Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Sepanjang kehidupan  manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan

konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu

yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi,

setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik entah itu konflik

antar individu, konflik antar kelompok atau yang lain. Di dalam

organisasai perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik

(destruktif). Dalam paradigma lama banyak orang percaya bahwa konflik akan

menghambat organisasi berkembang. Namun dalam paradigma baru ada

pandangan yang berbeda. Konflik memang bisa menghambat, jika tidak dikelola

dengan baik, namun jika dikelola dengan baik konflik bisa menjadi pemicu

berkembangnya organisasi menjadi lebih produktif.

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi.

Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang

muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi.

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun

pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)

dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi

kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik)

sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang

1
situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi

jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah

sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan. Konflik dapat menjadi masalah yang

serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat

kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut

tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat

diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibat yang ditimbulkan

bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Dengan mudah dan sistematis

kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup

itu dan apa saja akibat yang ditimbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis

kita dapat mengerti bahwa eksploitasi alam dan penebangan hutan yang terlalu

berlebihan  dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor dan kelangkaan air

bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan kematian ikan

dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat

merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi daftar sebab akibat

yang biasa terjadi dalam lingkungan hidup kita.

1.2     Rumusan Masalah

1.   Apa definisi manajemen konflik

2.  Aspek-aspek dalam manajemen konflik.

3. Pengelolaan konflik

4. Apa peran komunikasi pengelolaan konflik dalam organisasi

2
5. Bagaimana cara mengatasi konflik

6. Bagaimana faktor pengelolaan konflik

1.3       Manfaat

1.      Mengetahui definisi manajemen konflik

2. Mengetahui Aspek-aspek dalam manajemen konflik.

3.  Mengetahui  Pengelolaan konflik

4. Mengetahui  Peran komunikasi pengelolaan konflik dalam organisasi

5.       Menjelaskan  cara Mengatasi Konflik

6. Mengetahui bagaimana faktor pengelolaan konflik

1.4      Tujuan

1.       Untuk Mengetahui definisi manajemen konflik

2. Untuk Mengetahui Aspek-aspek dalam manajemen konflik.

3.  Untuk Mengetahui  Pengelolaan konflik

4. Untuk mengetahui  Peran komunikasi pengelolaan konflik dalam organisasi

5.       Untuk menjelaskan  cara Mengatasi Konflik

6. Untuk mengetahui bagaimana faktor pengelolaan konflik

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.   Definisi Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku

maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu

pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk

komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana

mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi.

1. Definisi Manajeme

 R Terry

Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-

tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian

yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang

telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-

sumber lainnya.

 James F Stoner

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, dan peng-

gunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai

tujuan rganisasi yang telah ditetapkan.

2. Definisi Konflik

Ada beberapa pendapat mengenai manajemen konflik diantaranya :

4
·         Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah

yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan

perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin

menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau

tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat,

atau agresif.

·         Menurut Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik

merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.

dan proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang

rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen

konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan

sampai mencapai model yang representatif dan ideal.

·         Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen

Konflik adalah suatu cara atau  proses mengambil langkah-langkah oleh para

pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah

hasil yang positif dengan melakukan pendekatan, komunikasi dan evaluasi

untuk mendapatkan penyempurnaan untuk mendukung tujuan yang telah

ditetapkan.

2.2  Aspek-Aspek Dalam Manajemen Konflik

Dalam Manajemen konflik ada 2 aspek yang bisa muncul yaitu aspek positif

dan aspek negatif.

5
1.  Aspek Positif

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila

dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan

pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

 Memberikan saluran baru untuk komunikasi.

 Menumbuhkan semangat baru pada staf. 

 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.

 Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam

organisasi.

2. Aspek Negatif

Apabila konflik mengarah pada hal negatif dan kondisi destruktif baik untuk

perorangan maupun kelompok, maka hal ini dapat berdampak :

 Penurunan efektivitas kerja,

 Adanya penolakan,

 Resistensi terhadap perubahan,

 Apatis,

 Acuh tak acuh,

 Bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Konflik bisa di sebabkna oleh beberapa hal yang mengakibatkan ke dua aspek

(posif/negatif) tersebut bisa terjadi, diantaranya :

 Batasan pekerjaan yang tidak jelas

6
 Hambatan komunikasi

 Tekanan waktu

 Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal

 Pertikaian antar pribadi

 Perbedaan status

 Harapan yang tidak terwujud

2.3 Pengelolaan Konflik

Sepanjang kehidupan  manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan

konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu

yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi,

setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Agar konflik tidak

jadi berlarut-larut maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :

1. Disiplin

Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah

konflik.Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-

peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari

bantuan untuk memahaminya.

2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan

Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan

sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior

yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang

yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat

dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

7
3. Komunikasi

Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik

dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari

konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan

sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

4. Mendengarkan secara aktif

Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.

Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki

pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan

para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Dalam mengelola konflik tidak bisa begitu saja tapi di perlukan teknik

atau keahlian untuk mengelola konflik seperti pendekatan dalam resolusi

konflik tergantung pada :

1.      Konflik itu sendiri

2.      Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya

3.      Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik

4.      Pentingnya isu yang menimbulkan konflik

5.      Ketersediaan waktu dan tenaga

Menurut Nardjana (1994) Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau

kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga

salah satu atau keduanya saling terganggu.

8
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya

ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada

dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang

telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya

emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

Pengelolaan konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku

maupun pihak luar dalam suatu konflik. Komunikasi pengelolaan

konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang

mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku

maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)

dan interpretasi bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,

yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini

karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan

terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993) bahwa pengelolaan konflik merupakan langkah-langkah

yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan

perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin

menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak

mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.

Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam

memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan

keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses

manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para

pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran

terhadap konflik.

9
2.4   Peran komunikasi pengelolaan konflik dalam organisasi

Dalam sebuah organisai, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja

saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di

dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai

komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk

dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.

Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam

memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan,

demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-

pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80

persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain.

Ketrampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer

termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak

sebagai monitor, juru bicara (Spekesperson), maupun penyusun strategi.

Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer

untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik pening dari tugas seorang

manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis

yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi

yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima olh penerima instruksi

demikian pula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal ini harus

menjadi tujuan seorang manejer dalam semua komunikasi yag dilakukannya.

Dalam hal memanajer bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada

penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh

bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang

akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang

10
baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara

membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap

anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari

ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan

menyelesaikan konflik.

Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan

dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang

langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang

langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau

pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain

yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam

organisasi bisnis yang ditanganinya.

2.5       Cara Mengatasi Konflik

Menurut Stevenin (2000), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam

konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar

dalam mengatasi kesulitan:

1.Pengenalan

Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan

yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam

mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal

sebenarnya tidak ada).

2.Diagnosis

Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai

siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan

perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

11
3.Menyepakati suatu solusi.

Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari

orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat

diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara

yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.

4.Pelaksanaan

Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan

biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.

5. Evaluasi

Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika

penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah

sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada

hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:

1.    Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah

dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang

bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.

2.    Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat

ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.

3.    Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang

dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling

mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1.      Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)

a.       Menciptakan kontak dan membina hubungan

12
b.      Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan

c.       Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri

d.      Menentukan tujuan

e.       Mencari beberapa alternatif

f.       Memilih alternatif

g.       Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2.      Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)

a.       Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)

Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah.

Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah

(berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik

atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.

Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara

melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka

pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih

atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam

campur tangan pihak ketiga yaitu:

-       Arbitrasi (Arbitration)

Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga

mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga

bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan

penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat

-        Mediasi (Mediation)

-       Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan

konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang

13
mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap

pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak

mengikat.

b.      Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)

Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy),

menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami

kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan. Beberapa cara yang

digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy dapat

melalui:

-            Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua

atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari

ketergantungan tugas (task independence).

-            Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan

melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk

menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan

kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal

ambiquity).

-            Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah

posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi

faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan

komunikasi (communication barriers).

-            Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan

kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power)

melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat

individu (individual traits).

14
-            Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan

pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi

yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk

menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan

terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara

optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

c.       Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)

Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala

pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan

interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari

ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh

kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya

penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-

pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan

industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai

alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:

a.    Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk

menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan

kedua belah pihak.

b.   Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation)

c.    Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh

konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk

menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau

kedua belah pihak yang terlibat konflik.

15
3.      Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)

a.       Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)

Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi

secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer

cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam

hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya

mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.

Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan

sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol

pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam

organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati

dengan cara menggunakan hirarki struktural (structural hierarchical).

b.      Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative

Intervention in Lateral Conflict)

Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-

pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat

diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi

secara otoratif kedua belah pihak.

c.       Pendekatan Sistem (System Approach)

Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah

kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan

dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah

mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul. Pendekatan ini

menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi

pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

16
d.      Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)

Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat

kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan

kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti

membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik

yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task

interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda

sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik

Faktor-faktor penyebab konflik dapat dikelompokkan ke dalam dua

kelompok

besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Dalam faktor internal dapat disebutkan beberapa hal yang mempengaruhi

konflik yaitu

1. Kemantapan organisasi;

. Sistem nilai

3. Tujuan

4. Sistem lain dalam organisasi.

Sedangkan faktor eksternal meliputi :

1. Keterbatasan sumber daya

2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat

3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain

4. Pola interaksi dengan pihak lain

17
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Pengelolaan konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara

pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Komunikasi pengelolaan

konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang

mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku

maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan

(interests) dan interpretasi bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai

pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi

konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada

kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling

menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral

seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya

pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di

sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-

prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih

jauh. Artinya, prinsip moral semcam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi

sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya

berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang

lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau

lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup.

18
B.   Saran

Dengan pembahasan mengenai masalah pengelolaan konflik dan

pengelolaan etika dan moral dalam makalah ini, adalah sesuatu yang sangat

penting ukntuk kita ketahui sebagai bekal kita ke depan. Karenanya kami

sarankan kepada para mahasiswa maupun pembaca lainnya agar

bias mengambil manfaat dari isi makalah yang sederhana ini. Atas motivasi

dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih. Selamat membaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen. BPFE – Yogyakarta


Stoner, James A.F. 1996. Manajemen (Terjemahan). Penerbit Erlangga – Jakarta
Griffin. 2003. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga – Jakarta
Dr. H.B. Siswanto, M.Si. 2011. Pengantar Manajemen. Penerbit Bumi Aksara -
Jakarta
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status
Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah
Mada. Jurnal Psikologi, No. 2
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan).
Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.

20

Anda mungkin juga menyukai