Anda di halaman 1dari 184

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA KEBUDAYAAN

MASYARAKAT SUKU DAYAK DESA YANG BERMUKIM

DI RUMAH BETANG ENSAID PANJANG

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:
Albertus Yogo Prayitno
NIM: 161414062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rendah hati dan penuh rasa syukur, kupersembahkan karya ini

kepada:

Tuhan yang senantiasa menyertai dan memberkati setiap langkah-

langkahku,

Kedua orangtuaku terkasih Bapak Yohanes Sarwata dan Ibu Elisabeth Elot,

yang senantiasa berjuang untuk kebahagianku,

Seluruh sanak saudaraku yang kukasihi,

Teman-teman mahasiswa Pendidikan Matematika yang telah memberikan

dukungan

Almamaterku Universitas Sanata Dharma

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat

bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan

bermanfaat bagi manusia pada umumnya.”

-Ki Hadjar Dewantara

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Albertus Yogo Prayitno. Kajian Etnomatematika Pada Kebudayaan Masyarakat


Suku Dayak Desa Yang Bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang. 2020.
Tengah dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika,
Universitas Sanata Dharma.

Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui aspek historis dari Rumah
Betang Ensaid Panjang, 2) mengetahui aspek kultural (budaya) dari kehidupan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang, dan
3) mengetahui aktivitas matematis menurut Bishop pada Kebudayaan masyarakat
suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan narasumber yang


terdiri dari Kepala Dusun Rentap Selatan, para penenun (pembuat tenun ikat), dan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi, dimana peneliti sebagai instrumen utama. Untuk menganalisis data,
peneliti menggunakan teori enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop
yang meliputi counting, locating, measuring, designing, playing, dan explaining.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) sejarah berdirinya Rumah Betang
Ensaid Panjang dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat suku Dayak Desa
setempat untuk hidup dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. 2) Masyarakat
suku Dayak Desa setempat memiliki budaya yang tercermin dalam kehidupan
masyarakat tersebut, seperti halnya tenun ikat yang merupakan identitas suku Dayak
Desa. 3) Terdapat aspek (aktivitas) matematis menurut Bishop pada kebudayaan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Aktivitas counting meliputi perhitungan banyaknya bilik Rumah Betang dan
banyaknya lilitan/helaian benang dalam menenun. Aktivitas locating meliputi
penentuan lokasi terbaik untuk membangun Rumah Betang. Lokasi pemasok bahan
baku terbaik kain tenun ikat, dan lokasi penyelesaian masalah pada aktivitas hukum
adat suku Dayak Desa. Aktivitas measuring ditandai dengan adanya penggunaan
satuan-satuan tradisional oleh masyarakat tersebut, seperti halnya dalam membangun
Rumah Betang , menenun, mengukur hewan ternak, dan menyatakan besarnya sanksi
hukum adat. Aktivitas designing meliputi perancangan bentuk Rumah Betang dan
motif kain tenun ikat. Aktivitas playing meliputi strategi pemilihan bahan baku Rumah
Betang terbaik dan strategi penggunaan bahan pewarna sintetis secara efektif.
Aktivitas explaining yang ditemukan adalah menjelaskan makna pada motif-motif
kain tenun ikat.

Kata Kunci: Aspek Historis, Rumah Betang Ensaid Panjang, Aspek Matematis,
Etnomatematika, Kebudayaan

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Albertus Yogo Prayitno. Ethnomathematics Study Related to The culture of Dayak


Desa tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House. 2020.
Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of
Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education,
Sanata Dharma University.
The purpose of this study was 1) to find out the historical aspects of Ensaid
Panjang Betang house, 2) to find out the culture aspects of Dayak Desa tribe
community who live in Ensaid Panjang Betang House, and 3) to find out the
fundamental mathematical aspects according to Bishop in the culture of Dayak Desa
tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House.
The type of this research was a qualitative study by taking research resources
persons consisting of the Head of Rentap Selatan Hamlet, weavers, and Dayak Desa
tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House. The data collection
methods were observations, interviews and documentation in which the researcher
acted as the main instrument. To analyze the data, researcher used the theory of six
fundamental mathematical activities according to Bishop which includes counting,
locating, measuring, designing, playing and explaining.
The results showed that 1) the history of the establishment of the Ensaid
Panjang Betang House was motivated by the desire of the local Dayak Desa tribe
community to live by upholding the value of togetherness. 2) The community has a
culture that is reflected in the life of the community, such as bunched woven cloth
which is the identity of the Dayak Desa tribe. 3) There are mathematical aspects
(activities) according to Bishop on the culture of the Dayak Desa tribe community who
live in Ensaid Panjang Betang House. Counting: calculations of the number of the
rooms in the Betang houses and the number of the yarn winding in the weaving
activity. Locating: determine the best location to build Betang house, the location of
supplier of bunched woven cloth material, and the location for solving problems in
the costumary law activities of Dayak Desa tribe. Measuring activites are marked by
the use of traditional units by the community, such as in building Betang Houses,
weaving, measuring livestock, and stating the magnitude of customary law sanctions.
Designing: designing the shape of Betang house and bunched woven cloth motif.
Playing: determine the best raw materials for building Betang house and strategies
for using synthetic dyes effectively. Explaining: explaining the meaning of bunched
woven cloth motifs.

Key Words : Mathematical Historical Aspects, Ensaid Panjang Betang House,


Mathematical Aspects Philosophical Aspects, Ethnomatematics, Culture

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat ramat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan
baik tanpa bantuan beberapa pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Dr.Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan


dan Ilmu Pendidikan
2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
3. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika, sekaligus menjadi Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada selama proses penyusunan
skripsi
4. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., Selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
5. Bapak Yosep Dwi Kristanto, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis selama proses
perkuliahaan berlangsung
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
bermanfaat bagi penulis sebagai bekal untuk menjadi seorang guru
7. Bapak/Ibu karyawan pada Sekretariat JPMIPA Universitas Sanata Dharma
8. Bapak F. Heri, S.Pd., selaku Kepala Desa Ensaid Panjang yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Ensaid
Panjang
9. Bapak Richardus Sembai, selaku Kepala Dusun Rentap Selatan

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10. Bapak Hermanus Bintang, selaku Ketua Adat Dayak Desa Desa Ensaid
Panjang
11. Bapak Mamud, Selaku Ketua Dewan Adat Dayak Desa Desa Ensaid
Panjang
12. Ibu Katarina Andriani, Ibu Elisabet, Bapak Stepanus, dan Bapak Bundan
yang telah berkenan menjadi narasumber
13. Masyarakat Suku Dayak Desa yang Bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan perhatian kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan skripsi
ini dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, peneliti menerima dengan
senang hati segala kritik dan saran yang membangun mengenai skripsi ini. Selain
itu, Peneliti juga berharap penelitian dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 28 Juli 2020

Penulis

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...........................ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................................vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS ......................................vii
ABSTRAK ................................................................................................. viii
ABSTRACT...................................................................................................ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................x iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
D. Batasan Istilah ....................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA........................ 9
A. Landasan Teori ..................................................................................... 9
B. Kajian Pustaka .................................................................................... 22
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 26
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 27
C. Subjek dan Ojek Penelitian................................................................ 27
D. Sumber Data ........................................................................................ 27
E. Jenis Data............................................................................................. 28
G. Teknik Analisis Data........................................................................... 31
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ................... 34

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36


A. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 36
B. Deskripsi Letak Geografis Desa Ensaid Panjang ............................. 37
C. Analisis dan Pembahasan ................................................................... 39
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 122
BAB V PENUTUP .................................................................................... 123
A. Kesimpulan ........................................................................................ 123
B. Saran .................................................................................................. 128
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 129
LAMPIRAN .............................................................................................. 132
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian ............................................................. 133
Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa................................................. 134
Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ........................................... 135
Lampiran 4: Pedoman Wawancara .......................................................... 139
Lampiran 5: Profil Narasumber ............................................................... 142
Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1.................................... 143
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2.................................... 148
Lampiran 8: Transkrip Wawancara Terhadap N3.................................... 154
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4.................................... 159
Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5.................................. 160
Lampiran 11: Transkrip Wawancara Terhadap N6.................................. 163
Lampiran12: Transkrip Wawancara Terhadap N7................................... 166
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8.................................. 171

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2. 1. Peta Desa Ensaid Panjang .................................................. 38


Gambar 4.3. 1. Rumah Betang Ensaid Panjang .......................................... 44
Gambar 4.3. 2. Bagian Rumah Betang : Ruai ............................................. 45
Gambar 4.3. 3. Bagian Rumah Betang : Ruai Atauh dan Ruai Baruah ...... 46
Gambar 4.3. 4. Bagian Rumah Betang : Telok ............................................ 47
Gambar 4.3. 5. Bagian Rumah Betang : Bilik Atauh ................................... 48
Gambar 4.3. 6. Bagian Rumah Betang : Bilik Baruah ................................ 49
Gambar 4.3. 7. Bagian Rumah Betang : Sadau ........................................... 50
Gambar 4.3. 8. Bagian Rumah Betang : Sadau Penguak ............................ 51
Gambar 4.3. 9. Bagian Rumah Betang : Tingkak ........................................ 52
Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan ............................................. 80
Gambar 4.3. 11. Sketsa Susunan Benang setelah
Dilepaskan dari Alat Luwayan .............................................................. 81
Gambar 4.3. 12. Sketsa Susunan Benang yang
Hendak Disusun pada Tanggak Kanji
Menggunakan Dua Kayu sebagai Alat Bantu ....................................... 82
Gambar 4.3. 13. Sketsa Susunan Benang yang
Disusun pada Tanggak Kanji ................................................................ 82
Gambar 4.3. 14. Proses Negi : Melipat Susunan Benang............................84
Gambar 4.3. 15. Proses Ngebat ................................................................... 86
Gambar 4.3. 16. Proses Pewarnaan/Pencelupan.......................................... 87
Gambar 4.3. 17. Susunan Benang yang Telah Melalui
Proses Pewarnaan dan Dibentangkan pada Tanggak Kanji .................. 89
Gambar 4.3. 18. Proses Menenun 1 ............................................................ 91
Gambar 4.3. 19. Proses Menenun 2 ............................................................ 91
Gambar 4.3. 20. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sedepa .............................. 96
Gambar 4.3. 21. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepengenggam.................. 97
Gambar 4.3. 22. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepenyiku.......................... 98
Gambar 4.3. 23. Ilustrasi (langkah pertama)
Memperoleh Ukuran Sepengetuk/serentik .......................................... 104
Gambar 4.3. 24. Ilustrasi (langkah kedua)

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Memperoleh Ukuran Sepengetuk ........................................................ 105


Gambar 4.3. 25. Ilustrasi (langkah kedua) Memperoleh Ukuran
Serentik................................................................................................106
Gambar 4.3. 10 . Ilustrasi Proses Ngeluwayan..........................................113
Gambar 4.3. 10 . Ilustrasi Proses Ngeluwayan..........................................117
Gambar 4.3. 26. Tiang Kebuk ................................................................... 121

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah ............... 58
Tabel 4.3. 2. Pelanggaran Sosial dan Sanksi Hukum (dalam Satuan Real)
Menurut Hukum Adat Dayak Desa ...................................................... 61
Tabel 4.3. 3. Pertanyaan dan Jawaban N4 mengenai Perhitungan
Banyaknya Bilik pada Rumah Betang Ensaid Panjang......................... 93
Tabel 4.3. 4. Pertanyaan dan Jawaban N1 Mengenai
Pengukuran Tradisional yang Dilakukan pada Proses
Pembangunan Rumah Betang Ensaid Panjang ..................................... 95
Tabel 4.3. 5. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Tradisional
yang Digunakan untuk Menyatakan Besarnya
Hewan Buruan pada masa lalu ............................................................ 101
Tabel 4.3. 6. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Real............ 109
Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah ............. 110
Tabel 4.3. 7. Sanksi Hukum (dalam Satuan Real) Menurut
Hukum Adat Dayak Desa ................................................................... 111
Tabel 4.3. 8. Pertanyaan dan Jawaban N3 mengenai
Perhitungan Benang ............................................................................ 112
Tabel 4.3. 9. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Penentuan Lokasi Penyedia Bahan Baku Terbaik .............. 114
Tabel 4.3. 10. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Lokasi Penjualan Kain Tenun Ikat ..................................... 115
Tabel 4.3. 11. Pertanyaan dan Jawaban N6
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis ............................... 118
Tabel 4.3. 12. Pertanyaan dan Jawaban N8
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis ............................... 119

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika telah menjadi bagian dari kehidupan manusia selama

berabad-abad. Hal tersebut salah satunya dibuktikan dengan penemuan tulisan

kuno tentang matematika yang merupakan peninggalan bangsa Babilonia dan

Mesir kuno. Salah satu peninggalan bangsa Babilonia yang berkaitan dengan

matematika adalah lempengan Babilonia, yang diketahui berasal dari tahun

1800 sampai tahun 1600 sebelum masehi. Pada lempengan tersebut tertulis

topik-topik tentang pecahan, aljabar, serta persamaan linier dan kuadrat.

Sedangkan peninggalan bangsa Mesir kuno yang berkaitan dengan

matematika adalah lembaran Rhind. Lembaran tersebut menjelaskan cara-cara

perkalian, pembagian, pengerjaan pecahan, aritmetika, dan geometri

(Indamayana, 2019).

Konsep matematika sendiri telah dimanfaatkan oleh bangsa

Babilonia dan Mesir kuno dalam kehidupan sehari-hari sejak tahun 3000

sebelum masehi. Pada saat itu, konsep matematika digunakan dalam

perdagangan, perhitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, perkembangan

ilmu astronomi, serta untuk merancang kontruksi bangunan (Refanza, 2017).

Sejarah singkat tersebut menunjukan bahwa matematika telah diterapkan

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia sejak dahulu kala. Hingga saat ini

matematika masih digunakan oleh manusia dalam berbagai aspek kehidupan.

Secara umum matematika digunakan manusia dalam bidang ekonomi,

teknologi, kedokteran, pembangunan, dan lain sebagainya. Selain itu,

matematika juga diterapkan hampir di seluruh disiplin ilmu, mulai dari ilmu

fisika dan kimia hingga ilmu lainnya yang bahkan tidak disadari menerapkan

matematika (Nikolas, 2018).

Pentingnya pembelajaran matematika tidak terlepas dari peranan

penting matematika dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun demikian,

masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika hanya sekedar

pelajaran yang sulit dan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Persepsi

tersebut tidak muncul begitu saja, namun dikarenakan pembelajaran

matematika di sekolah yang cenderung didominasi oleh transfer pengetahuan,

dimana guru hanya menyampaikan materi tanpa menjelaskan hubungan

matematika dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menghilangkan persepsi

negatif siswa tentang matematika, perlu adanya inovasi dalam pemebelajaran

matematika. Inovasi pembelajaran tersebut diharapkan dapat menghubungkan

matematika dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu pembelajaran

matematikan inovatif yang dapat dipilih adalah pembelajaran matematika

berbasis budaya.

Hiebert & Capenter (Dalam Tandililing, 2013) menyatakan bahwa

pembelajaran matematika di sekolah sangat berbeda dengan matematika yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ada dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, harus ada yang menjembatani

pembelajaran matematika di sekolah dengan matematika dalam dunia sehari-

hari yang berbasis pada budaya lokal dan matematika sekolah. Suatu kajian

tentang hubungan antara matematika dan budaya disebut etnomatematika.

Menurut D'Ambrosio (dalam Wahyuni, dkk, 2013) menyatakan bahwa

Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya

tertentu dalam kegiatan sehari-hari seperti bertani, bermain, dan lain

sebagainya. Artinya matematika muncul sebagai hasil dari penalaran dalam

melakukan kegiatan sehari-hari oleh masyarakat tertentu. Kajian

etnomatematika dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang

seperti arsitektur, tenun, jahit, pertanian, hubungan kekerabatan, ornamen,

spiritual atau praktik keagamaan, dan lain sebagainya yang sering selaras

dengan pola yang terjadi di alam serta memunculkan ide-ide abstrak.

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya. Kekayaan budaya

tersebut dimiliki oleh masyarakat secara turun-temurun (Putri & Rani, 2009).

Salah satu bentuk budaya adalah kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan tata

nilai atau perilaku yang diterapkan masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan

lingkungan tempat tinggalnya secara arif. Kearifan lokal dalam kebudayaan

Indonesia tercermin dalam keberagaman (agama, suku/etnis, dan bahasa) yang

dimilikinya. Agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia adalah

agama Islam. Di Indonesia, terdapat lebih dari 250 suku bangsa, dengan

mayoritas penduduknya merupakan suku Jawa. Menurut data PODES (Potensi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Desa) 2014, sebanyak 71, 8 persen desa di Indonesia memiliki penduduk yang

terdiri dari beberapa suku/etnis. Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia

memiliki desa dengan keberagaman etnis/suku yang cukup tinggi. Selain itu,

berdasarkan data SUSENAS MSBP 2015, bahasa yang sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari adalah bahasa daerah, dengan persentase mencapai 58.

95 persen (Mohammad & Theodora, dkk, 2016).

Salah satu wujud kebudayaan yang dimiliki Indonesia terdapat di Desa

Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Provinsi

Kalimantan Barat. Desa Ensaid Panjang terdiri dari empat dusun yaitu Dusun

Ensaid Baru, Dusun Empenyauk, Dusun Rentap Selatan, dan Dusun Ensaid

Pendek. Desa Ensaid Panjang merupakan desa wisata alam yang terdiri dari

perbukitan, sawah, dan hutan. Selain terkenal dengan keindahan alamnya,

Ensaid Panjang juga dikenal sebagai desa yang memiliki kebudayaan yang

masih kental, yaitu kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa. Salah satu bukti

dari kekentalan budaya tersebut adalah masih terdapat aktivitas menenun di

desa tersebut. Tenun yang dibuat adalah tenun ikat yang merupakan ciri khas

suku Dayak Desa. Kegiatan menenun tersebut masih dilakukan oleh sebagian

besar kaum wanita yang berada di Desa Ensaid Panjang. Selain itu, di Desa

Ensaid Panjang juga masih terdapat Rumah Betang yang merupakan rumah adat

Suku Dayak yang saat ini keberadaanya hampir punah. Rumah Betang tersebut

terletak di dusun Rentap Selatan. Rumah Betang tersebut dikenal oleh

masyarakat luar dengan sebutan Rumah Betang Ensaid Panjang. Masyarakat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang tersebut masih memegang

erat kebudayaan yang mereka miliki secara turun-temurun, seperti halnya masih

menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam kehidupan mereka, sehingga dapat

tinggal berdampingan di Rumah Betang tersebut seperti layaknya sebuah

keluarga. Selain sebagai tempat tinggal, Rumah Betang tersebut juga menjadi

tempat untuk bekerja khususnya bagi kaum wanita yang menenun (tenun ikat).

Rumah Betang tersebut merupakan tempat pusat dari kegiatan menenun di Desa

Ensaid Panjang.

Diantara kebudayan-kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat suku

Dayak Desa tersebut, tanpa disadari berkaitan dengan matematika. Sebagai

contoh, terdapat motif-motif kain tenun ikat yang menyerupai bentuk geometris

pada matematika. Dengan melihat keterkaitan antara kebudayaan dan adat-

istiadat masyarakat Suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang dengan matematika, tentu saja dapat mempermudah anak-anak atau

siswa yang tinggal di Rumah Betang tersebut dalam memahami konsep

matematika. Oleh sebab itu peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian

ini, yang berjudul kajian KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA

KEBUDAYAAN MASYARAKAT SUKU DAYAK DESA YANG

BERMUKIM DI RUMAH BETANG ENSAID PANJANG.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah (aspek historis) dari Rumah Betang Ensaid Panjang?

2. Bagaimana aspek-aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat Suku

Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang?

3. Apa saja aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat

pada kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa di Rumah Betang Ensaid

Panjang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan sejarah (aspek historis) dari Rumah Betang Ensaid

Panjang

2. Mesdeskripsikan aspek-aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat

Suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang

3. Mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang

terdapat pada kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa di Rumah Betang

Ensaid Panjang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Batasan Istilah

1. Etnomatematika yang dikaji adalah Etnomatematika yang terdapat pada

Rumah Betang Ensaid Panjang yang ditinjau dari sejarah, dan aspek

kultural dari kehidupan masyarakat Dayak Desa yang tingggal di Rumah

Betang Ensaid Panjang.

2. Aktivitas fundamental matematis yang diteliti adalah enam aktivitas

fundamental matematis menurut Bishop.

3. Penelitian dilakukan di Rumah Betang Ensaid Panjang, Dusun Rentap

Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam, Permai, Kabupaten

Sintang, Kalimantan Barat.

E. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahpamahan istilah, maka peneliti perlu

memberikan batasan istilah, yaitu:

1. Etnomatematika merupakan matematika yang diterapkan atau

digunakan oleh suatu kelompok etnik tertentu.

2. Suku Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli yang mendiami pulau

Kalimantan.

3. Suku Dayak Desa merupakan subsuku Dayak yang sebagian besar tinggal

di Kabupaten Sintang.

4. Rumah Betang merupakan rumah adat suku Dayak yang bermukim di

pulau Kalimantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Dalam bidang matematika, penelitian ini diharapkan bisa memberikan

sumbangsih yang berguna terhadap matematika agar memperkaya

pengetahuan matematika yang telah ada.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang

hendak melakukan penelitian serupa.

2. Manfaat praktis

a. Dalam bidang budaya, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan

budaya menenun (tenun ikat) berdasarkan makna budaya agar nilai-

nilai yang terkandung dalam tenun ikat bisa tetap terjaga dan tidak

hilang.

b. Dalam bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar

adanya penerapan budaya setempat untuk mengembangkan metode

pembelajaran di sekolah khususnya pada pembelajaran matematika,

agar pembelajaran lebih bervariasi.

c. Dalam bidang pariwisata, penelitian ini diharapkan dapat membantu

memperkenalkan Rumah Betang Ensaid Panjang kepada masyarakat

luas sebagai salah satu wisata budaya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori kebudayaan menurut

Koentjaraningrat dan Bakker. Sedangkan untuk mengkaji aspek matematis

pada kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah

Betang Ensaid Panjang, peneliti menggunakan teori enam aktivitas

fundamental menurut Bishop.

1. Pengertian, wujud, dan unsur-unsur kebudayaan

a. Pengertian

Koentjaraningrat (2015: 144), mendefinisikan kebudayaan

sebagai hal-hal yang manusia peroleh sebagai hasil belajar yang

meliputi keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Bakker

(1984: 22) mendefinisikan kebudayaan secara singkat, yaitu sebagai

segala penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Dari

definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua tindakan manusia

dapat disebut sebagai “kebudayaan”, karena hanya sedikit dari

tindakan manusia yang dilakukan tanpa melalui proses belajar. Dalam

proses belajar, manusia perlu melakukan pengolahan nilai-nilai insani

supaya apa yang hendak dipelajari bisa dilakukan.

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

b. Wujud kebudayaan

Honigman (dalam Koentjaraningrat, 2015:150) membedakan

kebudayaan menjadi tiga wujud, yaitu sebagai ideas (sistem ide),

activities (sistem aktivitas), dan artifacts (sistem artefak).

1) Wujud kebudayaan sebagai sistem ide artinya wujud kebudayaan

tersebut tidak bisa dilihat atau bersifat abstrak. Wujud kebudayaan

sebagai sistem ide hanya terdapat pada pikiran manusia yang

menganut budaya tersebut. Meskipun tidak bisa dilihat, Wujud

kebudayaan tersebut bisa dirasakan manusia dalam hal-hal yang

menyangkut norma, agama, peraturan, dan lain sebagainya. Selain

itu, wujud kebudayaan sebagai sistem ide bisa dituangkan dalam

ke dalam tulisan. Contoh wujud kebudayaan sebagai sistem ide

adalah adanya kepercayaan masyarakat tertentu terhadap roh

nenek moyang.

2) Wujud kebudayaan sebagai sistem aktivitas merupakan segala

aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan

sesama. Dengan kata lain, segala aktivitas tersebut merupakan

aktivitas sosial yang akan dilakukan manusia secara terus-

menerus menurut pola tertentu untuk memenuhi kebutuhan

manusia itu sendiri. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret,

sehingga bisa bisa difoto, dilihat, diobservasi dan

didokumentasikan. Contoh wujud kebudayaan sebagai sistem

aktivitas sosial yang sering kita jumpai adalah pada upacara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

perkawinan di daerah tertentu. Kita bisa melihat aktivitas sosial

berpola yang dilakukan masyarakat dalam upacara perkawinan

tersebut meliputi cara menyambut tamu, cara mempelai pria

melamar mempelai wanita, dan lain sebagainya.

3) Wujud kebudayaan sebagai sistem artefak disebut juga

kebudayaaan fisik karena sifatnya paling konkret. Wujud

kebudayaaan sebagai artefak merupakan segala karya yang dibuat

manusia sebagai hasil dari tataran sistem ide dan dengan

melakukan aktivitas yang berpola yang dilakukasn manusia.

Contoh wujud kebudayaan sebagai artefak adalah berbagai mahar

berupa barang yang harus diberikan oleh pihak mempelai laki-laki

kepada pihak mempelai perempuan pada upacara perkawinan

Jawa. Contoh lain dari wujud kebudayaan sebagai artefak adalah

berbagai sesaji atau peralatan yang dibutuhkan atau digunakan

dalam upacara selamatan.

c. Unsur-unsur kebudayaan

Kluckhon (1953) dalam bukunya yang berjudul Universal

Categories of Culture membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh

unsur kebudayaan yang bersifat universal atau disebut dengan cultural

universals (Siany dan Atiek, 2009). Menurut Koentjaraningrat (2015:

154), istilah universal pada ketujuh unsur kebudayaan tersebut

menunjukan bahwa ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat

ditemukan dalam semua kebudayaan dari bangsa manapun di dunia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Adapun ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem

pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan

teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi,

serta kesenian.

1) Bahasa

Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk

berinteraksi dengan sesama.

2) Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan merupakan himpunan pengetahuan manusia

tentang alam, tumbuh-tumbuhan, cuaca, dan segala hal lain yang

ada di sekitar manusia. Segala pengetahuan tersebut digunakan

manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam ilmu

antropologi, sistem pengetahuan lebih ditekankan untuk

mempertahankan hidup manusia.

3) Sistem organisasi sosial

Sistem organisasi sosial merupakan pengorganisasian yang

disepakati bersama sebagai hasil interaksi sosial antar manusia.

Sistem sosial tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian, mulai

dari sistem kekerabatan (keluarga) sampai organisasi sosial yang

lebih luas, seperti asosiasi, perkumpulan, dan akhirnya sampai

pada negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

4) Sistem peralatan hidup dan teknologi

Sistem perlatan hidup dan teknologi berkaitan dengan pembuatan

alat-alat atau teknologi yang digunakan manusia untuk

mempertahankan hidup.

5) Sistem mata pencaharian

Sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi merupakan sebuah

sistem yang berkaitan dengan cara-cara masyarakat tertentu dalam

mengatur perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan

sehari-hari. Adapun sistem mata pencaharian masyarakat

tradisional yaitu berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam

di ladang, menangkap ikan, bercocok tanam menetap dengan

sistem irigasi. Kelima sistem mata pencaharian tersebut

merupakan jenis mata pencaharian paling tua, karena dilakukan

oleh sebagian besar masyarakat pada masa lampau meskipun pada

saat itu banyak masyarakat yang beralih ke mata pencaharian lain.

6) Sistem religi

Sistem religi atau sistem kepercayaan merupakan sebuah sistem

yang berkaitan dengan kekuatan di luar diri manusia. Unsur religi

sebagai kebudayaan tidak terlepas dari emosi keagamaan. Emosi

keagamaan merupakan dorongan dalam perasaan manusia untuk

melakukan aktivitas-aktivitas religius. Selain emosi keagamaan,

terdapat tiga unsur lain yang harus dipahami manusia dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

sistem religi, yakni sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan,

dan umat yang menganut religi itu.

7) Kesenian

Kesenian berkaitan dengan unsur keindahan (estetika) menurut

perasaan yang dimiliki setiap manusia. keindahan tersebutlah

yang menghasilkan perbedaan bentuk seni antara suatu

kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.

2. Etnomatematika

a. Hakekat matematika

Istilah Matematika berasal Bahasa latin yaitu manthanein atau

mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Dalam bahasa

Belanda matematika disebut sebagai wiskunde yang memiliki arti ilmu

pasti (Muhammad Daut, 2017). Shadiq (dalam Muhammad Daut,

2017) menjelaskan bahwa menurut para ahli pendidikan matematika,

matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan

(pattern) dan tingkatan (order). Hasratuddin (dalam Muhammad Daut,

2017) menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang

pekerjaannya menggunakan penalaran deduktif (deductive reasoning)

atas dasar asumsi dan kebenarannya bersifat konsisten. Tall

(Hasratuddin (dalam Muhammad Daut, 2017)) menyatakan bahwa

matematika merupakan sarana untuk berpikir. Suherman (dalam

Muhammad Daut, 2017) menyatakan bahwa matematika merupakan

ilmu yang didapatkan dari aktivitas bernalar, yang artinya dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

pekerjaan matematika lebih menekankan proses penalaran disamping

hasil observasi atau eksperimen. Menurut Sutawidjaja dan Dahlan

(dalam Muhammad Daut, 2017)), matematika merupakan ilmu

memiliki sifat aksiomatik, yang artinya suatu struktur matematika

dimulai dari istilah yang tidak ditentukan (undefined term) atau istilah

pangkal. Kemudian, kaidah yang berkaitan dengan istilah pangkal

tersebut yang kebenarannya sudah disepakati disebut aksioma.

Kemudian, dibentuklah (ditentukan/defined) istilah-istilah lain yang

digunakan untuk mengembangkan kaidah-kaidah baru, yaitu teorema

yang kebenarannya harus dibuktikan. Jihad (dalam Muhammad Daut,

2017) menyatakan bahwa matematika memiliki karakteristik

mendasar yang membedakannya dengan ilmu lainnya. Karakterisitik

tersebut adalah matematika memiliki objek pembicaraan yang abstrak,

menggunakan pembahasan yang mengandalkan penalaran yang logis,

memiliki pengertian/konsep atau pernyataan yang sangat jelas

berjenjang sehingga terjaga konsistensinya, melibatkan perhitungan

(operasi) dan dapat diterapkan dalam ilmu lainnya, serta dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan matematika menurut beberapa ahli di

atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang lebih

menekankan proses penalaran, dimana dalam proses bernalar tersebut

menggunakan istilah-istilah yang harus didefinisikan dengan cermat,

jelas, dan direpresentasikan secara akurat menggunakan lambang-


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

lambang atau simbol-simbol. Selain itu, matematika dapat dikatakan

sebagai ilmu yang memiliki unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.

Unsur-unsur tersebut dibagi berdasarkan strtuktur hirerarki, yang

artinya terdapat suatu unsur matematika yang menjadi syarat dari yang

lain, atau terdapat suatu konsep matematika yang dibangun dari

konsep lainnya.

b. Etnomatematika

Istilah etnomatematika diperkenalkan oleh matematikawan asal

Brasil yang bernama D’Ambrosio pada tahun 1985 untuk

menggambarkan aktivitas matematika dari kelompok budaya tertentu

yang dapat diidentifikasi dan dapat dianggap sebagai studi ide

matematika dalam budaya apapun (Rosa & Orey, 2011). D'Ambrosio

(dalam Wahyuni, Tias, dkk, 2013) menyatakan bahwa

Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok

budaya tertentu dalam kegiatan sehari-hari seperti bertani, bermain,

dan lain sebagainya. D'Ambrosio (Dalam Wahyuni, Tias, dkk, 2013)

juga mengatakan Ethnomatematika adalah studi tentang matematika

yang dilatarbelakangi oleh budaya. Artinya matematika muncul

sebagai hasil dari penalaran dalam melakukan kegiatan sehari-hari

oleh masyarakat tertentu. Kajian etnomatematika dalam pembelajaran

matematika mencakup segala bidang seperti arsitektur, tenun, jahit,

pertanian, hubungan kekerabatan, ornamen, spiritual atau praktik

keagamaan, dan lain sebagainya yang sering selaras dengan pola yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

terjadi di alam serta memunculkan ide-ide abstrak.

c. Enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop.

Seperti yang diketahui bahwa etnomatematika merupakan studi

tentang matematika yang dilatarbelakangi oleh budaya, yang artinya

matematika muncul sebagai hasil penalaran dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Matematika dapat muncul dalam berbagai

aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti bertani,

bermain, membangun rumah dan lain sebagainya. Aktivitas tersebut

kemudian disebut sebagai aktivitas matematis. Bishop (dalam Ivan,

2019) merangkum aktivitas matematis tersebut menjadi enam aktivitas

fundamental matematis. Keenam aktivitas tersebut merupakan

aktivitas matematis yang paling mendasar yang dilakukan manusia

sejak zaman dahulu hingga sekarang. Adapun keenam aktivitas

fundamental tersebut yaitu counting (membilang), locating

(menentukan lokasi), measuring (mengukur), designing (merancang),

playing (bermain) dan explaining (menjelaskan).

a. Counting (Membilang)

Aktivitas counting pada awal mulanya muncul dan dilakukan

masyarakat karena adanya kebutu han untuk membuat suatu

catatan tentang kepemilikan mereka, yang meliputi harta atau

benda-benda lainnya. Aktivitas ini awalnya untuk membantu

masyarakat dalam merepresentasikan suatu objek yang

dimilikinya dengan objek lain yang memiliki nilai yang sama.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Sebagai contoh, dalam hal kepemilikan hewan ternak

diibaratkan sebagai korespondensi satu-satu antara hewan ternak

dengan batu, yang artinya setiap satu ekor hewan diwakili oleh

satu batu. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas

counting, yaitu kuantifikasi/kuantor, nama-nama bilangan,

penggunaan jari dan bagian tubuh untuk menghitung, bilangan,

nilai tempat, basis 10, operasi bilangan, akurasi, pendekatan,

kesalahan dalam membilan, desimal, positif, negatif, besar tidak

terhingga, kecil tidak terhingga, limit, pola bilangan, pangkat,

diagram panah, representasi aljabar, probabilitas, representasi

frekuensi.

b. Locating (Menentukan Lokasi)

Aktivitas locating awalnya muncul untuk membantu masyarakat

dalam menentukan lokasi tertentu misalnya lokasi terbaik untuk

berburu, bercocok tanam, ataupun untuk membuat tempat

tinggal. Dalam menentukan lokasi, masyarakat menentukan arah

dengan menggunakan kompas, atau masyarakat bisa

memanfaatkan alam sekitar (benda-benda langit, jejak kaki,

suara, dsb) untuk menentukan lokasi. Misalnya untuk

menentukan lokasi berburu, masyarakat dapat melihat jejak kaki

hewan buruan dan mengikuti jejak kaki tersebut untuk

mengantarkan mereka ke tempat hewan buruan berada. Adapun


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas locating, yaitu preposisi

(misalnya letaknya di luar atau di dalam) dalam hal ini bisa

dalam bentuk titik maksimum, titik minimum, deskripsi

rute/lintasan, lokasi lingkungan, arah mata angin, atas/bawah,

depan/belakang, jarak, garis lurus/garis lengkung, sudut sebagai

penanda perputaran, sistem lokasi, koordinat kutub, koordinat

2D/3D, pemetaan, lintang/bujur, tempat kedudukan (lokus),

penghubungan, lingkaran, elips, spiral.

c. Measuring (Mengukur)

Pada awalnya Aktivitas measuring dilakukan masyarakat untuk

membandingkan suatu objek dengan objek lainnya untuk

menentukan perbedaaan terkait berat, volume, kecepatan, waktu,

dan lain sebagainya antara objek-objek yang dibandingkan

tersebut. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas Measuring,

yaitu pembanding kuantitas (misalnya lebih cepat atau lebih

kurus/lebih tipis), mengurutkan, kualitas, pengembangan dari

satuan, keakuratan satuan, estimasi, waktu, volume, area,

temperatur, berat, satuan konvensional, satuan standard, sistem

satuan, uang, satuan majemuk.

d. Designing (Merancang)

Pada awalnya aktivitas ini muncul untuk mengekspresikan

perasaaan manusia menjadi karya yang bisa dinikmati atau


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai

contoh, ujung tombak pemburu dibuat runcing agar dapat

melukai hewan buruan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan

aktivitas designing antara lain rancangan, abstraksi, bentuk

(geometris), bentuk secara umum, estetika/keindahan, objek

yang dibandingkan berdasarkan bentuknya yang besar maupun

kecil, kesebangunan, kekongruenan, sifat-sifat dari bangun,

bentuk geometri yang umum, jaringan, gambar dan benda,

permukaan, pengubinan, simetri, proporsi, perbandingan,

pembesaran dengan skala, kekauan dari suatu benda.

e. Playing (Bermain)

Masyarakat dari berbagai kebudayaan tertentu memiliki

permainan yang sering dimainkan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk memainkan permainan tersebut, tentunya ada strategi yang

digunakan untuk memenangkan permainan tersebut. Secara sadar

atau tidak sadar strategi tersebut membutuhkan pengamatan dan

pemikiran kritis yang berkaitan dengan matematika. Misalnya

dalam permainan puzzle anak perlu melakukan pengamatan

terhadap setiap bentuk potongan-potongan puzzle, sehingga dapat

menemukan strategi terbaik dalam penyususnan potongan-

potongan puzzle tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh. Bentuk

Potongan-potongan puzzle tersebut tanpa disadari berkaitan

dengan bentuk geometri pada matematika, yaitu menyerupai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

bentuk bangun datar yang tidak beraturan. Jadi, dengan

mengamati setiap bentuk dari potongan-potongan puzzle tersebut,

tanpa disadari anak tersebut sedang mengamati bentuk-bentuk

bangun datar yang tidak beraturan. Selain puzzle, hal-hal yang

berkaitan dengan aktivitas playing lainnya antara lain pemodelan,

aktivitas yang didasarkan pada aturan, paradoks, prosedur,

permainan, permainan berkelompok, permainan secara sendiri,

strategi, pilihan, prediksi, penentuan hipotesis misalnya peluang.

f. Explaining (Menjelaskan)

Awalnya aktivitas ini muncul karena rasa ingin tahu masyarakat

terhadap hal-hal yang belum mereka pahami dalam kehidupan

sehari-hari. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, masyarakat dapat

mengamati pola, grafik, simbol, maupun hal lainnya yang

memberikan suatu arahan kepada masyarakat untuk mengolah

atau membuat suatu kesimpulan yang tepat. Sebagai contoh, untuk

bisa berburu masyarakat terlebih dahulu mengamati hal-hal yang

berkaitan dengan hewan buruan mereka, yang meliputi habitat,

perilaku, makanan, dan hal-hal lainnya, sehingga kegiatan

berburu bisa sukses dilakukan. Adapun hal-hal yang berkaitan

dengan kegiatan explaining, yaitu penglasifikasian,

penglasifikasian yang didasarkan pada hierarki, penjelasan

kesamaan dalam bentuk benda-benda, penjelasan cerita,

penggunaan kata-kata penghubung dalam logika (misalnya dan,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

atau, serta yang lainnya), eksplanasi/penjelasan, penjelasan

dengan simbol- simbol, diagram, matriks, pemodelan matematika.

B. Kajian Pustaka

Sebelum memulai penelitian, peneliti menggali informasi dari buku-

buku bacaan, dan jurnal-jurnal untuk menemukan teori-teori yang sesuai pada

penelitian ini. Selain itu, sebagai bahan pembanding peneliti menggunakan

penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dengan melihat kelebihan

dan kekurangan dari penelitian-penelitian tersebut diharapkan peneliti dapat

melakukan penelitian ini dengan baik. Adapun penelitian-penelitian

sebelumnya yang digunakan peneliti sebagai berikut.

1. Skripsi Margareta Retno Dwi Purwaningsih (diterbitkan pada tahun 2019 di

Repository Universitas Sanata Dharma Yogyakarta). Objek penelitian

tersebut adalah kegiatan memahat batu masyarakat Dusun Sidoharjo.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui aspek matematis dari

kegiatan memahat batu tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa

terdapat aktivitas fundamental matematis menurut Bishop pada kegiatan

memahat batu tersebut antara lain kegiatan counting (membilang) yang

meliputi perkiraan (approximation) pada aktivitas penentuan harga bahan

baku, harga jual patung, banyaknya pegawai, besarnya upah pegawai, biaya

transportasi pengiriman bahan baku, dan banyaknya bahan kayu yang

diperlukan dalam pembuatan kerangka pengemasan patung.. Aktivitas


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

locating (menentukan lokasi) meliputi jarak tempuh lokasi pemasok bahan

baku, lokasi tempat pengambilan bahan baku, serta pembagian lahan untuk

proses produksi. Aktivitas measuring (mengukur) terdapat pada aktivitas

penentuan kualitas bahan baku, perkiraan waktu dan luas lahan yang

diperlukan dalam proses produksi patung, serta dalam penentuan ukuran

paket pengemasan patung. Aktivitas designing (merancang) meliputi

pembuatan desain yang dirancang untuk membentuk patung tertentu.

Aktivitas playing (bermain) dilakukan ketika memprediksi banyaknya

produksi patung. Aktivitas explaining (menjelaskan) terdapat pada kegiatan

memahat batu karena pengrajin mampu menjelaskan makna-makna dari

setiap pahatan patung yang dibuat.

2. Jurnal Rosida Rakhmawati (diterbitkan pada tahun 2016 di google

schoolar). Objek penelitian tersebut adalah kebudayaan masyarakat

Lampung. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui aktivitas

matematika berbasis budaya pada masyarakat Lampung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tanpa disadari masyarakat Lampung telah menerapkan

konsep-konsep matematis dalam kehidupan sehari-hari, meskipun mereka

tidak pernah mempelajarinya secara formal. Masyarakat Lampung

memiliki cara khusus dalam menerapkan konsep matematis dalam

kehidupan sehari-hari. Aktivitas matematis pada budaya masyarakat

lampung meliputi aktivitas membuat rancang bangun yang diterapkan oleh

masyarakat pada pembangunan rumah adat, aktivitas membilang

menggunakan jari tangan, aktivitas membuat pola pada pembuatan motif


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

tapis dan border, aktivitas bermain (permainan tradisional) yang

menggunakan konsep matematis seperti permainan sundung khulah, bedil

locok, babetes, suksuk, bandarkaret, gambaran dan batu acak, yang sering

dimainkan oleh anak-anak.

Berdasarkan kedua kajian pustaka di atas, terdapat perbedaan yang

cukup signifikan antara kedua kajian pustaka dengan penelitian ini,

khususnya dari kebudayaan yang menjadi objek penelitian. Yang menjadi

objek penelitian pada penelitian ini adalah Rumah Betang Ensaid Panjang

dan kebudayaan masyarakat Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang. Objek penelitian tersebut jelas berbeda dan tidak dibahas

pada kedua kajian pustaka di atas. Selain itu, penggalian aspek matematis

pada penelitian ini tidak lakukan secara spesifik pada salah satu

kebudayaan seperti pada kajian pustaka pertama, meskipun menggunakan

teori yang sama yaitu teori enam aktivitas fundamental matematis menurut

Bishop. Sedangkan pada kajian pustaka kedua tidak dijelaskan teori yang

digunakan untuk menggali aspek matematis.

C. Kerangka Berpikir

Salah satu wujud kebudayaan yang dimiliki Indonesia terdapat di

Dusun Rentap Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai,

Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di Dusun Rentap Selatan masih

terdapat Rumah Betang yang merupakan rumah adat suku Dayak. Rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Betang tersebut dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Rumah

Betang Ensaid Panjang. Masyarakat yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang masih mempertahankan kebudayaan mereka hingga saat ini.

Kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat suku Dayak Desa yang

tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang tanpa disadari berkaitan dengan

matematika. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan dengan alasan untuk

menggali lebih dalam kaitan antara kebudayaan masyarakat suku Dayak

Desa yang bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang dengan dengan

matematika, khususnya untuk melihat aktivitas matematis pada kebudayaan

tersebut. untuk menggali lebih dalam kebudayaan-kebudayaan tersebut,

peneliti terjun langsung ke Rumah Betang Ensaid Panjang, sehingga dapat

melihat dan merasakan langsung kebudayaan-kebudayaan tersebut.

Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembelajaran

matematika di sekolah khususnya di Desa Ensaid Panjang, serta dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu hal yang membuat hasil

kebudayaan di Desa Ensaid Panjang dapat dikenal oleh masyarakat luas,

serta tetap lestari.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggali

informasi secara mendalam tentang fenomena-fenomena yang terjadi pada

individu ataupun kelompok masyarakat tertentu. Data yang dihasilkan daa

penelitian kualitatif adalah data yang berupa berupa tulisan, ucapan, dan

perilaku subjek-subjek yang diamati. Selain itu, penelitian kualitatif

menggunakan berbagai teknik interpretasi yang diharapkan mampu

mendeskripsikan, “membaca” kode, menerjemahkkan, dan memaknai berbagai

fenomena yang terjadi secara alami di masyarakat atau dunia sosial tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti memilih jenis penelitian ini yang

pada dasarnya ingin memperoleh informasi secara mendalam tentang

kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang.

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Rumah Betang Ensaid Panjang, Dusun Rentap

Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten

Sintang, Kalimantan Barat.

2. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei

2020.

C. Subjek dan Ojek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah Kepala Dusun Rentap Selatan, Dewan Adat

Dayak Desa Ensaid Panjang, Ketua RT 01 Dusun Rentap Selatan, para

penenun, dan beberapa masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di

Rumah Betang Ensaid Panjang.

2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah Rumah Betang Ensaid Panjang dan Segala

kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang

tersebut.

D. Sumber Data

Sumber data utama dari penelitian kualitatif adalah kata-kata atau

tindakan subjek penelitian yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama

dicatat melalui catatan tertulis, melalui perekaman audio, atau pengambilan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

foto. Data-data lain hanya digunakan sebagai tambahan untuk memperkuat

penelitian. Data-data lain tersebut meliputi dokumen atau sumber data tertulis

lainnya.

E. Jenis Data

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, kalimat atau

gambar. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan

data misalnya observasi, wawancara, analisis dokumen, atau dokumentasi

berupa video maupun foto. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini yaitu data hasil wawancara tentang sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid

Panjang, kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah

Betang Ensaid Panjang, dan kegiatan menenun. selain itu, penulis juga

mengambil beberapa dokumentasi berupa foto-foto yang menggambarkan

potret kehidupan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah

Betang Ensaid Panjang, termasuk foto aktivitas menenun (tenun ikat).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

F. Metode dan Instrumen pegumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan. Dalam

metode studi lapangan ini, peneliti mengumpulkan data secara langsung ke

lapangan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui sejarah sejarah (aspek historis)

dari Rumah Betang Ensaid Panjang, dan aspek-aspek kultural (budaya)

dari kehidupan masyarakat Suku Dayak Desa’ yang tinggal di Rumah

Betang Ensaid Panjang. Jenis wawancara yang dilakukan adalah

wawancara tidak berstruktur, dimana proses berlangsungnya wawancara

mengandalkan spontanitas. Wawancara tidak berstruktur adalah jenis

wawancara yang bersifat fleksibel, dimana pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan disesuaikan dengan pemikiran atau jawaban partisipan.

Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada

partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Meskipun

demikian, wawancara yang dilakukan harus tetap terarah pada topik

tertentu yang ingin digali.

2. Observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi tidak

terstruktur. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang dilakukan

tanpa adanya persiapan sistematis dari peneliti, karena peneliti belum tahu

secara pasti apa yang hendak diamati. Sebelum memulai penelitian, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

tetap membuat rancangan observasi namun tidak digunakan secara baku,

karena sewaktu-waktu peneliti dapat mengubah subjek atau objek

observasi selama penelitian berlangsung.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto dan rekaman wawancara dengan subyek

penelitian. Foto yang dimaksud adalah foto – foto tempat penelitian, foto

dengan subjek penelitian, dan beberapa aktivitas kebudayaan yang ada di

Rumah Betang Ensaid Panjang yang dijadikan bahan kajian penelitian.

Video yang dimaksud adalah video aktivitas kebudayaan yang ada di

Rumah Betang Ensaid Panjang.

4. Studi kepustakaan

a. Skripsi Margareta Retno Dwi Purwaningsih, mahasiswa pendidikan

matematika universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2019

dengan

judul “Kajian Etnomatematika Terkait Aktivitas Pembuatan Kerajinan

Pahat Batu di Dusun Sidoharjo, Desa Tamanagung, Kecamatan

Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dikutip pada bagian

kesimpulan.

b. Rosida Rakhmawati (2016) pada jurnalnya yang berjudul “Aktivitas

Matematika Berbasis Budaya pada Masyarakat Lampung”. Dikutip

pada bagian kesimpulan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

5. Instrumen pengumpulan data

Sugiyono (dalam Pradiptya, 2013) menyatakan bahwa yang menjadi

instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.

Dalam melakukan penelitian kualitatif peneliti harus mempersiapkan diri

sebaik mungkin, mulai dari penguasaan metode penelitian, penguasaan

teori dan bidang yang diteliti, dan kesiapan mental peneliti itu sendiri. Oleh

sebab itu, sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu

mencoba mengenal tempat penelitian dengan membaca referensi dari buku,

internet, dan bertanya kepada orang-orang yang yang pernah pergi ke

tempat penelitian tersebut, yaitu Rumah Betang Ensaid Panjang. selain itu,

peneliti juga juga kerap kali membaca referensi tentang teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini, supaya memiliki wawasan yang mendalam

tentang bidang yang diteliti. Untuk membantu proses pengumpulan data

di lapangan, peneliti membuat instrumen pendukung berupa pedoman

wawancara. Selain itu, peneliti juga memanfaatkan alat rekam untuk

membantu proses wawancara dan mengambil dokumentasi pendukung

berupa foto proses wawancara ataupun objek penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis data yang

hasil wawanara dan observasi yang dilakukan pada saat penelitian. Proses

analisis data kualitatif meliputi proses pengumpulan data, reduksi data,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang berkaitan dengan

penggalian data atau informasi, serta berkaitan pula dengan sumber dan

jenis data. Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa catatan

tertulis, catatan suara hasil wawancara, dan dokumentasi berupa foto

tempat penelitian dan beberapa aktivitas masyarakat Suku Dayak Desa

yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Sumber data utama

dari penelitian ini adalah data dari hasil wawancara dengan subjek

penelitian. Data-data hasil wawancara tersebut kemudian dibentuk

menjadi transkrip substansif, yaitu transkrip wawancara yang berupa

catatan inti dari dialog-dialog yang terjadi selama proses wawancara.

2. Reduksi data

Pada penelitian kualitatif umunya, data yang diperoleh sangat banyak

terutama dari hasil wawancara dan observasi. Data-data yang sudah

diperoleh tersebut belum tentu semuanya relevan dengan penelitian. Oleh

sebab itu, peneliti perlu melakukan reduksi data atau pengerecutan data

dengan memilih data yang relevan, atau membuang data-data yang tidak

penting. pada penelitian ini, data yang dipilih adalah data yang berkaitan

dengan sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid Panjang dan

kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang

tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

2. Penyajian data

Setelah melakukan reduksi data, selanjutnya peneliti menyajikan data ke

dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Pada penelitian ini, data

disajikan dalam bentuk teks naratif yang dibuat berdasarkan hasil

wawancara yang dilengkapi dengan catatan lapangan, dan hasil observasi

tidak terstruktur yang dilakukan selama penelitian. Teks naratif tersebut

mendeskripsikan tentang sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid

Panjang dan kebudayaan-kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang

bermukim di Rumah Betang tersebut.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data

Setelah data disajikan dalam bentuk teks naratif, langkah selanjutnya

adalah melakukan penarikan kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah

yang telah dibuat. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk mengetahui

kebudayaan apa saja yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak Desa

yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang dan mengetahui apakah

terdapat aspek matematis pada kebudayaan tersebut. Penarikan

kesimpulan dilakukan dengan mencermati data yang telah yang telah

disajikan dalam bentuk teks naratif, kemudian keputusan kesimpulan

diperoleh berdasarkan teori yang relevan pada penelitian ini. Untuk

menganalisis aspek matematis pada kebudayaan masyarakat suku Dayak

Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang, peneliti

menggunakan teori enam aktivitas fundamental menurut Bishop yaitu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

counting (membilang), locating (menentukan lokasi), measuring

(mengukur), designing (merancang), playing (bermain) dan explaining

(menjelaskan). Kesimpulan yang telah dibuat harus diverifikasi

kebenarannya terlebih dahulu dengan cara memikir ulang selama

penulisan dan meninjau ulang catatan lapangan.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan

1. Penyusunan proposal
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan proposal yang
berisikan BAB I, BAB II, dan BAB III.
2. Persiapan penelitian
a. Izin
Permintaan izin penelitian diawali dengan pembuatan surat penelitian
di sekretatiat JPMIPA Universitas Sanata Dharma. Surat tersebut
ditujukan kepada Kepala Desa Ensaid Panjang.
b. Pembuatan instrumen
Instrumen yang dibuat pada penelitian ini adalah pedoman wawancara.
3. Pelaksanaan pengambilan data
Pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan data keterkaitan antara
kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang dengan matematika.
4. Analisis data
Setelah mendapatkan data wawancara, peneliti menganalisis dan
mengevaluasi data tersebut.
5. Penarikan kesimpulan
Setelah melakukan analisis data, peneliti mencoba menarik kesimpulan.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kebudayaan masyarakat suku Dayak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang merupakan salah


bentuk etnomatematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan

untuk menunjang kegiatan penelitian, diantaranya adalah dengan membuat

instrumen penelitian. Intrumen penelitian yang dibuat adalah instrumen

wawancara yang berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut

tediri dari beberapa pertanyaan untuk mengetahui aspek historis dari Rumah

Betang Ensaid Panjang, aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat

suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Data hasil

wawancara tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui matematis dari

kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang. Setelah membuat intrumen tersebut, peneliti langsung

mengirimkannya kepada dosen pembimbing untuk dikonsultasikan dan

divalidasi. Setelah intrumen penelitian tersebut diseetujui dosen pembimbing,

peneliti kemudian mempersiapkan hal lainnya untuk membantu kegiatan

penelitian, dan memulai penelitian pada bulan Maret 2020 sampai dengan Mei

2020.

36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

B. Deskripsi Letak Geografis Desa Ensaid Panjang

Desa Ensaid Panjang merupakan desa dengan kawasan berhutan yang

terletak di sebelah timur ibukota kecamatan Kelam Permai. Desa Ensaid

Panjang memiliki luas wilayah 22 km2. Jarak Desa Ensaid Panjang dengan

ibukota kecamatan adalah 27 km, sementara jarak dengan ibukota kabupaten

adalah 58 km, dan jarak desa ini ke ibukota provinsi mencapai 478 km. Desa

Ensaid Panjang dapat ditempuh melalui jalur darat dengan menggunakan

kendaraan motor atau mobil. Perjalanan dari Kota Sintang menuju Desa Ensaid

Panjang dapat ditempuh selama kurang lebih satu jam perjalanan.

Desa Ensaid Panjang memiliki tujuh kawasan kawasan berhutan, yakni

kawasan tawang mersibung, tawang semilas, tawang serimbak, tawang

sepayan, tawang sebesai, tawang sampur, dan hutan lindung bukit rentap.

Kawasan berhutan tersebut terdiri dari dua tipe ekosistem hutan, yakni

ekosistem hutan rawa yang dalam istilah masyarakat lokal disebut sebagai

tawang, dan ekosistem hutan perbukitan. Desa Ensaid Panjang terdiri dari

empat dusun yaitu Dusun Ensaid Baru, Dusun Empenyauk, Dusun Rentap

Selatan, Dan Dusun Ensaid Pendek. Rumah Betang Ensaid Panjang yang

menjadi tempat penelitian terletak di Dusun Rentap Selatan. Adapun letak Desa

Ensaid Panjang, yaitu seperti gambar berikut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Gambar 4.2. 1. Peta Desa Ensaid Panjang


(Sumber: Google Maps, 2020)

Sebagian besar penduduk Desa Ensaid Panjang adalah masyarakat suku

Dayak Desa, sedangkan penduduk lainnya merupakan suku Melayu dan

penduduk yang berasal dari Jawa, Ambon, dan Nusa Tenggara. Sebagian besar

penduduk di Desa Ensaid Panjang, khususnya masyarakat suku Dayak Desa

berprofesi sebagai peladang (orang yang melakukan aktivitas berladang).

Berladang merupakan kegiatan bercocok tanam dengan cara membakar lahan.

Aktivitas berladang telah dilakukan oleh masyarakat suku Dayak secara turun

temurun, sehingga masyarakat tersebut mengetahui cara melakukan aktivitas

berladang dengan aman. Selain berladang, masyarakat di Desa Ensaid Panjang

memiliki pekerjaan lainnya yaitu menyadap getah pohon karet dan menenun.

Kegiatan menenun dilakukan oleh sebagian besar kaum perempuan suku Dayak

Desa di Desa Ensaid Panjang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

C. Analisis dan Pembahasan

1. Analisis Aspek Historis (Sejarah) dari Rumah Betang Ensaid Panjang

Rumah Betang merupakan rumah asli masyarakat suku Dayak

yang mendiami pulau kalimantan. Pada umumnya Rumah Betang dibuat

panggung supaya dapat terhindar dari banjir, karena biasanya Rumah

Betang dibuat dipinggir sungai. Selain itu, rumah yang berbentuk

panggung dapat melindungi penghuninya dari binatang buas. Selain itu,

Rumah Betang juga dibuat memanjang agar dapat dihuni oleh banyak

orang, sehingga mereka dapat hidup saling melindungi satu sama lain.

Seiiring berjalannya waktu keberadaan Rumah Betang semakin berkurang,

bahkan dapat dikatakan hampir punah. Salah satu penyebab hal tersebut

adalah pengaruh moderniasi yang membuat masyarakat suku Dayak

memilih tinggal di rumah-rumah modern. Meskipun demikian, Rumah

Betang masih dapat ditemukan di daerah tetentu, seperti halnya di Desa

Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang,

Kalimantan Barat. Masyarakat luar menyebut Rumah Betang tersebut

dengan sebutan Rumah Betang Ensaid Panjang.

Rumah Betang Ensaid Panjang mulai didirikan pada tahun 1985

dan pengerjaannya selesai pada tahun 1986. Pengerjaannya dilakukan

secara gotong-royong oleh masyarakat suku Dayak Desa setempat.

Didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang bukan tanpa alasan, namun

terdapat latar belakang yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat

suku Dayak Desa yang mendirikan Rumah Betang tersebut. Latar


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

belakang didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang yang paling

mendasar adalah untuk memperat ikatan kekeluargaan antar sesama

masyarakat suku Dayak Desa setempat.

Rumah Betang didesain dengan bilik-bilik yang menyambung satu

sama lain, dimana masing-masing bilik ditempati oleh satu keluarga. Selain

itu, Rumah Betang tersebut memiliki teras yang memanjang yang berada

persis di depan bilik-bilik. Pada teras tersebut, tidak diberikan sekat

sehingga masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang

dapat saling menjalin silaturahmi setiap saat. Masyarakat Dayak Desa

menyebut teras tersebut sebagai ruai. Pada ruai tersebutlah biasanya

masyarakat Dayak Desa berkumpul dan bercengkerama bersama. Selain

untuk berkumpul, ruai juga dijadikan masyarakat sebagai tempat untuk

beraktivitas, terutama bagi kaum perempuan yang membuat tenun ikat.

Masyarakat percaya dengan tinggal di bilik yang saling berdekatan dan satu

teras, silahturahmi jadi sering terjalin sehingga dapat mempererat ikatan

kekeluargaan satu sama lain. Selain itu, ketika ada diantara anggota

keluarga yang sakit, maka anggota keluarga yang lain bisa segera

mengetahuinya dan menjenguknya. Pada musim berladang, masyarakat

dapat dengan mudah meminta bantuan satu sama lain. Pada musim

berladang, masyarakat saling bergiliran untuk membantu sesama dalam

menggarap tanah di ladang. Kegiatan saling membantu tersebut dikenal

masyarakat Dayak Desa dengan istilah bedurok.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Dengan tinggal di bilik yang saling berdekatan dan satu teras juga

membuat masyarakat bisa berbagi satu sama lain khususnya makanan.

Pada zaman dahulu, setiap ada anggota salah satu keluarga yang mendapat

hewan buruan, maka hasil tersebut akan dibagikan kepada setiap keluarga

yang tinggal di di Rumah Betang . Pembagian tersebut pun harus dilakukan

secara adil. Banyaknya bagian yang diperoleh oleh salah satu keluarga

ditentukan oleh banyaknya anggota keluarga tersebut. Misalnya dalam satu

keluarga yang terdiri delapan orang, maka akan mendapat dapat jatah dua

bagian potongan daging. Sedangkan untuk keluarga yang terdiri dari empat

orang diberi jatah satu bagian potongan daging. Pembagian dengan cara

demikian dikenal oleh masyarakat Dayak Desa dengan istilah pengurang.

Latar belakang didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang lainnya juga

tidak terlepas dari perang antar suku Dayak pada masa lalu. Dengan bersatu

di Rumah Betang , tentu saja akan memperkuat pertahanan sehingga tidak

mudah diserang oleh musuh, karena bisa saling melindungi satu sama lain.

Proses diberdirikannya Rumah Betang di Ensaid Panjang

dilakukan melaui serangkaian upacara adat. Sebelum mendirikan Rumah

Betang , terlebih dahulu masyarakat suku Dayak Desa setempat mencari

tempat yang aman dari musuh atau hewan buas, lalu membersihkan lokasi

tersebut. Setelah dibersihkan masyarakat suku Dayak Desa setempat

melakukan ritual adat di tanah tersebut. Masyarakat suku Dayak Desa

setempat menyebut ritual tersebut sebagai upacara begelak. Begelak

merupakan upacara memberi pegelak atau persembahan kepada Petara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

atau Tuhan. Biasanya pegelak tersebut terdiri dari makanan dan minuman

seperti daging ayam, daging babi, beras pulut, tepung tumpik, tuak, dan

kelapa. Pegelak tersebut nantinya akan dimasukan pada wadah yang

terbuat dari bambu dan kemudian disimpan selamanya di Rumah Betang

yang sudah jadi. Sebelum pembangunan Rumah Betang selesai, pegelak

tersebut diletakan sementara di tiang pertama. Upacara begelak biasanya

dipimpin oleh ketua adat, tetua-tetua kampung, atau orang-orang yang

sudah dipercaya lainnya, yaitu orang yang mengerti tentang prosesi

upacara tersebut. Pada saat upacara begelak biasanya pemimpin akan

membacakan “doa-doa” yang dipanjatkan kepada Petara atau Tuhan,

supaya masyarakat selalu dilindungi dan diberi rezeki yang berlimpah saat

tinggal di Rumah Betang yang akan mereka bangun. Setelah upacara

begelak selesai dilakasanakan, kemudian masyarakat mendirikan tiang-

tiang mun. Tiang-tiang mun tersebut terbuat dari pohon ubah. Pohon ubah

dipilih untuk membuat tiang mun karena pohon tersebut memiliki buah

yang banyak. Pohon ubah yang memiliki banyak buah melambangkan

rezeki yang melimpah, meliputi hasil alam ataupun keturunan yang

diperoleh masyarakat ketika tinggal di Rumah Betang yang hendak mereka

dirikan. Setelah mendirikan tiang-tiang mun, kemudian tiang-tiang mun

tersebut dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama beberapa hari, tidak

ada satupun dari tiang-tiang mun tersebut yang tumbang, maka artinya di

tanah tersebut bisa didirikan Rumah Betang. Sebaliknya, jika selama

beberapa hari terdapat satu atau lebih dari tiang-tiang mun tersebut yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

tumbang, maka di tanah tersebut tidak boleh didirikan Rumah Betang .

Menurut masyarakat suku Dayak Desa setempat, jika ada diantara tiang-

tiang mun tersebut yang tumbang setelah beberapa hari didirikan, maka itu

artinya “penunggu” tanah tersebut tidak memperbolehkan masyarakat

mendirikan Rumah Betang di tempat tersebut. Kalau masyarakat tetap

memaksakan mendirikan Rumah Betang di tanah tersebut, maka

“penunggu” tanah tersebut akan mengganggu kehidupan masyarakat yang

tinggal di Rumah Betang tersebut. Namun bila tak ada satupun dari tiang-

tiang mun yang tumbang, maka di tanah tersebut tidak ada “penunggu”,

yang artinya di tanah tersebut bisa didirikan Rumah Betang . Selain itu,

masyarakat yang tinggal di Rumah Betang tersebut akan selalu diberi

keselamatan, umur panjang, dan harta yang berlimpah. Setelah mendirikan

tiang-tiang mun dan tidak ada masalah, proses pembangunan Rumah

Betang bisa dilanjutkan dimulai dengan mendirikan tiang-tiang ruai dan

seterusnya sampai selesai.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Gambar 4.3. 1. Rumah Betang Ensaid Panjang


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Rumah Betang Ensaid Panjang terdiri dari beberapa bagian rumah.

Bagian-bagian rumah tersebut adalah ruai, telok, bilik, tingkak, sadau, dan

sadau penguak. Ruai merupakan teras memanjang dari Rumah Betang .

Ruai biasanya dijadikan tempat berkumpul dan bercengkrama bersama.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Selain untuk berkumpul, ruai juga dijadikan masyarakat sebagai tempat

untuk beraktivitas, terutama bagi kaum perempuan yang membuat tenun

ikat.

Gambar 4.3. 2. Bagian Rumah Betang : Ruai


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pada zaman dahulu ruai terbagi menjadi dua bagian yaitu ruai

atauh dan ada ruai baruah. Ruai atauh itu juga disebut padoang. Diantara

ruai atauh dan ruai baruah terdapat sekat yang terbuat dari dengan kayu

bulat yang biasanya disebut batun.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Gambar 4.3. 3. Bagian Rumah Betang : Ruai Atauh dan Ruai Baruah
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Telok merupakan bagian dari Rumah Betang yang lebih rendah dari

ruai maupun bilik. Telok terletak diantara ruai dan bilik dan digunakan

oleh masyarakat sebagai tempat untuk menumbuk padi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Gambar 4.3. 4. Bagian Rumah Betang : Telok


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Bilik merupakan ruang keluarga yang digunakan untuk tidur,

memasak, makan, dan lain sebagainya. Bilik juga terbagi menjadi dua

bagian yaitu bilik atauh dan bilik baruah. Bilik aatauh merupakan bilik

yang pertama kali dipijak ketika memasuki bilik pada Rumah Betang .

Sedangkan bilik atauh merupakan bilik setelah bilik atauh.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Gambar 4.3. 5. Bagian Rumah Betang : Bilik Atauh


(Sumber: Dokumentasi pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Gambar 4.3. 6. Bagian Rumah Betang : Bilik Baruah


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sadau merupakan bagian dari Rumah Betang yang menyerupai

plafon. Sadau juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu sadau dan sadau

penguak. Sadau berada tepat di atas ruai, sedangkan sadau penguak berada

di atas telok sampai bilik.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Gambar 4.3. 7. Bagian Rumah Betang : Sadau


(Sumber: Dokumentasi pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Gambar 4.3. 8. Bagian Rumah Betang : Sadau Penguak


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sadau merupakan tempat menyimpan hasil berladang seperti padi

dan jagung. Sedangkan sadau penguak digunakan sebagai tempat untuk

menyimpan perlengkapkan untuk ritual adat dan perlengkapan berladang.

Sedangkan tingkak adalah bagian yang agak rendah dari bilik dan berada

tepat setelah bilik.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Gambar 4.3. 9. Bagian Rumah Betang : Tingkak


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

2. Aspek Kultural (Budaya) dari Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Desa

yang Bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang

Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang masih mempertahankan kebudayaan yang mereka miliki

hingga saat ini. Kebudayaan tersebut tercermin pada bahasa, sistem

pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem perlatan hidup dan teknologi,

sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian yang

digunakan/diterapkan/dimiliki oleh masyarakat Dayak Desa yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.

a) Bahasa

Masyarakat Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang masih tetap mempertahankan penggunaan bahasa

daerah. Tidak ada nama khusus untuk bahasa daerah tersebut, namun

masyarakat biasanya menyebutnya dengan bahasa Dayak Desa. Secara

khusus bahasa Dayak Desa tidak memiliki tingkatan bahasa, meskipun

terdapat bahasa Dayak Desa halus yang digunakan oleh masyarakat

saat bekana (bersyair). Dalam kehidupan sehari-hari, pengaturan

intonasi saat berbicara menggunakan bahasa Dayak Desa berbeda-

beda tergantung lawan bicara. Jika lawan bicara merupakan teman

sebaya, pengaturan intonasi saat berbicara cenderung bebas.

Sedangkan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, intonasi

diatur sedemikian rupa sehingga meenimbulkan kesan lebih sopan atau

halus saat berbicara. Selain itu penggunaan subjek “kamu” saat

berbicara dengan teman sebaya dan orang yang lebih tua juga berbeda.

Saat berbicara dengan teman sebaya, subjek “kamu” yang digunakan

dalam bahasa Dayak Desa adalah “mieh/meh” untuk lawan bicara laik-

laki, atau “dek/diek” untuk lawan bicara perempuan. Sedangkan saat

berbicara dengan orang yang lebih tua, subjek “kamu” yang digunakan

dalam bahasa Dayak Desa adalah “nuan”.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

b) Sistem pengetahuan

Masyarakat suku Dayak Desa secara alami memiliki

pengetahuan tentang alam sekitarnya. Aktivitas berladang merupakan

salah satu bukti bahwa masyarakat suku Dayak Desa mengenali alam

sekitarnya. Aktivitas berladang merupakan praktik bercocok tanam

dengan cara menebas, menebang, dan membakar lahan yang hendak

dijadikan tempat bercocok tanam. Berladang merupakan pekerjaaan

utama suku Dayak pada umumnya dan telah dilakukan secara turun

temurun, sehingga masyarakat suku mengetahui cara melakukan

aktivitas tersebut dengan aman. Aktivitas berladang merupakan wujud

adaptasi masyarakat suku Dayak terhadap alam sekitarnya. Seperti

yang diketahui bahwa hutan di Kalimantan merupakan hutan hujan

tropis yang memiliki tingkat keasaman tanah yang tinggi. Bercocok

tanam dengan sistem tebas, tebang, dan bakar dianggap sebagai

strategi yang paling ampuh untuk mengurangi tingkat keasaman tanah,

sekaligus dapat menghasilkan unsur hara dan menambah kesuburan

tanah. Selain pengetahuan tentang keadaaan alamnya, masyarakat

suku Dayak Desa juga memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan

dari alam yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti

halnya untuk membangun Rumah Betang , membuat takin, dan

membuat pewarna alami kain tenun. Masyarakat suku Dayak Desa

setempat mengetahui bahan bangunan terbaik yang digunakan untuk

membangun Rumah Betang . Dalam membangun Rumah Betang ,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

masyarakat suku Dayak Desa setempat menggunakan kayu-kayu yang

kuat serta tahan lama. Misalnya untuk membuat tiang ruai atau tiang

penyangga Rumah Betang , masyarakat suku Dayak Desa setempat

menggunakan kayu tebelian atau kayu ulin, yang memiliki tekstur

keras. Jenis kayu tersebut dipercaya ampuh menahan beban Rumah

Betang selama ratusan tahun. Selain itu, untuk bagian Rumah Betang

lainnya, masyarakat suku Dayak Desa Setempat menggunakan kayu

jengger, entemau, berunggang, dan lamak kelansau, yang memiliki

bentuk ”lurus” sehingga memudahkan masyarakat untuk membentuk

bagian-bagian dari Rumah Betang . Sedangkan untuk atap Rumah

Betang terbuat kayu petir dan mabang, yang dipercaya mampu

betahan dalam berbagai kondisi cuaca. Untuk membuat takin atau tas

tradisional Kalimantan, masyarakat suku Dayak Desa setempat

menggunakan rotan yang memiliki tekstur keras sehingga takin tidak

mudah rusak. Sedangkan tali takin terbuat dari kulit kayu kapuak,

sehingga tidak mudah putus. Takin biasanya digunakan hampir setiap

oleh masyarakat suku Dayak untuk membawa kayu bakar, hasil

ladang, dan lain sebagainya, sehingga takin dibuat dari bahan-bahan

yang kuat agar bisa digunakan untuk waktu yang lama. Selain

pengetahuan tentang pemilihan bahan terbaik untuk membangun

Rumah Betang dan membuat takin, masyarakat suku Dayak Desa

setempat juga memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan alami yang

dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun. Adapun salah satu bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

alami yang digunakan penenun sebagai pewarna, yaitu kulit akar

pohon mengkudu. Kulit akar pohon mengkudu dapat menghasilkan

warna merah pekat. Adapaun cara membuat kulit akar pohon

mengkudu menjadi bahan pewarna, yaitu dengan mencampurkannya

dengan daun emarik, kemudian ditumbuk hingga halus. Setelah itu,

campuran yang sudah dihaluskan tersebut direndam dengan minyak

kelapa atau minyak binatang, supaya warnanya meresap. Campuran

tersebut direndam selama satu malam, kemudian dijemur hingga

kering. Selain menggunakan kulit akar pohon menggkudu, warna

merah pekat juga bisa dihasilkan dari daun tarum atau indigo.

c) Sistem organisasi sosial

Desa Ensaid Panjang sendiri telah menerapkan sistem

pemerintahan desa seperti pada umumnya, sehinggga segala urusan

kemasyarakatan di wilayah desa tersebut di atur oleh Kepala Desa dan

seluruh jajaran perangkat desa lainnya. Selain diatur oleh sistem

pemerintah desa, kehidupan masyarakat di Desa Ensaid Panjang juga

diatur oleh hukum adat, yaitu berdasarkan hukum adat suku Dayak

Desa. Masyarakat di Desa Ensaid Panjang sendiri memiliki pemimpin

adat, yang disebut ketua adat. Ketua adat Dayak Desa di Desa Ensaid

Panjang Hermanus Bintang. Beliau memiliki wewenang mengurus

segala urusan yang berkaitan dengan hukum adat suku Dayak desa

seperti ritual adat dan hukum adat yang berkaitan pelanggaran sosial,

ataupun konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang sangat menjunjung tinggi hukum adat tersebut,

terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Ketika

ada yang melakukan pelanggaran sosial ataupun konflik, maka

penyelesaian masalah tersebut pasti ditempuh melalui jalur hukum

adat Dayak Desa. Hukuman atau sanksi hukum yang dikenakan

kepada pelaku pelanggaran sosial tersebut juga diatur berdasarkan

hukum adat Dayak Desa. Hukuman tersebut biasanya berupa uang

tunai yang ditentukan oleh ketua adat atau pengurus adat sesuai dengan

kesalahan yang dilakukan oleh pelaku. Banyaknya uang tersebut

dinyatakan oleh ketua adat atau pengurus adat dalam satuan real. Real

merupakan satuan tradisional yang digunakan masyarakat suku Dayak

Desa untuk menyatakan besarnya sanksi hukum (berupa uang tunai)

yang dikenakan kepada pelaku penggaran sosial. Jika dirupiahkan,

maka nilai 1 (satu) real berbeda-beda untuk setiap tingkatan wilayah

(RT, dusun, desa, dan tumenggung).

Jika ada diantara masyarakat yang melakukan pelanggaran

sosial atau berkonflik, maka pelaku, korban, dan pengurus adat akan

berunding untuk memilih penyelesaian masalah pada tingkat wilayah

tertentu (RT, dusun, desa, tumenggung). Seandainya mereka memilih

menyelesaikan masalah pada tingkat RT dan ternyata masalah belum

juga terselesaikan, maka penyelesaian masalah dilanjutkan ke tingkat

dusun dan begitu seterusnya. Ketika masalah sudah terselesaikan pada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

tingkatan wilayah tertentu, biasanya pelaku pelanggaran akan

dikenakan sanksi hukum (berupa uang tunai) yang dinyatakan dalam

satuan real. Sanksi tersebut dibayar oleh pelaku kepada kepada

pengurus adat untuk menebus kesalahannya. Besarnya sanksi hukum

yang dinyatakan dalam satuan real tersebut kemudian dikonversi

dalam satuan rupiah, dengan nilai konversi (real ke rupiah) yang sudah

ditentukan pada masing-masing tingkatan wilayah (RT, dusun, desa,

tumenggung). Jika masalah tersebut berhasil terselesaikan pada tingkat

RT, maka nilai konversi real ke rupiah tersebut disesuaikan dengan

nilai konversi yang sudah di tentukan pada tingkat RT, begitu juga

untuk tingkat wilayah lainnya. Adapun nilai-nilai konversi satuan real

(satu real) ke satuan rupiah pada masing-masing tingkatan wilayah,

yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah


Tingkatan wilayah Nilai konversi 1 (satu) real dalam satuan rupiah
RT 𝑅𝑝2.500, 00
Dusun 𝑅𝑝5.000, 00
Desa 𝑅𝑝10.000, 00
Tumenggung 𝑅𝑝15.000, 00

Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku

pelanggaran sosial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat.

Adapun hukum adat yang mengatur segala urusan yang berkaitan

dengan pelanggaran sosial yang terjadi di masyarakat, yaitu hukum

kesupan, hukum kecuri, dan hukum kilap basa. Hukum-hukum terseb


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

utlah yang diterapkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-

masalah terkait pelanggaran sosial, ataupun konflik yang terjadi di

lingkungan masyarakat. Besarnya sanksi hukum yang dikenakan pada

pelaku pelanggaran sosial juga ditentukan berdasarkan hukum-hukum

adat tersebut. Hukum kesupan merupakan hukum adat yang dikenakan

kepada seseorang yang melakukan pelanggaran sosial yang

menyangkut sopan santun dan tata krama. Adapun contoh pelanggaran

sosial yang menyangkut sopan santun dan tata krama antara lain

berkata kasar, tidak menghormati orang lain, menyumpah orang lain

yang tidak baik, dan lain sebagainya. Sedangkan salah satu contoh

pelanggaran kesupan kepada anak ketika melihat kedua orang tuanya

bertengkar. Menurut hukum kesupan, besarnya sanksi hukum yang

dikenakan kepada pelaku tergantung kepada siapa pelaku tersebut

melakukan kesalahan. Pada umumnya pelaku pelanggaran kesupan

terhadap istri, suami, anak, mertua, orang tua, tetangga, teman, dan lain

sebagainya akan dikenakan 20 real. Namun hukuman yang dikenakan

pada pelaku pelanggaran kesupan terhadap Kepala Dusun, Kepala

Desa, atau Tumenggung lebih berat lagi. Besarnya sanksi hukum yang

dikenakan kepada pelaku pelanggaran hukum kesupan terhadap

Kepala Dusun, Kepala Desa, dan Tumenggung secara berturut-turut,

yaitu 40 real, 80 real, dan 120 real. Hukum kecuri merupakan hukum

yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pencurian.

Menurut hukum kecuri, orang yang melakukan kasus pencurian akan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

dikenakan hukuman sebesar 30 real, belum termasuk ganti rugi barang

curian. Hukum kilap basa merupakan hukum yang dikenakan kepada

seseorang yang mengganggu hubungan pernikahan orang lain. Dalam

hal ini, mengganggu hubungan pernikahan orang lain bukanlah

melakukan perselingkuhan, melainkan hanya tindakan baik seseorang

kepada suami/isteri orang karena ada maksud tertentu.

Sebagai contoh, ketika gawai Dayak yang merupakan pesta

panen padi masyarakat suku Dayak, ada seseorang pria yang sudah

menikah kerap kali memberikan tuak kepada isteri orang, namun ia tak

pernah memberikan tuak kepada orang lain. Jika suami dari

perempuan tersebut merasa terganggu atau curiga kepada pria yang

selalu memberikan tuak pada isterinya tersebut, maka ia bisa menuntut

hukum kilap basa kepada pria tersebut. Berdasarkan hukum kilap

basa, pelaku pelanggaran sosial tersebut dikenakan hukuman sebesar

10 real. Akan tetapi, biasanya pelaku pelanggaran sosial tersebut

hanya mendapatkan nasehat tanpa diberi hukuman, sehingga

masyarakat suku Dayak Desa menganggap hukum kilap basa sebagai

hukum yang paling ringan.

Adapun contoh pelanggaran sosial, hukum dan sanksi hukum

yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran sosial tersebut, yaitu

sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Tabel 4.3. 2. Pelanggaran Sosial dan Sanksi Hukum (dalam Satuan


Real) Menurut Hukum Adat Dayak Desa
Contoh pelanggaran sosial Hukum adat yang Sanksi hukum
dikenakan
 Mencaci maki orang tua
 Berkata kasar kepada teman
Kesupan (secara
 Bertengkar di hadapan anak 20 real
umum)
 Menghina saudara kandungb

Mencaci maki kepala


Kesupan kepada
dusun 40 real
Kepala Dusun
Kesupan kepada
berkata kasar kepada kepala desa 80 real
Kepala Desa
Kesupan kepada
menghina tumengung 180 real
Tumenggung
30 real (belum
termasuk ganti
mencuri hasil panen tetangga Kecuri
rugi barang
curian)
berbuat baik kepada suami orang
Kilap basa 10 real
lain karena ada “maksud tertentu”

Selain hukum-hukum adat tersebut, masyarakat suku Dayak

Desa di Ensaid Panjang juga menerapkan hukum rentang. Hukum adat

tersebut berbeda dengan hukum lainnya, karena berdasarkan hukum

rentang yang membayar sanksi hukum adalah pengurus adat. Hukum

rentang diterapkan ketika kesalahan kedua belah pihak yang bertikai

dianggap sama. Orang yang dihukum menurut hukum rentang bukan

berarti terkena sanksi hukum. Maksud dari dihukum menurut hukum

rentang adalah kedua belah pihak yang bertikai diminta berdamai

karena kesalahan yang mereka lakukan terhadap satu sama lain dinilai

kurang lebih sama. Sanksi hukum berupa uang yang dibayarkan oleh

pengurus adat digunakan sebagai simbol perdamaian. Uang tersebut

sebisa mungkin digunakan untuk mendamaikan kedua belah pihak,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

misalnya digunakan untuk makan bersama agar hubungan kedua belah

pihak kembali membaik.

Berdasarkan hukum adat rentang, kedua belah pihak yang

bertikai akan disaid atau diberikan peringatan supaya tidak melakukan

kesalahan yang sama. Jika salah satu atau keduanya melakukan

kesalahan yang sama, maka mereka akan dikenakan sanksi hukum dua

kali lipat dari yang dibayarkan oleh pengurus adat. Ada pribahasa yang

mengatakan “menang jadi arang, kalah jadi abu”. Arti dari pribahasa

tersebut adalah dalam sebuah pertengkaran, baik yang menang atau

kalah tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa. Hal tersebutlah

yang dihindari masyarakat suku Dayak Desa sehingga menerapkan

hukum rentang. Berdasarkan hukum adat masyarakat suku Dayak

Desa di Ensaid Panjang, orang yang melakukan kesalahan tidak serta

merta langsung diberi hukuman, melainkan dinasehati atau dibimbing

terlebih dahulu. Ketika sudah dinasehati atau dibimbing masih tetap

melakukan kesalahan, maka orang tersebut akan disaid atau

diperingati. Jika masih tetap melakukan kesalahan yang sama, maka

barulah orang tersbeut akan dihukum menurut hukum-hukum adat

yang berlaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

d) Sistem peralatan hidup dan teknologi

Peralatan hidup yang dimaksud adalah peratan tradisional yang

digunakan masyarakat suku Dayak Desa untuk keperluan sehari-hari.

Peralatan hidup yang digunakan masyarakat suku Dayak Desa yang

bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang terdiri dari alat-alat

produktif yang digunakan sehari-hari, yaitu alat-alat sederhana untuk

melakukan suatu pekerjaan tertentu seperti alat potong, alat

penggiling, alat ukur, dan lain sebagainya. Adapun alat-alat produktif

tersebut, yaitu meliputi alat untuk berladang, alat untuk menyadap

getah pohon karet, alat untuk memanen padi, alat untuk menumbuk

padi, dan alat-alat untuk menenun. Alat yang digunakan masyarakat

meliputi parang dan kapak. Alat yang digunakan untuk memanen padi

disebut penganyi. Alat yang digukanakan untuk menyadap getah

pohon karet biasa isau toreh. Alat untuk menumbuk padi terdiri lesung

yang digunakan untuk menadah padi yang hendak ditumbuk, dan alu

yang digunakan untuk menumbuk padi. Alat-alat yang digunakan

untuk menenun meliputi luwayan, tanggak kanji, tanggak kebat,

beliak, senggang, gelungan, saok dan letan. Alat-alat tenun tersebut

memiliki fungsinya masing-masing. Luwayan merupakan alat yang

dihgunakan untuk menggulung benang pada proses awal menenun.

Tanggak kanji dan tanggak kebat digunakan untuk membentangkan

benang. Beliak merupakan alat yang digunakan untuk mengencangkan

benang pakan (benang yang diselipkan pada proses menenun).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Senggang merupakan alat yang digunakan sebagai pembatas bagian

atas dan bawah kain tenun. Gelungan merupakan alat yang digunakan

untuk membantu penenun memasukan “pola dasar”. Saok merupakan

alat yang digunakan untuk pembentukan motif. Letan merupakan alat

yang fungsinya sama dengan gelungan, yaitu untuk membantu

penenun memasukan benang pakan.

Selain penggunaan alat-alat produktif, masyarakat suku Dayak

Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang juga memiliki

teknologi tradisional. Teknologi tradisional digunakan masyarakat

suku Dayak Desa dalam proses pembuatan minuman tuak. Tuak

merupakan minuman yang terbuat dari fermentasi beras pulut atau

beras ketan. Pada proses fermentasi, masyarakat suku Dayak

menggunakan ragi khusus, yang mirip dengan ragi pada pembuatan

tapai. Tuak biasanya disuguhkan pada saat gawai, yang merupakan

pesta panen padi masyarakat suku Dayak. Tradisi gawai merupakan

ungkapan rasa syukur masyarakat suku Dayak atas hasil panen yang

Tuhan berikan, sekalipun pada waktu tertentu hasil panen tidak

berlimpah. Pada saat gawai, biasanya masyarakat suku Dayak akan

berkunjung ke rumah satu sama lain untuk menjalin silaturahmi. Pada

kunjungan tersebut biasanya tuan rumah akan menyuguhkan makanan

dan minuman yang merupakan hasil panen, termasuk tuak. Suguhan

tersebut menyimbolkan kebersamaan dalam menikmati hasil panen.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Selain pada proses pembuatan tuak, masyarakat suku Dayak

Desa juga menggunakan teknologi tradisional untuk menangkap ikan.

Untuk menangkap ikan, masyarakat suku Dayak Desa menggunakan

akar tuba yang digunakan untuk membuat ikan mabuk. Adapun cara

menggunakan akar tuba tersebut, yaitu dengan menumbuk akar tuba

sampai keluar getahnya. Getah tersebut kemudian direndam pada

air/sungai yang terdapat ikan. Penggunaan akar tuba tersebut biasanya

bersamaan dengan penggunaan tombak ikan. Meskipun cukup efektif,

namun penggunaan akar tuba untuk saat ini dilarang oleh pemerintah

karena dipercaya dapat merusak ekosistem.

e) Sistem mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di Desa Ensaid Panjang, tak terkcuali

masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang berprofesi sebagai peladang (orang yang melakukan

aktivitas berladang) dan penyadap pohon karet. Berladang merupakan

sebutan untuk praktik bercocok tanam dengan sistem tebas, tebang,

dan bakar yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak. Adapun

penjelasan tentang sistem tebas, tebang, dan bakar pada aktivitas

berladang suku Dayak, yaitu sebagai berikut.

1) Sistem tebas dan tebang

Sebelum membakar ladang, biasanya masyarakat suku Dayak

akan menebas rerumputan atau semak-semak di pinggir-pinggir

lahan. Hal tersebut bertujuan untuk membuat batas antara lahan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

yang akan dibakar dan tidak dibakar. Dengan adanya batas

tersebut, maka api tidak akan menjalar ke lahan lain. Aktivitas

menebang biasanya dilakukan bersamaan dengan menebas

semak-semak. Aktivitas menebang yang dimaksud adalah

menebang pepohonan yang berada di pinggir-pinggir lahan.

Pepohonan yang ditebang biasanya merupakan pohon yang

berukuran kecil sampai berukuran sedang.

2) Sistem bakar

Setelah pinggiran lahan dibersihkan dengan cara menebas dan

menebang, langkah selanjutnya adalah membakar lahan. Biasanya

untuk memudahkan menyalanya api peladang membuat

tumpukan-tumpukan dedaunan dan pepohonan kering. Kemudian

tumpukan-tumpukan tersebut dibakar dan peladang menjaga api

dari pinggiran lahan agar tidak menjalar ke lahan lain. Biasanya

aktivitas beladang dilakukan oleh beberapa orang. Semakin luas

lahan yang hendak digarap, maka semakin banyak pula peladang

yang dilibatkan. Pada saat membakar lahan, masing-masing

peladang akan bertugas menjaga api pada titik-titik tertentu di

pinggiran lahan. Untuk berjaga-jaga biasanya peladang membuat

alat pemadam api sederhana dari kumpulan ranting-ranting

pepohonan yang masih memiliki daun. Jika ada api yang mulai

menjalar ke lahan lain, maka dengan segera peladang akan

memadamkan api tersebut dengan alat pemadam sederhana.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Berladang merupakan pekerjaan utama sebagian besar

masyarakat suku Dayak yang sudah dilakukan secara turun-temurun,

sehingga masyarakat suku Dayak mengetahui cara melakukan

aktivitas tersebut dengan aman. Pada umumnya masyarakat suku

Dayak, tak terkecuali masyarakat suku Dayak Desa menanam aneka

benih lokal seperti berbagai jenis padi, mentimun, tanaman palawija,

labu, dan berbagai jenis sayur-sayuran. Selain berladang, masyarakat

suku Dayak di Desa Ensaid Panjang memiliki pekerjaan sampingan,

yaitu menenun. Pusat aktivitas menenun di Desa Ensaid Panjang

adalah di Rumah Betang Ensaid Panjang. Aktivitas menenun hanya

dilakukan oleh kaum perempuan. Di Rumah Betang Ensaid Panjang,

hampir semua perempuan mulai dari usia remaja hingga dewasa

menekuni kegiatan menenun.

Alasan kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum

perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau. Tradisi ngayau

merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu kepala antar sesama

subsuku Dayak. Latar belakang tradisi ngayau berbeda-beda di tiap

daerah, namun di Ensaid Panjang sendiri tradisi ngayau dilakukan oleh

kaum pria untuk meminang seorang perempuan. Pada zaman dahulu,

anak perempuan yang hendak menikah dipingit dengan “dikurung” di

dalam lumbung yang merupakan tempat untuk menyimpan padi. Anak

perempuan yang dipingit dengan “dikurung” di dalam lumbung

disebut anak umbung.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Sebelum menikah, calon suami harus melakukan tradisi ngayau

atau berburu kepala manusia. Kepala manusia tersebut nantinya akan

diberikan kepada anak umbung sebagai persyaratan untuk menikah.

Banyaknya kepala yang harus didapat ditentukan oleh anak umbung.

Adapun hubungan antara larangan menenun bagi kaum pria dengan

tradisi ngayau, yaitu kegiatan menenun dapat membuat fisik pria

menjadi lemah. Sejak awal, kegiatan menenun memang identik dengan

kaum wanita, sehingga masyarakat suku Dayak Desa mengganggap

bahwa ketika ada pria melakukan kegiatan menenun, maka kekuatan

fisik pria tersebut akan menjadi seperti kekuatan fisik wanita.

Kekuatan fisik yang lemah tentu membuat pria tidak dapat berperang

atau melakukan tradisi ngayau, atau bahkan akan menjadi korban dari

tradisi ngayau tersebut. Pada zaman itu, larangan tersebut sangat ketat,

sehingga menyentuh peralatan menun pun dilarang bagi para pria.

Meskipun saat ini sudah tidak ada tradisi ngayau, kaum pria di Desa

Ensaid Panjang tetap tidak berani menenun. Masyarakat suku Dayak

Desa di Ensaid Panjang percaya bahwa ketika ada pria yang nekat

menenun, maka ia akan mendapat kesialan dalam hidupnya, seperti

jatuh dari pohon, mengalami kecalakaan motor, dan lain sebagainya.

f) Sistem religi

Sebagian masyarakat di Desa Ensaid Panjang memeluk agama

Katolik, sedangkan sisanya beragama Islam, dan Kristen Protestan.

Meskipun sudah menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

masyarakat yang ada di Desa Ensaid Panjang, khusunya suku Dayak

Desa tidak meninggalkan tradisi turun-temurun yang berhubungan

dengan unsur religius. Adapun tradisi yang berhubungan dengan unsur

religius yang dilakukan masyarakat suku Dayak Desa, yaitu tradisi

gawai. Tradisi gawai hampir diselenggarakan oleh seluruh subsuku

Dayak yang mendiami pulau Kalimantan. Menuurut masyarakat suku

Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang, tradisi gawai merupakan tradisi

yang dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Petara atau Tuhan

karena telah memberikan hasil panen, sekalipun pada waktu tertentu

hasil panen tersebut tidak melimpah. Tradisi gawai merupakan

kegiatan mengunjungi rumah satu sama lain untuk menjalin

silaturahmi. Saat berkunjung ke rumah-rumah, biasanya tuan rumah

akan memberikan suguhan makanan atau minuman yang merupakan

hasil panen. Adapun makanan khas yang biasanya disuguhkan pada

saat tradisi gawai yaitu lemang dan tuak. Lemang merupakan makanan

khas yang berbahan dasar beras ketan yang dicampur santan. Lemang

dimasak menggunakan bambu dengan cara dibakar. Sedangkan tuak

yang dimaksud adalah tuak Kalimantan. Tuak Kalimantan merupakan

minuman hasil fermentasi beras ketan dengan menggunakan ragi

khusus. Tuak mengandung alkohol, sehingga dapat membuat mabuk

jika dikonsumsi secara berlebihan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

g) Kesenian

Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang memiliki kebudayaan yang mengandung unsur

kesenian, dimana diantaranya merupakan seni rupa, seni sastra, dan

seni tari.

1) Seni rupa

Kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang termasuk

seni rupa adalah tenun ikat. Tenun ikat suku Dayak desa dapat

dikatakan sebagai seni rupa murni sekaligus terapan. Hal

tersebut dikarenakan dalam membuat kain tenun, penenun

sangat mengedepankan nilai estetika (keindahan). Beberapa

orang ingin memiliki kain tenun semata-mata hanya untuk

dikoleksi dan dinikmati keindahannya. Selain itu, ada juga

beberapa orang yang menggunakan kain tenun sebagai syal, baju

adat, rompi, dan lain sebagainya.

2) Seni sastra

Kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang termasuk

seni sastra adalah kana/bekana. Kana/bekana merupakan

merupakan kesenian masyarakat Dayak Desa yang bersifat

semireligius. Kana/bekana juga bisa diartikan sebagai bersyair,

dimana dalam syair-syairnya terkandung unsur kesakralan dan

hiburan. Syair-syair yang dilantunkan saat bekana menceritakan

kisah kehidupan masyarakat suku Dayak Desa. Adapun cerita-


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

cerita yang dikisahkan, yaitu kisah tentang kehidupan muda-

mudi, perang, Rumah Betang , alam, dan lain sebagainya. Dalam

bekana terdapat istilah buah kana, yaitu tokoh-tokoh yang

diceritakan dalam bekana. Adapun tokoh laki-laki yang sering

diceritakan, yaitu Keling dan Laja. Dalam sayair bekana, Keling

diceritakan sebagai sosok pria yang sempurna karena memiliki

perawakan yang tampa dan sifat yang sangat bijak. Sedangkan

Laja adalah sosok panglima perang yang juga memiliki sifat

yang bijak dan memiliki strategi ampuh untuk berperang. Kana

menjadi religius ketika ditampilkan dalam upacara-upacara adat

dan berfungsi sebagai sarana untuk berhubungan dengan arwah

para leluhur, para dewata dan manusia-manusia yang menurut

kepercayaan masyarakat sangat arif dan bijaksana.

Selain bekana, kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa

yang termasuk seni sastra adalah bedudu. Bedudu juga dapat

diartikan sebagai bersyair, namun bedudu dilakukan oleh

beberapa orang. Bedudu mirip dengan permainan sambung kata,

namun bedudu dilakukan dengan cara bersyair dan

menggunakan bahasa Dayak Desa. Meskipun mengandung

unsur hiburan, bedudu juga bisa digunakan sebagai sarana untuk

memberikan pujian, kritik, sanjungan dan cercaan pada

seseorang/suatu hal lainnya. Segala kritik dan cercaan tersebut

diungkapkan dengan sindiran-sindiran halus, sehingga tidak


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

terkesan menyalahkan. Dengan demikian, orang yang merasa

disindir tidak merasa malu atau dikucilkan, dan dapat merubah

sikapnya.

3) Seni tari

Masyarakat suku Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang

memiliki tarian untuk menyambut tamu. Tidak nama khusus

untuk tarian tersebut, karena memang disebut sebagai tarian

penyambut tamu. Tarian tersebut biasanya diadakan untuk

menyambut tamu khusus, seperti gubernur, bupati, tamu yang

terdiri dari rombongan dari tempat-tempat tertentu, dan lain

sebagainya.

h) Sejarah perkembangan dan proses pembuatan tenun ikat khas suku

Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang

1) Sejarah perkembangan tenun ikat Dayak Desa

Menenun memang sudah menjadi keahlian kaum wanita

dari beberapa subsuku Dayak di Kalimantan Barat. Beberapa

subsuku Dayak tersebut antara lain Dayak Iban, Dayak Ketungau,

Dayak Kantu, dan Dayak Desa. Keahlian menenun tersebut

diperoleh secara turun-temurun oleh nenek moyang suku Dayak.

Masyarakat suku Dayak membuat kain tenun untuk kebutuhan

sehari-sehari, tak terkecuali masyarakat suku Dayak Desa di Desa

Ensaid Panjang. Pada zaman dahulu, masyarakat Dayak Desa di

Desa Ensaid Panjang menggunakan kain tenun untuk keperluan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

sehari-hari, seperti halnya kain kumbuk dan kain kebat. Kain

kumbuk digunakan masyarakat sebagai selimut, sedangkan kain

kebat digunakan pada saat upacara-upacara adat tertentu.

Pada zaman dahulu, terdapat ritual yang harus dilakukan

penenun sebelum menenun, terlebih jika motif yang dibuat

merupakan motif-motif yang tergolong keras. Motif-motif yang

tergolong keras adalah motif yang bergambar manusia dan

binatang buas seperti buaya, macan, dan naga. Biasanya motif

tersebut hanya boleh dilakukan oleh orang tua yang suaminya

sudah meninggal. Adapun salah satu ritual yang harus dilakukan,

yaitu sengklan/nyengklan tangan. Sengklan tangan adalah

mengolesi tangan dengan darah ayam kampung, atau cukup

telurnya saja. Sengklan tangan dilakukan sebelum memulai

kegiatan menenun. Setelah menyelesaikan kain tenun, penenun

biasanya memakan sirih bersama dengan dua orang teman. Dalam

mengunyah sirih, hanya boleh menggunakan salah satu gigi

geraham. Sembari memakan sirih, penenun seolah-olah

“memainkan” alat tenun dengan menarik kain tenun. Kemudian

benang-benang sisa menenun, yang biasanya akan dipilin,

dipotong sedikit kemudian dibakar. Dalam melakukan ritual-ritual

tersebut terdapat “kalimat” tertentu yang dibacakan. Semua ritual

tersebut harus dilakukan penenun sebelum membuat kain tenun,

supaya motif-motif yang tergolong keras tersebut tidak menyakiti


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

penenun. Selain ritual tersebut, sebelum membuat kain tenun yang

teergolong keras biasanaya penenun meminta petunjuk dari

mimpi. Biasanya contoh kain tenun yang sudah jadi diletakan di

bawah bantal atau dijadikan bantal saat tidur oleh penenun yang

hendak membuatnya. Kain tersebut digunakan untuk tidur selama

tiga malam secara berrturut-turut. Jika dalam tiga malam penenun

mengalami mimpi yang baik tentang motif tersebut, maka

penenun akan mengerjakan kain tenun tersebut. Sebaliknya jika

selama tiga malam penenun mengalami mimpi yang tidak baik

tentang motif tersebut, maka penenun tidak akan mengerjakan

kain tenun tersebut. Untuk saat ini, ritual-ritual sebelum membuat

kain tenun yang tergolong keras tersebut tidak pernah dilakukan.

Selain itu, kain tenun ikat dengan motif yang tergolong keras

boleh dibuat bagi yang ingin membuatnya, asalkan proses ngebat

kain dimulai oleh penenun yang sudah berpengalaman atau sudah

pernah membuat motif tersebut. Setelah proses ngebat dilakukan

sedikit oleh penenun yang sudah berpengalaman, proses

selanjutnya boleh dilanjutkan oleh penenun yang hendak

membuatnya sampai selesai. Akan tetapi, bagi penenun yang ingin

melanjutkan pekerjaan orang tuanya membuat motif-motif yang

tergolong keras tersebut, diperbolehkan untuk mengerjakannya

dari proses awal sampai akhir secara mandiri.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Bagi para penenun di Desa Ensaid Panjang, terdapat

waktu-waktu tertentu, dimana pada waktu tersebut penenun

pantang mengerjakan kain tenun. Penenun dilarang bekerja saat

ada orang meinggal dan pada saat upacara tolak bala. Pada saat

ada orang meninggal, umumnya masyarakat suku Dayak Desa di

Desa Ensaid Panjang mengehentikan segala aktivitas untuk

sementara waktu, termasuk kegiatan menenun. Hal tersebut

dilakukan untuk menghormati orang yang sudah meninggal

tersebut. Pada zaman dahulu, pantangan menenun saat ada orang

yang meninggal berlaku selama sebulan sampai dua bulan,

terutama bagi penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang. Masa pantang bisa lebih lama lagi jika yang meninggal

merupakan penenun atau orang-orang yang dianggap penting.

Untuk sekarang, pantangan menenun saat ada orang yang

meninggal hanya berlaku selama seminggu, yang diberlakukan

untuk penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.

Sedangkan untuk penenun yang sudah tinggal di rumah seperti

biasa, pantangan menenun yang diberlakukan tidak sampai

seminggu. Meskipun pantangan menenun diberlakukan selama

seminggu, penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang bisa kembali memulai aktivitas menenun, sebelum masa

pantang berakhir. Hal tersebut bisa dilakukan ketika orang yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

tinggal di rumah pun memulai kembali aktivitas menenun,

sebelum masa pantang berakhir. Rumah pun merupakan salah satu

bilik yang ada pada Rumah Betang Ensaid Panjang. Sejak awal

pembuatan Rumah Betang ensaid, rumah pun dan penghuni

rumah pun dipilih secara bersama-sama. Rumah pun dijadikan

sebagai tempat pusat berbagai acara adat suku Dayak Desa di

Desa Ensaid Panjang.

Meskipun tenun ikat merupakan identitas masyarakat suku

Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang dan di berbagai desa lainnya

yang terletak di Kabupaten Sintang, namun seiring berjalannya

waktu kain tenun ikat mulai sulit dijumpai, bahkan sebelum era

1990-an, seakan-akan tenun ikat di Desa Ensaid hampir punah.

Yang menjadi faktor utama dari hal tersebut adalah semakin

sulitnya mendapatkan bahan baku untuk membuat tenun ikat

seperti benang kapas dan bahan pewarna alami yang di dapat dari

hutan. Pada saat itu, hutan-hutan sudah mulai dijadikan kebun

karet dan kelapa sawit. Hal tersebut membuat semakin

berkurangnya jumlah penenun. Berbagai upaya pun dilakukan

oleh berbagai pihak supaya kegiatan menenun suku Dayak Desa

di Kabupaten Sintang kembali marak, termasuk di Desa Ensaid

Panjang. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1999 upaya tersebut

menemui titik terang. Pada saat itu, beberapa lembaga swadaya

masyarakat seperti Yayasan Kobus, PRFC (People, Research, and


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Conservation Foundation) Indonesia, dan Yayasan Dian

Swadaya Khatulistiwa menggalakkan program bersama yang

dinamai Restorasi Tenun Ikat Dayak.

Upaya pertama yang dilakukan dalam program tersebut

adalah mendata jumlah penenun, sebaran penenun, tingkat

keahlian penenun, produktivitas penenun, dan pemasaran kain

tenun. Pada saat itu, tercatat sekitar 40-an penenun yang yang

tersebar di lima desa, yaitu Ensaid Panjang, Baning Panjang,

Ransi Panjang, Umin, dan Menaung. Dari jumlah tersebut,

terhitung hanya belasan penenun yang dianggap ahli dan

umumnya mereka telah berumur di atas 45 tahun. Produktivitas

penenun pada saat itu terbilang relatif rendah, karena kegiatan

menenun pekerjaan sampingan yang hanya dilakukan pada waktu

senggang. Selain itu, pemasaran kain tenun hampir tidak

dilakukan karena memang secara khusus tenun ikat tidak untuk

diperjual belikan, melainkan digunakan pada saat upacara adat.

Melalui program tersebut, penenun dapat berkumpul dan saling

membagi keluh kesah yang mereka alami dalam membuat atau

melestarikan kain tenun ikat.

Seiring berjalannya waktu, pertemuan-pertemuan

dilakukan secara intens, sehingga muncul ide-ide praktis yang

dapat diterapkan untuk melestarikan tenun ikat. Pada tahun 2002,

para penenun sepakat untuk berhimpun dalam kelompok Usaha


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Bersama Jasa Menenun Mandiri. Kelompok tersebut secara

intensif mengadakan pelatihan menenun kepada yang baru belajar

menenun dan kepada penenun yang ingin mengembangkan

keterampilannya. Selain itu, anggota-anggota kelompok dibekali

dengan pengetahuan manjemen, pembukuan, dan fasilitas untuk

menjalankan kegiatan simpan-pinjam, jual-beli, serta pemasaran

kain tenun ikat. Dengan demikian, setiap anggota kelompok dapat

mengelola segala aktivitas yang berkaitan dengan manajemen

produksi kain tenun secara mandiri, di tempat tinggal masing-

masing. Pada tahun 2003, kelompok tersebut berkembang

menjadi Koperasi Jasa Menenun Mandiri (JMM), yang dipimpin

oleh Sugiman Karyareja. Perlahan tapi pasti, koperasi tersebut

berhasil menghindari kepunahan kain tenun ikat di Kabupaten

Sintang, karena semakin hari jumlah anggota dari lembaga

tersebut semakin bertambah, dimana sebagian besar anggota

kelompok tersebut merupakan penenun. Saat ini, kegiatan

menenun telah menjelma menjadi pekerjaan yang menghasilkan

uang bagi kaum perempuan yang menggelutinya. Koperasi

tersebut sangat membantu penenun-penenun dalam menjalankan

aktivitas menenun, tak terkecuali bagi para penenun di Ensaid

Panjang. Selain membantu penenun dalam melakukan pemasaran,

koperasi tersebut juga menyediakan bahan baku yang dibutuhkan

penenun, terutama bahan baku utama yaitu benang kapas. Para


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

penenun di Desa Ensaid Panjang sendiri lebih memilih membeli

bahan baku di koperasi tersebut, karena memiliki kualitas yang

baik.

2) Proses pembuatan tenun ikat khas suku Dayak Desa di Ensaid

Panjang

Pembuatan kain tenun ikat khas suku Dayak Desa terbilang

cukup sulit, karena harus melalui beberapa proses yang memakan

waktu lama. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh penenun

dalam menyelesaikan berbagai jenis kain tenun ikat adalah 2 (dua)

bulan. Proses yang paling memakan banyak waktu adalah

pembentukan susunan benang menjadi kain (menenun). Pada

proses tersebut, penenun benar-benar harus memasukan setiap

helaian benang satu per satu pada kerangka kain. Proses

pembuatan kain tenun dimulai dengan menyiapkan bahan-bahan

utama, yaitu benang kapas. Pada zaman dahulu penenun

memperoleh bahan-bahan di sekitar pekarangan, karena

ketersediaan bahan baku masih cukup banyak. Pada saat itu,

penenun benar memulai kegiatan memenun dari awal, termasuk

memintal kapas menjadi benang. Sedangkan untuk saat ini,

sebagian besar penenun membeli bahan baku dari koperasi JMM

(Jasa Menenun Mandiri), mulai dari bahan baku utama yaitu

benang kapas dan pewarna sintetis. Adapun proses-proses dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

pembuatan kain tenun ikat suku Dayak Desa, yaitu ngeluwayan,

negi, ngebat, pewarnaan, dan menenun.

I. Ngeluwayan

Ngeluwayan merupakan proses meliliti benang pada alat

luwayan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui

kondisi benang dan mempermudah penenun dalam

menyusun benang pada tanggak kanji (alat untuk

membentangkan benang). Adapun cara meliliti benang

pada luwayan, yaitu seperti gambar berikut.

2 4

Benang kapas

Luwayan

3 1

Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan


(Sumber: Sketsa Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Proses pelilitan benang seperti gambar 4.3. 10 dilakukan


secara berulang-ulang, sampai banyaknya benang pada
luwayan cukup untuk membuat jenis kain tenun tertentu
yang dinginkan. Jika banyaknya benang pada luwayan
dirasa cukup, maka benang dilepas dari luwayan dengan
cara mengambil secara perlahan dari ujung-ujung
luwayan. Hasil pelepasan benang dari luwayan tersebut
membentuk susunan benang seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 11. Sketsa Susunan Benang setelah


Dilepaskan dari Alat Luwayan

(Sumber: Sketsa Pribadi)

Susunan benang seperti gambar di atas kemudian diletakan

dan disusun pada tanggak kanji. Adapun cara meletakan

benang pada tanggak kanji, yaitu dengan menggunakan

bantuan dua buah kayu seperti gambar berikut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

Gambar 4.3. 12. Sketsa Susunan Benang yang


Hendak Disusun pada Tanggak Kanji
Menggunakan Dua Kayu sebagai Alat Bantu
(Sumber: Sketsa Pribadi)

Kemudian kedua buah kayu tersebut diikatkan pada

tanggak kanji seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 13. Sketsa Susunan Benang yang


Disusun pada Tanggak Kanji
(Sumber: Sketsa Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

Benang-benang tersebut dibiarkan pada tanggak kanji selama

minimal satu hari agar tekstur benang menjadi teratur (tidak

kusut).

II. Negi

Setelah dibiarkan selama minimal sehari, susunan benang

tersebut kemudian diturunkan dari tanggak kanji, bersamaan

dengan kedua buah kayu yang digunakan untuk meletakan

benang-benang tersebut pada tanggak kanji. Setelah itu,

susunan benang dirapikan supaya tidak ada benang yang

tertindih oleh benang lainnya. Ketika susunan benang sudah

dirapikan, maka langkah selanjutnya adalah menenun bagian

yang akan dijadikan ujung-ujung kain tenun supaya susunan

benang terkunci (tidak bergeser). Setelah bagian tersebut

ditenun, langkah selanjutnya adalah melipat susunan benang

tersebut, sedemikian sehingga banyaknya benang pada

masing-masing lipatan sama. Pada masing-masing lipatan

nantinya akan memuat “pola dasar”motif tertentu yang

diinginkan. Sebelum melipat susunan benang tersbut,

penenun terlebih dahulu “menghitung” banyaknya helaian

benang pada masing-masing hasil lipatan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Gambar 4.3. 14. Proses Negi : Melipat Susunan Benang


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dalam “menghitung” banyaknya banyaknya helaian benang

pada masing-masing hasil lipat tersebut, penenun

menggunakan istilah sesaok dan bilangan untuk

mempermudah perhitungan benang. Sesaok merupakan

susunan 6 (enam) helai benang yang dibentangkan pada

tanggak kanji. Sedangkan bilangan merupakan satuan yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

setara dengan dua kali sesaok. Bilangan digunakan untuk

menyatakan banyaknya benang yang dibutuhkan dalam

membuat “pola dasar”dari motif tertentu. Misalnya, dalam

membuat motif tertentu penenun menggunakan bilangan 30

(tiga puluh), artinya dalam membuat pola dasar motif tersebut

penenun menggunakan sesaok sebanyak 60 (tiga puluh), yang

juga berarti menggunakan 360 (tiga ratus enam puluh) helaian

benang yang dibentangkan pada tanggak kanji. Sebelum

memulai proses menenun, yaitu dari proses awal

(ngeluwayan) sampai akhir, biasanya penenun sudah

menentukan bilangan yang akan digunakan dalam membuat

motif tertentu. Sebelum melipat susunan benang, penenun

terlebih dahulu menandai sesaok-sesaok yang akan

digabungkan pada saat melipat susunan kain. Penenun bisa

menggunakan jenis tali-talian untuk menandai sesaok-sesaok

tersebut. Menandai sesaok-sesaok yang akan digabungkan

ketika melipat susunan benang, bertujuan untuk memudahkan

penenun dalam melakukan proses selanjutnya, yaitu ngebat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

III. Ngebat

Gambar 4.3. 15. Proses Ngebat


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ngebat merupakan proses mendesain motif kain, yaitu

dengan cara mengikatkan bagian-bagian tertentu dari benang

(yang terdiri dari beberapa sesaok) menggunakan tali plastik.

Proses pengikatan dilakukan dengan mengikuti pola motif

yang diinginkan. Proses ngebat bertujuan untuk melindungi

bagian-bagian benang tertentu yang memuat motif kain

(bagian yang diikat/dililiti dengan tali plastik) supaya tidak

terkena bahan pewarna saat proses pencelupan (pewarnaan).

Proses ngebat dibantu oleh alat yang disebut tanggak kebat,

yang kegunaannya mirip dengan tanggak kanji, yaitu untuk

membentangkan benang. Ngebat dilakukan sebelum proses

pewarnaan jika motif kain yang dinginkan kebetulan

berwarna putih. Akan tetapi, jika motif kain yang diinginkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

berwarna selain putih, maka proses ngebat dilakukan setelah

susunan benang diwarnai dengan warna tertentu, kemudian

dilanjutkan kembali ke proses pewarnaan (warna

dasar/bagian dari susunan benang yang tidak memuat motif

kain tenun).

IV. Pewarnaan

Gambar 4.3. 16. Proses Pewarnaan/Pencelupan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Proses pewarnaan dilakukan dengan mencelupkan susunan

benang yang sudah melalui proses sebelumnya pada bahan

pewarna, sesuai dengan warna yang diinginkan. Bahan-bahan

pewarna dalam pembuatan tenun ikat Dayak Desa dibedakan

menjadi dua, yaitu bahan pewarna alami dan bahan pewarna

sintetis. Untuk saat ini, bahan pewarna alami sudah sulit

didapat, sehingga sebagian besar penenun menggunakan

bahan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

digunakan oleh para penenun di Ensaid Panjang adalah

naptol. Naptol tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu yaitu

komponen dasar warna dan garam naptol. Garam naptil

digunakan sebagai pembangkit warna. Dalam proses

pewarnaan kain tenun, biasanya naptol dicampur dengan soda

api. Tidak ada takaran baku pada pencampuran kedua bahan

tersebut, karena setiap penenun memiliki takarannya masing-

masing sesuai dengan kebutuhan. Adapun proses pewarnaan

menggunakan bahan pewarna sintetis tersebut, yaitu pertama

zat warna naptol dan soda api dilarutkan menggunakan air

panas. Sebelum mencelupkan benang pada larutan tersebut,

benang dicelupkan larutan TRO (Turkish Red Oil) terlebih

dahulu, kemudian ditiriskan. Setelah itu, celupkan benang

tersebut pada larutan zat warna yang telah diampur soda api

selama 30 menit. Sembari menunggu, larutkan garam naptol

menggunakan air dingin. Benang yang sudah dicelupkan ke

dalam larutan zat warna naptol dan soda api selama 30 menit

ke dalam larutan garam naptol, kemudian dicuci hingga

bersih. Proses tersebut bisa diulangi beberapa kali sampai

dihasilkan tingkat kecerahan warna yang diinginkan. Setelah

diwarnai susunan benang tersebut dijemur sampai kering.

Jika sudah kering, maka ikatan/lilitan tali plastik pada bagian-

bagian benang tertentu dilepas, kemudian benang-benang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

disusun kembali sedemikian rupa pada tanggak kanji, supaya

kondisi benang menjadi baik (tidak kusut/rapi/teratur).

Adapun contoh susunan benang yang telah melalui proses

pewarnaan, kemudian disusun pada tanggak kanji seperti

gambar berikut.

Gambar 4.3. 17. Susunan Benang yang Telah Melalui Proses


Pewarnaan dan Dibentangkan pada Tanggak Kanji
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Jika diperhatikan, bagian-bagian tertentu yang tidak terkena

bahan pewarna pada susunan benang pada gambar di atas

membentuk motif tertentu yang diinginkan penenun. Setelah

kondisi benang sudah baik, langkah selanjutnya adalah

memasang alat tenun pada susunan benang tersebut dan

berlanjut ke proses berikutnya, yaitu menenun.

V. Menenun

Menenun merupakan proses membuat susunan benang

menjadi kain tenun utuh dengan cara menyelipkan benang

pakan diantara susunan benang-benang sudah diproses

sebelumnya. Benang pakan merupakan benang yang

memiliki warna yang sama dengan “pola dasar”. Biasanya

benang pakai terdiri dari 2-3 helai benang kapas. Proses

menenun dibantu oleh alat-alat tenun sperti beliak, senggang,

saok, letan, benang karap, dan gelungan. Beliak merupakan

alat yang digunakan untuk mengencangkan “pola dasar”.

Senggang digunakan untuk pembatas kain. Saok digunakan

untuk membuat motif-motif kain tidak pecah. Sedangkan

letan, benang karap, dan gelungan digunakan untuk

membantu memasukan “pola dasar”.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Gambar 4.3. 18. Proses Menenun 1


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4.3. 19. Proses Menenun 2


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

1) Analisis Aktivitas Fundamental Matematis pada kebudayaan

masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang

Aktivitas kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak

Desa di Desa Ensaid Panjang, khususnya yang bernukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang tanpa disadari berkaitan dengan aspek matematis menurut

Bishop. Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang masih menggunakan satuan tradisional untuk menyatakan

ukuran atau banyaknya benda-benda di sekitar mereka, misalnya penenun

menggunakan istilah sesaok untuk menyatakan susunan 6 (enam) helai

benang yang dibentangkan pada tanggak kanji. Selain itu, maasyarakat

sukui Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang juga

masih menggunakan alat ukur tradisional, misalnya penenun yang

menggunakan alat luwayan untuk menentukan panjang kain tenun. Dua hal

tersebut menjadi bukti adannya aktivitas matematis menurut Bishop, yaitu

aktivitas measuring yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Aktivitas fundamental matematis menurut Bishop terdapat pada

proses pembangunan Rumah Betang (berdasarkan sejarah), kegiatan

berburu, aktivitas hukum adat, dan kegiatan menenun (tenun ikat).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

a. Analisis aktivitas fundamental matematis menurut Bishop pada proses

pembangunan Rumah Betang Ensaid Panjang (berdasarkan sejarah).

1) Counting (membilang)

Tabel 4.3. 3. Pertanyaan dan Jawaban N4 mengenai Perhitungan


Banyaknya Bilik pada Rumah Betang Ensaid Panjang
P4026 Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah
Betang Ensaid Panjang?
N4026 Kalau jaman duluk sih tidak ada istilah mendesain seperti
itu. Rumah Betang ini kan dibuat secara gotong royong,
sehingga masyarakat bisa saling berdiskusi tentang
bentuk dari bagian-bagian Rumah Betang ini. Jadi,
masyarakat sudah tahu bentuk telok, bentuk tingkak,
banyaknya bilik, dan lain sebagainya.
P4tam01 Kalau Banyaknya Kamar Ditentukan Berdasarkan Apa
Ya, Pak
N4tam01 Kalau Itu Jumlah Keluarga Sih.

Aktivitas counting dilakukan oleh masyarakat suku Dayak

Desa dalam menentukan banyaknya bilik pada Rumah Betang

Ensaid Panjang. Banyaknya bilik yang dibuat disesuaikan dengan

banyaknya keluarga yang hendak mendiami Rumah Betang .

2) Locating (menentukan lokasi)

Dalam menentukan lokasi untuk mendirikan Rumah

Betang Ensaid Panjang, terdapat beberapa tahap yang harus

dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Desa. Langkah pertama

adalah menentukan atau memilih tanah yang hendak didirikan

Rumah Betang . Sebelum memilih lokasi pada tahap ini, harus

dipertimbangkan terlebih dahulu tingkat keamanan lokasi tersebut

dari binatang buas atau musuh. Jika tingkat keamanan lokasi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

tersebut cukup baik, maka lokasi tersebut dipilih dan dilanjutkan

dengan tahap selanjutnya. Begitu juga sebaliknya, jika lokasi

dirasa tidak aman, maka masyarakat suku Dayak Desa setempat

mencari lokasi lain. Setelah menemukan lokasi yang aman,

masyarakat suku Dayak Desa setempat tidak bisa langsung

mendirikan Rumah Betang , melainkan harus melakukan upacara

begelak.

Upacara begelak merupakan upacara yang bertujuan untuk

meminta perlindungan kepada Petara atau Tuhan. Upacara

begelak dipimpin oleh ketua adat atau orang-orang yang

dipercaya. Prosesi upacara adat begelak dengan menyiapkan

persembahan berupa makanan dan minuman. Makanan dan

minuman tersebut kemudian dimasukan pada suatu wadah yang

nantinya akan diletakan pada rumah atau tiang pertama jika rumah

belum jadi. Sebelum meletakan persembahan tersebut pemimpin

upacara begelak akan memanjatkan doa-doa kepada Petara, agar

masyarakat senantiasa dilindungi oleh sang Petara. Jika ritual

begelak sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah

mendirikan tiang-tiang mun yang terbuat dari pohon ubah. Setelah

mendirikan tiang-tiang mun dan tidak ada masalah, proses

pembangunan Rumah Betang bisa dilanjutkan dimulai dengan

mendirikan tiang-tiang ruai dan seterusnya sampai selesai.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

3) Measuring (mengukur)

Tabel 4.3. 4. Pertanyaan dan Jawaban N1 Mengenai Pengukuran


Tradisional yang Dilakukan pada Proses Pembangunan Rumah Betang
Ensaid Panjang
P1024 Kalau pada zaman dahulu, bagaimana cara orang
melakukan pengukuran, misalnya untuk mengukur
bagian-bagian dari Rumah Betang ini?
N1024 Kalau pada zaman dulu kita menggunakan ukuran
sedepak, sepenggenggam, dan sepenyiku. Sedepak itu
seukuran rentangan kedua tangan (kedua telapak tangan
dibuka) orang dewasa. Sepenggenggam itu mirip
sedepak, namun dalam merentangan tangan kedua
telapak tangan dalam posisi tertutup (digenggam).
Sedangkan ukuran sepenyiku itu saat salah satu tangan
direntangkan (kedua telapak tangan dibuka), dan tangan
lainnya ditekuk. Sepenyiku itu diukur dari ujung sikut
sampai ujung tangan yang direntangkan. Begitulah orang
pada zaman dahulu dalam melakukan pengukuran.

Rumah Betang Ensaid Panjang dibangun oleh

masyarakat suku Dayak Desa setempat dengan cara bergotong-

royong. Pada saat itu alat ukur modern seperti meteran belum ada,

sehingga masyarakat suku Dayak Desa menggunakan konsep

pengukuran tradisional untuk mengukur bagiam-bagian Rumah

Betang tersebut. Dalam melakukan pengukuran tersebut,

masyarakat suku Dayak Desa memanfaatkan bagian tubuh, seperti

tangan, jari-jari, sikut, dan juga lengan sebagai alat ukur.

Pengukuran tradisional tersebut menghasilkan satuan-satuan

tradisional yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang

ataupun lebar bagian-bagian tertentu pada Rumah Betang .

Adapun satuan-satuan tersebut, yaitu depa, penggenggam, dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

penyiku.

a) Satuan depa

Sedepa (satu depa) setara dengan ukuran panjang rentangan

tangan orang dewasa biasa (posisi tangan dibuka). Jika

diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sedepa setara

dengan ukuran panjang (160 − 180) centimeter. Adapun

ilustrasi untuk memperoleh ukuran sedepa, yaitu seperti

berikut.

Gambar 4.3. 20. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sedepa


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan Gambar 4.3. 20, panjang ruas garis yang

berwarna merah menyatakan ukuran sedepa. Sedangkan

ukuran dua depa, tiga depa, empat depa, dan seterusnya

diperoleh dari penjumlahan berulang ukuran sedepa.

Misalnya ukuran dua depa setara dengan dua kali ukuran

sedepa, ukuran tiga depa setara dengan tiga kali ukuran

sedepa, dan seterusnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

b) Satuan penggenggam

Sepenggenggam setara dengan rentangan tangan orang

dewasa dengan posisi tangan digenggam. Jika diubah ke

dalam satuan baku, maka ukuran sepenggenggam setara

dengan ukuran panjang (140 − 160) centimeter. Adapun

ilustrasi untuk memperoleh ukuran sepenggenggam (satu

penggenggam), yaitu seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 21. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepengenggam


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan gambar 4.3. 21, panjang ruas garis yang

berwarna merah menyatakan ukuran sepenggenggam.

Sedangkan ukuran dua penggenggam, tiga penggenggam,

empat penggenggam, dan seterusnya diperoleh dari

penjumlahan berulang ukuran sepenggenggam. Misalnya

ukuran dua penggenggam setara dengan dua kali ukuran

sepenggenggam, ukuran tiga penggenggam setara dengan

tiga kali ukuran sepenggenggam, dan seterusnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

c) Satuan penyiku

Jika orang dewasa merentangkan salah satu tangannya

(posisi tangan terbuka atau tidak dinggenggam), sedangkan

tangan lainya di tekuk, maka ukuran panjang yang diukur

dari ujung sikut tangan yang ditekuk sampai ujung jari

tangan yang direntangkan disebut sepenyiku (satu penyiku).

Jika diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sedepa

setara dengan ukuran panjang (120 − 140) centimeter.

Adapun ilustrasi untuk memperoleh ukuran satu sepenyiku,

yaitu seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 22. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepenyiku


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan gambar 4.3. 22, panjang ruas garis yang

berwarna merah menyatakan ukuran sepenyiku. Sedangkan

ukuran dua penyiku, tiga penyiku, empat penyiku, dan

seterusnya diperoleh dari penjumlahan berulang ukuran

sepenyiku. Misalnya ukuran dua penyiku setara dengan dua

kali ukuran sepenyiku, ukuran tiga sepenyiku setara dengan

tiga kali ukuran sepenyiku, dan seterusnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Jika dilihat dari nilai konversi ukuran sedepa,

sepenggenggam, dan sepenyiku dalam satuan baku (centimeter),

maka dapat disimpulkan bahwa ukuran sedepa (satu depa) lebih

kurang setara dengan (1 − 1,3) penggenggam, yang juga berarti

setara dengan (1,14 − 1,5) penyiku.

Pada pembangunan Rumah Betang , masyarakat bebas

memilih ingin menggunakan satuan depa, penggenggam, atau

penyiku untuk menyatakan ukuran panjang atau lebar ruai, bilik,

sadau dan tingkak. Untuk saat ini konsep pengukuran tradisional

tersebut masih digunakan, disamping penggunaan alat-alat ukur

modern seperti meteran, siku, dan lain sebagainya. Masyarakat

suku Dayak Desa setempat biasanya menggabungkan konsep

pengukuran tradisional dengan konsep pengukuran modern.

3) Designing

Rumah Betang didesain memanjang dengan bilik keluarga

yang saling menyatu. Selain itu, Rumah Betang juga memiliki

semacam beranda yang memanjang dan biasanya disebut ruai.

Seperti yang diketahui bahwa Rumah Betang Ensaid Panjang

dibangun agar masyarakat suku Dayak Desa setempat dapat

menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Oleh sebab itu, Rumah

Betang di desain sedemikian rupa supaya nilai kebersamaan

tersebut dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat suku Dayak


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Desa. Bilik keluarga yang didesain saling berdekatan/menyatu

memungkinkan komunikasi antar keluarga, meskipun masing-

masing keluarga berada di dalam bilik. Selain itu, ruai yang dibuat

memanjang, sangat luas, dan tanpa sekat digunakan sebagai

beranda rumah bersama. Hal tersebut membuat masyarakat suku

Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang tersebut dapat

saling bertegur sapa dan bercengkrama setiap saat.

4) Playing

Dalam membangun Rumah Betang , masyarakat suku

Dayak Desa setempat memiliki strategi untuk memilih bahan

bangunan terbaik. Dalam memilih bahan bangunan terbaik,

Masyarakat tersebut menggunakan pengetahuan yang telah

mereka miliki secara alami, yaitu pengetahuan tentang jenis

tumbuh-tumbuhan yang ada di alam. Untuk membangun Rumah

Betang , masyarakat suku Dayak Desa setempat menggunakan

kayu-kayu yang kuat serta tahan lama.

Misalnya untuk membuat tiang ruai atau tiang penyangga

Rumah Betang, masyarakat suku Dayak Desa setempat

menggunakan kayu tebelian atau kayu ulin, yang memiliki tekstur

keras. Jenis kayu tersebut dipercaya ampuh menahan beban

Rumah Betang selama ratusan tahun. Selain itu, untuk bagian

Rumah Betang lainnya, masyarakat suku Dayak Desa Setempat

menggunakan kayu jengger, entemau, berunggang, dan lamak


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

kelansau, yang memiliki bentuk ”lurus” sehingga memudahkan

masyarakat untuk membentuk bagian-bagian dari Rumah Betang

. Sedangkan untuk atap Rumah Betang terbuat kayu petir dan

mabang, yang dipercaya mampu betahan dalam berbagai kondisi

cuaca.

b. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada

Kegiatan Berburu Masyarakat Suku Dayak Desa yang Bermukim di

Rumah Betang Ensaid Panjang.

Tabel 4.3. 5. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan


Tradisional yang Digunakan untuk Menyatakan Besarnya Hewan
Buruan pada masa lalu
P2tam11 Kembali lagi ke satuan tradisional ya, Pak. Selain satuan real,
sedepak, sepenggenggam, masih ada satuan tradisional lainnya
ndak, Pak?
N2tam11 Ya, ada sepenumpu, seperayun, serentik, sepengetuk, sebidas
dan kelingiek. Satuan sepenumpu itu biasanya untuk mengukur
potongan daging, misalnya ikan toman, atau ular. Cara
mengukurnya Pakai telapak kaki. Kalo seperayun itu, biasanya
digunakan untuk mengukur binatang besar seperti buaya
misalnya. Maksudnya seperayun itu ketika kita duduk di atas
badan binatang besar, lalu kaki kita bisa seolah-olah berayun.
Kalau serentik dan sepengetuk itu satuan yang digunakan untuk
mengukur babi biasanya. Sepengetuk (satu pengetuk) setara
dengan keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan
ukuran panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara
dengan sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Sebidas
merupakan satuan yang digunakan untuk menyatakan keliling
tubuh ular. Sedangkan satuan kelingiek itu dipakai saat kita
mengukur rusa atau kijang. Begitulah cara orang-orang pada
zaman dahulu mengukur besarnya hewan buruan ataupun
hewan ternak.

Aktivitas berburu yang dimaksud adalah aktivitas berburu yang

dilakukaan oleh masyarakat suku Dayak Desa di masa lalu. Pada saat

itu, masih terdapat banyak hewan buruan, sedangkan untuk saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

populasi hewan-hewan tersebut berkurang, sehingga pemerintah

melarang masyarakat untuk berburu. Hewan buruan tersebut meliputi

babi hutan, kera, teringgiling, kijang dan rusa. Terdapat aktivitas

measuring pada kegiatan berburu masyarakat suku Dayak Desa pada

masa lalu, yaitu mengukur besarnya hewan hasil buruan yang

diperoleh. Untuk mengukur besarnya hewan buruan, masyarakat suku

Dayak Desa menggunakan pengukuran tradisional, seperti

menggunakan bagian-bagian tubuh (tangan, kaki, kepala, dan lain

sebagainya) dan rotan. Pengukuraan tradisional yang dilakukan

tersebut menghasilkan satuan-satuan tradisional. Adapun satuan-

satuan tradisional yang digunakan masayarakat suku Dayak Desa pada

masa lalu untuk menyatakan besarnya ukuran hewan buruan yang

diperoleh, yaitu penumpu, perayun, pengetuk, rentik, sebidas dan

kelingiek.

1) Satuan penumpu

Satuan penumpu digunakan untuk menyatakan besarnya ukuran

potongan daging ular dan ikan toman. Ukuran satu sepenumpu

(sepenumpu) setara dengan panjang satu telapak kaki orang

dewasa. Jadi, dua penumpu setara dengan panjang dua kali telapak

orang dewasa, dan begitu seterusnya. Jika diubah ke dalam satuan

baku, maka ukuran sepenumpu setara dengan ukuran panjang

(25 − 30) centimeter.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

2) Satuan perayun

Satuan perayun biasanya digunakan untuk menyatakan besarnya

hewan buruan yang berukuran besar seperti babi hutan dan buaya.

Jika badan hewan besar tersebut diduduki oleh seseorang (orang

dewasa), sedemikian sehingga orang tersebut masih dapat

mengayunkan kakinya, maka ukuran hewan tersebut mencapai

seperayun (satu perayun). Jika diubah ke dalam satuan baku,

maka ukuran seperayun setara dengan ukuran panjang (60 −

100) centimeter

3) Satuan pengetuk dan rentik

Satuan pengetuk dan rentik digunakan untuk menyatakan

besarnya ukuran hewan buruan yang berukuran sedang seperti

babi hutan dan rusa. Sepengetuk (satu pengetuk) setara dengan

keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan ukuran

panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara dengan

sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Biasanya dalam

mengukur besarnya hewan buruan menggunakan satuan pengetuk

dan rentik, masyarakat suku Dayak Desa menggunakan rotan

sebagai alat bantu. Adapun ilustrasi cara memperoleh ukuran satu

pengetuk (sepengetuk) dan satu rentik (serentik) menggunakan

kabel listrik sebagai pengganti rotan, yaitu sebagai berikut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

I. Ukuran satu pengetuk (sepengetuk)

Langkah pertama adalah menyiapkan kabel dengan

ukuran panjang secukupnya. Kemudian liliti kabel

tersebut ke kepala seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 23. Ilustrasi (langkah pertama)


Memperoleh Ukuran Sepengetuk/serentik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Panjang ruas garis yang berwarna kuning menyatakan

keliling lingkar kepala. Tambahkan ukuran keliling

lingkar kepala yang diperoleh sebelumnya, dengan

panjang genggaman tangan seperti pada gambar berikut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Gambar 4.3. 24. Ilustrasi (langkah kedua)


Memperoleh Ukuran Sepengetuk
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Panjang ruas garis yang berwarna merah merupakan

ukuran satu pengetuk (sepengetuk). Ukuran tersebut

diperoleh dengan menambahkan ukuran keliling lingkar

kepala yang diperoleh sebelumnya, dengan panjang

genggaman tangan seperti pada gambar di atas. Jika

diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sepengetuk

setara dengan ukuran panjang (65 − 75) centimeter

II. Ukuran satu rentik (serentik)

Langkah pertama untuk memperoleh ukuran serentik dan

sepengetuk sama, yaitu dengan menyiapkan kabel

dengan ukuran panjang secukupnya. Kemudian liliti

kabel tersebut ke kepala seperti Gambar 4.3. 23. Panjang

ruas garis yang berwarna kuning pada Gambar 4.3. 23

menyatakan keliling lingkar kepala. Tambahkan ukuran

keliling lingkar kepala yang diperoleh sebelumnya,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

dengan panjang genggaman tangan dan panjang jari

jempol seperti pada gambar berikut.

Gambar 4.3. 25. Ilustrasi (langkah kedua)


Memperoleh Ukuran Serentik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Panjang ruas garis yang berwarna merah merupakan

ukuran satu rentik (serentik). Ukuran tersebut diperoleh

dengan menambahkan ukuran keliling lingkar kepala

yang diperoleh sebelumnya, dengan panjang genggaman

tangan dan jari jempol seperti pada gambar di atas. Jika

diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran serentik

setara dengan ukuran panjang (70 − 80) centimeter

5) Satuan bidas dan satuan kelingiek

Satuan bidas merupakan satuan yang digunakan untuk

menyatakan keliling tubuh ular. Jika keliling tubuh ular setara

dengan keliling dari lingkaran yang dibentuk dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

menyatukan ujung-ujung jari jempol dan telunjuk pada tangan

kanan dan kiri orang dewasa, maka keliling tubuh ular tersebut

mencapai Sebidas (satu bidas). Sedangkan satuan kelingiek

digunakan untuk mengukur keliling lingkar leher kijang atau

rusa. Ukuran sekelingiek (Satu kelingiek) setara dengan

setengah ukuran sebidas. Jika diubah ke dalam satuan baku,

maka ukuran sekelingiek setara dengan ukuran panjang (20 −

25) centimeter, sehingga ukuran sebidas setara dengan ukuran

panjang (40 − 50) centimeter.

Jika dilihat dari nilai konversi ukuran seperayun, sepengetuk,

serentik, sebidas dan sekelingiek dalam satuan baku (centimeter),

maka dapat disimpulkan bahwa ukuran sepenumpu (satu penumpu)

lebih kurang setara dengan (0,25 − 0,5) perayun, yang berarti juga

setara dengan (0,34 − 0,46) pengetuk, (0,31 − 0,43) rentik, (0,5 −

0,75) bidas, dan (1 − 1,5) kelingiek.

Meskipun saat ini kegiatan berburu sudah dilarang oleh

pemerintah, satuan-satuan tradisional tersebut masih digunakan oleh

masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang. Untuk saat ini, satuan-satuan tradisional tersebut

digunakan untuk menyatakan besarnya hewan-hewan ternak ataupun

ikan-ikan besar yang diperoleh dari sungai. Selain penggunaan satuan

tradisional untuk menyatakan besarnya hewan buruan, masyarakat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang juga melakukan

aktivitas measuring saat membagikan hewan buruan pada masa lalu.

Pada masa lalu, setiap ada yang mendapatkan hewan buruan, terlebih

jika ukurannya cukup besar, maka hewan buruan itu akan dibagikan

kepada setiap keluarga yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang. Banyaknya bagian yang diperoleh masing-masing keluarga

ditentukan berdasarkan banyaknya anggota keluarga dari masing-

masing keluarga tersebut. Misalnya, banyaknya bagian yang diperoleh

oleh keluarga yang beranggotakan delapan orang akan lebih banyak

daripada keluarga yang beranggotakan empat orang. Jika keluarga

yang beranggotakan delapan orang memperoleh bagian dua potong

daging, maka keluarga yang beranggotakan empat orang memperoleh

bagian satu potong daging. Pembagian dengan cara demikian disebut

oleh masyarakat suku Dayak Desa dengan istilah pengurang.

Pembagian dengan cara demikian meunjukan bahwa masyarakat suku

Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang,

sungguh-sungguh menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Disamping

itu, pembagian hewan buruan dengan cara demikian merupakan

contoh penerapan konsep perbandingan senilai dalam kehidupan

sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

c. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada

Aktivitas Hukum Adat Masyarakat Suku Dayak Desa Yang Bermukim

di Rumah Betang Ensaid Panjang.

1) Locating

Sebelum menjalani proses hukum adat, pelaku dan

korban pelanggaran sosial, beserta pengurus adat berunding untuk

menentukan tingkatan wilayah penyelesaian masalah (RT/RW,

dusun, desa, atau tumenggung). Biasanya semakin besar masalah

yang dibahas atau dilakukan, semakin tinggi pula tingkatan

wilayah penyelesaian masalah tersebut. Misalkan diputuskan

bahwa masalah harus diselesaikan pada tingkat RT, maka

penyelesaian masalah tersebut melibatkan ketua RT, begitu juga

untuk tingkatan wilayah lainnya. Jika pada tingkat RT masalah

tidak terselesaikan, maka proses penyelesaian masalah berlanjut

ke tingkat wilayah dusun, dan begitu seterusnya sampai masalah

dapat terselesaikan.

2) Measuring

Tabel 4.3. 6. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Real


N2tam03 …Kalo zaman dahulu kan hukum yang berlaku di suatu
daerah dengan daerah lainnnya berbeda-beda. Hukum
yang berlaku di suatu daerah disesuaikan dengan
kebudayaan daerah tersebut. Kalo di Ensaid Panjang ini
aktivitas yang berkaitan dengan hukum masih
menggunakan real.
P2tam04 Kalau boleh tau real itu apa ya, Pak?
N2tam04 Real itu adalah satuan tradisional bah. Kalau disini itu
real itu diibaratkan sebagai nilai hukum. Misalnya ada
orang yang melakukan kesalahan, untuk menebus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

kesalahannya ia harus membayar sekian real. Kesalahan


yang dimaksud adalah kesalahan yang dilakukan dalam
hal apa saja, bisa menyangkut sopan-santun, tata krama,
rumah tangga dan lain sebagainya.

Penggunaan satuan tradisional real untuk menyatakan

besarnya sanksi hukum menandakan adanya aktivitas measuring

pada ativitas hukum adat Dayak Desa. Adapun nilai konversi

satuan real ke satuan rupiah pada masing-masing tingkatan

wilayah, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah


Nilai konversi 1 (satu) real dalam
Tingkatan wilayah
satuan rupiah
RT 𝑅𝑝2.500, 00
Dusun 𝑅𝑝5.000, 00
Desa 𝑅𝑝10.000, 00
Tumenggung 𝑅𝑝15.000, 00

Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku

Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku

pelanggaran sosial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat.

Adapun hukum adat yang mengatur segala urusan yang berkaitan

dengan pelanggaran sosial yang terjadi di masyarakat, yaitu yaitu

hukum kesupan, hukum kecuri, dan hukum kilap basa. Hukum

kesupan merupakan hukum adat yang dikenakan kepada

seseorang yang melakukan pelanggaran sosial yang menyangkut

sopan-santun dan tata krama. Hukum kecuri merupakan hukum

yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pencurian.

Hukum kilap basa merupakan hukum yang dikenakan kepada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

seseorang yang mengganggu hubungan pernikahan orang lain.

Dalam hal ini, mengganggu hubungan pernikahan orang lain

bukanlah melakukan perselingkuhan, melainkan hanya tindakan

baik seseorang kepada suami/isteri orang karena ada maksud

tertentu.

Sebagai contoh, ketika gawai Dayak yang merupakan

pesta panen padi masyarakat suku Dayak, ada seseorang pria yang

sudah menikah kerap kali memberikan tuak kepada isteri orang,

namun ia tak pernah memberikan tuak kepada orang lain. Jika

suami dari perempuan tersebut merasa terganggu atau curiga

kepada pria yang selalu memberikan tuak pada isterinya tersebut,

maka ia bisa menuntut hukum kilap basa kepada pria tersebut.

Adapun sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku

pelanggaran sosial menurut hukum kesupan, hukum kecuri, dan

hukum kilap basa, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.3. 7. Sanksi Hukum (dalam Satuan Real) Menurut


Hukum Adat Dayak Desa
Hukum adat Sanksi hukum
Kesupan (secara umum) 20 real
Kesupan kepada Kepala Dusun 40 real
Kesupan kepada Kepala Desa 80 real
Kesupan kepada Tumenggung 180 real
30 real (belum termasuk ganti
Kecuri
rugi barang curian)
Kilap basa 10 real

Sanksi hukum yang dinyatakan dalam satuan real

dikonversikan ke dalam satuan rupiah, sesuai dengan nilai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

konversi yang sudah ditentukan pada setiap tingkatan wilayah

penyelesaian masalah (RT, Dusun, Desa, atau tumenggung).

d. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada

kegiatan menenun (tenun ikat) masyarakat suku Dayak Desa yang

bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.

1) Counting (membilang)

Adapun aktivitas counting yang dilakukan penenun pada

proses pembuatan kain tenun ikat, yaitu menghitung banyaknya

benang yang digunakan untuk membuat jenis kain tenun tertentu,

menghitung banyaknya susunan benang (banyaknya bilangan)

yang digunakan untuk membuat pola dasar motif tenun, dan

menentukan harga jual kain.

a) Menghitung banyaknya helai benang yang digunakan untuk

membuat jenis kain tenun tertentu

Tabel 4.3. 8. Pertanyaan dan Jawaban N3 mengenai


Perhitungan Benang
P3028 O begitu ya bu. Kalau perhitungaan benang-
benang yang digunakan itu dilakukan pada proses
yang mana ya, Bu?
N3028 Biasanya pada proses yang paling pertama, yaitu
ngeluwayan. Kalau dalam proses pembuatan
tenun ikat, ada istilah sesaok dan bilangan. Sesaok
itu adalah susunan 6 (enam) helai benang,
sedangkan bilangan itu adalah dua kali sesaok.
Kalau dalam membuat motif itu kan tergantung
pakai bilangan berapa. Ada bilangan 40, 70 dan
lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

Perhitungan banyaknya helai benang yang digunakan

untuk membuat jenis kain tenun tertentu, dilakukan pada

proses ngeluwayan. Ngeluwayan merupakan proses

meliliti benang-benang pada alat luwayan seperti gambar

berikut.

Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan


(Sumber: Sketsa Pribadi)

Misalnya, jika penenun ingin membuat jenis kain tertentu

yang membutuhkan susunan 1.000 (seribu) helai benang,

maka pelilitan benang pada luwayan seperti gambar 4.3. 2

diulangi secara terus-menerus, sampai seribu kali.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

b) Menghitung banyakya susunan benang (banyaknya

bilangan) yang dibutuhkan untuk membuat “pola

dasar”motif tertentu.

Proses perhitungan banyaknya helai benang yang

dibutuhkan untuk membuat “pola dasar”motif tertentu

dilakukan pada proses negi. Negi merupakan proses

melipat susunan helai benang, sedemikian sehingga

banyaknya susunan helai benang pada masing-masing

hasil lipatan sama banyak.

2) Locating

a) Menentukan lokasi tempat penyedia bahan-bahan untuk

membuat kain tenun

Tabel 4.3. 9. Pertanyaan dan Jawaban N3


mengenai Penentuan Lokasi Penyedia Bahan Baku Terbaik
P3030 Untuk bahan baku pembuatan tenun ikat ini
dapat darimana ya, Bu?
N3030 Untuk bahan baku kami memperolehnya dari
koperasi JMM (Jasa Menenun Mandiri).
P3tam07 Ada alasan tersendiri tidak Bu, mengapa
bahan bakunya hanya diperoleh dari koperasi
JMM tersebut?
N3tam07 Dulu kami pernah dapat bahan baku dari
DISPERINDAGKOP, tapi mutunya kurang
bagus. Kalau orang-orang koperasi JMM ini
kan sudah bekerja sama dengan penenun, jadi
tahu kualitas bahan-bahan yang baik itu
seperti apa. Bahkan, orang-orang koperasi
JMM tersebut ada yang merupakan penenun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Para penenun di Rumah Betang

memperoleh/membeli bahan baku dari koperasi JMM

(Jasa Menenun Mandiri). Koperasi JMM merupakan

kelompok usaha bersama yang anggotanya terdiri dari

para penenun dan orang-orang yang ingin

mengembangkan tenun ikat. Adapun alasan para penenun

membeli bahan baku di koperasi tersebut, yaitu karena

bahan-bahan pembuatan kain tenun yang tersedia di

koperasi tersebut memiliki kual8itas yang baik.

b) Menentukan lokasi penjualan kain tenun

Tabel 4.3. 10. Pertanyaan dan Jawaban N3


mengenai Lokasi Penjualan Kain Tenun Ikat
P3031 Tempat untuk menjual kain tenun ikat ini dimana
ya Bu?
N3031 Para penenun biasanya si jarang menjual ke luar,
karena biasanya para pembeli langsung datang
kemari dan langsung membeli ke penenun. Selain
itu, Ibu-Ibu disini juga punya kelompok yang
membeli tenun ikat dari penenun-penenun
kemudian dijual lagi.

Para penenun di Rumah Betang Ensaid Panjang

tidak menjual kain tenun keluar, karena biasanya pembeli

kerap kali datang langsung ke Rumah Betang tersebut.

Rumah Betang Ensaid Panjang merupakan tempat wisata

budaya yang cukup terkenal, sehingga hampir setiap hari

didatangi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

mancanegara. Hal tersebut tentu saja berdampak positif

bagi para penenun, karena memudahkan dalam penjualan

kain tenun ikat. selain itu, penenun juga menjual kain

tenun ke koperasi JMM, sehingga tak perlu khawatir jika

tidak ada pengunjung atau pembeli yang datang ke Rumah

Betang Ensaid Panjang.

3) Measuring

a) Penggunaan satuan tradisional

Satuan yang dimaksud dalam hal ini adalah satuan

tradisional yang digunakan penenun untuk menyatakan

banyaknya helaian benang yang dibentangan pada tanggak

kanji. Adapun satuan tradisional tersebut yaitu sesaok dan

bilangan. Sesaok merupakan susunan benang yang terdiri

dari 6 (enam) helai benang. Sedangkan bilangan (bilangan

1 (satu)) setara dengan dua kali sesaok. Dengan demikian,

bilangan 2 (dua) setara dengan empat kali sesaok dan

begitu seterusnya.

b) Mengukur panjang kain tenun

Pada dasarnya, semua jenis kain tenun ikat memiliki

panjang yang sama. Dalam mengukur panjang kain tenun

ikat, penenun menggunakan alat luwayan. Pengukuran

tersebut dilakukan pada proses awal menenun, yaitu

ngeluwayan. Seperti yang dijelasan sebelumnya,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

ngeluwayan merupakan proses menyusun benang-benang

pada alat luwayan seperti gambar berikut.

Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan


(Sumber: Sketsa Pribadi)

Jika benang yang sudah disusun pada luwayan seperti

gambar di atas dibentangkan, maka panjang benang

tersebut setara dengan dua kali ukuran panjang kain tenun.

4) Designing

Aktivitas designing dilakukan oleh penenun pada proses

ngebat (mengikat) dan negi. Ngebat merupakan proses

membuat motif kain dengan mengikat susunan benang yang

teridiri dari beberapa sesaok (susunan enam helai benang).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Dalam proses ngebat, tidak ada cara khusus yang dilakukan,

melainkan hanya mengandalkan imajinasi dan pengalaman.

Negi merupakan proses melipat susunan benang, sedemikian

sehingga banyaknya susunan helai benang pada setiap hasil

lipatan sama banyak.

Tujuan dari proses negi adalah untuk mempermudah

melakukan proses ngebat dan menghasilkan motif kain yang

simetris. Pada umumnya, motif-motif pada kain tenun suku

Dayak Desa terbentuk dari suatu “pola dasar”yang berulang-

ulang. Perulangan-perulangan ”pola dasar” tersebut bisa

simetris karena melalui proses negi yang dilakukan sebelum

proses ngebat.

5) Playing

Aktivitas playing yang dimaksud adalah menentukan strategi

untuk menggunakan bahan pewarna sintetis secara efektif.

Tabel 4.3. 11. Pertanyaan dan Jawaban N6


mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis
P6034 Kalau bahan-bahan yang digunakan pada proses
pencelupan itu, perbandingannya bagaimana ya, Bu?
N6034 Kalau untuk penggunaan bahan-bahan pada proses
pencelupan si tergantung dari kain jenis kain yang
dibuat. Kalau seperti kain kebat atau syal perbandingan
bahannya 5 sampai 6 sendok Naptol (komponen dasar
warna), 3 sendok naptol (garam naptol), 1/3 sendok
TRO, dan 1, 5 sendok soda api. Kalau untuk kain
kumbuk penggunaan bahan-bahan pewarna tersebut bisa
dua kali lipat, kira-kira 1,5 Naptol (komponen dasar
warna), 5 sendok naptol (garam naptol), 1,5 sendok
TRO, dan 2 sendok soda api.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

P6tam09 Kalau perbandingan bahan pewarna untuk membuat


selendang bagaimana Bu?
N6tam09 Kalau selendang bisa pakai perbandingan seperti pada
pewarnaan kain kebat atau syal. Sebenarnya pakai
perbandingan seperti pada pewarnaan kain kumbuk juga
bisa, namun tentu saja kita akan rugi karena
menggunakan bahan-bahan pewarna yang banyak.
Intinya, pada proses pewarnaan kita harus bisa
menggunakan bahan-bahan pewarna secara efektif.
Misalnya kalau saya mewarnai kain dengan
perbandingan bahan pewarna tadi, sekalian saja
mewarnai selendang yang kebetulan warnanya sama.
Dengan demikian, penggunaan bahan-bahan pewarna
menjadi efektif karena tidak ada yang bersisa, sehingga
tidak mengalami kerugian.

Tabel 4.3. 12. Pertanyaan dan Jawaban N8


mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis
P8034 Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan
bahan pewarna yang digunakan untuk membuat
masing-masing jenis kain tenun ikat?
N8034 Kalau saya biasanya untuk masing-masing bahan
pewarna jumlah takarannya sama. Sebenarnya tidak
ada takaran khusus untuk masing-masing bahan
pewarna. Setiap penenun memiliki takaran bahan
pewarna masing-masing.

Dalam proses pewarnaan, tidak ada takaran bahan

pewarnaan yang pasti. Setiap penenun memiliki takaran bahan

pewarnaan yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan

kebutuhan masing-masing. Meskipun demikian, setiap

penenun memiliki strategi masing-masing dalam menakar

bahan pewarna, sehingga bahan-bahan pewarna bisa

digunakan secara efektif. Misalnya, dalam membuat motif kain

yang bewarna selain putih, biasanya penenun menunda


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

pewarnaan benang-benang yang akan dibuat kain tersebut,

sampai penenun membuat kain tenun lain yang memiliki warna

dasar yang sama dengan motif kain tenun tersebut. Dengan

demikian, proses pewarnaan bisa kedua kain tenun tersebut

bisa dilakukan secara bersamaan, sehingga dapat menghemat

pemakaian bahan pewarna.

5) Explaining (menjelaskan)

Setiap motif kain tenun ikat Ensaid Panjang yang dibuat

memiliki makna tersendiri. Pada umumnya, motif-motif

tersebut tak terlepas dari pengalaman hidup filosofi yang

melekat pada masyarakat suku Dayak Desa di Ensaid Panjang

yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Adapun

beberapa contoh motif yang familiar bagi masyarakat suku

Dayak Desa di Ensaid Panjang, yaitu, encerebung, ikan

emperusung, tiang kebuk, kaki kemabai dan seligi beras.

Encerebung merupakan tunas bambu yang masih muda. Motif

encerebung melambangkan kekuatan dan peraturan yang

kukuh antar warga masyarakat. Motif ikan emperusung (ikan

bermulut besar) melambangkan ikan-ikan sungai yang enak

dimakan. Motif tiang kebuk melambangkan kehidupan nenek

moyang pada zaman dahulu, yang dalam membangun rumah

hanya dengan mengebuk atau melubangi tiang-tiang rumah.

Tiang -tiang tersebut disebut sebagai tiang kebuk. Lubang pada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

tiang-tiang tersebut kemudian dipasang pasak secara miring

sehingga akan membentuk cabang. Cabang tersebut digunakan

untuk mengaitkan balok-balok penghubung antar tiang.

Gambar 4.3. 26. Tiang Kebuk


(Sumber: Sketsa Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

Kaki kemabai merupakan binatang berkaki seribu yang hidup

dengan membuat sarang di dalam tanah. Motif kaki kemabai

memberikan pesan pada manusia, bahwa jika ingin

mendapatkan rejeki yang berlimpah, manusia harus berusaha

sekuat tenaga. Motif seligi beras/biji beras merupakan motif

yang mengingatkan pentingnya beras dalam kehidupan sehari-

hari, karena merupakan makanan pokok.

D. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan pada penelitian ini. Hal

tersebut dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga, ide, dan biaya pada

peneliti. Adapun kekurangan tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Aspek matematis yang dikaji tidak spesifik pada salah satu kebudayaan

yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah

Betang Ensaid Panjang

2. Dalam menggali informasi tentang kain tenun ikat peneliti hanya

mewawancarai tiga orang penenun sebagai narasumber, sehingga data

tentang tenun ikat kurang beragam.

3. Peneliti belum menggali unsur pembelajaran yang relevan dengan aspek

matematis pada kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim

di Rumah Betang Ensaid Panjang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakuakan, disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Aspek Historis (sejarah) dari Rumah Betang Ensaid Panjang

Rumah Betang Ensaid Panjang didirikan pada tahun 1985 dan

pengerjaannya selesai pada tahun 1986. Pembangunan Rumah Betang

Ensaid Panjang dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat suku Dayak

Desa setempat untuk hidup dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan.

Hal tersebut dibuktikan dengan bilik-bilik keluarga Rumah Betang yang

disesain saling menyatu sama lain, sehingga memungkinkan terjalinnya

komunikasi antar keluarga meskipun sedang berada di dalam bilik. Selain

itu, ruai didesain memanjang dan tanpa sekat digunakan sebagai beranda

rumah bersama, supaya masyarakat suku Dayak Desa setempat dapat

saling bertegur sapa setiap saat. Selain itu, kehidupan bersama di Rumah

Betang menciptakan suasana yang aman dari musuh atau binatang buas,

karena masyarakat dapat saling melindungi satu sama lain. Sebelum

mendirikan Rumah Betang, masyarakat suku Dayak Desa setempat

menyelenggarakan upacara begelak, yaitu upacara untuk memberikan

123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

persembahan berupa makanan kepada Petara atau Tuhan. Setelah itu,

masyarakat mendirikan beberapa tiang-tiang mun. Tiang-tiang mun yang

sudah didirikan dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama beberapa hari

tiang-tiang mun tersebut tidak ada yang tumbang, maka pembangunan

Rumah Betang dapat dimulai dengan menancapkan tiang ruai sampai

selesai.

2. Aspek Kultural (Budaya) dari Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Desa

Yang Bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang

Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang

Ensaid Panjang masih mempertahankan budaya yang dimiliki. Dengan

memilih tetap bermukim di Rumah Betang hingga saat ini, menunjukan

bahwa masyarakat tersebut ingin mempertahankan tradisi leluhurnya.

Selain itu, penggunaan bahasa daerah pun masih tetap dipertahankan oleh

mayarakat tersebut, yaitu bahasa Dayak Desa. Pekerjaan utama masyarakat

suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang adalah

berladang dan menyadap getah pohon karet. Berladang merupakan sebutan

untuk praktik bercocok tanam dengan sistem tebas, tebang, dan bakar.

Aktivitas berladang merupakan wujud adaptasi masyarakat suku Dayak

Desa terhadap alam sekitarnya. Adanya aktivitas berladang menandakan

masyarakat suku Dayak Desa memiliki pengetahuan yang mendalam

tentang alam sekitarnya. Selain itu, masyarakat tersebut juga memiliki

pengetahuan tentang hal-hal yang dapat diperoleh dari alam untuk


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai bahan-bahan bangunan, makanan,

dan lain sebagainya. Selain berladang dan menyadap getah pohon karet,

terdapat pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut,

khususnya bagi kaum wanita yaitu menenun (tenun ikat). Pada awalnya

kain tenun ikat yang dibuat oleh masyarakat suku Dayak Desa tidak untuk

diperjual belikan, melainkan hanya digunakan oleh masyarakat tersebut

dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu kain

tenun mulai dikenali dan disukai banyak orang. Orang-orang luar

menganggap tenun ikat merupakan sesuatu yang unik dan bernilai seni

tinggi. Dalam melakukan pekerjaan sehari-sehari, masyarakat suku Dayak

Desa masih menggunakan peralatan tradisional seperti halnya parang dan

kapak yang digunakan untuk aktivitas berladang, isau toreh yang

digunakan untuk menyadap pohon karet, serta peralatan menenun seperti

luwayan, beliak, saok, dan lain sebagainya. Masyarakat suku Dayak Desa

hidup berdasarkan hukum adat, yaitu hukum adat Dayak Desa. Adapun

hal-hal yang diatur oleh hukum adat Dayak Desa, yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan pelanggaran sosial atuupun konflik yang terjadi di

masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

3. Aktivitas Fundamental Matematis menurut Bishop pada kebudayaan

masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid

Panjang.

Aktivitas fundamental matematis menurut Bishop dilakukan

oleh masyarakat suku Dayak Desa pada saat membangun Rumah

Betang, berburu, melakukan aktivitas hukum adat, dan menenun. Pada

saat membangun Rumah Betang , masyarakat suku Dayak Desa

melakukan aktivitas counting (membilang), locating, measuring

(mengukur), dan designing (merancang). Aktivitas counting

(membilang) yang dilakukan adalah menentukan banyaknya bilik-bilik

keluarga pada Rumah Betang. Aktivitas locating (menentukan lokasi)

yang dilakukan adalah menentukan lokasi yang baik untuk mendirikan

Rumah Betang. Aktivitas measuring (mengukur) yang dilakukan adalah

mengukur bagian-bagian Rumah Betang menggunakan konsep

pengukuran tradisional. Aktivitas designing (merancang) yang

dilakukan adalah mendesain bagian-bagian Rumah Betang berdasarkan

kegunaannya masing-masing. Sedangkan aktivitas playing yang

dilakukan adalah menentukan strategi dalam memilih bahan bangunan

terbaik untuk membangun Rumah Betang.

Pada saat berburu, masyarakat suku Dayak Desa melakukan

aktivitas measuring (mengukur), yaitu mengukur besarnya hewan hasil

buruan dengan konsep pengukuran tradisional. Aktivitas measuring


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

(mengukur) juga dilakukan saat membagikan hewan hasil buruan,

karena pembagian tersebut menggunakan konsep perbandingan senilai.

Pada saat melakukan aktivitas hukum adat, masyarakat suku

Dayak Desa melakukan aktivitas locating (menentukan lokasi) dan

measuring (mengukur). Aktivitas locating (menentukan lokasi) yang

dilakukan adalah menentukan tempat penyelesaian masalah pada

tingkatan wilayah tertentu (RT, dusun, desa, atau tumenggung). Dalam

melakukan aktivitas hukum adat, masyarakat suku Dayak Desa

menggunakan satuan tradisional real untuk menyatakan besarnya sanksi

hukum. Penggunaan satuan tradisional tersebut juga menandakan

adanya aktivitas measuring (mengukur) aktivitas hukum adat Dayak

Desa.

Aktivitas matematis menurut Bishop pada aktivitas menenun

antara lain aktivitas counting (membilang), locating, measuring

(mengukur), designing (merancang), playing, dan explaining

(menjelaskan). Aktivitas counting (membilang) yang dilakukan antara

lain menghitung banyaknya helaian benang yang dibutuhkan dalam

membuat kain tenun jenis tertentu, serta menghitung banyaknya benang

yang dibutuhkan untuk membuat “pola dasar” motif kain tenun.

Aktivitas locating (menentukan lokasi) yang dilakukan antara lain

menentukan lokasi peyedia bahan baku kain tenun terbaik dan lokasi

penjualan kain tenun ikat. Aktivitas measuring (mengukur) yang

dilakukan adalah mengukur panjang kain dengan alat luwayan. Selain


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

itu, adanya aktivitas measuring (mengukur) juga ditandai dengan

penggunaan satuan tradisonal dalam menyatakan susunan helaian

benang. Aktivitas designing yang dilakukan adalah merancang motif

kain tenun pada proses ngebat. Aktivitas playing (bermain) yang

dilakukan adalah menentukan strategi terbaik untuk menggunakan

bahan pewarna sintetis secara efektif. Aktivitas explaining

(menjelaskan) yang dilakukan adalah menjelaskan makna pada setiap

motif-motif kain tenun yang dibuat.

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya

a. peneliti dapat mencari lebih banyak narasumber yang bersedia untuk

dilibatkan dalam penelitian. Dengan demikian, data atau informasi

bisa diperoleh secara mendalam.

b. Peneliti dapat melakukan penggalian aspek matematis secara lebih

spesifik.

2. Bagi pemerintah

Mendudukung upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk

melestarikan Rumah Betang Ensaid Panjang dan tenun ikat Dayak Desa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. (2018). Analisis Data Kualitatif. Jurnal Alhadharah UIN Antasari


Banjarmasin, 17(30), 81-94.

Bakker, J. W. M. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar.Yogyakarta:


Kanisius.

Carolina, A. F. 2017. Analisis Penerimaan Pengguna Sistem Informasi


Akuntansi Dalam Perspektif Technology Acceptance Model (Studi
Empiris pada Perusahaan Distributor Alat Kesehatan di
Semarang). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang.

Cesar, D. 2018. Etnomatematika, Analisis Pola dan Motif Batik Berdasarkan


Wallpaper Group serta Analisis Aktivitas Fundamental Matematis
Menurut Bishop Pada Industri Batik di Desa Wijirejo, Kecamatan
Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma: Yogyakarta.

Didi Haryono. 2014. Suatu Tinjauan Epistemologi dan Filosofis: Filsafat


Matematika. Bandung: Alfabeta.

Dokhi, M., dkk. 2016. Analisis Kearifan Lokal Ditinjau Dari Keberagaman
Budaya. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan,
Kemendikbud.

Gazali, Y.R. Pembelajaran Matematika Yang Bermakna, 2(3), 181-189.

Gunawan, I. F. 2019. Kajian Etnomatematika Serta Analisis Aktivitas


Fundamental Matematis Menurut Bishop Pada Industri Kain Cual
Bangka Belitung. Tesis yang tidak Diterbitkan. Program Studi
Pendidikan Matematika, Program Magister, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.

Hasanah, H. (2016). Teknik-Teknik Observasi. Jurnal at-Taqaddum, 8(1), 21-


42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

Indamayana. 2019. “Sejarah Matematika Babilonia dan Mesir Kuno”,


https://www.google.com/amp/s/indahmayana.wordpress.com/2019/03/0
8/sejarah-matematika-babilonia-dan-mesir-kuno/amp/, diakses pada 1
Juli 2020.

Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Lusianti, L. P., & Rani, F. (2009). Model Diplomasi Indonesia terhadap


UNESCO dalam Mematenkan Batik sebagai Warisan Budaya Indonesia.
Jurnal Transnasional, 3(2), 1-8.

Nikolas, R.F. 2018. “7 Ilmu Ini Ternyata Juga Menggunakan Penerapan


Matematika Lho”,
https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/life/education/amp
/fernando-nikolas-r/7-ilmu-ini-ternyata-juga-menggunakan-penerapan-
matematika-c1c2, diakses pada tanggal 1 Juli 2020.

Nur, I. (2007). Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara.


Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(1), 35-40.

Purwaningsih, D. R. M. 2019. Kajian Etnomatematika Terkait Aktivitas


Pembuatan Kerajinan Pahat Batu Di Dusun Sidoharjo, Desa
Tamanagung, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran
Matematika . Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Putri, S. P. 2013. Penyesuaian Diri Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan


(Studi Kasus pada 2 Orang Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
Wisma Putera Bandung). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Rahmat, S. P. (2009). Penelitian Kualitatif. Jurnal Equilibrium, 5(9), 1-8.

Rakhmawati, M. R. (2009). Aktivitas Matematika Berbasis Budaya pada


Masyarakat Lampung. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 221-230.

Refanza, Muhammad. 2017. “Asal Mula Matematika dan Mengenal Lebih


Jauh tentang Matematika”,
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/muhammad
refanza/asal-mula-matematika-dan-mengenal-lebih-jauh-tentang-
matematika_5936bf7f21afbd463dcf3970, diakses pada 1 Juli 2020.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

Rosa, M., & Orey, D. C. 2011. Ethnomathematics: the cultural aspects of


mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatematica, 4(2), 32-54.

Siagian, D. M. (2017). Pembelajaran Matematika dalam Persfektif


Konstruktivisme. Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan,
7(2), 61-72.

Siany, L., & Atiek, C. B. 2009. Khazanah Antropologi. Jakarta: Pusat


Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Tandililing, E. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah


dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal sebagai
Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di
Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978 – 979
– 16353 – 9 – 4

Wahyuni, dkk. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter


Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978 – 979
– 16353 – 9 – 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

LAMPIRAN

Daftar Lampiran:
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian
Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa
Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Lampiran 4: Pedoman Wawancara
Lampiran 5: Profil Narasumber
Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4
Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara


Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

Berikut ini merupakan kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan


peneliti dalam membuat pedoman wawancara :
Aspek yang ingin Indikator Nomor pertanyaan
diamati
Sejarah (aspek a. Terkait proses 1,2,3,4,5
historis) dari pembangunan Rumah
Rumah Betang Betang Ensaid
Ensaid Panjang? Panjang.
b. Terkait 6,7
perkembangan
Rumah Betang
Ensaid
c. Terkait latar belakang 8
didirikannaya Rumah
Betang Ensaid
Panjang.
Aspek-aspek kultural a. Terkait bahasa 9,10
(budaya) dari b. Terkait sistem 11
kehidupan masyarakat pengetahuan
suku Dayak Desa yang c. Terkait sitem 12
tinggal di Rumah organisasi sosial
Betang Ensaid d. Terkait sistem 13,14
Panjang? peralatan hidup dan
teknologi
e. Terkait sistem mata 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

pencaharian
f. Terkait sistem religi 16,17
g. Terkait kesenian. 18
h. Terkait proses 19
pembuatan kain tenun
ikat
i. Terkait ritual yang 20
harus dilakukan
sebelum membuat
tenun ikat
j. Terkait sejarah 21
perkembangan tenun
ikat.
Aktivitas fundamental a. Aspek counting pada 22
matematis menurut proses pembuatan
bishop yang terdapat Rumah Betang
pada kebudayaan Ensaid Panjang
masyarakat suku b. Aspek locating pada 23
Dayak Desa di Rumah proses pembuatan
Betang Ensaid Rumah Betang
Panjang? Ensaid Panjang
c. Aspek measuring 24, 25
pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
d. Aspek designing pada 26
proses pembuatan
Rumah Betang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

Ensaid Panjang
e. Aspek playing pada 27
proses pembuatan
Rumah Betang
Ensaid Panjang aspek
counting pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
f. Aspek explaining 28
pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
g. Aspek counting pada 28,29
proses pembuatan
kain tenun ikat
h. Aspek locating pada 30,31
proses pembuatan
kain tenun ikat
i. Aspek measuring 32,33,34,35
pada proses
pembuatan kain tenun
ikat
j. Aspek designing pada 36
proses pembuatan
kain tenun ikat
k. Aspek playing pada 37
proses pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

kain tenun ikat


l. Aspek explaing pada 38
proses pembuatan
kain tenun ikat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Lampiran 4: Pedoman Wawancara


Pedoman wawancara
1. Pada tahun berapa Rumah Betang Ensaid Panjang didirikan?
2. Siapa yang mendirikan Rumah Betang Ensaid Panjang?
3. Bahan bangunan apa sja yang digunakan untuk membangun Rumah Betang
Ensaid Panjang?
4. Peralatan apa saja yag digunakan dalam membangun Rumah Betang Ensaid
Panjang?
5. Apakah terdapat ritual tertentu yang harus dilakukan sebelum membangun
Rumah Betang Ensaid Panjang?
6. Bagaiamana perkembangan Rumah Betang dari segi arsitektur?
7. Bagaimana masyarakat suku Dayak Desa menjaga kelestarian Rumah Betang
Ensaid Panjang?
8. Apa yang melatarbelakangi diberdirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang?
9. Bahasa apa yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang?
10. Apakah bahasa suku Dayak Desa memiliki tingkatan bahasa?
11. Pengetahuan tradisional apa yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa
dalam kehidupan sehari-hari?
12. Bagaimana organisasi sosial di Desa Ensaid Panjang?
13. Peralatan hidup apa saja yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa
dalam kehidupan sehari-hari?
14. Teknologi tradisional apa saja yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak
Desa dalam kehidupan sehari-hari?
15. Apa profesi yang digeluti oleh sebagian besar masyarakat suku Dayak Desa yang
bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang?
16. Agama apa saja yang dipeluk oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang?
17. Apakah masih terdapat kepercayaan tradisional?
18. Selain tenun ikat, adakah kesenian lain yang terdapat pada kebudayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang?
19. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ?
20. Apakah terdapat ritual tertentu yang harus dijalani, sebelum memulai kegiatan
menenun?
21. Bagaimana sejarah perkembangan tenun ikat di desa Ensaid Panjang?
22. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Betang Ensaid
Panjang?
23. Bagaimana cara masyarakat menentukan lokasi terbaik untuk membangun
Rumah Betang ?
24. Bagaimana cara masyarakat suku Dayak Desa melakukan pengkuruan saat
membangun Rumah Betang Ensaid Panjang?
25. Apakah terdapat satuan tradisional yang digunakan masyarakat suku Dayak Desa
dalam membangun Rumah Betang Ensaid Panjang?
26. Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah Betang Ensaid Panjang?
27. Apa saja bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang?, dan apakah ada
makna tersendiri dari masing-masing bagian tersebut?
28. Bagaimana cara penenun menentukan banyaknya benang yang digunakan untuk
membuat kain tenun?
29. Bagaimana cara penenun menentukan harga kain tenun?
30. Bahan baku kain tenun diperoleh dari mana?
31. Dimana penenun menjual kain tenun ikat?
32. Bagaimana cara penenun menentukan ukuran panjang kain tenun?
33. Bagaimana cara penenun menentukan ukuran lebar kain tenun?
34. Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan bahan pewarna yang
digunakan untuk membuat masing-masing jenis kain tenun ikat?
35. Bagaimana perbandingan produksi untuk masing-masing jenis kain dalam sekali
produksi?
36. Bagaimana cara penenun mendesain motif kain tenun?
37. Bagaimana cara penenun memodifikasi motif kain tenun agar bisa bersaing di
pasaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

38. Apakah terdapat makna tertentu dari motif kain yang dibuat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Lampiran 5: Profil Narasumber


1. Nama : Mamud
Umur : 51 Tahun
Peran : Ketua Dewan Adat Dayak Desa Ensaid Panjang
Kode subjek : N1

2. Nama : Richardus Sembai


Umur : 51 Tahun
Peran : Kepala Dusun Rentap Selatan
Kode subjek : N2

3. Nama : Katarina Andriani


Umur : 45 Tahun
Peran : Penenun
Kode subjek : N3

4. Nama : Stepanus
Umur : 42 Tahun
Peran : Ketua RT 01 Dusun Rentap Selatan
Kode subjek : N4

5. Nama : Bundan
Umur : 64 Tahun
Peran : Masyarakat suku Dayak Desa setempat
Kode subjek : N5

6. Nama : Elisabet
Umur : 38 Tahun
Peran : Penenun
Kode subjek :N6

7. Nama : Albertus Teddy


Umur : 23 Tahun
Peran : Masyarakat suku Dayak Desa Setempat
Kode subjek : N7

8. Nama : Wiwi Evifania


Umur : 21 Tahun
Peran : Penenun
Kode Subjek : N8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1


Transkrip wawancara terhadap N1

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N1. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui sejarah dari Rumah Betang Ensaid Panjang.

Pelaksanaan penelitian

Hari, waktu : Selasa, 24 Maret 2020

Tempat penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil wawancara :
P1001 Pada tahun berapa Rumah Betang Ensaid Panjang ini didirikan?.
N1001 Rumah Betang ini mulai didirikan pada tahun 1985 dan pengerjaannya
selesai pada tahun 1986.
P1008 Apa yang melatarbelakangi didirikannya Rumah Betang ini, Pak?
N1008 Latar belakang didirikannya Rumah Betang ini yang pertama adalah
supaya
ada sinkronisasi dalam keluarga. Dengan adanya Rumah Betang ini, kita
jadi enak untuk betamu karena saling berdekatan. Ketika ada yang sakit kita
bisa segera mengetahui. Ketika musim berladang ada istilah bedurok atau
istilahnya bergilir kan jadi enak karena bersatu gitu bah. Selain itu, pada
jaman duluk kan untuk mengantisipasi musuh tapi sekarang kan ndak.
Mengantisiasi artinya kan kalau musuh menyerang kita bisa bersatu di
Rumah Betang ini. Makanya dari dulu sampai sekarang kita ndak pecah-
pecah supaya mempekuat persatuan. Selain itu, kita juga mudah untuk
berbagi lauk pauk satu sama lain. Pada jaman duluk, setiap ada yang
mendapat binatang (hasil buruan) pasti dibagi-bagikan supaya adil. Untuk
membagikan hasil buruan pun ada caranya. Misalnya dalam satu rumah ada
delapan orang, maka dapat jatah dua. Tetapi untuk rumah yang terdapat
empat orang diberi jatah satu. Istilah seperti itu disebut pengurang. Itu salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

satu contoh untuk mensinkronisasi keluarga-keluarga yang ada di Rumah


Betang ini. Adapun adat yang berlaku di Rumah Betang ini yaitu sebuah
bilik jika sebuah bilik dikosongkan selama tiga hari maka, harus dikasik api
. Mengosongkan kamar atau bilik selama tiga hari disebut pencelap dapur.
Selain itu, bagi tamu yang terdiri dari dua orang atau lebih (rombongan),
tidak boleh naik ke Rumah Betang melalui tangga yang berbeda. Menaiki
Rumah Betang dari tangga yang berbeda disebut sabong api. Jika itu
dilakukan, maka orang-orang yang tinggal di Rumah Betang akan
mengalami sakit. Kembali lagi pada ritual adat sebelum mendirikan Rumah
Betang . Jadi sebelum mendirikan Rumah Betang , masyarakat mencari
tanah yang hendak didirikan Rumah Betang dan kemudian
memebersihkannya. Kemudian dilaksanakan ritual-ritual tertentu. Jika
setelah ritual-ritual dilaksanakan dan tidak terjadi masalah, barulah
didirikan tiang-tiang di tanah tersebut. Tiang-tiang tersebut disebut dengan
tiang mun. Tiang mun tersebut harus terbuat dari pohon yang berbuah.
Menurut kepercayaan masyarakat, pohon yang berbuah melambangkan
harapan baik masyarakat ketika tinggal di Rumah Betang yang akan
didirikan. Harapan tersebut meliputi mendapat haRTa kekayaan alam
seperti padi ataupun keturunan yang banyak.
P1tam01 Maaf Pak, apakah semua jenis pohon yang berbuah dapat digunakan
sebagai tiang mun?.
N1tam01 Sebenarnya semua jenis pohon yang berbuah bisa digunakan untuk
memebuat tiang mun. Akan tetapi, masyarakat lebih sering menggunakan
pohon ubah untuk membuat tiang mun. Pohon tersebut dipilih karena
memiliki buah yang banyak yang melambangkan rezeki yang melimpah,
seperti hasil alam ataupun keturunan ketika sudah tinggal di Rumah Betang
yang hendak didirikan.
P1tam02 Maaf Pak, tadi Bapak mengatakan sebelum mendirikan Rumah Betang
masyarakat terlebih dahulu mencari tanah yang cocok untuk mendirikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

Rumah Betang . Nah, aPakah ada ritual tertentu yang dilakukan dalam
mencari/memilih tanah untuk mendirikan Rumah Betang tepatnya sebelum
mendirikan tiang mun?
N1tam02 Ya, ritualnya diadakan dengan menyediakan babi, ayam, beras pulut ,
tepung tumpik, tuak, kelapa, di tanah yang hendak didirikan Rumah Betang
.
P1tam03 Nama ritualnya apa ya, Pak?
N1tam03 Biasanya disini disebut begelak. Setelah ritual itu dilaksanakan dan tidak
terjadi masalah, maka barulah didirikan tiang mun. Tiang-tiang mun yang
sudah didirikan, kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama
beberapa hari tiang-tiang mun tidak ada yang tumbang, maka barulah
didirikan tiang ruai.
P1tam04 Maaf Pak, tadi kan Bapak mengatakan bahwa ketika segala ritual dalam
mencari tanah tadi sudah dilakukan dan tidak terjadi masalah, maka tanah
tersebut baik untuk didirikan Rumah Betang mungkin bisa dijelaskan yang
dimaksud dengan ”masalah” dalam hal ini apa ya, Pak?.
N1tam04 Jadi begini, seandainya kita sudah mendirikan tiang mun lalu kita biarkan
selama beberapa hari. Jika ada tiang mun yang tumbang, maka aRTinya
penunggu di tanah tempat kita mendirikan tiang mun itu akan mengganggu
kita, kalau kita memaksakan mendirikan Rumah Betang di tanah tersebut.
Oleh sebab itu masyarakat tidak berani mendirikan Rumah Betang di tanah
tersebut. Kalau tidak ada tumbang satu pun aRTinya tanah ni kan bagus
untuk didirikan Rumah Betang . Maksudnya tidak ada setan dan orang-
orang yang tinggal tinggal disini akan selalu diberi keselamatan, umur
panjang, dan haRTa yang berlimpah.
P1002 Yang membangun Rumah Betang ini siapa ya, Pak?
N1002 Masyarakat, dengan cara gotong-royong.
P1003 Bahan-bahan bagunan yang digunakan untuk mendrikan Rumah Betang ini
dari kayu apa saja ya, Pak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

N1003 Ndak nentu si. Dia ada jengger, entemau, berunggang, lamak kelansau.
Untuk atapnya dari kayu petir dan mabang. Selain ada juga kulit kayu yang
digunakan sebagai bahan bangunan Rumah Betang .
P1004 Kalau alat-alat yang digunakan untuk mendirikan Rumah Betang ini apa
saja ya, Pak?.
N1004 Untuk peralatannya mungkin hanya untuk mengikat saja. Jadi, dalam
membangun Rumah Betang tiang-tiang dilubangi dan dimasukan kayu
belian, kemudian diikatkan dengan rotan. Itu saja sih peralatanya.
P1tam05 Berarti belum menggunakan paku ya, Pak?
N1tam05 Iya, belum ada. Karena memang pada zaman dahulu belum ada Paku. Atap-
atap pun hanya diikat.
P1tam06 Kalau untuk peratan seperti parang apakah sudah ada ya, Pak?
N1tam06 Kalau parang sudah ada. Beliung juga sudah ada.
P1006 Bagaimana perkembangan arsitektur Rumah Betang dari zaman ke zaman?
N1006 Kalau dari segi arsitektur, Rumah Betang ini tidak mengalami banyak
perubahan. Sebisa mungkin bentuknya dipertahankan seperti ini. Kalau
pada zaman dahulu untuk membangun Rumah Betang ini tidak
menggunakan Paku, melainkan semuanya serba diikat. Akan tetapi,
sekarang Paku sudah digunakan, misalnya untuk merekatkan ruai.
Seandainya melakukan renovasi, penggunaan semen sebisa mungkin
dihindari supaya Rumah Betang tidak kehilangan ciri khasnya.
P1024 Kalau pada zaman dahulu, bagaimana cara orang melakukan pengukuran,
misalnya untuk mengukur bagian-bagian dari Rumah Betang ini?
N1024 Kalau pada zaman dulu kita menggunakan ukuran Sedepa,
sepenggenggam, dan sepenyiku. Sedepa itu seukuran rentangan kedua
tangan (kedua telapak tangan dibuka) orang dewasa. Sepenggenggam itu
mirip Sedepa, namun dalam merentangan tangan kedua telapak tangan
dalam posisi tertutup (digenggam). Sedangkan ukuran sepenyiku itu saat
salah satu tangan direntangkan (kedua telapak tangan dibuka), dan tangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

lainnya ditekuk. Sepenyiku itu diukur dari ujung sikut sampai ujung tangan
yang direntangkan. Begitulah orang pada zaman dahulu dalam melakukan
pengukuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2


Transkrip wawancara terhadap N2

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N2. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui perkembangan Rumah Betang Ensaid Panjang.

Pelaksanaan penelitian

Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawanara :
P2tam01 Kesulitan apa yang dihadapi masyarakat dalam melestarikan Rumah
Betang Ensaid Panjang ini?
N2tam01 Kalo kesulitan dalam menjaga kelestarian ataupun eksistensi Rumah
Betang Ensaid Panjang adalah ketika para generasi muda dari
kampung ini pergi mencari keja di luar. Biasanya anak muda yang
sudah menempuh pendidikan tinggi cenderung memilih kerja di luar
kampung, karena tidak ada perkejaan di kampung yang sesuai
bidangnya. Kalau seperti itu kan, nanti lama kelamaan Rumah Betang
tidak ada yang menghuni karena banyak yang memilih tinggal di luar.
Kalau zaman dahulu kan semua kampung tinggal di Rumah Betang ,
tapi karena hal-hal yang seperti yang saya katakan tadi perlahan-lahan
orang mulai meninggalkan Rumah Betang .
P2tam02 Bagaimana cara untuk mengantisipasi masyarakat agar tidak
meninggalkan Rumah Betang ini dan agar Rumah Betang Ensaid
Panjang ini tetap lestari , Pak?
N2tam02 Kalau masalah itu si kita kembalikan kepada masyarakat, aPakah ada
kesadaran untuk menjaga Rumah Betang ini atau tidak. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

Rumah Betang ini kan meruPakan aset kabupaten bahkan provinsi,


sehingga campur tangan pemerintah juga diperlukan agar Rumah
Betang ini tetap lestari. Tidak hanya itu, untuk membuat Rumah
Betang ini kan dibutuhkan bahan-bahan yang berasal dari hutan. Oleh
sebab itu, ketika masyarakat mampu menjaga kelestarian hutan adat
atau hutan desa, maka masyarakat juga dapat menjaga kelestarian
Rumah Betang dengan cara merenovasinya dengan mengambil bahan-
bahan dari hutan adat tersebut.
P2tam03 Berarti memang yang menjadi persoalan utama dalam menjaga
kelestarian Rumah Betang adalah damPak dari perkembangan zaman
ya, Pak?
N2tam03 Iya, betul. Kan pada zaman dahulu masyarakat suku Dayak se-
Kalimantan itu tinggal di Rumah Betang . Sebagai contoh Baning
Panjang. Mengapa disebut Baning Panjang?, yaitu karena dulu di
Baning itu terdapat rumah banyak rumah Panjang yang sekarang kita
kenal sebagai Rumah Betang . Sebenarnya sebutan Rumah Betang itu
adalah sebutan untuk rumah Panjang yang berasal dari bahasa Melayu.
Disebut Rumah Betang karena rumah tersebut benar-benar
membentang. Kalau aslinya Rumah Betang itu disebut rumah
Panjang, yang aRTinya rumah tersebut benar-benar memanjang atau
dalam bahasa kami disebut rumah Panjai. Bukan hanya itu,
perkembangan zaman juga membuat kebudayaan berubah. Kalo pada
zaman dahulu kan setiap daerah memiliki caranya masing-masing
dalam berpantun ataupun berlagu untuk ditampilkan pada acara gawai.
Berpantun dan berlagu pun dilakukan dengan bahasa daerah. Namun
kalo sekarang bukan itu yang ditampilkan, karena dipengaruhi oleh
adanya televisi, HP, dan lain sebagainya. Kalo sekarang yang
ditampilkan pada saat acara gawai berbeda dengan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

ditampilakan pada acara gawai pada zaman dahulu. Kalo sekarang kan
lagu-lagunya lagu hampir semua lagu modern.

Sekarang itu memang sudah banyak yang berubah bah, misalnya


hukum yang berlaku. Kalo zaman dahulu kan hukum yang berlaku di
suatu daerah dengan daerah lainnnya berbeda-beda. Hukum yang
berlaku di suatu daerah disesuaikan dengan kebudayaan daerah
tersebut. Kalo di Ensaid Panjang ini aktivitas yang berkaitan dengan
hukum masih menggunakan real.
P2tam04 Kalau boleh tau real itu apa ya, Pak?
N2tam04 Real itu adalah satuan tradisional bah. Kalau disini itu real itu
diibaratkan sebagai nilai hukum. Misalnya ada orang yang melakukan
kesalahan, untuk menebus kesalahannya ia harus membayar sekian
real. Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang dilakukan
dalam hal apa saja, bisa menyangkut sopan-santun, tata krama, rumah
tangga dan lain sebagainya.
P2tam05 Satu real itu berapa ribu rupiah ya, Pak?
N2tam05 Kalau untuk tinggkat RT 1 real= 5000, untuk tingkat dusun 1 real =
5000, untuk tingkat desa 1 real = 10.000, dan untuk tingkat
tumenggung 1 real = 15.000 atau ada juga yang 25.000. Biasanya
sebelum menjalani proses hukum adat kita milih mau penyelesaian
masalah pada tingkat wilayah tertentu (RT, dusun, desa, atau
tumenggung).
P2tam06 Bagaimana ketentuan banyaknya real yang harus dibayar ketika
melakukan kesalahan seperti mencuri dan lain sebagainya?
N2tam06 Kalau itu si bermacam-macam. Kalo hukum kecuri umumnya
dikenakan 30 real. Itu belum termasuk untuk mengganti barang yang
dicuri. Penambahan banyaknya real yang harus dibayar pelaku
pencurian ditentukan oleh parahnya tingkat pencurian yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

Selain itu, ada hukum kesupan yaitu hukum yang dikenakan kepada
orang yang melakukan kesalahan dalam hal sopan-santun. Kalo ada
orang yang dikenakan hukum kesupan karena bersalah (melanggar
sopan-santun) kepada istri, anak, suami, metua, sahabat, dan lain
sebagainya, maka orang tersebut harus membayar 20 real. Akan tetapi,
untuk hukum kesupan yang dikenakan kepada seseorang yang
melakukan kesalahan (melanggar sopan-santun) kepada Kepala
Dusun, Kepala Desa, atau Tumenggung lebih berat lagi. Adapun
banyaknya real yang dikenakan berdasarkan hukum kesupan atas
kesalahan (melanggar sopan-santun) kepada kepala dusun, kepala
desa, dan tumenggung secara berturut-turut yaitu 40 real, 80 real, dan
120 real. Sebenarnya kalo berbicara hukum, terdapat perbedaan yang
mendasar antara hukum negara dengan hukum yang berlaku di tempat
kita ini (hukum adat). Kalo di tempat kita ini, sekecil-kecilnya
kesalahan yang kita buat, tapi kalau sudah kena hukum adat, maka
pengaruhnya besar bagi kehidupan sosial kita. Selain itu, kalo
berdasarkan hukum negara tidak ada istilah mendamaikan karena pasti
ujung-ujungnya akan ditentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kalo hukum adat kita bahkan lebih bijak karena tidak menyudutkan
salah satu pihak atau menentukan siapa yang benar dan siapa yang
salah. Kalo di sini ada yang namanya hukum adat rentang. Hukum
adat rentang meruPakan hukum yang dikenakan kepada kedua belah
pihak yang bertikai supaya berdamai. Dalam hukum adat rentang yang
membayar adat adalah pengurus adat dan uang tersebut kemudian
diberikan kepada kedua belah pihak sebagai tanda kedamaian. Tidak
hanya sampai di situ, kedua belah pihak yang betikai tersebut
selanjutnya disaid atau diperingati. Ketika mereka masih mengulangi
kesalahan yang sama, maka akan dikenakan sanksi adat dua kali lipat.
Hukum adat rentang bertujuan agar tidak merugikan pihak manapun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

yang bertikai. Kan ada pepatah yang mengatakan ‘menang jadi arang,
kalah jadi abu’. Hal tersebutlah yang ingin dihindari sehingga
diberlakukan hukum adat rentang ini. Ada tiga tahap dalam hukum
adat yang diberlakukan disini, yaitu pertama dinasehati atau diajar,
kedua disaid atau diperingati, dan yang ketiga barulah dikenakan
hukum adat. Oleh sebab itu ketika ada yang melakukan kesalahan tidak
serta-merta langsung dihukum, melainkan dinasehati atau dibimbing
terlebih dahulu.
P2tam07 Baik Pak, kembali ke masalah nilai hukum (real), selain nilai-nilai real
yang sudah disebutkan tadi, apakah ada nilai-nilai real lainnya?
N2tam07 Ada hukum neraka. Hukum neraka itu seperti ini bah, misalnya saya
mencuri kemudian saya merusak segala barang2 yang ada di rumah itu
seperti membongkar pintu dan lain sebagainya.
P2tam08 Kalao untuk nilai hukum neraka itu berapa real ya Pak?
N2tam08 30 real biasanya.
P2tam09 Kalau kilap basa berapa ya, Pak?
N2tam09 Kalau hukum kilap basa tu yang paling kecil. Kilap basa itu contohnya
seperti ini, saya kan sudah punya isteri, tapi saya sering memberikan
tuak kepada isteri orang tertentu sementara saya tidak pernah
memberikan tuak kepada orang lain. Berarti kan saya ada maunya dan
seandainya suaminya tidak suka saya bisa dituntut hukum kilap basa.
P2tam10 Kalau nilai hukum untuk kilap basa itu berapa ya, Pak?
N2tam10 10 real. Akan tetapi biasanya tidak di real kan, melainkan hanya
dinasehati.
P2tam11 Kembali lagi ke satuan tradisional ya, Pak. Selain satuan real, sedepak,
sepenggenggam, masih ada satuan tradisional lainnya ndak, Pak?
N2tam11 Ya, ada sepenumpu, seperayun, serentik, sepengetuk, sebidas dan
kelingiek. Satuan sepenumpu itu biasanya untuk mengukur potongan
daging, misalnya ikan toman, atau ular. Cara mengukurnya Pakai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

telapak kaki. Kalo seperayun itu, biasanya digunakan untuk mengukur


binatang besar seperti buaya misalnya. Maksudnya seperayun itu
ketika kita duduk di atas badan binatang besar, lalu kaki kita bisa
seolah-olah berayun. Kalau serentik dan sepengetuk itu satuan yang
digunakan untuk mengukur babi biasanya. Sepengetuk (satu pengetuk)
setara dengan keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan
ukuran panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara dengan
sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Sebidas merupakan satuan
yang digunakan untuk menyatakan keliling tubuh ular. Sedangkan
satuan kelingiek itu dipakai saat kita mengukur rusa atau kijang.
Begitulah cara orang-orang pada zaman dahulu mengukur besarnya
hewan buruan ataupun hewan ternak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

Lampiran 8: Transkrip Wawancara Terhadap N3


Transkrip wawancara terhadap N3

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada


saat mewawancarai N3. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui sejarah perkembangan tenun ikat suku Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang.

Pelaksanaan penelitian I

Hari, Waktu : Jumat, 27 Maret 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawancara :

P3021 Bagaimana sejarah perkembangan tenun ikat di desa Ensaid Panjang?


Sebenarnya sebelum era 1990-an, tenun ikat seakan-akan hampir punah.
N3021
Hal tersebut dikarenakan sulitnya mencari bahan baku untuk membuat
tenun ikat. Pada saat itu, hutan yang biasa dijadikan tempat untuk
memperoleh bahan baku perlahan mulai berubah menjadi perkebunan
karet dan kelapa sawit. selain itu, pengaruh modernisasi menjadi salah
satu penyebab hampir punahnya kain tenun ikat. Banyak kaum muda yang
tidak tertarik untuk belajar menenun, karena disamping prosesnya sulit,
banyak juga kaum muda yang menganggap bahwa kain tenun ikat sudah
ndak jaman lagi untuk digunakan. Padahal sebenarnya banyak orang-
orang di luar sana yang jika melihat tenun ikat, mereka tertarik dan mau
membelinya, karena dianggap sebagai sesuatu yang khas atau unik. Pada
saat itu, pihak-pihak yang peduli dengan kelestarian tenun ikat, sehingga
melakukan berbagai upaya agar tenun ikat tetap lestari. Akan tetapi,
upaya-upaya yang coba dilakukan belum membuahkan hasil, karena
masyarakat belum membuahkan hasil karena masyarakat tidak bisa
menerima begitu saja arahan dari pihak-pihak tersebut. masyarakat
menganggap upaya pelestarian tersebut sebagai kegiatan yang memaksa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

mereka untuk hidup terbelakang. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1999
upaya tersebut menemui titik terang. Pada saat itu, beberapa lembaga
swadaya masyarakat, yaitu yayasan Kobus, yayasan dian swadaya
khatulistiwa, PRFC (People, research, and conservation foundation)
Indonesia menggalakkan program bersama yang dinamai Restorasi Tenun
Ikat Dayak. Upaya pertama yang dilakukan dalam program tersebut
adalah mendata jumlah penenun, sebaran penenun, tingkat keahlian
penenun, produktivitas penenun, dan pemasaran kain tenun. Pada saat itu,
tercatat sekitar 40-an penenun yang yang tersebar di lima desa, yaitu
Ensaid panjang, baning panjang, ransi panjang, umin, dan menaung. Dari
jumlah tersebut, terhitung hanya belasan penenun yang dianggap ahli dan
umumnya mereka telah berumur di atas 45 tahun. Produktivitas penenun
pada saat itu terbilang relatif rendah, karena kegiatan menenun pekerjaan
sampingan yang hanya dilakukan pada waktu senggang. Selain itu,
pemasaran kain tenun hampir tidak dilakukan karena memang secara
khusus tenun ikat tidak unt diperjual belikan, melainkan digunakan pada
saat upacara adat. melalui program tersebut, penenun dapat berkumpul
dan saling membagi keluh kesah yang mereka alami dalam membuat atau
melestarikan kain tenun ikat. Seiring berjalannya waktu, pertemuan-
pertemuan dilakukan secara intens, sehingga muncul ide-ide praktis yang
dapat diterapkan untuk melestarikan tenun ikat. Pada tahun 2002, para
penenun sepakat untuk berhimpun dalam Kelompok Usaha Bersama Jasa
Menenun Mandiri. Kelompok tersebut secara intensif mengadakan
pelatihan menenun kepada yang baru belajar menenun dan kepada
penenun yang ingin mengembangkan keterampilannya. Selain itu,
anggota-anggota kelompok dibekali dengan pengetahuan manjemen,
pembukuan, dan fasilitas untuk menjalankan kegiatan simpan-pinjam,
jual-beli, serta pemasaran kain tenun ikat. Dengan demikian, setiap
anggota kelompok dapat mengelola segala aktivitas yang berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

dengan manajemen produksi kain tenun secara mandiri, di tempat tinggal


masing-masing. Pada tahun 2003, kelompok tersebut berkembang
menjadi Koperasi Jasa Menenun Mandiri (JMM), yang dipimpin oleh
Sugiman Karyareja. Perlahan tapi pasti, koperasi tersebut berhasil
menghindari kepunahan kain tenun ikat di Kabupaten Sintang, karena
semakin hari jumlah anggota dari lembaga tersebut semakin bertambah,
dimana sebagian besar anggota kelompok tersebut merupakan penenun.
Saat ini, kegiatan menenun telah menjelma menjadi pekerjaan yang
menghasilkan uang bagi kaum perempuan yang menggelutinya. Koperasi
tersebut sangat membantu penenun-penenun dalam menjalankan aktivitas
menenun, tak terkecuali bagi para penenun di Ensaid panjang. selain
membantu penenun dalam melakukan pemasaran, koperasi tersebut juga
menyediakan bahan baku yang dibutuhkan penenun, terutama bahan baku
utama yaitu benang kapas. Para penenun di desa Ensaid panjang sendiri
lebih memilih membeli bahan baku di koperasi tersebut, karena memiliki
kualitas yang baik.

Transkrip wawancara terhadap N3

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada


saat mewawancarai N3. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui proses pembuatan kain tenun ikat.

Pelaksanaan penelitian II

Hari, Waktu : Jumat, 6 April 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawancara :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

P3019 Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ?


N3019 Kalau untuk prosesnya si pertama kita susun benang-benang dalam alat
yang disebut luwayan. Benang-benang tersebut kemudian dilepas dari
luwayan, lalu disusun pada tanggak kanji dan dibiarkan minimal selama
satu hari. Proses tersebut biasanya kita sebut sebagai proses
ngeluwayan. Proses kedua adalah negi, yaitu proses melipat susunan
benang sebanyak beberapa lipatan. Sebelum dilipat ujung-ujung
susunan kain harus ditenun sedikit supaya benang-benang tidak
tertindih satu sama lain. Proses ketiga adalah ngebat, yaitu proses
membuat motif dengan mengikat susunan benang pada bagian tertentu.
Dalam proses ngebat, benang-benang disusun pada alat yang disebut
tangga kebat, yang mirip tanggak kanji, namun ukurannya lebih kecil.
Proses keempat yaitu pewarnaan, yamng dilakukan dengan bahan
pewarna dengan warna tertentu. Setelah diwarnai, benang-benang
tersebut kemudian di keringkan dengan cara dijemur. Kalau sudah
kering, maka benang-benang tersebut disusun kembali pada tanggak
kanji dan dibiarkan selama minimal satu hari. Setelah itu baru kita
mulai menenun. Proses menenun itu konsepnya sama seperti kita
menganyam.
P3tam01 Kalau boleh tahu, mengapa setelah proses ngeluwayan benang-benang
disusun pada tangga kanji?
N3tam01 Benang itu kan kadang-kadang teksturnya ga teratur, kadang ada yang
ndak lurus. Jadi, tujuan membentangkan benang pada tangga kanji itu
supaya tekstur benang menjadi teratur. Sama halnya setelah proses
pencelupan, benang-benang kita bentangkan pada tangga kanji kembali.
P3028 O begitu ya bu. Kalau perhitungaan benang-benang yang digunakan itu
dilakukan pada proses yang mana ya, Bu?
N3028 Biasanya pada proses yang paling pertama, yaitu ngeluwayan. Kalau
dalam proses pembuatan tenun ikat, ada istilah sesaok dan bilangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

Sesaok itu adalah susunan 6 (enam) helai benang, sedangkan bilangan


itu adalah dua kali sesaok. Kalau dalam membuat motif itu kan
tergantung pakai bilangan berapa. Ada bilangan 40, 70 dan lain
sebagainya.
P3tam02 Kalau boleh tau bilangan 40 itu maksudnya apa ya, Bu?
N3tam02 Misalnya kalau bilangan 40 itu, artinya dalam membuat “pola dasar”
kita membutuhkan bilangan 40, dimana bilangan 40 itu sama dengan
dua kalinya sesaok. Kan kalo menenun itu ada proses negi, yaitu
melipat susunan kain sebanyak sekian lipatan. Jadi, masing-masing
hasil lipatamn nanti memuat pola dasar.
P3032 Oh begitu ya, Bu. Kalau mengukur panjang kain dilakukan pada proses
yang mana ya, Bu?

N3032 Sama, pada proses ngeluwayan juga. Jadi, kalaau waktu ngeluwayan itu
kan kita melilit benang-benang dengan lilitan tertentu. Nah, satu lilitan
benang pada luwayan tersebut, kalau dibentangkan, maka panjangnya
sama dengan dua kali lipat ukuran kain tenun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4


Transkrip wawancara terhadap N4

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N4. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang.

Pelaksanaan penelitian

Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawanara :

P4026 Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah Betang Ensaid


Panjang?

N4026 Kalau jaman duluk sih tidak ada istilah mendesain seperti itu. Rumah
Betang ini kan dibuat secara gotong royong, sehingga masyarakat bisa
saling berdiskusi tentang bentuk dari bagian-bagian Rumah Betang ini.
Jadi, masyarakat sudah tahu bentuk telok, bentuk tingkak, banyaknya
bilik, dan lain sebagainya.
P4tam01 Kalau Banyaknya Kamar Ditentukan Berdasarkan Apa Ya, Pak
N4tam01 Kalau Itu Jumlah Keluarga Sih.
P4027 Bagian-bagian Rumah Betang Ensaid ini apa saja ya pak?
N4027 Ada ruai, teluk, bilik, tingkak, sadau, dan sadau penguak.
P4tam02 Kalau sadau itu kegunaanya untuk apa ya pak?
N4tam02 Biasanya sih untuk menyimpan alat-alat pertanian setelah selesai panen,
dan biasanya untuk menyimpan segala tikar. Itulah kegunaannya.
P4tam03 Kalau sadau penguak pak?
N4tam03 Kalau sadau penguak itu biasanya untuk menyimpan perlengkapan
untuk ritual adat .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5


Transkrip wawancara terhadap N5

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui lebih dalam tentang bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang, serta
kegunaan dari masing-masing bagian tersebut .

Pelaksanaan penelitian I

Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawanara :
P5tam01 Salah satu dari bagian dari Rumah Betang kan adalah ruai ya Pak. Nah,
bisa jelaskan sedikit ndak Pak makna dari ruai ini ?
N5tam01 Sebenarnya untuk makna khususnya si ndak ada, tapi kalo dari segi
kegunaannya si ya untuk mempermudah bertamu atau untuk kumpul-
kumpul aja. Kalo telok kan untuk orang numbuk padi.
P5tam02 Kalo pagar air itu kegunaanya untuk apa ya, Pak?
N5tam02 Kalo pagar air kegunaanya untuk keamanan si
P5tam03 Kalo tingkak itu apa ya pa?
N5tam03 Tingkak itu maksudnya itu bagian dari Rumah Betang yang agak rendah
dari yang lainnya. Biasanya orang bilangnya betingkak yang kalo bahasa
indonesianya itu bertingkat (timpang).
P5tam04 Kalo bedanya bilik baruah sama bilik atauh tu apa ya, Pak ?
N5tam04 Kalo jaman dahulu ruai itu juga dibagi dua. Ada ruai atauh dan ada ruai
baruah. Ruai atauh itu juga disebut padoang . Biasanya diantara ruai atauh
dan ruai baruah disekat dengan kayu bulat yang biasanya disebut batun.
Sama halnya dengan bilik yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bilik
baruah dan bilik atauh. Bilik baruah itu adalah bilik yang pertama kali kita
pijakan waktu masuk. Sedangkan bilik atauh itu bilik setelah bilik baruah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

Setelah bilik baruah dan bilik atauh, masuk kedalam lagi barulah ketemu
yang disebut tingkak. Tingkak tadi yang agak rendah dari bilik.

Transkrip wawancara terhadap N5

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk alasan
mengapa kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum perempuan.

Pelaksanaan penelitian II

Hari, Waktu : Senin, 6 April 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawancara :

P5tam05 Selamat siang Pak, maaf mengganggu waktunya. Saya ingin bertanya
terkait kegiatan menenun . Mengapa kegiatan menenun hanya boleh
ditekuni oleh kaum wanita?
N5tam05 Alasan kegiatan menenun hanya hanya boleh dilakukan oleh kaum
perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan masyarakat, ketika kaum pria melakukan kegiatan
menenun, maka kekuatan fisik pria tersebut menjadi seperti perempuan
sehingga tidak mampu bertarung dan akan menjadi korban dari tradisi
ngayau. Pada zaman dahulu, menyentuh atau memegang peralatan
menenun pun dilarang bagi para pria. Jika ada yang nekat memegang,
maka pria tersebut akan mengalami kesialan, seperti menjadi korban dari
tradisi ngayau tadi. Oleh sebab itu, hingga sekarang kaum lelaki di desa
ini tidak ada yang berani menenun, meskipun kegiatan ngayau sudah
tidak ada lagi.
P5tam06 Maaf Pak, mungkin bisa dijelaskan sedikit tentang tradisi ngayau itu
seperti apa ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162

N5tam06 Pada intinya ngayau merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu


kepala antar suku Dayak. Pada zaman dahulu ada istilah anak umbung
atau bahasa indonesianya anak perempuan yang dipingit. Istilah anak
umbung muncul karena pada zaman dahulu anak gadis suku Dayak yang
dipingit harus tinggal di lumbung padi. Bagi kaum pria yang hendak
meminang gadis tersebut wajib melakukan tradisi ngayau atau berburu
kepala manusia di kampung-kampung suku Dayak lainnya. Banyaknya
kepala ditentukan oleh anak umbung yang hendak dipinang oleh sang
pria. Jika anak umbung meminta tiga kepala manusia, maka sang pria
wajib mendapatkan tiga kepala manusia. Jika tak ada satu pun pria yang
mampu memenuhi keinginan anak umbung, maka anak umbung tersebut
akan menjadi naga atau dalam bahasa Dayak disebut nabau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163

Lampiran 11: Transkrip Wawancara Terhadap N6


Transkrip wawancara terhadap N5

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk alasan
mengapa kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum perempuan.

Pelaksanaan penelitian II

Hari, Waktu : Senin, 6 April 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawancara :

P5tam05 Selamat siang Pak, maaf mengganggu waktunya. Saya ingin bertanya
terkait kegiatan menenun . Mengapa kegiatan menenun hanya boleh
ditekuni oleh kaum wanita?
N5tam05 Alasan kegiatan menenun hanya hanya boleh dilakukan oleh kaum
perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan masyarakat, ketika kaum pria melakukan kegiatan
menenun, maka kekuatan fisik pria tersebut menjadi seperti perempuan
sehingga tidak mampu bertarung dan akan menjadi korban dari tradisi
ngayau. Pada zaman dahulu, menyentuh atau memegang peralatan
menenun pun dilarang bagi para pria. Jika ada yang nekat memegang,
maka pria tersebut akan mengalami kesialan, seperti menjadi korban dari
tradisi ngayau tadi. Oleh sebab itu, hingga sekarang kaum lelaki di desa
ini tidak ada yang berani menenun, meskipun kegiatan ngayau sudah
tidak ada lagi.
P5tam06 Maaf Pak, mungkin bisa dijelaskan sedikit tentang tradisi ngayau itu
seperti apa ?
N5tam06 Pada intinya ngayau merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu
kepala antar suku Dayak. Pada zaman dahulu ada istilah anak umbung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

atau bahasa indonesianya anak perempuan yang dipingit. Istilah anak


umbung muncul karena pada zaman dahulu anak gadis suku Dayak yang
dipingit harus tinggal di lumbung padi. Bagi kaum pria yang hendak
meminang gadis tersebut wajib melakukan tradisi ngayau atau berburu
kepala manusia di kampung-kampung suku Dayak lainnya. Banyaknya
kepala ditentukan oleh anak umbung yang hendak dipinang oleh sang
pria. Jika anak umbung meminta tiga kepala manusia, maka sang pria
wajib mendapatkan tiga kepala manusia. Jika tak ada satu pun pria yang
mampu memenuhi keinginan anak umbung, maka anak umbung tersebut
akan menjadi naga atau dalam bahasa Dayak disebut nabau.

Transkrip wawancara terhadap N6

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada


saat mewawancarai N6. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui perbandingan bahan pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain tenun
ikat.

Pelaksanaan penelitian II

Hari, Waktu : Rabu, 15 April 2020

Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang

Hasil Wawancara :
P6034 Kalau bahan-bahan yang digunakan pada proses pencelupan itu,
perbandingannya bagaimana ya, Bu?
N6034 Kalau untuk penggunaan bahan-bahan pada proses pencelupan si
tergantung dari kain jenis kain yang dibuat. Kalau seperti kain kebat
atau syal perbandingan bahannya 5 sampai 6 sendok Naptol (komponen
dasar warna), 3 sendok naptol (garam naptol), 1/3 sendok TRO, dan 1,
5 sendok soda api. Kalau untuk kain kumbuk penggunaan bahan-bahan
pewarna tersebut bisa dua kali lipat, kira-kira 1,5 Naptol (komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

165

dasar warna), 5 sendok naptol (garam naptol), 1,5 sendok TRO, dan 2
sendok soda api.
P6tam09 Kalau perbandingan bahan pewarna untuk membuat selendang
bagaimana Bu?
N6tam09 Kalau selendang bisa pakai perbandingan seperti pada pewarnaan kain
kebat atau syal. Sebenarnya pakai perbandingan seperti pada pewarnaan
kain kumbuk juga bisa, namun tentu saja kita akan rugi karena
menggunakan bahan-bahan pewarna yang banyak. Intinya, pada proses
pewarnaan kita harus bisa menggunakan bahan-bahan pewarna secara
efektif. Misalnya kalau saya mewarnai kain dengan perbandingan
bahan pewarna tadi, sekalian saja mewarnai selendang yang kebetulan
warnanya sama. Dengan demikian, penggunaan bahan-bahan pewarna
menjadi efektif karena tidak ada yang bersisa, sehingga tidak
mengalami kerugian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

166

Lampiran12: Transkrip Wawancara Terhadap N7


Transkrip wawancara terhadap N7

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N7. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan budaya masyarakat suku Dayak Desa di Desa
Ensaid Panjang.

Pelaksanaan penelitian I

Hari, Waktu : Kamis, 28 Mei 2020

Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)

Hasil Wawancara :
P7tam01 Apa yang dimaksud dengan bekana?
N7tam01 Kana merupakan salah satu kesenian masyarakat Dayak Desa yang
bersifat semireligius. Di dalamnya terkandung unsur kesakralan, pujian
dan hiburan. Syair-syair dalam Kana ini tergantung pada kisah saat
dilantunkan. Ada kisah tentang kehidupan muda mudi, kehidupan sehari-
hari dan sebagainya. Syair ini berisi pujian, kritik, sanjungan dan cercaan
pada sesuatu, namun tidak kentara karena diungkapkan dalam bentuk
sindiran-sindiran halus dengan tujuan agar orang yang dituju tidak malu
dan dapat merobah sikapnya. Kana menjadi religius ketika ditampilkan
dalam upacara-upacara adat dan berfungsi sebagai sarana untuk
berhubungan dengan arwah para leluhur, para dewata dan manusia-
manusia buah Kana yang menurut kepercayaan masyarakat sangat arif
dan bijaksana.
P7tam02 Kalo boleh tau kana ini ditampilkan saat kapan aja ya, Bang?
N7tam02 Itu biasa pada saat gawai paling sering ditampilkan.
P7tam03 Berarti kalau misalkan kita melakukan kesalahan, bisa jadi kita di sindir
dengan bekana waktu gawai ya, Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

167

N7tam03 Iya karena kan kita mengerti arti dari syair itu. Itu biar kita bisa
memperbaiki kesalahan kita yang disindir tadi.
P7tam04 Bahasa Dayak Desa' itu ada tingkatan bahasanya ndak si?. Maksudnya
cara kita ngomong sama teman beda dengan waktu kita ngomong sama
orang tua?
N7tam04 Kalau tingkat sih ndak ada, tapi setiap bahasa pastinya beda cara kita
ngomong sama teman dengan ngomong sama orang tua
P7tam05 Contohnya gmana Bang?. Kalo kami kan sebutan 'kamu' untuk teman
sama ortu beda. Kalo utuk teman mieh/meh, kalau untuk orang tua nuan
N7tam05 Sama kok. Trus kalau untuk teman cwe diek/dik kalau orang tua yang
cewe nuan juga
P7tam06 Berrti nuan itu cewek/cowok sama juga ya, Bang?
N7tam06 Iya.
P7tam07 Oh iya, Bang. Abang tau ritual begelak ndak, Bang?
N7tam07 Tau kok, dia kaya sesajen gitu buat persembahan ke Petara
P7tam08 Nah bisa jelasin sedikit ndak, Bang prosesinya gmana?
N7tam08 Jadi itu buat tempat buat nyimpan persembahan dulu pake bambu gitu trus
persembahannya itu dimasak tapi ngga boleh dirasain nah sisa makanan
yang dimasak tadi itu boleh dimakan kalau Pegelak itu udah dikasiin gitu
lah. Nah ritual itu supaya Petara/Tuhan bisa melindungi apa yang kita
minta. Contohnya sebelum Bangun rumah
P7tam09 Nah itu persembahanya ditaro dimana ya, Bang?. Selain itu, maksudnya
sisa makanan itu gimana?
N7tam09 Biasanya sih ditaro di kerangka rumah, tapi kalau belum jadi biasanya di
tiang pertama. Nah sisa masakan itu boleh dimakan kalau acara
Pegelaknya itu udah selesai.
P7tam09 Pada saat ritual begelak itu ada “baca-bacanya” ndak, Bang?. Selain itu,
ritual begelak biasanya dipimpin oleh siapa ya, Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

168

N7tam09 Iya dong pastinya di “baca-baca”. Kalau untuk yang mimpin biasanya sih
tetua yang mengerti dan yang udah dipercaya di situlah, ketua adat pun
bisa.
P7tam10 Oh iya, Bang. Itu persembahannya dibiarkan berapa lama di kerangka
rumah/tiang pertama?.
N7tam10 Ya selamanya. Di tiang pertama kalau kerangka belum jadi, tapi kalau
kerangka udah jadi pasti ditaro di kerangka atas pastinya
P7tam11 Kerangka atas maksudnya di atas plafon kah Bang?
N7tam11 Iya.
P7tam12 Berarti persembahan itu terdiri dari benda2 yang bisa dmakan atau ndak
bisa ya, Bang. Abis Pegelak selesai, makanan yang sebelumnya djadikan
persembahan bisa dimakan sedangkan selain makanan dibiarkan aja
sampai selamanya. Gitu ndak, Bang?.
N7tam12 Yang bisa dimakan semua kecuali wadahnya. Dan yang udah ditaro
diwadahnya itu tidak boleh dimakan, yang dimakan hanya yang lebih.
P7tam13 Ini wadah yang terbuat dari bambu ini umtuk menyimpan persembaham
selamanya atau cuma umtuk membawa persembahan ke rumah atau tiang
pertama tadi.
N7tam13 Ya. Buat nyimpan selamanya
P7tam14 Pegelak sama begelak bedanya apa Bang?
N7tam14 Pegelak tu sesajinya, begelak itu prosesinya.
P7tam15 Kembali lagi ke topik tentang bekana, kalo pas bekana itu pake bahasa
halus kah?
N7tam15 Iya pastinya.
P7tam16 Biasanya tempat pusat acara gawai di kampung abang memang Rumah
Betang , Bang?
N7tam16 Ya, kalau gawai sama-sama dan ada pesta besar-besaran pasti pentas
acaranya di Rumah Betang .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

169

Transkrip wawancara terhadap N7

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N7. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat Dayak Desa di Desa Ensaid
Panjang dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan penelitian II

Hari, Waktu : Sabtu, 29 Mei 2020

Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)

Hasil Wawancara :
P7013 Bang, peralatam tradisional (alat berburu, penebang senjata, dll) di
Betang atau di Ensaid Panjang apa2 jak bang?

N7013 Ndak tau aku kalau itu karena sekarang udah banyak yg disita kepolisian.
Kalau penanak arak malah ndak pernah liat kalau di Ensaid

P7tam17 Berarti arak itu ilegal ya,?


N7tam17 Iya ilegal
P7tam18 Kalo seperti kapak, parang, beliung ada pasti ya, Bang
N7tam18 Kapak sama parang aja yg ada, beliung ndak pernah liatnya lagi
P7tam19 Oh ya, Bang. Berarti berburu udah ndak boleh ya, Bang?
N7tam19 Iya Ndak boleh lagi
P7tam20 Kalo tombak untuk nangkap ikan ada ndak Bang?
N7tam20 Wah Ndak pernah liat lagi aku kalau itu, tapi mungkin masih ada
P7tam21 Kalo berburu ikan masih boleh nda Bang?
N7tam21 Boleh, tapi kalau pake tombak itu biasa dipake pas nuba. Sedangkan
sekarang nuba udah dilarang di Ensaid

P7tam22 Kalo arak kan ilegal, kalo tuak gmana bang?


N7tam22 Kalau tuak kan munculnya hanya ada saat gawai jadi legal aku rasa
P7tam23 Oh iya, Bang, kalo d Ensaid atau di Rumah Betang nya perayaan
gawainya seperti apa ya, Bang,?. Kalau d kampung kami tu kan ada
istilahnya pangel atau main ke rumah2 untuk silahturahmi .
N7tam23 Kalau kami ndak tau aku apa namanya cuma silahturahmi itu pasti tapi
ndak tau apa namanya
P7012 Kalo di Rumah Betang Ensaid atau desa Ensaid panjag tu sistem
oraganisasi sosialnya bagaimana ya?. Kalo pada umumnya kan dibentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

170

RT, RW, dusum, atau desa, dan masing2 wilayah tersebut dikepalai oleh
seseorang. Namum kalo kita orang Dayak kan ada selain Kepala RT,RW,
Kepala Dusun, ditambah ketua adat, dewan adat , dan lain sebagainya.
Nah kalo di Betang atau Desa Ensaid sendiri gimana bang?
N7012 Pemerintah desa ada lebih ke arah desa, dewan adat juga ada dikepalai
ketua adat yg ngatur adat istiadat disitu. Sama-sama ada lah intinya
P7tam24 Kalo ketua adat itu per dusun atau per desa ya, Bang?
N7tam24 Desa. kalau dusun itu ngga tau gimana. Tapi yg aku tau per desa
P7tam25 Yang diurus oleh dewan adat atau ketua adat trsebut menyangkut apa aja
bang
N7tam25 Ya kalau ada pelanggaran sosial yg dilakukan masyarakat desa sih sama
kalau ada konflik sesama masyarakat desa atau sama masyarakat desa
lain
P7tam26 Bedurok itu apa ya, Bang?
N7tam26 Gotong royong, saling membantu
P7tam27 Biasanya dalam hal apa ya, Bang?. Berladang gitu atau bagaimana?
N7tam27 Iya beladang
P7tam28 Kan salah satu kesenian di Betang atau d Ensaid tu kan bekana ya, Bang..
Selain bekana ada kesenian lain ndak bang?, Misalnya tarian, seni patung,
seni musik kek sape misalnya, dan lain-lain.
N7tam28 Ndak tau pasti karena sekarang benar-benar sudah ndak ada selain bekana
dan tari sambut tamu.
P7tam29 Kalo tari nyambut tamu itu bisa dijelaskan sedikit ndak Bang, seperti
apa?
N7tam29 Ya tari nyambut tamu memang sesuai namanya. Hanya untuk menyambut
tamu dalam kelompok besar
P7tam30 Tamu yang terdiri dalam kelompok besar itu, maksudnya bagaimana ya,
Bang?

N7tam30 Bupati atau tamu luar negeri atau pemerintah daerah lah
P7tam31 Kalo proses panen padi di kampung abang pake alat apa namanya, Bang?.
Terima kasih
N7tam31 Penganyi
P7tam32 Penganyi itu bentuknya seperti pisau gitu ya, Bang?. Kalo alat untuk
numbuk padi itu namanya apa ya, Bang
N7tam32 Bukan pisau, ya alat panen kecil ditaro di sela-sela jari
Kalau alat untuk menumbuk padi, wadahnya lesung, kalau untuk
numbuknya alu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

171

Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8


Transkrip wawancara terhadap N8

Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N8. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui proses pewarnaan (menggunakan pewarna sintetis) pada pembuatan kain
tenun ikat.

Pelaksanaan penelitian

Hari, Waktu : Kamis, 28 Mei 2020

Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)

Hasil Wawancara :
P8034 Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan bahan pewarna
yang digunakan untuk membuat masing-masing jenis kain tenun ikat?
N8034 Kalau saya biasanya untuk masing-masing bahan pewarna jumlah
takarannya sama. Sebenarnya tidak ada takaran khusus untuk masing-
masing bahan pewarna. Setiap penenun memiliki takaran bahan pewarna
masing-masing.
P8tam01 Kalau untuk proses pewarnaannya bagaimana ya, kak?
N8tam01 Langkah pertama zat warna naptol dan soda api dilarutkan menggunakan
air panas. Sebelum mencelupkan benang pada larutan tersebut, benang
dicelupkan larutan TRO (Turkish Red Oil) terlebih dahulu, kemudian
ditiriskan. Setelah itu, celupkan benang tersebut pada larutan zat warna
yang telah diampur soda api selama 30 menit. Sembari menunggu,
larutkan garam naptol menggunakan air dingin. Benang yang sudah
dicelupkan ke dalam larutan zat warna naptol dan soda api selama 30
menit ke dalam larutan garam naptol, kemudian dicuci hingga bersih.
Proses tersebut bisa diulangi beberapa kali sampai dihasilkan tingkat
kecerahan warna yang diinginkan.
P8tam02 Kalau garam naptol itu apa ya, Kak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

172

N8tam02 jadi, zat warna naptol itu terdiri dari dua komponen , yaitu komponen
dasar dan garam naptol. Kalau garam naptol itu fungsinya untuk
pembangkit warna
P8tam03 Apa fungsi TRO (Turkish Red Oil) dan soda api pada proses pewarnaan
benang?
N8tam03 kalo TRO (Turkish Red Oil) itu untuk pembasah kain agar serat kain
terbuka, sehingga zat warna bisa diserap dengan baik. sedangkan soda
api digunakan unuk penahan warna, sehingga warna tidak mudah luntur.

Anda mungkin juga menyukai