Anda di halaman 1dari 6

Oleh karena itu, perlu adanya pembelajaran yang dapat menjembatani konsep matematika

formal dan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang dapat menjembatani antara
matematika dan budaya yakni etnomatematika, Etnomatematika merupakan aktivitas matematika
yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan berkembang di masyarkat, yang meliputi
konsep-konsep matematika[3], [5]. Selain itu etnomatematika dapat dianggap sebuah program
yang dapat membantu siswa dalam mempelajari bagaimana siswa dapat memahami, mengelola
dan mengartikulasikan serta menggunakan ide-ide matematika yang dapat memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari [6]. Melalui penerapan etnomatematika dalam pendidikan,
khususnya pendidikan matematika diharapkan siswa lebih memahami dan mengerti budaya-
budaya yang ada dalam lingkungannya.Dengan kata lain dapat diartikan bahwa ethnomatematika
merupakan serangkaian aktivitas masyrakat yang secara turun menurut masih melekat sampai
saat ini dan didalamnya yang terkandung dengan konsep-konsep matematika [7].

Etnomatematika yang dijelaskan oleh D’ambrosio (1999) menyatakan bahwa terdapat


konsep-konsep matematika yang dapat di praktekan dalam kehidupan sehari-hari [7]. Adapun
transaksi jual beli masyarakat Madura dapat dieksplorasi kedalam proses pembelajaran
matematika, khusunya pada konsep Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) [8].
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ekowati (2017) dengan judul
“Etnomatematika dalam pembelajaran matematika (Pembelajaran bilangan dengan media batik
Madura tari khas trenggal dan tari khas Madura)” mengungkapkan bahwa Etnomatematika yang
dilakukan menggunakan konsep matematika secara luas meliputi aktivitas dalam
pengelompokan, berhitung, mengukur, merancang, dan sebagainya dapat meningkatkan
pemahaman siswa dan merupakan bentuk aspirasi dari kearifan local [6]. Penelitian lain yang
berkaitan dengan suku Madura yakni penelitian yang dilakukan [3] dengan judul “Eksplorasi
Etnomatematika Batik Maudra”. Terdapat konsep-konsep matematika pada batik Madura dapat
dimanfaatkan untuk memperkenalkan matematika melalui budaya lokal [3]. Dengan demikian
dari beberapa budaya yang terdapat di masyarakat Madura, peneliti fokus pada budaya transaksi
jual beli yakni pada budaya sistem takar yang ada diaerah kecamatan Blega. Agar tercipta nuansa
baru dalam kebudayaan yang semakin hilang ditelan perkembangan zaman [9]
Pengertian etnomatematika

Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu,


kelompok buruh atau petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional,
dan lain sebagainya (Gerdes, 1994). Dari definisi seperti ini, maka etnomatematika memiliki
pengertian yang lebih luas dari hanya sekedar etno (etnis) atau suku. Mengapa etnomatematika
menjadi disiplin ilmu dan menjadi perhatian luas akhir-akhir ini. Salah satu alasan yang bisa
dikemukakan adalah karena pengajaran matematika di sekolah memang terlalu bersifat formal.
Hiebert & Capenter (1992), mengingatkan kepada semua pihak bahwa pengajaran matematika di
sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Oleh
sebab itu pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan untuk menjembatani antara
matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika
sekolah. Istilah etnomatematika berasal dari kata ethnomathematics, yang diperkenalkan oleh
D’Ambrosio seorang matematikawan dari Brasil pada tahun 1977. Terbentuk dari kata
ethno,mathema, dan tics.

Awalan ethno mengacu pada kelompok kebudayaan yang dapat dikenali, seperti
perkumpulan suku di suatu negara dan kelas-kelas profesi di masyarakat, termasuk pula bahasa
dan kebiasaan mereka sehari-hari. Kemudian, mathema disini berarti menjelaskan, mengerti, dan
mengelola hal-hal nyata secara spesifik dengan menghitung, mengukur, mengklasifkasi,
mengurutkan, dan memodelkan suatu pola yang muncul pada suatu lingkungan. Akhiran tics
mengandung arti seni dalam teknik. Secara istilah etnomatematika diartikan sebagai matematika
yang dipraktikkan di antara kelompok budaya diidentifkasi seperti masyarakat nasional suku,
kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional (D’Ambrosio,
1985: 44- 48). Lebih luas lagi, jika ditinjau dari sudut pandang riset, maka etnomatematika
didefnisikan sebagai antropologi budaya (cultural antrophology of mathematics) dari matematika
dan pendidikan matematika (D’Ambrosio, 2006: 1)
Istilah etnomatematika diperkenalkan pertama kali oleh D'Ambrosio, seorang
matematikawan Brasil pada tahun 1977. Menurut D’Ambrosio (2001) etnometematika
merupakan istilah yang digunakan untuk mengekspresikan hubungan antara budaya dan
matematika. Etnomatematika sering juga disebut dengan istilah etnomathematic. Istilah ethno
diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk
bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan symbol. Kata dasar mathema cenderung berarti
menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur,
mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics “berasal dari techne, dan
bermakna teknik. Zhang dan Zhang (2010) mendefinisikan ethomatematika sebagai penelitian
tentang hubungan antara matematika dan latar belakang budaya sosial. Zhang dan Zhang (2010)
juga menyebutkan bahwa etnomatematika merupakan penilitian bagaimana menunjukkan
matematika diproduksi, ditransfer, menyebar dan khusus dalam sistem budaya yang beragam.
Etnomatematika menurut NASGEM, Amerika Utara Study Group Of Ethnomathematics (dalam
Arisetyawan et al.,2014) didefinisikan secara luas bahwa studi etnomatematika tidak terbatas
pada skala kelompok kecil, tapi awalan "etno" dapat merujuk kepada kelompok apapun seperti
bangsa, serikat buruh, agama,tradisi, dan sebagainya, termasuk penggunaan simbol-simbol
matematika, tata ruang, metode perhitungan, pengukuran dalam ruang dan waktu, cara-cara 20
tertentu penalaran, dan kegiatan manusia lainnya yang dapat diterjemahkan ke dalam
representasi matematis formal. Berdasarkan definisi-definisi tersebut etnomatematika dapat
diartikan sebagai matematika yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat
perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat
adat, dan lainnya. Adanya etnomatematika adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda
dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik
yang dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan modus
yang berbeda di mana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka cara
mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan lainnya.
Dalam penelitian ini etnomatematika yang dimaksud adalah algoritma berhitung yang dilakukan
oleh pedagang sayur keliling dalam transaksi jual beli dengan para konsumennya yang meliputi
penentukan jumlah modal dan bahan apa saja yang akan dibeli, penentukan harga jual,
menentukan total belanjaan pembeli, penentukan berapa kembalian pembeli, dan perhitungan
keuntungan yang didapatkan.
Konsep matematika pada tradisi jual beli

A. perkalian merupakan penjumlahan berulang


B. Persamaan Linear
Pada proses penjualan jajanan pasar seorang penjual pasti akan memperhitungkan
keuntungan berapa yang akan dia peroleh. Jika ingin mendapatkan keuntungan maka
seorang penjual atau pengrajin jajanan pasar harus mengetahui berapa ongkos produksi
dari setiap jenis jajanan pasar tersebut. Berikut adalah hasil wawancara penulis tentang
biaya produksi dan harga jual jajanan pasar.
C. Budaya Sistem Takar Pada Konsep SPLDV
Berdasarkan pembahasan diaatas mengenai budaya system takar pada masyarakat
Madura, budaya system takar memiliki korespondensi pada konsep SPLDV yang terdapat
pada pembelajaran Matematika di Sekolah. Konsep transaksi jual beli dapat dipakai
untuk pemaaman konsep variabel pada bentuk aljabar dan pemodelan persamaan liniear
[10]. Satu nampan yang terdiri dari ikan bandeng, ikan udang dan ikan mujaer maka
dapat disimbolkan dengan variabel x, y dapat dimisalkan ikan bandeng = x, udang= y jika
satu nampan terdiri dari 4 ikan bandeng, dan 8 ikan udang dengan harga Rp. 45.000.-
maka secara matematis pada konsep SPLDV dapat dituliskan sebagai berikut kontekstual
dapat ditulis: 4 𝑥 +8 𝑦 = 45.000 Selanjutnya konteks transaksi jual beli juga dapat dipakai
untuk memahami sistem persamaan linear dua variabel maupun system persamaan tiga
variabel.
Pendekatan deskriptif merupakan suatu jenis penelitian yang dilakukan di lapangan yang
bertujuan untuk mendiskripsikan data, intrpolasi data, menggali makna di dalam data dan
selanjutnya akan di jelaskan atau dianalisis. Melalui penelitian ini peneliti hendak mengamati
konsep-konsep matematika yang diterapkan atau yang digunakan oleh para pedagang dalam
transaksi jual-beli di pasar Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat
6 aktivitas fundamental matematis yang dikemukakan oleh bishop

1. Menghitung ( Counting)
Yang terdiri dari perkiraan, ketepatan, dan tenaga atau kekuatan
2. Menentuan lokasi (Location)
Terdiri dari lokasi lingkungan, menggunakan garis lurus, bentuk lingkaran, elips
3. Mengukur (Measuring)
Terdiri dari perkiraan waktu, luas, volume, suhu, pemesanan
4. Merencanakan (Designing)
Terdiri dari bentuk, ukuran besar, kecilnya, permukaan
5. Bermain (playing)
Terdiri dari prediksi, dan model
6. Menjelaskan
Terdiri dari penjelasan dan symbol.

Anda mungkin juga menyukai