NEFROLITHIASIS
Disusun oleh :
dr. Muthia Rachma
Pembimbing :
dr.Paramita
dr. Wahyuni Indayani B
Konsulen :
dr. Abd. Rahman, Sp.B , M.Kes
1
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui :
Pembimbing Pembimbing
Konsulen
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayat-NYA lah akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas portofoliot ini tepat
waktu. Penulisan portofolio ini disusun untuk memenuhi syarat program internsip.
Saya sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan portofolio ini, maka
dari itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Semoga portofolio ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan terus
berkembang sesuai perkembangannya.
Sekian terimakasih.
Penyusun
3
BAB I
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MJ
Usia : 65 tahun
Alamat : Pasangkayu, Mamuju Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Masuk RS : Jumat, 29 Agustus 2017 pukul 17.00 WITA
ANAMNESIS
Subyektif
a. Keluhan utama : Nyeri Pinggang
b. Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 1 hari yang lalu
nyeri seperti tertusuk tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Mual (-),
muntah (+) isi makanan. Demam (-),nyeri saat BAK (-), BAK kurang
lancar, rasa tidak lampias, berpasir (-), darah (+), pasien sering terbangun
untuk BAK (+), urin berwarna merah . BAB: Normal
.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah merasakan keluhan yang sama dan didiagnosis
nefrolithiasis tahun 2002 dan 2 bulan yang lalu dirujuk ke rumah sakit
palu.
4
e. Riwayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
2.Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 155/93 mmHg
Frekuensi nadi : 70 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 37oC
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut tidak
di lakukan pemeriksaan.
Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra
tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
5
letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran KGB -/-
Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel
chest (-), pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada : Pemeriksaan Tidak di lakukan
Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri
dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan : Abdominal-Torako
Palpasi
Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis
teraba di ICS V linea parasternal sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
Batas paru-jantung :
Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor : S3
Pulmo :
6
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi
(-),massa (-), vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
Nyeri ketok CVA +/-
Palpasi
Nyeri tekan lumbal dextra (+)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
7
Darah rutin
Urin rutin
HASIL
Leukosit 8-10
eritrosit 10-15
8
Foto polos BNO
USG
Batu ginjal kanan 0,74
Batu ginjal kiri 2,1 + hidronefrosis moderate
9
Diagnosis Kerja
10
4. Allupurinol 2x100mg
5. Nefrolite 4x1
Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi aktivitas berlebihan
- Menghindari dehidrasi dengan minum yang cukup
- Diet rendah protein,rendah garam, dan rendah oksalat
d. Rehabilitatif :-
I. Prognosis : Dubia ad bonam
II. Follow Up
Perawatan hari pertama
Sabtu,29-08-2017
S : Nyeri pinggang kanan (+) , BAK R/ - IVFD NACL 0,9% 20 tpm
kurang lancar, darah (-) - Ciprofloxacin 2x500mg
O : KU : baik - Inj Ketorolac 30mg/8j/iv
TD : 120/80 mmhg - Inj Ranitidin 1 amp/12j/iv
N : 85x/menit - Allupurinol 100 mg 2x1
P : 18x/menit - Rencana rujuk urologi
S : 36 C
Abd : nyeri ketok costovertebra
Dextra (+)
A: -Nefrolithiasis bilateral
- Hidronefrosis moderate sinistra
- ISK
Minggu,30-09-2017
S : Nyeri pinggang kanan (+) , BAK
kurang lancar, darah (-) R/ - Aff infus
O : KU : baik - Ciprofloxacin 2x500mg
TD : 110/80 mmhg - Asam mefenamat 3x500
N : 80x/menit - Ranitidin 2x150 mg
11
P : 20x/menit - Allupurinol 100 mg 2x1
S : 36,5 C - Rujuk urologi palu
Abd : nyeri ketok costovertebra
dextra (+)
A: -Nefrolithiasis bilateral
- Hidronefrosis moderate sinistra
- ISK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri
dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica
urinaria.
13
Gambar 1. Sistem urinaria
14
Gambar 2. Nefron
15
segmen posterior dan pool atas atau pool bawah ginjal, merupakan insisi
yang lazim dilakukan dalam operasi untuk mendapat akses ke system
pengumpulan urin atau kaliks ginjal tanpa menyebabkan cedera arteri yang
membahayakan. Arteri renalis kemudian dibagi lagi menjadi arteri
interlobaris, yang berjalan naik pada kolumna renalis, di antara piramid-
piramid. Selanjutnya arteri ini menyusuri basis piramid dan dinamai arteri
arkuata. Arteri arkuata kemudian Bercabangcabang lagi denganarah
kekorteks disebut arteri interlobularis. Dari sini, cabang yang lebih kecil,
arteriol aferen membentuk jalinan kapiler yang disebut glomerulus. Dari
glomerulus, keluar arteri eferen yang membentuk jaringan kapiler kedua di
sekeliling tubulus pada daerah korteks atau memanjang terus hingga ke
medulla renalis (vasa rekta).2
Gambar 3. Vaskularisasi
16
kemudian bermuara ke vena cava inferior. Sebelumnya, vena renalis kiri
menerima percabangan dari vena adrenalis kiri, vena lumbalis, dan vena gonadal
kiri. Meski arteri dan vena renalis umumnya tunggal, namun pembuluh asesorius
sering ditemukan. Pembuluh ini mempunyai arti klinis karena, bila letaknya
berdekatan dan menekan ureter, dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis.
Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis yang berjalan beriringan
dengan pembuluh darah ginjal sepanjang parenkim ginjal. Persarafan aferen
berjalan dari ginjal ke korda spinalis bersama dengan serabut simpatik sedangkan
persarafan eferen ke ginjal merupakan persarafan autonom yang mengeluarkan
serabut vasomotor ke arteriol aferen dan eferen. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
b. Fisiologi 4
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c)
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak. Tahap pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
17
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
B. Definisi
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan
salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih,
atau infeksi.
18
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat
keluarga.
1. Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50
tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60
tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan
karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.
2. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien
laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh
anatomis saluran kemih pada lakilaki yang lebih panjang
dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki
kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air
kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki
memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi
oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada
perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium.
3. Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya
penyakit BSK.
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar
individu seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1. Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih
yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut
banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium,
19
dan sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK
di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili
salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan
makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi
predoposisi kejadian BSK.
2. Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun
kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi.
Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan
meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang
meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada
orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko
menderita penyakit BSK.
3. Jumlah Air yang di Minum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air
yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum
tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan
meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah
pembentukan BSK.
4. Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.
Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh
normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan
meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan,
protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar
sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik,
konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.
5. Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak
duduk dalam melakukan pekerjaannya.
20
6. Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air
kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK).
ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan
terbentuknya jenis batu struvit.
D. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan
penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu
bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di
berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai
berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran
kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun
batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang,
terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan
orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih
sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1.
Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA
sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.
E. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan
bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan
21
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu.7
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine
jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi
metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran
kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih.
2. Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung
zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
22
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu
didalam saluran kemih.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam
urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu
sistein dan batu jenis lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi zat
yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya batu residif.
- Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 - 80%
dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas
kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah hiperkalsiuri, hiperoksaluri,
hiperurikosuria, dan hipositraturia.
- Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteusspp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Stafilokokus. Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran
kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea.
- Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di
antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat
23
banyak diderita oleh pasien-pasien gout, penyakit mieloproliferatif,
pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
penyakit ini.
- Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai.
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sangat khas untuk nefrolitiasis adalah nyeri
pinggang unilateral (pada sisi ginjal yang sakit). Nyeri dapat berupa kolik
atau non-kolik. Nyeri kolik adalah nyeri yang hilang timbul, dan pada
kasus batu ginjal nyeri kolik muncul karena gerakan peristaltik ureter atau
otot kalises yang meningkat dengan tujuan mengeluarkan batu dari traktus
urinarius. Gerakan peristaltik tersebut meningkatkan tekanan intraluminal
dan meregangkan terminal saraf, menghasilkan rangsangan nyeri. Nyeri
non kolik disebabkan oleh hidronefrosis atau infeksi ginjal yang
menyebabkan peregangan kapsul ginjal. Disuria akan dirasakan apabila
batu terletak di ujung ureter. Pasien juga akan merasakan frekuensi
berkemih meningkat, seringkali dikeluhkan sebagai ‘anyang-anyangan’.
Hematuria juga seringkali dikeluhkan oleh pasien. Hematuria terjadi
karena iritasi mukosa saluran kemih karena gesekan batu. Adanya gejala
demam akan ada jika batu ginjal sudah menimbulkan urosepsis. Pasien
dengan urosepsis harus diobati segera karena merupakan kasus gawat
darurat. Dari gejala-gejala klinis diatas, pada pemeriksaan fisik akan
didapatkan nyeri ketok pada sudut kostovertebra (di sisi yang sakit),
balotemen positif pada sisi yang sakit (karena sudah hidronefrosis), retensi
urin, dan demam dan menggigil apabila infeksi.
24
G. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan
radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan
kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal
ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.5
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang
berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.5
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.6
H. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh
karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna,
25
kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.6
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu
juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.6
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada kasus batu ginjal
adalah adalah foto polos abdomen, USG abdomen, CT-scan. Dari
pemeriksaan radiologi dapat menentukan jenis batu, letak batu, ukuran,
dan keadaan anatomi traktus urinarius. Secara radiologi, batu dapat berupa
radio-opak dan radio-lusen.
26
tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga
dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu
ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen,
foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling
defect) di tempat batu berada.2 Yang menyulitkan adalah bila ginjal
yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak
muncul. Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi retrograd.1,2
c. USG
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
yang ditunjukkan dengan echoic shadow, hidronefrosis dengan
gambaran dilatasi pelvis dan kaliks ginjal7, pionefrosis, atau
pengerutan ginjal.1 USG dapat mendeteksi adanya batu dan dilatasi
sistem kollektivus.2,8 Visualisasi hidronefrosis yaitu: derajat 1, dilatasi
pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks, kaliks berbentuk blunting, alias
tumpul. Derajat 2, kaliks berbentuk flattening, mendatar, derajat 3,
dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor, kaliks minor, tanpa adanya
penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol. Derajat
4, ada penipisan korteks ginjal dan kaliks berbentuk balloonong, alias
menggembung.
Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan menunjukkan batu
ureter dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu
radiolusen.
2. Pemeriksaan laboratorium1
- Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan
sediment. Bertujuan menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
27
- Urine kultur meliputi: mikroorganisme adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea, sensitivity test
- Pemeriksaan darah lengkap, leuco, diff, LED,
- Pemeriksaan kadar serum elektrolit, ureum, kreatinin, penting untuk
menilai fungsi ginjal, untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto IVU dan asam urat, Parathyroid Hormone (PTH),
dan fosfat sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih
(antara lain: kalsium, oksalat, fosfat, maupun asaam urat di dalma
darah atau di dalam urin)1 serta untuk menilai risiko pembentukan batu
berulang.
J. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1.Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
28
b. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.
2.
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.9
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya
diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan
akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan
pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan
terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya
menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi
pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal.
Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
29
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. PNL (Percutaneous
Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.8
Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum
secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.8Keuntungan dari PNL,
30
bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan;
fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui
berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang
pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
31
Menurut American Urological Association (2014), batu pada sistem
pelviokalises dapat ditatalaksana mengikuti algoritme sebagai berikut.
Terapi konservatif,
Pasien dengan batu ginjal <5mm medikamentosa, observasi
Dari algoritme diatas dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran batu maka
5-10mm tindakan invasif semakin dianjurkan. Tindakan
yang merupakan lini pertama adalah antara ESWL atau PNL
(Percutaneous Nephrolitholapaxy). Apabila batu terdapat di kaliks maka dilihat
5-10mm 10-20mm >20mm
K. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan
produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
32
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.4
L. Komplikasi
M. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada
pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,
namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.1
33
BAB III
PENUTUP
34
DAFTAR PUSTAKA
35