Anda di halaman 1dari 5

RESUME KEPERAWATAN KRITIS

(TENTANG SYOK SEPSIS)

Nama : Euis Sonia Ardianti

NIM : C.0105.17.012

Prodi : Pendidikan Ners

Tingkat/Smester : 3/6

Mata Kuliah : Kep. Kritis

TINJAUAN TEORI

Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah
dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa menyebabkan organ-organ tubuh gagal
berfungsi dan berujung pada kematian (Purnama, 2014).

Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik terhadap infeksi.
Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini
tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh
karena itu kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan oleh infeksinya, tetapi juga
respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-
kerudasakan pada sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normal, respon ini dapat diadaptasi,
tapi pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya (Bakta & Suastika, 2012). Contoh dari
pengertian diatas adalah reaksi dari mediator leukotrine dan PAF ( Plateled Activating Factor
) adalah untuk merangsang neutrofil yang mengadakan agregasi disekitar sumber pelepas
mediator ini. Akibatnya akan meningkatkan kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri
yang difagositosis. Normalnya hal ini sangat menguntungkan, tapi pada keadaan sepsis
sebagian dari molekul reaktif ini akan dilepaskan langsung pada sel endotel permukaan. Hal
ini merupakan salah satu penyebab dari kerusakan endotel yang khas terjadi pada sepsis, dan
berakibat kerusakan organ. Banyak mediator yang ditemukan berperan dalam pathogenesis
sepsis dengan efek yang berbeda-beda (Bakta & Suastika, 2012).
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus dengan
sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi penyebab sepsis.
Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital, termasuk (Davey, 2011):
a. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah vena
dan arteri.

b. Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada awalnya,
namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien menjadi dingin dan
perfusinya buruk.

c. Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.

d. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih
harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan gambaran
fungsi ginjal.

e. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2 alveoli-
arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan apabila
terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan bantuan ventilasi
mekanis.

f. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah arteri
dan kadar laktat.

g. Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya
memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-tempat pungsi vena,
menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem hemostatik, yang membutuhkan
tambahan produk darah.
Menurut (Muttaqin, 2010), pada pasien syok sepsis sering ditemukan edema paru,
sehingga diperkirakan insufisiensi paru pascatrauma merupakan sebagai faktor penyebab,
kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru. Septikemia karena basil gram
negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru karena
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat terjadi tanpa multiplikasi
aktif mikroorganisme dalam paru. Bakta & Suastika (2012) mengatakan bahwa penyebab
dasar sepsis dan syok septik yang paling sering adalah infeksi bakteri. Sebelum pemakaian
anti biotik meluas, penyebab tersering adalah bakteri gram positif terutama dari jenis
streptokokus dan stafilokokus. Akan tetapi setelah anti biotik berspektrum luas mulai
tersedia, maka sepsis sering muncul sebagai akibat infeksi nosokomial oleh bakteri gram
negatif, sehingga sekarang ini jumlah sepsis yang disebabkan oleh gram positif dan negatif
hampir sama.
Serum Procalsionin diproduksi di sel C kelenjar Tyroid, merupakan prekursor
kalsitonin. Protease secara spesifik membelah serum prokalsitonin menjadi calcitonin,
catacalcin dan residu N-terminal. Biasanya serum Procalsitonin dibelah dan tidak ada yang
dilepaskan kedalam aliran darah. Tingkat serum Procalsitonin tidak terdeteksi ( < 0,1 ng
/ml.). Tingkat serum Prokalsitonin dapat meningkat lebih dari 100 ng / ml selama infeksi
berak dengan manifestasi sistemik. Pada kondisi ini,
erum prokalsitonin mungkin diproduksi oleh jaringan exstra Thyroid.Pada saat terjadi sepsis
Prokalsionin berfungsi menghambat Prostaglandin dan sintesis tromboksan ( Sudhir et al,
2011 )
3. Tahapan perkembangan sepsis

Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
a. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.

b. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai mengganggu
fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.

c. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke
tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan oksigen
yang cukup.

Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok septik
dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.
JURNAL YANG SAYA AMBIL

“Gambaran Sumber Terjadinya Infeksi pada Penderita Sepsis dan


Syok Septik di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Agustus 2016 sampai dengan September 2017”

Bahasan dalam jurnal:

Didapatkan bahwa sepsis dan syok septik terbanyak besumber dari saluran napas
yaitu pneumonia pada sebanyak 50 orang, yang terbagi atas human acquired pneumonia
(HAP), community acquired pneumonia (CAP), dan ventilator acquired pneumonia (VAP).
Data menunjukkan bahwa HAP memiliki peran terbanyak yaitu sebanyak 21 orang (31,3%),
diikuti oleh CAP 11 orang (16,4%), dan VAP 18 orang (26,9%). Hasil yang sejalan juga
ditemukan pada penelitian yang dilakukan di ICU RSUP dr. Kariadi yaitu dari 126 pasien
sepsis dan syok septik ditemukan sumber utama sepsis dan syok septik ialah pneumonia
sebanyak 42%.7 Hal ini dise-babkan kuman S.Pneumonia mudah masuk ke dalam tubuh
melalui inhalasi atau aspirasi ke segmen paru-paru/lobus paru-paru.8 Infeksi pneumonia
dapat terjadi sebelum masuk rumah sakit, saat menda-patkan penanganan medis, atau saat
menjalankan proses perawatan di ICU.9
Kejadian pneumonia nosokomial (HAP) dan VAP di ICU lebih banyak di jumpai dari semua
infeksi dengan angka mortalitas dapat mencapai 33-50%.10 Penyebab pneumonia
nosokomial di ICU terjadi akibat tindakan invasif yang diberikan pada pasien berupa infus,
intubasi, trakeostomi, dan pemasangan ventilator.11
Data yang ditemukan dari catatan rekam medik ICU tidak mencantumkan hasil kultur
terutama jenis kuman penyebab dan sensitivitas test terhadap antibiotik sesuai kuman. Sekitar
86% dari penyakit nosokomial pneumonia terinfeksi dari penggunaan ventilasi mekanik yaitu
VAP.8 Infeksi nosokomial di ICU berhubungan dengan peningkatan angka kematian, angka
kesakitan dan lama waktu perawatan, dengan angka kematian cukup tinggi yaitu 33-50%.10
Dari hasil penelitian di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, sumber kedua sepsis dan
syok septik ialah urosepsis (11,9%). Hasil yang hampir sama didapat dari penelitian yang
dilakukan di Jerman dimana urosepsis menyumbang 9-31% dari semua kasus sepsis dan syok
septik dan memiliki angka kematian 20-40%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan sepsis
pada umumnya.12 Hal ini disebabkan mikrobakteria yang berasal dari saluran urogenital,
dipengaruhi dengan penggunaan kateter urin dan bakteri dengan mudah masuk ke dalam
peredaran darah karena pasien mengalami penurunan kekebalan tubuh.13
Data yang didapatkan dari pasien yang dirawat di ICU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou
Manado periode Agustus 2016 – September 2017 memperliahatkan sumber infeksi sepsis dan
syok septik akibat kolangitis sebanyak 3 orang (4,5%), yang menunjukkan sedikit
peningkatan diban-dingkan penelitian yang dilakukan pada Desember 2014 – November
2015 di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yaitu 1 orang saja.
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu,
kolonisasi bakteri dan partum-buhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini berasal dari
flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga disebabkan penyebaran
limfogen dari kandung empedu yang mengalami radang akut, penyebaran ke hati, atau
melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan tinggi dari saluran empedu yang
tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan
mengakibatkan sepsis.14
Dari data yang didapatkan, sumber terjadinya sepsis dan syok septik juga berasal dari abses
pada 2 orang (3,0%), dan diikuti kaki diabetes 1 orang (1,5%), osteomielitis 1 orang (1,5%),
dan ulkus dekubitus 1 orang (1,5%). Pada penelitian yang dilakukan di RS Soetomo Surabaya
didapatkan bahwa sumber infeksi sepsis dan syok septik yang berasal daari kulit, jaringan
lunak, dan tulang sebanyak 3 orang (10%).15
Pada hasil selanjutnya didapatkan bahwa sumber terjadinya infeksi sepsis dan syok sepsis
bersumber dari infeksi intraabdomen yaitu pada 1 orang (1,5%). Pada penelitian yang
dilakukan di RS Soetomo Surabaya tahun 2011 didapatkan infeksi intraabdomen memegang
peranan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 9 orang (30%).15

KESIMPULAN YANG SAYA AMBIL

Dari tinjauan teori dan jurnal yang saya ambil ternyata tidak ada kesenjangan teori
dan penelitian di dalam jurnal gambaran, dari penderita atau pasien yang menderita syok
sepsis menunjukan tanda gejala yang sama makadari itu saya simpulkan teori yang
sudah ada berkesinambungan dengan kejadian di dalam kehidupan nyata dan di dalam
jurnal membahas tentang syok sepsis yang sudah berat.

Anda mungkin juga menyukai