Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA


INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR

Oleh :

Nama : Jumidin

Kelas : TI-2F

NIM : 08.01.134
ANALISIS KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA
INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Surat kabar merupakan salah satu media massa yang


menggunakan bahasa tulisan sebagai alat utamanya. Peranan surat
kabar dalam pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia
sangatlah besar. Bahkan pembentukan dan pemakaian istilah baru
serta pemasyarakatannya seringkali banyak dipengaruhi juga oleh
surat kabar. Andaikan semua media massa surat kabar menggunakan
Bahasa Indonesia baku yaitu bahasa jurnalistik yang memenuhi kaidah
Bahasa Indonesia terutama ragam tulis menjadi kenyataan, niscaya
media akan berperan sebagai guru bahasa.

Namun, dewasa ini muncul kecenderungan dari media surat


kabar untuk bersikap negatif terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini
terlihat dari aktivitas kebahasaan yang ada. Mereka seakan lebih
bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan Bahasa
Indonesia walaupun sebenarnya situasi dan kondisi saat itu tidak
memungkinkan. Apabila bahasa yang dipergunakan dalam surat kabar
tersebut dikritik dan disalahkan, mereka berkilah bahwa gaya bahasa
jurnalistik berbeda dengan kaidah Bahasa Indonesia, walaupun
sebenarnya gaya bahasa jurnalistik dalam penggunaan Bahasa
Indonesia sangat berbeda konteks. Akibatnya peran surat kabar
sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi
masyarakat menjadi sulit terwujud, karena kesalahan-kesalahan yang
seharusnya tidak boleh terjadi justru diakomodir pada sejumlah tulisan
yang termuat di dalam surat kabar.

Berpijak dari pemikiran tersebut, untuk mengetahui ragam


bentuk kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi
di media surat kabar, maka Kami mencoba untuk menyusun sebuah
makalah yang berjudul : “ANALISA KESALAHAN PEMAKAIAN
BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR”,
dengan objek penelitian adalah dua surat kabar nasional, yaitu Harian
Kompas dan Harian Republika. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi
sebuah referensi yang bermanfaat bagi segenap pihak yang
membutuhkannya.

I.2. Rumusan Masalah :

Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa


Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar?

I.3. Tujuan Penulisan :

Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa


Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.

I.4. Manfaat Penulisan :

Pembaca / masyarakat dapat mengetahui bentuk-bentuk


kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi
pada media massa surat kabar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Media Massa Cetak

Media massa cetak merupakan sumber informasi yang disajikan


kepada masyarakat dalam bentuk teks. Menurut Tholson (2006 : 9),
terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam membuat teks
tersebut, diantaranya : interactivity, performativity, dan liveliness.
Interactivity berarti penulis teks dituntut untuk memilih kata yang
sesuai sehingga terjalin hubungan antara penulis dan pembaca dalam
rangka penyempaian makna. Performativity berarti penulisan teks
harus memperhatikan penampilan bahasa yang disampaikan, sehingga
menarik orang yang membacanya. Liveliness berarti pilihan kata
harus dapat menghidupkan suasana yang ditandai adanya respon dari
pembaca. Tentunya menyajikan berita dalam bentuk teks memiliki
tingkat kerumitan yang lebih tinggi daripada melalui media elektronik.
Penulis harus benar-benar lihai dalam memilih kata yang ekspresif,
sehingga apa yang disampaikan benar-benar dapat diterima
sepenuhnya.

Media massa cetak mempunyai kemampuan untuk berperan


sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi publik. Ini
memungkinkan media massa cetak memiliki kepribadian ganda.
Pertama, memberikan dampak positif kepada publik. Kedua,
memberikan dampak negatif. Bahkan, media yang memiliki peranan
sebagai alat untuk menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor
yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan
politik.
II.2. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Dalam buku “Common Error in Language Learning”, H.V. George


mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian
bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program
dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak
diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari
kaidah bahasa baku.

S. Piet Corder dalam buku “Introducing Applied Linguistics”


mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa
adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan
hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang
sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.

Merujuk pada pemikiran-pemikiran tentang pengertian kesalahan


berbahasa di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-
bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat,
paragraph, yang menyimpang dari sistem kaidah Bahasa Indonesia
baku.

III. PEMBAHASAN

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa surat


kabar merupakan satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar
bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi, surat kabar menggunakan
ragam bahasa tulis. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian
ragam bahasa tulis harus lebih cermat. Kecermatan yang dimaksud
meliputi : kaidah tata tulis atau ejaan, kaidah pemilihan kata atau diksi,
dan kaidah struktur kalimat. Walaupun diakui bahwa ragam bahasa tulis
pada surat kabar memiliki sifat yang khas, yaitu singkat; padat;
sederhana; lancar; jelas; dan menarik, namun demikian harus pula
mengindahkan kaidah gramatikal Bahasa Indonesia.

Sebagai salah satu media cetak yang paling produktif


menggunakan ragam bahasa tulis, sasaran informasi yang disampaikan
melalui surat kabar adalah pembaca dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya,
sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang
berlaku.

Instruksi untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan


benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu
kebangsaan. Secara tegas dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam informasi di media massa, sebagaimana tertuang di
dalam ketentuan pasal 25 ayat (3) dan pasal 39 ayat (1) berikut :

Pasal 25

Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa
resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan
dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa
media massa.
Pasal 39
Ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui
media massa.

Namun demikian adanya Undang-Undang tersebut masih belum


cukup signifikan untuk meredam kebebasan dan keterbukaan sebagai
gaung dari proses reformasi yang telah berjalan sejak tahun 1998 lalu.
Konsep keterbukaan dan kebebasan pers yang bertanggungjawab dalam
perjalanannya lebih terkesan berkembang pada kebebasannya saja.
Akibatnya kemurnian penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam setiap informasi pada media masa, khususnya surat kabar menjadi
sulit terwujud.

Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan Kami pada dua surat


kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya
terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada
sejumlah tulisan dalam surat kabar tersebut, yaitu : (1) Kesalahan
penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa
memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam
aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara
imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.

1. Kesalahan Penggunaan Pemilihan Kata (Diksi)

Kesalahan yang terjadi adalah, pemilihan kata yang digunakan meski


terdengar kurang etis, namun dipaksakan muncul sebagai “bumbu”
untuk membuat tulisan menjadi lebih menarik dibaca.

Contoh :

…komisi pengganyangan korupsi…(Republika, 15 Maret 2010).


Kata yang dicetak tebal (pengganyangan) terkesan kurang etis,
meskipun kata ganyang masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia
baku, namun lebih berasosiasi pada hal yang sifatnya kasar atau tidak
sopan.

Mungkin yang menjadi pertimbangan oleh penulisnya karena korupsi


digolongkan sebagai kejahatan yang bersifat luar biasa, oleh karena itu
untuk memberikan suatu penekanan bahwa korupsi harus benar-benar
diberantas maka dimunculkanlah kata ganyang. Namun, menurut
pendapat Kami kata pengganyangan sebaiknya tidak perlu muncul,
mungkin lebih baik jika tetap digunakan kata pemberantasan.

Hal ini tentunya perlu dijadikan pertimbangan, mengingat pembaca


surat kabar tidak hanya berasal dari kalangan dewasa saja, namun
terbuka bagi semua usia. Akan sangat menyedihkan tentunya apabila
kemudian anak-anak sekolah menjadi familiar untuk mengucapkan
kata ganyang dalam pergaulan mereka sehari-hari.

2. Penggunaan Istilah Asing Tanpa Memperhatikan Kaidah Penggunaan


Dan Penyerapan Unsur Asing Dalam Aturan Bahasa Indonesia

Istilah asing banyak digunakan tanpa memperhatikan kaidah


penggunaan dan penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal
Bahasa Indonesia.

Contoh :

Perform, budget, website, fair…(Republlika, 15 Maret 2010)

Minister, outside, stateless, forward looking, money politic, voting…


(Kompas, 11 Mei 2010).
Penggunaan istilah asing dengan mengadopsi secara langsung hanya
diperbolehkan jika istilah tersebut memang sama sekali belum ada
padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Adapun adopsi kata secara
tidak langsung dilakukan dengan memperhatikan kaidah penyerapan
unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.

Istilah-istilah seperti perform, budget, website, fair, minister, outside,


stateless, forward looking, money politic, dan voting telah memiliki
padanan kata dalam Bahasa Indonesia yaitu secara berturut-turut
adalah : melakukan, anggaran, situs, adil, menteri, sisiluar, tak
berkewarganegaraan, melihat ke depan, politik uang, dan pemungutan
suara. Penulisan istilah-istilah asing dalam bentuk aslinya tersebut
biasanya lebih ditujukan untuk menampilkan efek agar suatu tulisan
dianggap berbobot atau intelek, menarik untuk dibaca, dan dianggap
menjual.

3. Mengutip Perkataan Narasumber Secara Imitatif, Tanpa Diolah Terlebih


Dahulu

Hal yang mendasari timbulnya kesalahan ini adalah kembali pada jiwa
seorang jurnalis yang selalu tidak ingin kehilangan sedikitpun detail
informasi yang ia peroleh dari narasumbernya. Oleh karena itu,
biasanya apa yang dikatakan oleh narasumber tanpa dipahami makna
bahasanya langsung dikutip secara apa adanya. Namun, hal ini
menjadi suatu masalah ketika pengutipan secara langsung ini justru
mengakibatkan terjadi kesalahan bahasa pada media surat kabar.
Contoh :

...Untuk menarik minat investor, kata Hidayat, Indonesia sangat


membutuhkan dukungan energy dan listrik. “Jangan sampai byar pet,
yang merintangi industri,” katanya…(Republika, 15 Maret 2010).

…”Tidak ada politik transaksional, tak ada deal-deal, apapun, apalagi


terkait mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan)”, katanya…
(Kompas, 11 Mei 2010).

Istilah byar pet ataupun deal-deal (keduanya dicetak tebal), tentunya


sama sekali tidak dikenal dalam Bahasa Indonesia yang resmi,
sebagaimana termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Namun kedua istilah tersebut menjadi lazim dipergunakan mengingat
seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam
pemberitaan surat kabar. Istilah byar pet sendiri sebenarnya berasal
dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan kondisi
redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu) yang saling
bergantian terjadi secara frekuentif. Sedangkan deal-deal sendiri
merupakan “parodi (plesetan)” yang merujuk kepada arti kesepakatan-
kesepakatan.

Memperhatikan ketiga kesalahan di atas, jelas nampak bahwa


munculnya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam
media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak
media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan
sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat
motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas.
Namun, tentunya hal ini jika tidak ditangani lebih lanjut maka akan
merusak tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat
kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang
dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh
masyarakat.

IV.KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan pada dua surat kabar


terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya
terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada
sejumlah tulisan dalam surat kabar, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan
pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa
memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing
dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan
narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.

2. Kemunculan kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam


media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja.
Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan
sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga
terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga
tuntas.
V. SARAN

Adanya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam


media surat kabar harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan
pembenahan. Penanganan yang setengah-setengah atau tidak secara
tuntas akan berakibat pada semakin rusaknya tatanan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut
lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya
dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu harus
ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun
masyarakat sehingga upaya untuk mewujudkan peran surat kabar sebagai
salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat
akan dapat terwujud.

VI.DAFTAR PUSTAKA

Broto A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bulan Bintang.


Jakarta.

Tasai, S. Amran dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa


Indonesia : Untuk Perguruan Tinggi . Akademika
Prescindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai