0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan4 halaman
Makalah ini membahas tentang ijma' sebagai dalil hukum Islam. Ia menjelaskan pengertian ijma', kemungkinan terjadinya ijma', perbedaan pendapat ulama tentang pembatasan ijma', persyaratan ijma', fungsi dan peringkat ijma', ketetapan ijma', dan akibat mengingkari hasil ijma'. Makalah ini menyimpulkan bahwa ijma' merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah al-Quran dan hadis, dan dap
Makalah ini membahas tentang ijma' sebagai dalil hukum Islam. Ia menjelaskan pengertian ijma', kemungkinan terjadinya ijma', perbedaan pendapat ulama tentang pembatasan ijma', persyaratan ijma', fungsi dan peringkat ijma', ketetapan ijma', dan akibat mengingkari hasil ijma'. Makalah ini menyimpulkan bahwa ijma' merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah al-Quran dan hadis, dan dap
Makalah ini membahas tentang ijma' sebagai dalil hukum Islam. Ia menjelaskan pengertian ijma', kemungkinan terjadinya ijma', perbedaan pendapat ulama tentang pembatasan ijma', persyaratan ijma', fungsi dan peringkat ijma', ketetapan ijma', dan akibat mengingkari hasil ijma'. Makalah ini menyimpulkan bahwa ijma' merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah al-Quran dan hadis, dan dap
PENDAHULUAN TENTANG A. Rumusan Masalah IJMA’ SEBAGAI DALIL HUKUM Ijma’ Sebagai dalil Hukum a. Pengertian Ijma’ b. Kemungkinan terjadinya Ijma’ c. Perkembangan Pendapat ulama tentang pembatasan Ijma’ d. Pendapat ulama tentang persyaratan ijma’ e. Fungsi ijma’dan Peringkat ijma’ DISUSUN OLEH : YUNIFRA f. Nasakh ijma’ g. Ketetapan ijma’ SEMESTER II RM h. Mengingkari hasil ijma’ BAB II DOSEN PEMBIMBING PEMBAHASAN MUHAMMAD AL-HALIM M.A a. Pengertian Ijma’ Ijmak menurut istilah ushul fikih adalah SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM UMAR BIN KHATTAB sepakatnya para mujtahid muslim memutuskan suatu JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH masalah sesudah wafatnya Rasullullah terhadap hukum UJUNG GADING PASAMAN BARAT syar’i. TAHUN 1442 H/2021 M Ijma’ didefinisikan oleh para ulama dengan beragam ibarat. Namun,secara ringkasnya dapatlah dikatakan sebagai berikut:”Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama. ”Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan adalah yang Perbedaan tersebut dihubungkan dengan beberapa pembatasan terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat),dan tabi’ut dalam defenisinya : tabiin (setelah tabiin).Karena setelah zaman mereka para 1. Keikutsertaan Kalangan Awam dalam Ijmâ’. ulama telah berpencar dan jumlahnya banyak,dan 2. Ijmâ’ Sesudah Masa Sahabat. perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat dipastikan 3. Kesepakatan Mayoritas. bahwa semua ulama telah bersepakat. 4. Kesepakatan Ulama Ahli Madinah. 5. Kesepakatan Ahli al-Bait. b. Kemungkinan terjadinya Ijma’ 6. Kesepakatan Khulafaur rasyidin. Ijma’ itu terjadi apabila di pimpin oleh pemerintahan- pemerintahan islam yang beraneka macam.Jadi setiap d. Pendapat ulama tentang persyaratan ijma’. pemerintahan islam dapat menentukan syarat-syarat,yang Selain perbedaan pendapat tentang batasan ijma’,juga ada dengan kesempurnaannya seseorang dapat sampai ke derajat perbedaan pendapat ulama tentang persyaratan ijma’ yaitu : ijtihad,dan memperbolehkan ijtihad kepada orang yang telah 1.Kuantitas anggota ijma’. memenuhi syarat-syarat tersebut. 2.Berlalunya masa. Dan dengan ini setiap pemerintahan dapat mengetahui para 3.Sandaran ijma’. mujtahidnya dan pendapat mereka tentang peristiwa apapun.Maka apabila pemerintah islam telah memperhatikan e. Fungsi ijma’dan Peringkat ijma’. pendapat para mujtahid sepakat pada setiap pemerintahan 1.Fungsi ijma’. islam atas satu hukum mengenai suatu peristiwa,maka inilah Yang dimaksud dengan fungsi ijma’ adalah kedudukannya yang dinamakan ijma’.Dan hukum yang telah di sepakati dihubungkan dengan dalil lain,berupa nash atau bukan. menjadi hukum Syara’ yang wajib di ikuti oleh umat islam Memang pada dasarnya ijma’ itu menurut ulama ahl al-sunnah seluruhnya. mempunyai kekuatan dalam menetapkan hukum dengan sendirinya.Tetapi dalam pandangan ulama syiah ijma’ itu adalah c. Perkembangan Pendapat ulama tentang pembatasan Ijma’. hanya untuk menyingkapkan adanya ucapan seseorang yang Ulama Ahli Sunnah yang menetapkan ijmâ’ sebagai ma’shum(terpelihara dari dosa). dalil yang berdiri sendiri sesudah Al-Qur’an dan Sunnah berbeda 2.Peringkat Ijma’. pendapat mengenai pembatasan dan persyaratan ijmâ’. Ijma’secara apa adanya dapat dan sering terjadi dengan bentuk dan tingkat kualitas yang berbeda. Tingkatan kualitas ijma’ itu adalah sebagai berikut : g.Ketetapan ijma’. a. Ijma sharih yaitu ijma’ yang terjadi setelah semua Ijma juga dapat diartikan sebagai al azmu 'alassyai' atau mujtahid dalam satu masa mengemukakan pendapatnya ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. tentang hukum seacara jelas dan terbuka. Rumusan di atas memperjelas pengertian ijma yaitu kesepakatan dan b. Ijma’ sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara yang sepakat adalah semua ulama mujtahid yang memenuhi syarat, seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatnya berlaku pada suatu masa tertentu sesudah rasulullah wafat. tentang hukum suatu masalah dalam masa tertentu,kemudian pendapat itu tersebar luas serta h. Mengingkari hasil ijma’. diketahui orang banyak dan ternyata tidak seorangpun di Mengenai kedudukan hukum orang yang mengingkari antara mujtahid lain yang mengemukakan pendapat hukum hasil ijma', menurut sebagian ulama,bahwa mengingkari berbeda atau yang menyanggah pendapat itu. hasil ijma' shorih adalah kufur. Misalnya mengingkari ijma' sahabat. Hal ini disebabkan karena ijma' para sahabat terhadap hukum- hukum syar'i telah ditetapkan secara mutawatir. f. Nasakh ijma’. Dengan demikian sanad dari ijma' ini adalah qoth'i,sebagaimana Nasakh yang terdapat dalam ulumul Qur’an dapat dipakai hukum yang disepakati juga bersifat qoth'i.Imam Fakhrurrozi dan untuk beberapa pengertian : yaitu pembatalan,penghapusan, mayoritas fuqoha berkata: ljma' yang diriwayatkan secara pemindahan dan pengubahan. perseorangan(ahad) tidak dapat dijadikan hujjah.Sebagai Teori nasakh dalam al-Qur’an,menurut ulama mutaqaddim alasan,faktor yang menyebabkan ijma' dapat dijadikan hujjah adalah memberi batasan naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan terletak pada sifatnya yang qoth'i, yaitu bahwa ijma' tersebut kemudian,mencakup pengertian pembatasan (qaid) bagi suatu disandarkan pada para ulama yang membentuknya.Jika ijma' di atas pengertian bebas (muthlaq) dan pengkhususan (makhasshish) telah kehilangan sifatnya yang qoth'i, lantaran diriwayatkan terhadap suatu pengertian umum (‘am) serta pengecualian oleh perseorangan(ahad) sehingga sanadnya menjadi dzonni, maka (istitsna). ia telah kehilangan fungsinya. Dengan demikian hokum yang Sebaliknya ulama mutaakhkhir mengemukakan pengertian ditetapkan berdasarkan ijma' tergantung pada nash yang dijadikan nasakh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang datang landasan oleh ijma' tersebut. kemudian,untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa Oleh karena itu, mengingkari ijma' berati mengingkari dalil pemberlakuan ketentuan hukum yang terdahulu,sehingga qoth'i dan selanjutnya mengandung pengertian mengingkari ketentuan yang diberlakukan ialah ketentuan yang ditetapkan kebenaran Rasulullah Saw, yang demikian itu adalah kufur. terakhir dan menggantikan ketentuan yang mendahuluinya. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uaraian tentang ijma' di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa sebagian besar ulama sepakat, Ijma' adalah merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur'an dan - al-hadits. Eksistensinya dapat dijadikan hujjah bagi permasalahan hukum yang tidak terdapat nash atau terdapat nash yang nilainya dzonni, sehingga dengan telah di ijma'kannya, maka berubahlah kedudukkan nash yang dzonni itu menjadi qoth'i.
B. SARAN Saya menyadari bahwa masih kurang sempurnanya makalah yang saya sajikan ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan dan kesempurnaan dari makalah yang saya bacakan ini.