Veri Junaidi
Pendahuluan
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan dalam
penyelesaian perselisihan hasil pemilu kepala daerah (pemilukada)1.
Kewenangan tersebut muncul setelah perubahan ketiga atas
Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Pemda). Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 2008 hasil
perubahan UU Pemda secara eksplisit memberikan kewenangan
kepada MK dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilukada.
Pasal 236 menyebutkan bahwa dengan diundangkannya UU No.
12 Tahun 2008 maka kewenangan Mahkamah Agung (MA) dalam
menyelesaikan perselisihan hasil pemilukada diserahkan kepada
MK.
Kewenangan penyelesaian perselisihan hasil pemilukada oleh
MK, pada dasarnya merujuk pada kewenangan yang diberikan
Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Perbedaan tafsir terhadap
klausula “pemilu” yang kemudian menyebabkan kewenangan
tersebut tidak menjadi kompetensi MK untuk menyelesaikannya.
Pilkada2 dikategorikan sebagai rezim pemerintahan daerah dan
1
Istilah Pemilukada digunakan untuk menunjukkan pemilihan kepala daerah
sebagai rezim pemilihan umum pasca putusan No. 72 – 73/PUU/2004.
2
Sedangkan istilah Pilkada digunakan untuk menunjukkan pemilihan kepala
27
Pendapat Mahkamah Point [3.14.5]
28
Pendapat Mahkamah Point [3.25]
29
Putusan MK Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil
Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat
30
Pendapat Mahkamah Point [3.24.2]
31
Pendapat Mahkamah Point [3.34]
32
Pendapat Mahkamah Point [3.19.4]
33
Pendapat Mahakamah Point [3.19.4.2]
e. Kabupaten Sintang
Praktik politik uang terjadi di Kecamatan Kayan Hilir
dilakukan oleh simpatisan Pasangan Calon Nomor Urut 2.
Simpatisan membagi-bagikan uang sejumlah Rp. 50.000,- /
orang, sehari sebelum pelaksanaan pemungutan suara. Atas
pelanggaran tersebut, saksi Pemohon kemudian melaporkan
dan menyerahkan barang bukti kepada Panwaslu. Namun
laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti.34
f. Kota Tanjungbalai
MK menilai telah terjadi politik uang melalui Tim Arteri
Center yang dibentuk secara terstruktur dan berjenjang mulai
dari tingkat kota hingga TPS dengan melibatkan banyak orang
secara masif yang dijadikan sebagai koordinator, saksi dan
atau relawan. Sebagian besar relawan itu memiliki pengaruh
baik langsung atau tidak kepada aparatur pemerintahan serta
dilakukan dengan perencanaan yang matang.35
Kegiatan politik uang juga tidak dapat dilepaskan
dari penggunaan dan pemanfaatan aparat birokrasi Kota
Tanjungbalai. Pertemuan rapat yang dilakukan di rumah dinas
Walikota Tanjungbalai dengan mengundang Tim Pemenangan
Pasangan Calon No. Urut 6 dan beberapa aparat Pemerintah
seperti Lurah atau Kepala Lingkungan termasuk juga pemilihan
lokasi RS Hadi Husada milik walikota Tanjungbalai ketika
membagi-bagikan uang kepada Tim Arteri Center pasca
pemungutan suara adalah memiliki keterkaitan baik langsung
maupun tidak dengan evaluasi, penyusunan dan persiapan
kampanye. Persoalan itu yang kemudian meyakinkan MK bahwa
politik uang dilakukan secara sistematis, terstruktu dan masif.
g. Kabupaten Sumbawa
Praktik politik uang dilakukan dengan membagikan baju kok
dan topi oleh pihak terkait. Pembagian itu dilakukan menjelang
atau pada saat Pemilukada Kabupaten Sumbawa pada Putaran
kedua. Memang politik uang itu dilakukan oleh orang yang
tidak terdaftar secara resmi sebagai tim sukses. Meskipun
34
Pendapat Mahkamah Point [3.17]
35
Pendapat Mahkamah Point [3.23]
Penutup
Pembahasan terhadap bentuk pelanggaran sistematis,
terstruktur dan masif memang tidak dilakukan terhadap seluruh
perselisihan hasil pemilukada Tahun 2010 yang telah dikabulkan
oleh MK. Meskipun demikian, paling tidak dokumentasi ini telah
mengklasifikasikan bentuk pelanggaran yang bersifat sistematif,
massif dan terstruktur. Harapannya klasifikasi ini dapat menjadi
41
Pendapat Mahkamah Point [3.24.12.6]
42
Pendapat Mahkamah Point [3.24.13]
Daftar Pustaka
Ramlah Surbakti dkk, Perekayasaan System Pemilihan Umum untuk
Pembangunan Tatanan Politik Demokratis. Jakarta: Kemitraan, 2008.
David Hels. Models of Democracy. Jakarta, Akbar Tanjung Institut, 2006.
David Held. Demokrasi dan Tatanan Global: Dari Negara Modern hingga
Pemerintahan Kosmopolitan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
John Locke,. Kuasa itu Milik Rakyat: Esai mengenai asal mula
sesungguhnya, ruanglingkup, dan maksud tujuan pemerintahan sipil.
Yogyakarta: Kanisius, 2002.
JJ. Rousseau, 2010. Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum – Politik.
Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Tomas Meyer. Democracy: An Introduction For Democratic Practice.
Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) Indonesia Office, 2002.
Jimly Ashiddiqie. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Jimly Ashinddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum UI, 2003.