Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH

USHUL FIQH II BAB I


PENDAHULUAN
TENTANG
A. Rumusan Masalah
IJMA’ SEBAGAI DALIL HUKUM Ijma’ Sebagai dalil Hukum
a. Pengertian Ijma’
b. Kemungkinan terjadinya Ijma’
c. Perkembangan Pendapat ulama tentang pembatasan Ijma’
d. Pendapat ulama tentang persyaratan ijma’
e. Fungsi ijma’dan Peringkat ijma’
DISUSUN OLEH : YUNIFRA f. Nasakh ijma’
g. Ketetapan ijma’
SEMESTER II RM h. Mengingkari hasil ijma’
BAB II
DOSEN PEMBIMBING
PEMBAHASAN
MUHAMMAD AL-HALIM M.A
a. Pengertian Ijma’
Ijmak menurut istilah ushul fikih adalah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM UMAR BIN KHATTAB sepakatnya para mujtahid muslim memutuskan suatu
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH masalah sesudah wafatnya Rasullullah terhadap hukum
UJUNG GADING PASAMAN BARAT syar’i.
TAHUN 1442 H/2021 M Ijma’ didefinisikan oleh para ulama dengan beragam ibarat.
Namun,secara ringkasnya dapatlah dikatakan sebagai
berikut:”Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu
masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam
agama.
”Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan adalah yang Perbedaan tersebut dihubungkan dengan beberapa pembatasan
terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat),dan tabi’ut dalam defenisinya :
tabiin (setelah tabiin).Karena setelah zaman mereka para 1. Keikutsertaan Kalangan Awam dalam Ijmâ’.
ulama telah berpencar dan jumlahnya banyak,dan 2. Ijmâ’ Sesudah Masa Sahabat.
perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat dipastikan 3. Kesepakatan Mayoritas.
bahwa semua ulama telah bersepakat. 4. Kesepakatan Ulama Ahli Madinah.
5. Kesepakatan Ahli al-Bait.
b. Kemungkinan terjadinya Ijma’ 6. Kesepakatan Khulafaur rasyidin.
Ijma’ itu terjadi apabila di pimpin oleh pemerintahan-
pemerintahan islam yang beraneka macam.Jadi setiap d. Pendapat ulama tentang persyaratan ijma’.
pemerintahan islam dapat menentukan syarat-syarat,yang Selain perbedaan pendapat tentang batasan ijma’,juga ada
dengan kesempurnaannya seseorang dapat sampai ke derajat perbedaan pendapat ulama tentang persyaratan ijma’ yaitu :
ijtihad,dan memperbolehkan ijtihad kepada orang yang telah 1.Kuantitas anggota ijma’.
memenuhi syarat-syarat tersebut. 2.Berlalunya masa.
Dan dengan ini setiap pemerintahan dapat mengetahui para 3.Sandaran ijma’.
mujtahidnya dan pendapat mereka tentang peristiwa
apapun.Maka apabila pemerintah islam telah memperhatikan e. Fungsi ijma’dan Peringkat ijma’.
pendapat para mujtahid sepakat pada setiap pemerintahan 1.Fungsi ijma’.
islam atas satu hukum mengenai suatu peristiwa,maka inilah Yang dimaksud dengan fungsi ijma’ adalah kedudukannya
yang dinamakan ijma’.Dan hukum yang telah di sepakati dihubungkan dengan dalil lain,berupa nash atau bukan.
menjadi hukum Syara’ yang wajib di ikuti oleh umat islam Memang pada dasarnya ijma’ itu menurut ulama ahl al-sunnah
seluruhnya. mempunyai kekuatan dalam menetapkan hukum dengan
sendirinya.Tetapi dalam pandangan ulama syiah ijma’ itu adalah
c. Perkembangan Pendapat ulama tentang pembatasan Ijma’. hanya untuk menyingkapkan adanya ucapan seseorang yang
Ulama Ahli Sunnah yang menetapkan ijmâ’ sebagai ma’shum(terpelihara dari dosa).
dalil yang berdiri sendiri sesudah Al-Qur’an dan Sunnah berbeda 2.Peringkat Ijma’.
pendapat mengenai pembatasan dan persyaratan ijmâ’. Ijma’secara apa adanya dapat dan sering terjadi dengan
bentuk dan tingkat kualitas yang berbeda.
Tingkatan kualitas ijma’ itu adalah sebagai berikut : g.Ketetapan ijma’.
a. Ijma sharih yaitu ijma’ yang terjadi setelah semua Ijma juga dapat diartikan sebagai al azmu 'alassyai' atau
mujtahid dalam satu masa mengemukakan pendapatnya ketetapan hati untuk melakukan sesuatu.
tentang hukum seacara jelas dan terbuka. Rumusan di atas memperjelas pengertian ijma yaitu kesepakatan dan
b. Ijma’ sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara yang sepakat adalah semua ulama mujtahid yang memenuhi syarat,
seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatnya berlaku pada suatu masa tertentu sesudah rasulullah wafat.
tentang hukum suatu masalah dalam masa
tertentu,kemudian pendapat itu tersebar luas serta h. Mengingkari hasil ijma’.
diketahui orang banyak dan ternyata tidak seorangpun di Mengenai kedudukan hukum orang yang mengingkari
antara mujtahid lain yang mengemukakan pendapat hukum hasil ijma', menurut sebagian ulama,bahwa mengingkari
berbeda atau yang menyanggah pendapat itu. hasil ijma' shorih adalah kufur. Misalnya mengingkari ijma' sahabat.
Hal ini disebabkan karena ijma' para sahabat terhadap hukum-
hukum syar'i telah ditetapkan secara mutawatir.
f. Nasakh ijma’.
Dengan demikian sanad dari ijma' ini adalah qoth'i,sebagaimana
Nasakh yang terdapat dalam ulumul Qur’an dapat dipakai hukum yang disepakati juga bersifat qoth'i.Imam Fakhrurrozi dan
untuk beberapa pengertian : yaitu pembatalan,penghapusan, mayoritas fuqoha berkata: ljma' yang diriwayatkan secara
pemindahan dan pengubahan. perseorangan(ahad) tidak dapat dijadikan hujjah.Sebagai
Teori nasakh dalam al-Qur’an,menurut ulama mutaqaddim alasan,faktor yang menyebabkan ijma' dapat dijadikan hujjah adalah
memberi batasan naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan terletak pada sifatnya yang qoth'i, yaitu bahwa ijma' tersebut
kemudian,mencakup pengertian pembatasan (qaid) bagi suatu disandarkan pada para ulama yang membentuknya.Jika ijma' di atas
pengertian bebas (muthlaq) dan pengkhususan (makhasshish) telah kehilangan sifatnya yang qoth'i, lantaran diriwayatkan
terhadap suatu pengertian umum (‘am) serta pengecualian oleh perseorangan(ahad) sehingga sanadnya menjadi dzonni, maka
(istitsna). ia telah kehilangan fungsinya. Dengan demikian hokum yang
Sebaliknya ulama mutaakhkhir mengemukakan pengertian ditetapkan berdasarkan ijma' tergantung pada nash yang dijadikan
nasakh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang datang landasan oleh ijma' tersebut.
kemudian,untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa Oleh karena itu, mengingkari ijma' berati mengingkari dalil
pemberlakuan ketentuan hukum yang terdahulu,sehingga qoth'i dan selanjutnya mengandung pengertian mengingkari
ketentuan yang diberlakukan ialah ketentuan yang ditetapkan kebenaran Rasulullah Saw, yang demikian itu adalah kufur.
terakhir dan menggantikan ketentuan yang mendahuluinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uaraian tentang ijma' di atas dapatlah ditarik suatu
kesimpulan bahwa sebagian besar ulama sepakat, Ijma' adalah
merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur'an dan -
al-hadits. Eksistensinya dapat dijadikan hujjah bagi permasalahan
hukum yang tidak terdapat nash atau terdapat nash yang nilainya
dzonni, sehingga dengan telah di ijma'kannya, maka berubahlah
kedudukkan nash yang dzonni itu menjadi qoth'i.

B. SARAN
Saya menyadari bahwa masih kurang sempurnanya makalah
yang saya sajikan ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan
saran yang membangun untuk perbaikan dan kesempurnaan dari
makalah yang saya bacakan ini.

Anda mungkin juga menyukai