
penilaian tujuan perawatan kualitas hidup pasien

Preferensi dan nilai pasien Semua pertemuan klinis


Medical sangat penting dalam Quality of Life terjadi dalam konteks sosial
indication
menentukan pengobatan yang lebih luas di luar dokter
yang terbaik dan paling dan pasien, termasuk
terhormat keluarga, hukum, budaya,
kebijakan rumah sakit,
perusahaan asuransi dan
masalah keuangan lainnya,
dan sebagainya
Disiplin Kedokteran
Disiplin Kedokteran sesuai dengan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Pasal 55 ayat (1)) adalah aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi.
MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) merupakan lembaga
yang berwenang untuk menegakkan disiplin profesi dokter dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran.

Pelanggaran disiplin dikelompokkan dalam 3 hal, yaitu :


1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi
kedokteran.
28 Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan
yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik atau mental sedemikian rupa sehingga
tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
6. Tidak melakukan tindakan atau asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan atau asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali,
atau pengampunya.
10. Tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
28 Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran (2)
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum
diterima atau di luar tata cara praktis kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa
memperoleh persetujuan etik (ethical clerance) dari lembaga yang diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan atau asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan
yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
17. Membuka rahasia kedokteran.
18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan
patut.
19. Turut serta dalam pembuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai
dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran.
28 Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran (3)
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta, pemeriksaan, atau memberikan resep obat atau alat
kesehatan.
24. Mengiklankan kemampuan atau pelayanan atau kelebihan kemampuan pelayanan yang dimiliki baik lisan
ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan.
25. Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya
26. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat kompetensi
yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
27. Tidak jujur dalam menentukan jasa medis.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI/MKDKI-P, untuk
pemeriksaan atas pengaduan dengan pelanggaran Disiplin profesional Dokter dan Dokter Gigi.
Hukum Kedokteran
Hukum Kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum
Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan
penerapan hak dan kewajiban, baik bagi perseorangan maupun
segenap lapisan masyarakat.

Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum


Kesehatan, yaitu yang menyangkut pelayanan
kedokteran.
Etik dengan Hukum

Persamaan Perbedaan
• Sama-sama merupakan alat untuk • Etik berlaku untuk lingkungan profesi, sedangkan
mengatur tertibnya hidup hukum berlaku untuk umum.
bermasyarakat • Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi,
• Tingkah laku manusia sebagai objeknya. hukum disusun oleh badan pemerintah.
• Mengandung hak dan kewajiban • Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum
anggota masyarakat agar tidak saling secara rinci dalam kitab undang-undang dan
merugikan. lembaran/berita negara.
• Menggugah kesadaran untuk bersikap • Pelanggaran etik diproses melalui Majelis Kehormatan
manusiawi. Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang dibentuk
• Sumbernya adalah hasil pemikiran para oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan selanjutnya oleh
pakar dan pengalaman para anggota Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang
senior. dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sedangkan
untuk pelanggaran hukum diproses dan diselesaikan oleh
pengadilan.
• Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai
bukti fisik, penyelesaian pelanggaran hukum
memerlukan bukti fisik.
Dalam segi hukum, Malpraktek dapat terjadi karena suatu tindakan yang
disengaja (intentional) seperti tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu
kekurangan kemahiran atau tidak kompeten yang tidak beralasan.

● Kelalaian medik adalah suatu jenis malpraktik tersering, yang dapat


terjadi dalam 3 bentuk, yaitu:
○ Malfeasance → melakukan tindakan medis tanpa indikasi
○ Misfeasance → melakukan pilihan tindakan medis yang tepat,
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
○ Nonfeasance → tidak melakukan kewajiban medis yang
merupakan kewajibannya
Berkaitan dengan malpraktik, ketentuan pidana baik berupa
tindak kesengajaan (professional misconducts) ataupun akibat
kelalaian, sebagai berikut:

a. Menyebabkan mati atau luka karena kelalaian (Pasal 359 KUHP,


Pasal 360 KUHP, Pasal 361 KUHP); 
Penganiayaan (Pasal 351 KUHP), untuk tindakan medis tanpa
persetujuan dari pasien (informed consent);
Aborsi (Pasal 341 KUHP, Pasal 342 KUHP, Pasal 346 KUHP, Pasal
347 KUHP, Pasal 348 KUHP, Pasal 349 KUHP);
Euthanasia (Pasal 344 KUHP, Pasal 345 KUHP);
Keterangan palsu (Pasal 267-268 KUHP)
Hubungan Dokter-Pasien
● Dalam melaksanakan hubungan dokter-pasien → diatur dengan peraturan-peraturan
tertentu → keharmonisan dalam pelaksanaannya.
● Zaman Hippocrates → Hubungan Paternalistik → prinsip moral utama yakni
beneficence. (dikritik thn 1956)
● (1972-1975) Hubungan Kontraktual → prinsip moral utama yakni autonomy
● Dalam perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada 2 macam,
yaitu:
1. Hubungan karena kontrak (transaksi terapeutik)
2. Hubungan karena undang-undang (zaakwarneming)
1 Hubungan karena Kontrak (Transaksi
Terapeutik)

● Terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien


mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang Dalam ilmu hukum dikenal 2 jenis perjanjian,
setara yaitu:
● Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau -Resultaatsverbintenis, yang berdasarkan
perjanjian, di mana masing-masing pihak harus
hasil kerja.
melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap
yang lain -Inspanningverbintenis, yang berdasarkan
● Peranan tersebut bisa berupa hak dan kewajiban. usaha yang maksimal.

2 Hubungan karena Undang- Undang


(Zaakwarneming)

● Dalam Pasal 1354 KUH Perdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil alih tanggung jawab dari
seseorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya sendiri.
● Dalam keadaan demikian, perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi
berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum, yaitu:
○ Dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya setelah pasien
sadar kembali,
○ Dokter berkewajiban memberikan informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya
dan mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan tersebut.
Analisa Kasus
Awalnya seorang pasien anak laki-laki yang ditangani oleh dokter A dan sudah diberikan obat sesuai dengan kondisinya, namun
instruksinya tersebut diberikan melalui perawat hanya via telepon. Selanjutnya, saat kondisi pasien kritis dokter A menginstruksikan kepada
perawat agar pasien dipindahkan ke ruang ICU, namun dokter A tidak kunjung datang, padahal di ruang ICU tidak ada dokter spesialis anak,
hingga akhirnya pasien tersebut meninggal.

Etik Disiplin Hukum


● Dokter A melakukan pelanggaran. ● Peraturan Konsil Kedokteran No.4 ● Dokter A menyebabkan kerugian yaitu
meskipun pada awalnya dokter A Tahun 2011 bahwa “Dokter tidak kematian pasien akibat Dokter A melakukan
sudah memberikan terapi sesuai menjalankan tugas dan kelalaian (negligence)
indikasi pasien, namun Dokter A tanggungjawab profesional pada ● Berdasarkan Kitab UU Hukum Perdata maka
tidak dapat melakukan komunikasi pasien dengan baik.” dokter A dapat dikenakan pasal 359 KUHP
yang baik dalam menindaklanjuti ● 28 bentuk pelanggaran disiplin “Barangsiapa karena kesalahannya
kondisi pasien. kedokteran poin 15 “Tidak (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
● KODEKI pasal 17, “Setiap dokter melakukan pertolongan darurat diancam dengan pidana penjara paling lama
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, lima tahun atau pidana kurungan paling lama
sebagai suatu wujud tugas padahal tidak membahayakan satu tahun.”
perikemanusiaan, kecuali bila ia dirinya, kecuali bila ia yakin ada ● Dokter A juga melanggar hubungan kontrak
yakin ada orang lain bersedia dan orang lain yang bertugas dan (transaksi terapeutik), karena tidak berusaha
mampu memberikannya.” mampu melakukannya.” maksimal dalam upaya penyembuhan pasien
yang akhirnya menyebabkan pasien meninggal.
Kesimpulan
Hubungan antara dokter dengan pasien sangat berperan penting dalam
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, setiap dokter perlu memberikan
pelayanan kesehatan dengan upaya semaksimal mungkin dan menerapkan
hubungan yang baik antara dokter dan pasien. Sehingga, setiap dokter
perlu berlandaskan aspek etik, disiplin, dan hukum kedokteran agar tercipta
keharmonisan dan keselarasan dalam menjalankan tugasnya.
Thank you!
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai