Anda di halaman 1dari 41

ÒMAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TUMOR DADA


(PENYAKIT KANKER PARU & TUMOR MEDIASTINUM)
Mata Kuliah : Keperawatan Medical Bedah 1
Dosen Pengampu : Titi Iswayanti A., M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
DEA NUR SHABRINA HIDAYAT (R011191024)
RATI MARDATILLAH (R011191050)
ILFA ZAHRA (R011191074)
BRIGITA SRI JANE (R011191100)
ELUZAI MEGAHYUNISEMBE (RO11191128)
NERS A 2019
REGULAR B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur tak henti-hentinya kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
berkat, rahmat, dan hidayahnya, makalah yang berjudul “asuhan keperawatan dengan
tumor dada penyakit kanker paru dan tumor mediastinum” dapat diselesaikan dengan
tepat waktu
Makalah ini membahas mengenai kanker paru dan tumor mediastinum yang
didalamnya dipaparkan patofisiologi sampai asuhan keperawatan yang diberikan pada
klien dengan penyakit tersebut.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada teman-teman yang selama telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Kami selaku mahasiswa yang telah
Menyusun makalah ini menydari bahwa makalah ini tidak sempurna. Oleh karenanya
saran dan kritik pembangun kami perlukan dalam makalah ini. Dengan adanya
makalah ini, kami sangat berharap agar wawasan para pembaca bertambah melalui
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujun Penulisan...........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
2.1 Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik)...........................................................................4
2.1.1 Definisi Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik)......................................................4
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................................4
2.1.3 Patofisiologi...............................................................................................................5
2.1.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................6
2.1.5 Penatalaksanaan Medis..............................................................................................7
2.1.6 Pathway....................................................................................................................10
2.1.7 Konsep Keperawatan...............................................................................................10
2.2 Tumor Mediastinum.......................................................................................................22
2.2.1 Definisi Tumor Mediastinum...................................................................................22
2.2.2 Etiologi.....................................................................................................................25
2.2.3. Patofisiologi............................................................................................................25
2.2.4. Manifestasi Klinis...................................................................................................26
2.2.5 Penatalaksanaan Medis............................................................................................26
2.2.6 Pathway....................................................................................................................28
..........................................................................................................................................28
2.2.7 Konsep Keperawatan...............................................................................................29
BAB III.....................................................................................................................................37
PENUTUP................................................................................................................................37
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................37
3.2 Saran...............................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................38
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makhluk hidup tidak kecuali manusia membutuhkan oksigen untuk proses
metabolisme sel melalui sistem pernafasan. Sistem pernafasan bertanggung jawab terhadap
proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan, yaitu pengambilan oksigen dan
eliminasi karbondioksida (Djojodibroto, 2013). Sistem pernafasan membawa oksigen melalui
jalan nafas ke alveoli jaringan paru, dimana terjadi proses difusi ke kapiler untuk
distribusikan ke jaringan (Black dan Hawks, 2009).
Tumor ganas atau kanker adalah sel tumor yang tumbuh dan berkembang secara tidak
terkontrol, menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain
(Jusuf, 2010).Kanker paru (Ca Paru) merupakan penyebab kematian utama akibat kanker
pada pria dan wanita. Kanker paru ini meningkat dengan angka yang lebih besar pada wanita
dibandingkan pada pria dan sekarang melebihi kanker payudara sebagai penyebab paling
umum kematian akibat kanker pada wanita. Menurut hasil penelitian, hampir 70% pasien
kanker paru mengalami penyebaran ketempat limfatik regional dan tempat lain pada saat
didiagnosis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di
tempat jaringan perut sebelumnya (tuberculosis fibrosis ) di dalam paru .(Akper & Tapteng,
1998)

Menurut hasil penelitian, hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran
ketempat limfatik regional dan tempat lain pada saat didiagnosis. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di tempat jaringan perut sebelumnya
(tuberculosis fibrosis ) di dalam paru . Kanker paru mengacu pada lapisan epithelium saluran
napas. Kanker paru dapat timbul dimana saja di paru dan kebanyakan kasus kanker paru dapat
dicegah jika kebiasaan merokok dihilangkan.(Akper & Tapteng, 1998)

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut. Proses pembentukan
karsinogenesis merupakan kejadian somatic dan sejak lama diduga disebabkan karena
akumulasi perubahan genetik dan epigenetic yang menyebabkan perubahan pengaturan
normal control molekuler perkembangbiakan sel (Bedir, 2007).

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atautumor ganas dengan
penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur
diagnostik memegang peranan sangat penting (PDPI, 2003). Pembedahan yang dilakukan
oleh Becha, dkk dari Perancis terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus
timoma invasive, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3
karsinoma tiroid, 2 radition induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum.
Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA
mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien
penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma
14%, sarcoma5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%.
Pada umumnya, kanker paru ditemukan setelah menginjak stadium lanjut, yaitu
stadium III B dan IV.6 Sehingga, tujuan utama pengobatan kanker paru adalah untuk
meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup. Namun, teknik formal yang mengukur hal
tersebut jarang digunakan untuk mengevaluasi dampak pengobatan. Padahal banyak pasien

1
dengan kanker paru yang lanjut usia dan memiliki riwayat penyakit yang kompleks dan
segudang komorbiditas.7 Selain itu terapi kanker paru sendiri, dalam hal ini adalah
kemoterapi, sebagai pilihan utama terapi kanker paru juga menunjukkan banyak efek
samping.8 Salah satu dari efek samping kemoterapi adalah nyeri.9\ Nyeri adalah gejala yang
paling menyedihkan yang berhubungan dengan kanker (Husen, 2016)

Selain nyeri karena penyakit kanker itu sendiri, nyeri akibat kemoterapi merupakan
nyeri yang sering ditemui.Nyeri ini dapat terjadi setiap saat setelah pengobatan dimulai dan
akan semakin parah seiring berjalannya pengobatan.Jika tidak dikendalikan, nyeri dapat
memiliki dampak buruk pada pasien dan keluarganya. Pentingnya manajemen nyeri sebagai
bagian dari perawatan kanker rutin telah tegas dikemukakan oleh WHO (World Health
Organization), organisasi profesional internasional dan nasional, serta lembaga pemerintah.
Prevalensi nyeri kronis adalah sekitar 30-50% di antara pasien dengan kanker yang sedang
menjalani pengobatan aktif untuk tumor solid dan 70-90% di antara mereka dengan penyakit
lanjut (Husen, 2016)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi kanker paru?
2. Bagaimana etiologi kanker paru?
3. Bagaimana patofisiologi kanker paru?
4. Bagaimana manifestasi klinis kanker paru?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis kanker paru?
6. Bagaimana pathway kanker paru?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pengidap kanker paru?
8. Bagaimana definisi tumor mediastinum?
9. Bagaimana etiologi tumor mediastinum?
10. Bagaimana patofisiologi tumor mediastinum?
11. Bagaimana manifestasi klinis tumor mediastinum?
12. Bagaimana penatalaksanaan medis tumor mediastinum?
13. Bagaimana pathway tumor mediastinum ?
14. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pengidap tumor mediastinum?

1.3 Tujun Penulisan


1. Mengidentifikasi definisi kanker paru
2. Mengidentifikasi etiologi kanker paru
3. Mengidentifikasi patofisiologi kanker pare
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis kanker paru
5. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis kanker paru
6. Mengidentifikasi pathway kanker paru
7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien pengidap kanker paru

2
8. Mengidentifikasi definisi tumor mediastinum
9. Mengidentifikasi etiologi tumor mediastinum
10. Mengidentifikasi patofisiologi tumor mediastinum
11. Mengidentifikasi manifestasi klinis tumor mediastinum
12. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis tumor mediastinum
13. Mengidentifikasi pathway tumor mediastinum
14. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien pengidap tumor mediastinum

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik)
2.1.1 Definisi Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik)
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer) Dalam pengertian klinik yang dimaksud
dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
(karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma).(Fatmawati, 2019)

Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai


hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika
Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru. Berdasarkan data WHO, kanker paru
merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima
untuk semua jenis kanker pada perempuan Kanker paru juga merupakan penyebab
kematian akibat kanker terbanyak pada laki- laki dan kedua pada perempuan.
(Fatmawati, 2019)

2.1.2 Etiologi
Meskipun etiologi karsinoma bronkogenik yang sebenarnya belum diketahui,
tetapi ada tiga faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam pening- katan insidensi
penyakit ini: merokok, bahaya industri, dan polusi udara. Semakin banyak orang yang
tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang
diembuskan oleh orang lain di dalam iuang tertutup, delgan risiko terjadinya kanker
paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapatkan kanker paru
meningkat dua kali. (Tang et al., 2018)

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruh- nya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan di daerah pedesaan. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa
kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cen- derung hidup lebih dekat dengan
tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh
polusi. Suatu knrsinogen (bahan yang dapat menimbulkan kanker) yang ditemukan
dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.(Tang et
al., 2018)

Dua faktor lain yang dapat berperan dalam peningkatan risiko terjadinya
kanker paru adalah makanan dan kecenderungan familial. Beberapa .penelitian
menunjukkan bahwa perokok yang makanannya rendah vitamin A memiliki risiko
yang lebih besar untuk terjadinya kanker paru. Terdapat juga bukti bahwa anggota

4
keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. (Tang et al.,
2018)

Penelitian sitogenik dan genetik molekular memperlihankan bahwa mutasi


pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul
dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen
(termasuk juga gen-gen K-ras dan my c) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor
(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2). Sebagai contoh, mutasi gen K-ras terdapat
dalam 30% kasus adenokarsinoma paru, dan mutasi ini mengindikasi- kan suatu
prognosis yang buruk. Penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan hubungan
anggota keluarga tingkat pertama pasien kanker dengan mutasi herediter gen p53 dan
rb memiliki risiko sebesar dua hingga tiga kali lipat untuk terjadinya kanker paru dan
tidak berhubungan dengan kebiasaan merokok.(Tang et al., 2018)

Pada banyak jaringan, diketahui bahwa perubahan peradangan kronik terjadi


sebelum timbul- nya kanker. Bukti-bukti juga memperkuat pandangan bahwa
peradangan kronik mukosa bronkus akibat iritan-iritan yang terhisap mungkin lebih
penting daripada efek zat karsinogenik apa pun. Faktor lain yang belum banyak
diperhatikan adalah hubungan yang erat antara meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor dengan meningkatnya insidensi kanker paru.(Tang et al., 2018)

Fakta-fakta ini menyatakan bahwa walaupun merokok jelas berperan uta?na


dalam peningkatan insidensi kanker paru, tetapi merokok bukan satu- satunya faktor.
Infeksi kronik; pblusi udara dari kendaraan bermotor dan industri; pekerjaan yang
menyebabkan kontak dengan zat karsinogen; dan faktor makanan, faktor keluarga,
dan mungkin juga faktor-faktor lain yang belum diketahui (baik yang berdiri sendiri
maupun gabungan) dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya kanker paru.(Tang
et al., 2018)
2.1.3 Patofisiologi
Kanker paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologinya
(Kotak 42-I), semuanya memiliki riwayat alami dan respons terhadap pengobatan
yang berbeda-beda. Walaupun terdapat lebih dari satu lusin jenis kanker paru primer,
namun kanker bronkogenik (termasuk keempat tipe sel yang pertama) merupakan
95% dari seluruh kanker paru. Karsinoma bronkogenik biasanya dibagi menjadi
kanker paru sel kecil (small ceII lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak-kecil
(non-small cell lung cancer, NSCLC) untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam
golongan kanker paru sel tidak-kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel
besar, atau campuran dari ketiganya. Pada umumnya, SCLC terutama ditangani
dengan kemoterapi, dengan atau tanpa radiasi, sedangkan NSCLC, jika pada saat
diagnosis terlokalisasi, diatasi dengan reseksi bedah. Perkiraan frekuensi dari berbagai
tipe histologi adalah sebagai berikut: epidermoid (30%), adenokarsinoma (33%),
karsinoma sel besar (10%), dan karsinoma sel kecil (18%). Sembilan puluh persen
dari seluruh tipe karsinoma bronkogenik adalah perokok, dan 10% sisanya yang

5
bukan perokok menderita kanker paru yang biasanya berupa adenokarsinoma (Minna,
7998).
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik karsinoma
bronkogenik yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak
sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa
seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan
pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini
cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat
memperbaiki prognosis. Adenoksrsinomn, (sesuai dengan namanya) memperlihatkan
susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
jenis tumor ini timbul dibagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi
seringkali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.(Tang et al., 2018)

Karsinoma sel bronkial alveolar merupakan subtipe adenokarsinoma yang


jarang ditemukan, dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkiolus terminalis.
Awitan pada umumnya tidak nyata, disertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia.
Pada beberapa kasus, secara makroskopis neoplasma ini mirip konsolidasi uniform
pneumonia lobaris. Secara mikroskopis, tampak kelompok-kelompok alveolus yang
dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus, dan terdapat banyak sputum mukoid.
Prognosisnya buruk kecuali kalau dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada
saat penyakit masih dini. Adenokarsinoma adalah satu-satunya tipe histologi kanker
paru yang tidak mempunyai kaitan jelas dengan merokok. Karsinomo sel besar adalah
sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh. (Tang et al., 2018)

Karsinoma sel kecil, seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak di tengah di
sekitar percabangan utama bronki. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis tumor ini
timbul dari sel-sel Kulchitsky, komponen normal epitel bronkus. Secara mikroskopis,
tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar dua kali ukuran limfosit) dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Sel-sel ini sering menyerupai biji oat,
sehingga diberi narna karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu
pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
Demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal, sering dijumpai.
Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif

6
(metastasis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun
lebih kecil dari 5%. (Tang et al., 2018)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Karsinoma bronkogenik menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak
mempunyai awitan yang khas. Karsinoma bronkogenik seringkali menyerupai
pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Batuk merupakan gejala umum yang
seringkali diabaikan oleh pasien atau dianggap sebagai akibat merokok atau bronkitis.
Bila karsinoma bronkus berkembang pada pasien bronkitis kronik, maka batuk timbul
lebih sering, atau volume sputum bertambah. Hemoptisis merupakan gejala umum
lainnya. Gejala-gejala awal adalah bunyi mengi lokal dan dispnea ringan yang
mungkin diakibatkan oleh obstruksi bronkus. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai
bentuk tetapi biasanya dialami sebagai perasaan sakit atau tidak enak akibat
penyebaran neoplastik ke mediastinum. Nyeri pleuritik dapat pula timbul bila terjadi
serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau pneumonia.
Pembengkakan jari yang timbul cepat merupakan penanda yang penting. karena dapat
dikaitkan dengan karsinoma bronkogenik (30% kasus, biasanya NSCLC). Gejala-
gejala umum seperti anoreksia, lelah dan penurunan berat badan merupakan gejala-
gejala lanjut.(Tang et al., 2018)

Gejala penyebaran intratoraks atau ekstratoraks dapat juga ditemukan saat


pasien diperiksa oleh dokter untuk pertama kalinya. Penyebaran lokal tumor ke
struktur mediastinum dapat menimbulkan suara serak akibat terserangnya saraf
laringeus rekuren, disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma
akibat keterlibatan saraf frenikus. Penekanan vena cava superior menyebabkan
sindrom vena cava (pelebaran vena-vena di leher dan edema pada wajah,leher dan
lengan atas). Nyeri dada atau tamponade jantung dapat terjadi akibat penyebaran ke
dinding dada atau ke perikardium secara terpisah. Tumor-tumor yang berkembang
pada apeks paru (tumor Pancoasf) dapat melibatkan pleksus brachialis, menyebabkan
nyeri dan kelemahan pada bahu dan lengan pada bagian yang terkena; ganglion
simpatikus dapat terkena, menyebabkan sindrom Horner unilateral (ptosis dan
kontriksi pupil unilateral serta tidak adanya produksi keringat pada bagian yang sama
dengan wajah). Gejala penyebaran ekstratoraks bergantung pada tempat metastasis.
Struktur yang sering terserang adalah kelenjar getah bening skalenus (terutama pada
tumor paru perifer), kelenjar adrenalis (50%), hati (30%), otak (20%), tulang (20%),
dan ginjal (15%). Sindrom paraneoplastik seringkali berkaitan dengan kanker paru.
(Tang et al., 2018)

Sindrom endokrin terlihat pada 12% pasien. Tumor sel oat menghasilkan
hampir seluruh hormon polipeptida, seperti hormon paratiroid (PTH);-hormon
adrenokortikotropik (ACTH), atau hormon antidiuretik (ADH) yang menimbulkan
gejala hiperparatiroid, sindrom Cushing, sindrom ketidaktepatan sekresi ADH
(SIADH) berhubungan dengan retensi cairan dan hiponatremia. Sindrom jaringan ikat
rangki termasuk jari tabuh (biasanya pada NSCLC) timbul pada 30% kasus dan
osteoartropati hipertrofik (HOA) hingga 10% kasus (biasanya pada adeno-

7
karsinoma). Gejala sistemlk seperti anoreksia, penurunan berat badan, dan kakeksia
pada 30% kasus adalah sindrom paraneoplastik yang tidak diketahui asalnya.(Tang et
al., 2018)

2.1.5 Penatalaksanaan Medis


Sasaran penatalaksanaan adalah untuk memberikan penyembuhan jika
memungkinkan. Pengobatan tergantung pada tipe sel, tahap penyakit, dan status
fisiologi (status jantung dan paru) pasien. Pengobatan yang dilakukan bisa
dilagunakan secara terpisah atau dalam kombinasi, antara lain sebagai berikut.

 Pembedahan

Reseksi bedah adalah metode yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatic dan mereka yang fungsi
jantung paru baik. Tiga tipe reseksi paru yang mungkin dilakukan adalah
lobektomi (satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang
mengalami kanker diangkat dan segmen bronkus besar direseksi), dan
pneumonerektomi (pengangkatan seluruh paru).

Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat


jarang terjadi. (biasanya, pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas.) sayangnya, pada banyak pasien dengan dengan
kanker bronkogenik, lesi kanker tidak dapat dioperasi pada waktu didiagnosa.
Operasi yang lazim untuk tumor paru yang kecil yang tampaknya dapat
disembuhkan adalah lobektomi. Keseluruhan paru dapat diangkat dalam
kombinasi dengan prosedur bedah lainnya, seperti reseksi yang mencakup
nodus limfe mediastinal. Sebelum pembedahan, status jantung paru pasien
harus ditentukan

 Terapi radiasi

Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang


kecil. Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang responsive terhadap radiasi. Tumor sel
kecil dan epidermoid biasanya sensitive terhadap radiasi. Radiasi dapat juga
digunakan untuk untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor
yang tidak dapat dioperasi menjadi bisa dioperasi atau radiasi dapat

8
digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor
pada struktur vital. Terapi radiasi dapat mengendalikan metastatis medulla
spinalis dan kompresi vena cava superior.

Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam


bidang radiasi. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru, yang dapat merusak kapasitas ventilasi dan difusi serta
secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga memengaruhi
jantung. Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau sepanjang
pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi.

 Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,


untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastatis
luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kombinasi dua atau
lebih pengobatan mungkin lebih menguntungkan dibanding pemberian dosis
tunggal. Sejumlah besar pengobatan bekerja terhadap kanker paru. Berbagai
agens kemoterapeutik, termasuk agens pengkelat (ifosfamid), platinum
analogus (cisplantin dan karboplantin), mitomisin C, vinka alkaloid
(vinblastindan vindesin), dan etoposid (V-16) digunakan. Pilihan agens
tergantung pada pertumbuhan sel tumor dan fase spesifik siklus sel yang
dipengaruhi obat. Agens ini toksik dan mempunyai batas keamanan yang
sempit.

Kemoterapi memberikan peredaan, terutama nyeri, tetapi kemoterapi


tidak menyembuhkan dan jarang dapat memperpanjang hidup. Kemoterapi
bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan dari kanker paru dan
dalam mengobati metastasis otak, medulla spinalis, dan perikardium

9
2.1.6 Pathway

2.1.7 Konsep Keperawatan


a. Pengkajian

Pengkajian keperawatan terkait kanker paru fokus pada mengidentifikasi faktor


resiko untuk penyakit, manifestasi dini kanker paru, dan fungsi pernapasan pada
pasien yang menjalani terapi.

 Riwayat kesehatan: gejala saat ini, termasuk batuk kronik, sesak napas, sputum
berwarna darah. Manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan saat ini,
anoreksia, nyeri tulang, riwayat merokok panjanan pekerjaan terhadap karsinogen,
penyakit kronik seperti COPD.

10
 Pemeriksaan fisik: penampilan umum; warna kulit, bukti jari gada (Clubbing finger);
berat badan dan tinggi badan; tanda tanda vital; kecepatan pernapasan, kedalaman,
ekskursi; suara paru terhadap perkusi dan auskultasi

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostic: CBC dan pemeriksaan


koagulasi; pemeriksaan elektrolit serum dan osmolalitas, hati dan fungsi ginjal; sinar
X dada dan hasil CT scan; gas darah arteri dan kadar saturasi oksigen.

Interpretasi hasil pemeriksaan penunjang


1. Massa di paru-paru terlihat pada sinar x dada
2. CT scan menunjukkan massa, kelenjar getah bening terlihat
3. Bronchoscopy menunjukkan sel-sel kanker pada bronchoscopic washing, dapat
menunjukan lokasi tumor
4. Sel-sel kanker dilihat dalam dahak pada pemeriksaan sputum
5. Biopsi akan memperlihatkan jenis sel
 Needle biopsy melalui dinding dada untuk tumor jinak
 Biopsi jaringan dari paru-paru untuk tumor ganas
6. Scan tulang atau CT scan menunjukkan metastasis penyakit

b. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar kapiler
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi dan
penurunan aktivitas batuk karena nyeri
3. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
5. Intoleransi aktivitas
6. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Intervensi

No. Diagnose Hasil yang Intervensi Rasional


DIharapkan
1. Gangguan Setelah 2x24 jam, 1. Catat frekuensi, 1. Pernapasan
Pertukaran gas kriteria hasil yang kedalaman meningkat
(domain 3 kelas diharapkan: pernapasan, kesukaran sebagai akibat
4)  Menunjukka bernapas. Observasi nyeri atau
n perbaikan penggunaan otot sebagai
ventilasi dan bantu pernapasan, mekanisme
Definisi :

11
Kelebihan atau oksigenisi napas bibir, kompensi awal
kekurangan adekuat perubahan kulit / terhadap
dalam dengan GDA membrane mukosa, kerusakan
oksigenasi dan dalam misalnya pucat, jaringan paru.
atau rentang sianosis. 2. Bunyi nafas
pengeluaran normal dan 2. Catat ada atau tidak dapat menurun,
karbondioksida bebas gejala adanya bunyi tidak sama atau
di dalam distress tambahan dan adanya tak ada pada
membran pernafasan. bunyi tambahan, area yang sakit.
kapiler alveoli  Mendemonst misalnya krekels, Krekels adalah
rasikan batuk mengi bukti
efektif dan 3. Selidiki perubahan peningkatan
Batasan
suara nafas status mental / tingkat cairan dalam
Karakteristik:
yang bersih, kesadaran area jaringan
 Keletihan
tidak ada sebagai akibat
 Takikardi 4. Pertahankan
sianosis, dan peningkatan
 Dipsneu kepatenan jalan napas
dispneu, permeabilitas
 Frekuensi dengan posisi,
mampu membrane
dan penghisapan, dan
bernafas alveolar-
kedalaman pemberian oksigen
dengan kapiler. Mengi
nafas sesuai indikasi
mudah. adalah bukti
abnormal 5. Dorong / bantu latihan
Tanda-tanda vital adanya tahanan
 GDA napas dalam
dalam rentang atau
 Somnolen penyempitan
normal
jalan nafas
Factor yang sehubungan
berhubungan: dengan mukus/
perubahan edema serta
membrane tumor.
alveolar kapiler 3. Menunjukkan
peningkatan
hipoksia atau
komplikasi

12
seperti
pergeseran
mediastinal bila
disertai dengan
takipnea,
takikardia,
deviasi trakea

4. Obstruksi jalan
napas
mempengaruhi
ventilasi dan
mengganggu
pertukaran gas,
memaksimalka
n sediaan
oksigen untuk
pertukaran
meningkatkan
ventilasi dan
oksigenasi
maksimal dan
mencegah
atelektasis

No. Diagnosa NANDA Hasil Intervensi Rasional

2. Ketidakefektifan Status Manajemen Jalan Napas Posisi yang tegak


Bersihan Jalan pernapasan:  Setelah TTV stabil, akan membantu
kepatenan jalan
Napas (Domain 11. napas posisikan pasien pada ekspansi paru
Kelas 2) Setelah 2x24 posisi semi-Fowler memfasilitasi
atau Fowler tinggi ventilasi dengan

13
jam, usaha yang minimal
Peningkatan (Manajemen) Peningkatan volume
Definisi: meningkatkan
Batuk udara di paru-paru
Ketidakmampuan dan
membersihkan mempertahanka  Bantu pasien batuk akan mendorong

sekresi atau n kepatenan dan bernapas dalam ekspulsi sekret

obstruksi dari jalan napas tiap 1 atau 2 jam (saat

saluran napas pasien, dengan terbangun) selama 24

untuk kriteria hasil : hingga 48 jam paska

mempertahankan Kepatenan jalan operasi

bersihan jalan napas


napas Pasien akan
menunjukkan
bersihan jalan
Berhubungan Peningkatan (Manajemen) Batuk membantu
napas efektif,
dengan Batuk menggerakkan
dibuktikan
suara 
peningkatan Instruksikan pasien sekret
dengan
sekresi dan untuk menarik napas trakeobronkial
napas yang
penurunan aktivitas dalam beberapa kali, keluar dari paru.
bersih, batuk
batuk karena nyeri keluarkan perlahan Bernapas dalam
efektif, dan
pertukaran gas dan batukkan di akhir akan mendilatasi
ekshalasi jalan napas,
yang baik di
(penghembusan) menstimulasi
Batasan paru-paru
produksi surfaktan,
Karakteristik:
dan
 Dispnea
mengembangkan
 Sputum dalam
jaringan paru
jumlah yang Peningkatan (Manajemen) Membantu
berlebihan Batuk mengevaluasi batu
 Batuk yang 1. Ketakutan
 Periksa suara napas
tidak efektif pasien “akan
sebelum dan sesudah
merobek” insisi
batuk. Berikan
dapat
dukungan dan
menggangu
yakinkan:
usaha batuk
1. Jelaskan bahwa

14
latihan napas 2. Sokongan fisik
dalam tidak akan pada insisi akan
merusak paru terasa nyaman
atau jahitan dan melegakan
2. Dengan tangan, 3. Air hangat dapat
tahan daerah membantu
insisi selama rileksasi dan
batuk dan membuat batuk
bernapas dalam lebih efektif
3. Berikan air 4. Cairan dan
hangat untuk kelembapan
diminum membantu
4. Jaga kadar mencairkan
hidrasi untuk sekret,
kelembapan membuatnya
udara dengan lebih mudah
baik dikelurkan
5. Monitor hasil 5. Rontgen dada
rontgen dada yang rutin akan
6. Evaluasi apakah membantu
perlu suction mendeteksi
atelektasis dan
infeksi
6. Jika batuk tidak
efektif, suction
mungkin
diperlukan untuk
mengeluarkan
sekret paru

15
No. Diagnosa NANDA Hasil Intervensi Rasional

Nyeri Akut Setelah 2x24 1. Periksa intensitas nyeri 1. Gunakan alat


(Domain 12. Kelas jam, nyeri dapat menggunakan alat periksa yang
1) berkurang pengukuran laporan konsisten dan
dengan criteria pribadi valid untuk
Definisi: hasil: meningkatkan
Pengalaman komunikasi dan
 Pasien
sensori dan evaluasi dari
merasa
emosional tidak efektivitas
lebih
menyenangkan intervensi nyeri
nyaman, 2. Berikan obat nyeri
berkaitan dengan
dibuktikan seperti yang 2. Penggunaan
kerusakan jaringan
dengan diperintahkan opoid merupakan
actual dan
perkataan metode yang
potensial, atau
pasien sering digunakan
yang digambarkan
bahwa rasa untuk control
sebagai kerusakan
sakit sudah nyeri
(International 3.Amati adanya efek
berkurang pascaoperasi
Association for the samping dari obat yang

Study of Pain);  Pasien digunakan 3. Efek samping

awitan yang tiba- melaporkan dimonitor


4.Tawarkan dan
tiba atau lambat bahwa
instruksikan pasien
dengan intensitas kualitas
untuk meminta obat
ringan hingga nyerinya
nyeri sebelum nyeri 4. Pendekatan
berat, dengan sedang
menjadi lebih parah preventif untuk
berakhirnya dapat  Ekpresi kontrol nyeri
diantisipasi atau memberikan
nyeri wajah
diprediksi, dan tingkat kelegaan
pasien
dengan durasi yang lebih
sedang
kurang dari 3 konsisten dan
 Menggunak 5.Kaji efektivitas obat dan
bulan. mengurangi
an hindari obat yang
kecemasan
analgesik berlebihan
Batasan

16
Karakteristik:
 Ekspresi
wajah
nyeri

 Laporan
pasien
tentang
5. Pengurangan
perilaku
nyeri yang
nyeri/
adekuat harus
perubahan
didapatkan.
aktivitas
Namun
 Keluhan pemberian obat
tentang berlebihan dapat
intensitas menekan
mengguna yang
pernapasan dan
kan standar direkomend
reflex batuk
skala nyeri asikan
6.Gunakan tindakan 6. Posisi dan
 Keluha tekhnik rileksasi
pengurangan nyeri
ntentang yang tepat dan
nonfarmakologi secara
karakteristi tindakan-
bersamaan
k nyeri tindakan tepat
dengan lainnya dapat
mengguna menambah
kan standar efektivitas dari
instrument obat-obatan.
nyeri

Berhubungan
dengan prosedur
bedah

No. Diagnose Hasil yang Intervensi Rasional

17
Diharapkan
4. Defisiensi Setelah 1x24 jam, Pendidikan Kesehatan : 1. Agar pasien
Pengetahuan pengetahuan mengerti
1. Menjelaskan kandungan
( Domain 5 meningkat dengan
risiko merokok rokok yang
kelas 4) criteria hasil:
bagi tubuh membahayak
 Perilaku 2. Menjelaskan an tubuh
patuh Bahaya dari 2. Agar pasien
Definisi: Polusi udara
Ketiadaan atau mengetahui
3. Menjelaskan pola
defisien dampak dari
kebiasaan yang
informasi polusi udara
berpengaruh
kognitif yang terhadap penyakit 3. Agar klien
berkaitan klien dapat
dengan topik 4. Memberikan menghindari
tertentu, atau kesempatan kebiasaan
kemahiran pasien untuk yang buruk
bertanya 4. Agar pasien
Batasan lebih
Karakteristik: mengerti
Manajemen Nutrisi
tentang
 Perilaku
1. Menjelaskan kepada penjelasan
tidak tepat
klien untuk menjaga
 Kurang pola makan yang baik
Pengetahu dan benar 5. Agar klien
an dapat
mengerti dan
memahami
Factor yang
zat-zat
berhubungan :
makanan
kurang
yang
informasi
diperlukan
oleh tubuh

Intoleransi Setelah dilakukan Pertimbangkan


Aktifitas : intervensi selama kemampuan klien
3x24 jam diharapkan dalam

Toleransi Terhadap berpartisipasi

Aktivitas melalui aktivitas

18
spesifik

Pertimbangkan
komitmen klien
untuk
meningkatkan
frekuensi dan
jarak aktivitas

Bantu klien untuk


mengidentifikasi
dan memperoleh
sumber-sumber
yang diperlukan
untuk aktivitas-
aktivitas yang
diinginkan

Dorong aktivitas
kreatif yang tepat

Bantu klien untuk


mengidentifikasi
aktivitas yang
diinginkan

Ketidakseimban Setelah dilakukan Kaji adanya


gan nutrisi pengkajian selama alergi makanan
kurang dari 2x24 jam, Kolaborasi
kebutuhan diharapkan klien: dengan ahli gizi
tubuh a. Nutritional status: untuk

Adequacy of nutrient menentukan


Berhubungan b. Nutritional jumlah kalori dan
dengan : Status : food nutrisi yang
Ketidakmampua dibutuhkan pasien
and Fluid Intake
n untuk

19
memasukkan c. Weight Control Yakinkan diet
atau mencerna Setelah dilakukan yang dimakan
nutrisi oleh tindakan mengandung
karena faktor tinggi serat untuk
keperawatan
biologis, mencegah
psikologis atau selama….nutrisi konstipasi
ekonomi. kurang
Ajarkan pasien
DS: Nyeri teratasi dengan
bagaimana
abdomen indikator:
membuat
Muntah Kejang  Albumin serum
catatan makanan
perut, Rasa  Pre albumin harian.
penuh tiba-tiba serum
setelah makan Monitor adanya
 Hematokrit penurunan BB
 Hemoglobin dan gula
DO: - Diare -
 Total iron binding darah
Rontok rambut
capacity Monitor
yang berlebih -
Kurang nafsu  Jumlah limfosit lingkungan

makan - Bising selama makan

usus berlebih - Jadwalkan


Konjungtiva pengobatan dan
pucat - Denyut tindakan tidak
nadi lemah selama jam
makan

Monitor turgor
kulit

Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
total

protein, Hb dan
kadar Ht

20
Monitor mual dan
muntah

Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan

jaringan
konjungtiva

Monitor intake
nuntrisi

Informasikan
pada klien dan
keluarga

tentang manfaat
nutrisi

d. Implementasi

Implementasi adalah melakukan tindakan sesuai dengan apa yang telah


direncanakan sebelumnya

e. Evaluasi

 Menunjukkan perbaikan pertukaran gas seperti yang dicerminkan dalam gas-gas


darah arteri, latihan pernapasan, dan penggunaan spirometri intensif.
 Memperbaiki bersihan jalan napas seperti yang dibuktikan oleh batuk dalam,
terkontrol, dan bunyi napas bersih atau berkurang adanya bunyi napas tambahan.
 Mematuhi program terapeitik dan perawatan rumah
 Bebas dari komplikasi seperti yang dibuktikan oleh tanda vital dan suhu tubuh
normal, perbaikan GDA, bunyi paruh bersih, dan fungsi napas adekuat.

21
2.2 Tumor Mediastinum
2.2.1 Definisi Tumor Mediastinum
Perlu diketahui!!!! Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum
berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus,
syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini
sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di
dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.

Klasifikasi Tumor Mediastinum


1. Timoma
Timoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun,
tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis
kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi
dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh
pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk
histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat
berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai
kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan
terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
a) Stage I : belum invasi ke sekitar
b) Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
c) Stage III : invasi s/d pericardium
d) Stage IV : Limphogen / hematogen

2. Teratoid
Teratoid dibagi menjadi dua, yaitu:
 Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung gigi, tulang, rambut.
 Teratoma (Mesoderm)

22
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing
pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada
mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama
derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki i yang terpenting.
Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian
untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik.
Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe
histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
3. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah
putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma.
Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada
abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan
oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin
dan limfoma non-Hodgkin.
4. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada pericarp dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini
juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital,
tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6,
ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10
cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan
dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista
coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan
hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt,
meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan

23
keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi
hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran
kista yang sangat besar.
6. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak
jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia
simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor
pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus.
Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka
tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus
brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
7. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari
jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel
rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus
terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu
dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga
menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali
itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan
pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas
sampai dengan sianosis.

2.2.2 Etiologi

24
Radikal bebas dapat menyerang molekul penting seperti DNA, protein dan
lipid, dan oleh karena mereka juga cenderung dapat memperbanyak diri, mereka dapat
menciptakan kerusakan yang signifikan. Terbentuklah neoplasma atau massa jaringan
yang abnormal pada saat proses pembelahannya. Radikal bebas dapat dibentuk dalam
berbagai macam reaksi seperti misalnya fragmentasi, substitusi, oksidasi, addisi, dan
reduksi.

Selain itu, tumor bisa juga disebabkan oleh hormon-hormon dalam tubuh yang
diproduksi secara abnormal. Hormon ini mempengaruhi pertumbuhan jaringan dalam
tubuh, sehingga dapat membelah dengan cepat dan pertumbuhannya abnormal.

2.2.3. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga
berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi
tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan
sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam
suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi
klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat
oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan
masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka
secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-
protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma
meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama
jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah. Kanker sebagai bentuk jaringan
progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan
dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh
lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa
mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik
menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan

25
destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum,
bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah
melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan
resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih
menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis
walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang
menonjol.

2.2.4. Manifestasi Klinis


Hampir semua gejala tumor mediastinum adalah akibat tekanan masa terhadap
organ intratoraks yang penting dan termasuk nyeri dada: Kembung pada dinding dada,
ortopnea (suatu tanda dini akibat tekanan terhadap trakea. Bronkus besar, laryngeal
kambuhan, atau paru); palpasi jantung, angina, dan berbagai gangguan sirkulasi
lainnya, sianosis, sindrom, vena kava superior (wajah, leher, dan ekstremitas atas
bengkak) dan dinding dada (bukti obstruksi vena besar mediastinum oleh kompresi
ekstravaskular atau invasi intravascular); dan disfagia akibat tekanan tehadap
esophagus.

2.2.5 Penatalaksanaan Medis


Banyak tumor mediastinum adalah benigna dan dapat dioperasi. Letak tumor
dalam mediastinum akan menentukan jenis insisi. Sebagian besar insisi adalah
steronomi medua. Perawatnya adalah sama seperti pasien yang menjalani bedah
toraks. Komplikasi utama, meski jarang, termasuk hemoragi, cedera pada saraf
laryngeal kambuhan atau frenikus, dan infeksi. Jika tumor adalah maligna dan telah
menginfiltrasi jaringan sekitar, terapi radiasi dan kemoterapi adalah modalitas
terapeutik yang digunakan bila pengangkatan komplit melalui bedah tidak dapat di
lakukan.

26
2.2.6 Pathway

Virus
Faktor Hormonal Adanya zat yang Struktur dasar
bersifat toksik DNA berubah
Fakto Lingkungan
Faktor Genetik

Terjadi perubahan
struktur sel

Memerlukan waktu yang


lama dan
berkesinambungan

Memicu terbentuknya sel


tumor

Terbentuk Nyeri
Vena leher neoplasma akut
mengembang
pada sindroma
vena cava
superior

Serangan batuk Nervus vagus


Gangguan
dan spasme tertekan
rasa nyaman
bronkus

Gangguan Suara Nervus Terbentuk


citra diri serak laryngeus formasi tumor
Gangguan inferior tertekan

Ketidakseimba Gangguan Kompresi


ngan nutrisi Menelan esofagus

Ketidakefektifan Batuk atau Trakea


bersihan jalan tertekan
stridor 27
napas
2.2.7 Konsep Keperawatan
a. Pengkajian

Pengkajian keperawatan terkait kanker paru fokus pada mengidentifikasi faktor


resiko untuk penyakit, manifestasi dini kanker paru, dan fungsi pernapasan pada
pasien yang menjalani terapi.

 Riwayat kesehatan: gejala saat ini, termasuk batuk kronik, sesak napas, sputum
berwarna darah. Manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan saat ini,
anoreksia, nyeri tulang, riwayat merokok panjanan pekerjaan terhadap karsinogen,
penyakit kronik seperti COPD.

 Pemeriksaan fisik: penampilan umum; warna kulit, bukti jari gada (Clubbing finger);
berat badan dan tinggi badan; tanda tanda vital; kecepatan pernapasan, kedalaman,
ekskursi; suara paru terhadap perkusi dan auskultasi

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostic: CBC dan pemeriksaan


koagulasi; pemeriksaan elektrolit serum dan osmolalitas, hati dan fungsi ginjal; sinar
X dada dan hasil CT scan; gas darah arteri dan kadar saturasi oksigen.

Rongga dada adalah cara utama mendiagnosis tumor dan kista mediastinum.
Rontgen lateral dan oblik dapat menemukan letak tumor CT scan digunakan untuk
mendeteksi timoma yang tersembunyi juga untuk menentukan lesi masa. Biopsi nodus
limfe yang membesar yang diangkat dari atas klavikula atau yang idangkat selama
mediastinoskopi dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan darah bermanfaat dalam
menyingkirkan penyebab lain dari perbesaran nodus limfe, seperti leukemia, dan
pemeriksaan sputum membantu dalam menyingkirkan tuberkolosis.

b. Diagnose keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi dan
penurunan aktivitas batuk karena nyeri
2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sumber daya tidak adekuat karena gejala
terkait penyakit
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan persepsi diri
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

28
c. Intervensi

No. Diagnosa Hasil yang Intervensi Rasional


DIharapkan
1. Ketidakseimban Intake nutrisi yang 1. Atur diet yang 1. Menentukan
gan Nutrisi adekuat ssetelah diperlukan makanan yang
kurang dari 3x24 jam, dengan 2. Kolaborasikan dengan sesuai dengan
kebutuhan criteria hasil: anggota tim kesehatan pasien
tubuh(Domain 2 1. Nafsu makan yang lain untuk 2. Mengetahui
Kelas 1) meningkat menyediakan rencana jumlah kalori
2. Masukan nutrisi terapi berlanjut bagi yang masuk
adekuat pasien 3. Mengetahui
3. Asupan cairan 3. Monitor kalori dan jumlah kalori

Definisi: dalam rentang asupan makanan yang masuk

asupan nutrisi normal 4. Hilangkan distraksi 4. Memfokuskan

tidak cukup 4. Tidak terjadi dari lingkungan pasien

untuk penurunan berat sekitar sebelum 5. Memberikan

memenuhi badan bekerja dengan klien informasi

kebutuhan dalam proses belajar

metabolic menelan
5. Jelaskan rasionalisasi
latihan menelan pada
Batasan pasien dan keluarga
karakteristik:

-Enggan makan
-Kurang minat
pada makanan
-Ketidakmampua
n memakan
makanan
-Kelemahan otot

29
untuk menelan

Factor yang
berhubungan:
asupan diet
kurang

No. Diagnosa NANDA Hasil Intervensi Rasional

2. Nyeri Akut Kualitas nyeri 1. Periksa intensitas 1. Gunakan alat


(Domain 12. Kelas berkurang nyeri menggunakan periksa yang
1) setelah 2x24 alat pengukuran konsisten dan
jam, dengan laporan pribadi valid untuk
Definisi: criteria hasil: meningkatkan
Pengalaman komunikasi dan
 Pasien
sensori dan evaluasi dari
merasa
emosional tidak efektivitas
lebih
menyenangkan intervensi nyeri
nyaman, 2. Berikan obat nyeri
berkaitan dengan
dibuktikan seperti yang 2. Penggunaan
kerusakan jaringan
dengan diperintahkan opoid
actual dan
perkataan merupakan
potensial, atau
pasien metode yang
yang digambarkan
bahwa rasa sering
sebagai kerusakan
sakit sudah digunakan
(International 3. Amati adanya efek
berkurang untuk control
Association for the samping dari obat
nyeri
Study of Pain);  Pasien yang digunakan
pascaoperasi
awitan yang tiba- melaporkan
4. Tawarkan dan
tiba atau lambat bahwa 3. Efek
instruksikan pasien
dengan intensitas kualitas samping
untuk meminta obat
ringan hingga nyerinya dimonitor
nyeri sebelum nyeri

30
berat, dengan sedang menjadi lebih parah
berakhirnya dapat
 Ekpresi
diantisipasi atau 4. Pendekatan
nyeri wajah
diprediksi, dan preventif
pasien
dengan durasi untuk
sedang
kurang dari 3 kontrol nyeri
bulan.  Menggunak 5. Kaji efektivitas memberikan
an obat dan hindari tingkat
Batasan analgesik obat yang kelegaan
Karakteristik: yang berlebihan yang lebih
 Ekspresi direkomend konsisten
wajah asikan dan
nyeri mengurangi
kecemasan
 Laporan
pasien
tentang
5. Pengurangan
perilaku
nyeri yang
nyeri/
6.Gunakan tindakan adekuat
perubahan
pengurangan nyeri harus
aktivitas
nonfarmakologi secara didapatkan.
 Keluhan bersamaan Namun
tentang pemberian
intensitas obat
mengguna berlebihan
kan standar dapat
skala nyeri menekan
pernapasan
 Keluha
dan reflex
ntentang
batuk
karakteristi
k nyeri 6. Posisi dan
dengan tekhnik rileksasi
mengguna yang tepat dan
kan standar tindakan-

31
instrument tindakan tepat
nyeri lainnya dapat
menambah
berhubungan
efektivitas dari
dengan prosedur
obat-obatan.
bedah

No. Diagnose Hasil yang Intervensi Rasional


Diharapkan
3.. Gangguan Rasa Rasa nyaman dapat 2. Jelaskan semua 1. Meningkatkan
Nyaman ditingkatkan setelah prosedur dan apa sikap
1x24 jam, dengan yang dirasakan kooperatif dan
(domain 12
criteria hasil: selama prosedur mengurangi
kelas 1)
 Mampu kecemasan
mengontrol dengan
3. Temani pasien untuk
Batasan kecemasan melibatkan
memberikan
Karakteristik: pasien
 Status
keamanan
 Merasa kenyamanan 2. Meningkatkan
danmengurangi takut
tidak meningkat kenyamanan

nyaman pasien
4. Bantu pasien
 Berkeluh sehingga bisa
mengenal situasi
kesah mnegurangi
yang menimbulkan
kecemasan
 Kurang kecemasan
3. Mengetahui
puas
apa yang
dengan
5. Dorong pasien untuk diharapkan
keadaan
mengungkapkan pasien dari
 Gelisah
perasaan, ketakutan, penyebab
 Takut
persepsi kecemasan.
4. Mengetahui
Factor yang apa yang
berhubungan: diharapkan
sumber daya pasien dari
tidak adekuat penyebab

32
karena gejala kecemasan.
terkait penyakit

No. Diagnose Hasil yang Intervensi Rasional


DIharapkan
4. Gangguan citra 1. menerima bagian 1. Monitor pertanyaan 1. Membantu
diri tubuh yang pasien mengenai meningkatkan
terkena dampak harga diri penerimaan
(Domain 6
2. mampu 2. Bantu pasien untuk diri dan
Kelas 3)
menyesuaikan melakukan sosialisasi
perubahan tubuh penerimaan diri 2. Memotivasi

Definisi: akibat 3. Bantu pasien untuk pasien

konfusi dalam pembedahan mengidentifikasi memandang

gambaran 3. mampu respon positif dari dirinya secara

mental tentang menyesuaikan orang lain positif akan

diri-fisik terhadap 4. Jangan mengkritisi menambah

individu perubahan secara negative rasa percaya


tampilan fisik 5. Ungkapakan diri pasien
Batasan
4. merasa puas kepercayaan diri
karakteristik: 3. Penilaian
dengan fungsi pasien dalam
negative
-Perasaan tubuh mengatasi situasi
semakin
negative
menambah
tentang tubuh
rasa tidak
-takut reaksi
percaya diri
orang lain
klien
-menolak
menerima 4. Penilaian

perubahan negative
semakin
menambah
factor yang
rasa tidak
berhubungan:
percaya diri

33
persepsi diri klien

5. Dengan
mengungkapk
an
perasaannya
beban pasien
akan
berkurang

d. Implementasi
Implementasi adalah melakukan tindakan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya
e. Evaluasi
 Berat badan stabil dan intake terpenuhi
 Pasien menerima kondisi diri akibat penyakit yang diderita dan meningkat
kepercayaan dirinya (masalah teratasi seluruhnya), maka dihentikan.
 Klien tampak menunjukkan perbaikan ventilasi
 Oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal
 Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
 Klien tidak ada sianosis dan dispneu, serta mampu bernafas dengan mudah.
 Tanda-tanda vital normal
 Pasien sudah mampu mengungkapkan perasaan maupun ketakutan yang dialaminya.
 Kecemasan yang pasien alami sudah berkurang ataupun sudah hilang
 Pasien akan menjaga pola hidup yang di buktikan dengan tidak merokok, menghindari
asap rokok, serta melindungi diri dari polusi udara.
 Klien akan menjaga Pola makan

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kanker paru terjadi akibat pertumbuhan sel abnormal yang tak terkendali di
satu atau kedua paru-paru. Sel abnormal itu muncul ketika mekanisme kontrol normal
tubuh berhenti bekerja. Sel-sel lama tidak mati, tapi tumbuh tak terkendali hingga
membentuk sel-sel baru yang abnormal. Kanker paru sangat berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang tidak sehat, seperti merokok tembakau. Faktanya, merokok
tembakau adalah penyebab terbesar kanker paru-paru. Sementara tumor mediastinum
terdiri dari mediastinum depan, mediastinum tengah, dan mediastinum belakang. Iini
semua bergantung pada lokasi atau bagian mana yang diserang oleh tumor. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kanker paru dan tumor mediastinum merupakan bagian dari tumor
dada
3.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat pasti akan
melalui tahapan proses keperawatan. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien, perawat pasti akan melalui tahapan proses keperawatan, dimana asuhan
keperawatan sangat penting dalam proses penyembuhan klien. Oleh karena itu,
asuhan keperawatan yang diberikan haruslah tepat demi kelancaran pengobatan pada
setiap klien.

35
DAFTAR PUSTAKA

Ui, F. I. K. (2015). Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015.

Husen, A. (2016). Hubungan antara derajat nyeri dengan tingkat kualitas hidup pasien
kanker paru yang menjalani kemoterapi. 5(4), 545–557.

Akper, M., & Tapteng, P. (1998). Created by: Mahasiswa Akper Pemkab Tapteng Angk.3
Page 1. 1–16.

LeMone, Priscilla. Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
respirasi & Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Bedir, G. (2007). Asuhan keperawatan tumor mediastinum. Combustion Science and


Technology, 21(5–6), 1–49.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6, Jakarta: EGC

Akper, M., & Tapteng, P. (1998). Created by: Mahasiswa Akper Pemkab Tapteng Angk.3
Page 1. 1–16.
Bedir, G. (2007). Asuhan keperawatan tumor mediastinum. Combustion Science and
Technology, 21(5–6), 1–49.
Fatmawati, F. (2019). Kanker Paru. Buku Ajar Paru, 125–143.
Husen, A. (2016). Hubungan antara derajat nyeri dengan tingkat kualitas hidup pasien
kanker paru yang menjalani kemoterapi. 5(4), 545–557.
Prabantini, Dwi (Penterjemah). 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha
Publishing

Smeltzer. Suzanne C., dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi Delapan
Volume Satu. Jakarta: EGC.

Sue, Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima. Jakarta:
Elsevier.

www.klikpdpi.com › konsensusPDF Web results tumor mediastinum - Perhimpunan


Dokter Paru Indonesia

Tim Penulis MMN. 2019. Atlas of Anatomy Edisi 2019. Makassar: Medical Mini Notes.

Pearce, C. Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia

Sulistyono, Roni dkk. 2018. TOP ONE SBMPTN SAINTEK 2019. Jakarta : PT Bintang
Wahyu

36
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai