Anda di halaman 1dari 12

Nama : Santi Wirda

Nim : 20700121089

Kelas : PMAT C

TUGAS ETNOMATEMATIKA “MENGKAJI SATU ARTIKEL YANG


TERDAPAT PADA ETHNOMATHEMATICS JOURNAL, PADA LINK
https://journal.uny.ac ”

EKSPLORASI KEGIATAN MENENUN DI


PULAU TIMOR UNTUK PEMBELAJARAN
JUDUL MATEMATIKA

• Tujuan penelitian : untuk mengkaji hasil dari


eksplorasi konsep matematika yang ada dan
dipraktekkan dalam masyarakat ini.
• Penelitian ini adalah penelitian eksplorasi
deskriptif dengan pendekatan kualitatif etnografi.
Data dikumpulkan pada Maret 2022 melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Beberapa
masyarakat adat dari Desa Merbaun, Timor Barat,
di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia,
ISI PADA ABSTAK
menjadi peserta dalam penelitian ini
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
beberapa karakteristik etnomatematika dalam
kegiatan menenun masyarakat Amarasi Barat:
berhitung, menemukan, mengukur, merancang,
menjelaskan, penggunaan logika implikasi, dan
memperkirakan. Ditemukan pula konsep
matematika dan cara berpikir seperti konsep
perkalian sebagai penjumlahan berulang, paralel
garis lurus, bentuk geometris, refleksi, rotasi,
ukuran dan satuan, serta implikasi logis.
• Matematika ada dan berperan penting dalam
berbagai aktivitas dalam kehidupan manusia
seperti menghitung, mengukur,transaksi keuangan
,prediksi cuaca,pengambilan keputusan.
kecerdasan buatan, dan banyak kegiatan lainnya.
Matematika juga dapat ditemukan dalam
pembangunan rumah adat di banyak daerah, motif
kain tenun tradisional, permainan tradisional, dan
sistem kehidupan masyarakat budaya tertentu
• Secara umum, etnomatematika dapat dilihat
sebagai matematika yang dipraktikkan dalam
kebiasaan hidup masyarakat seperti berkebun,
bermain, berpakaian, dan sebagainya (Muhtadi et

ISI PADA al., 2017; Weldeana, 2016). Sedangkan dalam

PENDAHULUAN konteks budaya lokal suatu masyarakat tertentu,


etnomatematika dapat dilihat sebagai praktik
matematika dalam budaya masyarakat setempat,
seperti dalam ritual adat, rumah adat, kain tenun
tradisional, dan kegiatan budaya lainnya
• Salah satu masyarakat budaya yang ada di Provinsi
ini adalah masyarakat Amarasi Barat. Terletak di
ujung barat Pulau Timor, di mana sebagian besar
masyarakat di sini adalah pedagang, petani, dan
nelayan, masyarakat ini memiliki nilai-nilai
budaya yang menjadi ciri khasnya. Nilai-nilai
tersebut terkandung dalam praktik kehidupan
sosial, termasuk kegiatan menenun.
• Kecenderungan untuk menggambarkan
matematika sebagai sesuatu yang bebas dari
aktivitas manusia sehari-hari masih terjadi.
Akibatnya, pembelajaran matematika di sekolah
juga didominasi oleh gaya mengajar prosedural
dan algoritmik. Lebih lanjut, hal itu menyebabkan
matematika cenderung dipandang sulit, abstrak,
dan jauh dari konteks kehidupan sehari-hari
(Pathuddin et al., 2021). Fakta-fakta ini
menyebabkan pemahaman konseptual yang
rendah, kurangnya kemampuan pemecahan
masalah, dan siswa yang buruk belajar Eksplorasi
etnomatematis budaya dalam masyarakat ini
sangat minim, sehingga tidak mengherankan jika
pemahaman guru telah muncul seperti yang
dijelaskan.
• Tenun merupakan kegiatan budaya sederhana
masyarakat Amarasi Barat dan lekat erat dengan
kehidupan sehari-hari. Sebagian besar orang tua
menenun, sedangkan anak-anak membantu proses
menenun. Sehingga eksplorasi etnomatematika
dalam kegiatan menenun masyarakat ini menjadi
pilihan terbaik sebagai langkah awal dalam
menggali budaya masyarakat lokal dalam konteks
yang lebih luas
• Penelitian sebelumnya terkait eksplorasi
etnomatematika dalam berbagai konteks budaya
lokal di Indonesia (Alvian et al., 2021; Prahmana,
2020; Risdiyanti & Prahmana, 2018; Yudianto et
al., 2020), khususnya dalam konteks budaya lokal
di Nusa Tenggara Timur (Dominikus, 2018;
Dominikus et al., 2020; Maima et al., 2021; Talan
et al., 2021) telah dimulai. Namun, penelitian yang
ada masih terbatas pada bidang-bidang tertentu.
Belum komprehensif untuk konteks budaya,
termasuk kegiatan menenun, khususnya bagi
masyarakat lokal di wilayah Timor Barat—tempat
pusat pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penelitian
terkait eksplorasi etnomatematika dalam kegiatan
tenun masyarakat Amarasi Barat ini dilakukan.

• Metode yang digunakan dalam penelitian ini


ISI PADA METODE adalah kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Maret 2022 di Desa Merbaun, Kecamatan
Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur Provinsi, Indonesia.
• Subjek dalam penelitian ini dipilih secara
purposive dengan mempertimbangkan
pengetahuan dan keterampilan mereka tentang
kegiatan menenun Masyarakat Amarasi Barat.
Fokus penelitian ini adalah eksplorasi
etnomatematika dalam kegiatan tenun masyarakat
Amarasi Barat.
• Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui
observasi dan wawancara dengan subjek
penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap
kegiatan tenun masyarakat Amarasi Barat yang
meliputi beberapa aspek dan tahapan sebagai fokus
pengamatan.
Fokus pengamatan terkait dengan alat dan
perlengkapan tenun, pemilihan dan penentuan
motif tenun, estimasi waktu tenun, proses tenun,
pemanfaatan dan penjualan kain tenun.
• Sementara itu, wawancara dilakukan terhadap
subjek penelitian yang dipilih secara purposive.
Subjek yang diwawancarai adalah penduduk asli
Amarasi Barat yang melakukan kegiatan menenun
secara teratur.
• Setelah data dikumpulkan melalui observasi dan
wawancara, kemudian data tersebut ditabulasi
untuk menemukan berbagai aspek etnomatematika
berdasarkan karakteristik etnomatematika Bishop
seperti counting, locating, measuring, designing,
playing, explaining
Kegiatan menenun masyarakat Amarasi Barat sudah
dilakukan sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Proses menenun masyarakat Amarasi Barat secara
umum terdiri dari beberapa tahapan yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.
ISI PADA HASIL 1. Gulung Benang ("Taun Abas atau Naun abas")
PEMBAHASAN Benang digunakan sebagai bahan utama dalam
kegiatan menenun masyarakat Amarasi Barat
untuk menghasilkan produk budaya berupa
kain tenun. Dalam proses ini, benang pertama
kali dibentuk menjadi putaran atau bola kecil
seperti bisbol seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Ini proses oleh masyarakat
setempat disebut "Taun Abas" atau "Naun
Abas" atau proses menggulung benang. Dalam
proses ini, penenun juga menghasilkan 2
gulungan benang dari 1 kepala benang.

