Hambatan dalam pelaksanaan upaya pemberantasan Human Trafficking
Hambatan dalam pelaksanaan mengatasi tindak pidana perdagangan merupakan
bagian dari kejahatan internasional terorganisir yang dilakukan melewati batas negara. Penerapan dalam pelaksanaan upaya pemberantasan perdagangan orang (Human Trafficking) seringkali dijumpai hambatan. Faktor-faktor penghambat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan upaya pemberantasan perdagangan orang (Human Trafficking) adalah: a. Faktor hukum itu sendiri, artinya harus ada payung hukumnya. Suatu produk hukum itu dikatakan baik apabila hukum itu mengundang kepastian hukum dalam arti penjatuhan sanksi, jika sanksi itu sulit dilaksanakan maka akan jadi tawar-menawar hukum, disamping memberi kepastian hukum, juga memberikan manfaat dan keadilan hukum. Terdapat kelemahan Aparat polisi dalam kelemahan dalam menganalisis dan menerapkan hukum yang telah ada, sehingga terkadang dalam menangani kasus tidak memahaminya sebagai tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking). Bahkan sering kali kasus-kasus yang dihadapi cenderung diselesaikan secara kekeluargaan karena antara korban dan pelaku yang memang memiliki hubungan dekat dan adanya beberapa petugas yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking), pada saat proses penyidikan dan penyelidikan banyak hambatan yang terjadi seperti bocornya informasi razia dan penggerebekan petugas di tempat-tempat yang di sinyalir sebagai tempat terjadinya transaksi tindak pidana perdagangan orang.
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum. Mentalitas petugas yang menegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan hakim adalah hal yang sangat penting, karena sebaik apapun hukumnya kalau mentalitas aparat penegak hukumnya kurang baik maka akan terjadi gangguan pada system penegakan hukum. Kepolisian dalam pelaksanaan menegakkan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) memerlukan bukti-bukti yang dapat menjerat pelaku karena mata rantai demikian panjang seringkali mata rantai tersebut putus-putus dengan pelaku yang berbeda. Sehingga tidak bisa dilihat secara menyeluruh dan otomatis dan tidak bisa melihat berat ringannya upaya yang dilakukan karena kecenderungan pelaku menyangkal. Serta kurangnya aparat penegak hukum yang perempuan dan kurangnya aparat penegak hukum untuk mempercepat proses kasus perdagangan orang (Human Trafficking). Tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) lebih banyak dialami oleh perempuan baik dewasa maupun anak-anak sehingga kasus yang menjadi korban kebanyakan adalah perempuan.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (trafficking). Faktor sarana dan prasarana juga menjadi penghambat pelaksanaan upaya pemberantasan perdagangan orang (Human Trafficking) terhadap pelaku perdagangan orang (Human Trafficking). Terkait biaya operasional juga menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) yang tersedia kurang memadai, karena biaya dikeluarkan untuk proses penyidikan cukup besar. Sekali dalam melakukan proses penyidikan biaya yang di butuhkan adalah sebesar Rp 10.000.000 s/d Rp 15.000.000, sedangkan anggaran dasar yang diterima oleh penyidik yakni sebesar Rp 5.000.000 s/d Rp 10.000.000.
d. Faktor maskarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan. Faktor maskarakat atau korban menjadi salah satu faktor penghambat, dilihat dari aspek penyidikannya bersumber dari korban perdagangan sendiri dimana korban tidak ingin kasusnya disidik, ingin cepat pulang ke kampung halamannya serta tidak mengenal agen yang merekrut, memindahkan dan mengeksploitasi korban sehingga menyulitkan pelacakan, korban juga dengan sengaja memalsukan identitas baik nama maupun usianya agar mempermudah proses administrasi pembuatan paspor, tanpa disadari, korban telah dengan sengaja melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen. Serta, masyarakat yang menjadi korban perdagangan orang pelakunya adalah orang yang masih memiliki hubungan saudara sehingga ada rasa enggan menuntut saudaranya apalagi kalau pelaku tau uang yang diterima tidak banyak. Bahkan terkadang orang tua korban dalam hal ini masyarakat mendapat keuntungan dari peristiwa tersebut dan cenderung menutup-nutupi. Jadi, masyarakat menjadi salah satu faktor penghambat dalam upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (Human trafficking) karena korban merasa enggan untuk menuntut pelaku sehingga banyak sekali kasus perdagangan orang yang pelakukanya dihukum lebih ringan.