Gambar 1. Bentuk benang menjadi bola-bola


kecil

2. Uraikan ("lolo benang") dan kumpulkan


benang untuk membentuk motif
Setelah menggulung benang atau proses "Taun
Abas", kegiatan selanjutnya adalah mengurai
benang atau "lolo benang" yang dilakukan di
alat tenun besar atau "roki ko'u" menggunakan
empat batang. Empat batang digunakan untuk
tujuan bergantian. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan proses pengikatan. Tongkat atas
adalah untuk menunjukkan jari-jari sedangkan
tongkat bawah adalah untuk menunjukkan
pembuluh darah. Setelah itu, benang
dikumpulkan atau disatukan untuk
membentuk motif tertentu. Setiap motif
memiliki batas untaiannya sendiri. Misalnya,
motif Kret Tun Maka'i Pan Bua Ana mencapai
tiga puluh tujuh jari setelah disatukan. Proses
ini dilakukan dalam alat tenun besar (Roki
Ko'u). Setelah disatukan, dipindahkan ke alat
tenun kecil (Roki Ana) dengan tujuan
mengikatnya dengan bentuk motif.
3. Proses Pengikatan ("Fut")
Proses pengikatan untuk membentuk motif
(Gambar 2) dilakukan dalam alat tenun kecil
(roki ana). Dulunya, proses ini menggunakan
tali Gewang (tanaman palem dengan nama
ilmiah Corypha Utan). Tali Gewang ini
disebut "khufa" oleh masyarakat setempat.
Keuntungan menggunakan kufah adalah akan
mempengaruhi warna benang. Namun saat ini,
benang dapat diikat sesuai dengan motif
menggunakan rafia (fut kabas). Proses
penjilidan dilakukan dengan proses top-down
untuk membentuk susunan/bentuk yang
teratur sesuai dengan motifnya.

Gambar 2. Proses penjilidan dalam alat tenun kecil


sesuai dengan motif tertentu

4. Proses Peminyakan ("Ta'fenu")


Proses ini dilakukan dengan menggunakan
kemiri dan daun lainnya. Proses ini dilakukan
selama sekitar dua minggu. Minggu pertama
berendam dengan campuran kemiri, daun
hancur, dan air. Ini dilakukan setiap pagi dan
sore dan harus dikupas agar merata hingga
ikatan terkecil. Kemudian pada minggu kedua
dijemur dan juga embun. Proses ini akan
memperkuat warna atau warna tidak akan
cepat pudar. Sehingga bisa bertahan bertahun-
tahun dan warnanya menjadi lebih terang.
5. Proses Pewarnaan
Setelah proses peminyakan, dilanjutkan
dengan proses pewarnaan. Seluruh benang
diwarnai dengan warna merah bata-warna
yang paling banyak digunakan selain yang lain
seperti merah muda, biru, hijau dan hitam-
sehingga tetap menjadi bagian dari benang
yang dibatasi dengan warna putih / asli yang
membentuk motif. Proses pewarnaan ini
menggunakan kulit akar mengkudu (Gambar
3a) dan kulit pohon dari Pulau Alor yaitu
"Noba" atau "Loba". Pewarna merah bata
untuk satu kepala ini membutuhkan satu
karung kecil kulit akar mengkudu dan sekitar
tiga gelas air mineral Loba (karena berbentuk
bubuk). Proses pewarnaan dilakukan dengan
menumbuk kulit akar mengkudu bersama
dengan Loba sesuai dengan jumlah kepala.
Kemudian campur dengan air secukupnya dan
rendam benang. Proses ini dilakukan selama
kurang lebih dua malam, dengan syarat setiap
pagi dan sore harus dikupas. Setelah dua
malam, ambil benang dan keringkan (Gambar
3b). Setelah kering, masukkan kembali ke
dalam air dan keringkan kembali. Proses ini
diulang sampai air habis. Setelah itu, buat
campuran lagi dan ulangi prosesnya sampai
kulit akar mengkudu dan Loba habis.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Kulit akar mengkudu; (b) Proses


pengeringan benang setelah pewarnaan dengan warna
merah bata

6. Lepaskan benang yang diikat ("sef futus") dan


urai benang ("lolo benang")
Setelah proses pewarnaan, 6 tis dilanjutkan
dengan melepaskan benang yang diikat.
Kemudian dilanjutkan dengan mengurai
benang (lolo) kembali dalam roki ko'u sesuai
dengan pola dan warna yang ditentukan
(Gambar 4). Untuk Amarasi Barat dan
terutama Uim Ne'e memiliki lima nuansa
warna. Kelima warna tersebut adalah merah,
pink, biru, hijau dan hitam. Dalam proses ini,
ikatan yang terbentuk Motif dibuka dan
benang kemudian diurai dan dikencangkan
kembali agar bunga atau motif yang dihasilkan
tidak berantakan. Proses ini dilanjutkan
dengan proses nanisa, yaitu menempatkan
tongkat kecil di tengah untuk meluruskan
benang agar motifnya lurus dan seimbang.

Gambar 4. Penguraian benang (lolo benang) di roki


ko'u setelah pewarnaan

7. Menganyam
Dalam proses ini tujuannya adalah untuk
mengencangkan atau memadatkan benang
untuk membuat kain. Ada benang tambahan
dalam proses menenun yang disebut afat atau
sahuk (Gambar 5a). Afat atau sahuk harus
berwarna merah bata agar sesuai dengan warna
dasar. Afat ini tidak akan mempengaruhi
warna putih benang karena ada dua batang
yang berfungsi sebagai pemisah. Pada
dasarnya, cara membuat selendang atau sarung
adalah sama (Gambar 5b). Hanya saja ada
beberapa proses yang ditambahkan, seperti
menjahit untuk menyambung kain atau ada
lotis yang merupakan bagian tambahan yang
berfungsi untuk menambah motif. Lotis
menggunakan warna hitam dan putih
(terutama untuk Uim Ne'e).

(a) (b)
Gambar 5. (a) Kegiatan menenun; (b) Kegiatan
menenun dan banyak bagian dari alat tenun
Aspek Etnomatematika dalam Kegiatan Tenun
Masyarakat Amarasi Barat
1. Menghitung
Berhitung adalah karakteristik
etnomatematika yang terkait dengan praktik
berhitung di masyarakat tertentu. Praktik
berhitung juga berkaitan dengan alat, simbol,
bahasa, dan sistem angka yang digunakan
selama ribuan tahun dalam berbagai bentuk.
Dalam kegiatan menenun masyarakat Amarasi
Barat, karakteristik etnomatematika yang
berkaitan dengan kegiatan berhitung dapat
ditemukan pada kegiatan menggulung benang.
2. Merancang Karakteristik desain dapat
ditemukan dalam proses merancang bentuk
masing-masing motif. Dalam hal ini para
penenun membentuk motif tertentu mulai dari
proses pengikatan benang hingga proses
menenun sehingga terbentuk motif yang utuh
sesuai dengan gambar motif yang telah
disiapkan. Motif yang terbentuk sebagian
besar berupa bentuk geometris berbasis
budaya yang menggambarkan kehidupan dan
alam di Amarasi Barat. Beberapa motif yang
dimaksud antara lain: (1) motif panbua ana
yang berarti peti kecil atau peti mati kecil
berarti kerangka sikap, perasaan dan peristiwa
manusia dalam masyarakat; (2) motif korkase
menggambarkan lambang Negara Republik
Indonesia, yaitu Garuda. Tetapi pada masa
pemerintahan kerajaan, motif dengan kepala
tertunduk ini berarti bahwa setiap pemimpin
harus bersatu dengan masyarakat kecil; (3)
motif kai ne'e mengandung makna Enam
simbol environmentalisme yang berarti bahwa
meskipun mereka terpisah dalam pekerjaan,
mereka harus tetap mengingat kebersamaan
dalam persaudaraan; (4) motif kaimanfafa
memiliki makna bergandengan tangan yang
berarti bahwa dalam menjalankan hidup kita
tidak bisa berjalan sendiri, kita akan selalu
membutuhkan orang lain; Dan ada beberapa
motif lainnya.
(a) (b)
Gambar 7. (a) bentuk geometris dalam motif kai ne'e;
(b) konsep refleksi dalam motif Korkase

3. Menjelaskan
Menjelaskan berkaitan dengan berbagai aspek
kognitif masyarakat dalam mempertanyakan,
mengkonseptualisasikan, dan menjelaskan
fenomena lingkungan dalam argumen yang
jelas, sistematis, dan logis. Dalam kaitannya
dengan penelitian, perhatian diberikan pada
konektivitas logis dalam bahasa yang
memungkinkan proposisi untuk digabungkan,
bertentangan, diperluas, dibatasi, diuraikan,
dan sebagainya. Dalam kegiatan menenun
masyarakat Amarasi Barat, karakteristik
etnomatematika yang dikaitkan dengan
penjelasan dapat dilihat dari bagaimana para
penenun mampu menjelaskan dengan sangat
baik, jelas, dan sistematis proses menenun
yang dilakukan dari awal hingga akhir. Selain
itu, dalil-dalil yang dicantumkan para penenun
dalam setiap jawaban, termasuk penjelasan
makna dan filosofi masing-masing motif,
menunjukkan bahwa masyarakat Amarasi
Barat mengetahui dan memahami dengan baik
kegiatan menenun yang mereka lakukan. Hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat Amarasi
Barat memiliki cara berpikir yang sesuai
dengan karakteristik berpikir matematis yang
teratur, terstruktur, dan logis.
4. Gunakan logika implikasi
Dalam kegiatan menenun masyarakat Amarasi
Barat juga ditemukan karakteristik
etnomatematika yang tidak disebutkan Uskup
(1988). Dalam kegiatan menenun masyarakat
Amarasi Barat, ditemukan penggunaan logika
implikasi. Penenun menggunakan kalimat
implikasi ketika memperkirakan waktu
pemrosesan motif kain tertentu. Simak petikan
wawancaranya berikut ini.
5. Memperkirakan Dalam kegiatan menenun
masyarakat Amarasi Barat juga ditemukan
karakteristik etnomatematika lainnya, yaitu
aktivitas penenun dalam memperkirakan
ukuran kain, dosis loba, dan lamanya waktu
untuk beberapa tahap menenun. Dalam proses
penggulungan benang, penenun menyatakan
bahwa benang pertama kali dibentuk menjadi
bola-bola kecil dengan ukuran maksimal
seperti bola baseball. Ini menunjukkan bahwa
penenun memperkirakan ukuran gulungan
benang bulat dengan diameter bola bisbol.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan
bahwa dalam kegiatan menenun masyarakat Amarasi
Barat diidentifikasi berbagai karakteristik
etnomatematika. Karakteristik etnomatematika juga
menunjukkan keberadaan dan pengamalan
matematika dalam konteks kehidupan sosial budaya
masyarakat Amarasi Barat. Selanjutnya, konsep
matematika, bentuk geometris, dan karakteristik
berpikir matematis juga ditemukan dalam kegiatan
menenun masyarakat Amarasi Barat.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
menenun masyarakat Amarasi Barat diidentifikasi
berbagai karakteristik etnomatematika. Karakteristik
etnomatematika adalah menghitung, menemukan,
mengukur, merancang, menjelaskan, penggunaan
logika implikasi, dan memperkirakan. Selanjutnya,
penemuan berbagai karakteristik etnomatematika
dalam kegiatan tenun masyarakat Amarasi Barat
menunjukkan keberadaan, praktik, dan perkembangan
ISI PADA SIMPULAN konsep matematika serta cara berpikir dalam konteks
sosial budaya masyarakat Amarasi Barat. Beberapa
konsep dan cara berpikir yang dimaksud berkaitan
dengan konsep perkalian seperti penjumlahan
berulang, paralel garis lurus, bentuk geometris,
refleksi, rotasi, ukuran dan satuan, serta logika
matematika (implikasi). Hal ini memungkinkan siswa
untuk belajar dan memahami berbagai konsep
matematika secara lebih konkret. Oleh karena itu,
disarankan bagi guru matematika untuk merancang
dan menerapkan pembelajaran berbasis etnomatem
atika. Disarankan juga bagi peneliti untuk melakukan
penelitian mengenai pembelajaran berbasis
etnomatematika untuk hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai