Anda di halaman 1dari 6

Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018

49

Studi Etnomatematika Masyarakat Petani Kabupaten Cirebon

1 2 3
Try Suprayo , Nuryusri , Muchamad Subali Noto
Universitas Swadya Gunung Jati Cirebon
Suprayotry@gmail.com

Abstrak

Etnomatematika adalah kajian tentang corak khusus atau warna tertentu matematika yang hidup dan
berkembang di masyarakat. Etnomatematika merupakan matematika yang muncul atau digunakan
oleh kelompok masyarakat budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh,
anak-anak dari usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya. Pertanian merupakan budaya sekaligus
mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia utamanya Masyarakat Desa Suranenggala
Kidul dan Gegesik Cirebon. Dalam kegiatan bertani, terdapat istilah-istilah matematika yang
digunakan, mulai dari satuan maupun konsep matematika dasar. Penelitian ini bertujuan untuk
menunjukkan adanya keterkaitan antara budaya dengan matematika yang dapat digunakan sebagai
pendekatan pembelajaran di sekolah dan termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif metode
etnografi. Data penelitian didapatkan dengan proses observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil observasi awal menunjukan bahwa kegiatan masyarakat petani Desa Suranenggala
Kidul dan Gegesik Cirebon memuat unsur-unsur matematika berupa satuan tertentu seperti satuan
panjang, satuan luas, dan satuan volume, serta matematika dasaryang dapat digunakan sebagai media
atau pendekatan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Oleh sebab itu, perlu diteliti lebih lanjut
mengenai etnomatematika masyarakat petani di kabupaten Cirebon utamanya di daerah Suranenggala
Kidul dan Gegesik.

Kata Kunci: etnomatematika, matematika, aktivitas petani.

Pendahuluan

Matematika adalah ilmu yang hidup dan berkembang masyarakat, namun sebagian
masyarakat sering tidak menyadari telah menggunakan ilmu matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan pendapat Ubayanti dkk (2016) bahwa
matematika sesungguhnya digunakan oleh setiap orang di dalam kegiatannya sehari-
hari. Kecenderungan tersebut menganggap bahwa matematika hanyalah mata
pelajaran yang dipelajari di bangku sekolah. Padahal matematika ada bersama dalam
kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bermain, transaksi jual-beli, menghitung,
mengukur, membandingkan, mengurutkan, dan merancang bangunan merupakan
pengetahuan yang mengaplikasikan konsep matematika.

Sejalan dengan matematika, budaya berkembang serta hidup dalam kebiasaan-


kebiasaan masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Budaya masyarakat
satu dengan lainnya tentunya tidak sama. Oleh sebab itu, budaya menjadi ciri khas
dan jati diri yang merupakan hasil karya manusia. Budaya secara bertahap telah
mengalami proses perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan
pengetahuan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Diperkuat Wahyuni,

49
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
50

dkk (2013) bahwa ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan


kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedangkan ahli sejarah mengartikan
kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan
sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Dengan ini dapat dikatakan bahwa
budaya sebagai bentuk dari akal budi dan pikiran. Namun, seiring dengan
perkembangan teknologi modern, budaya daerah yang semula dipegang teguh,
dipelihara dan dijaga keberadaannya kini mulai dilupakan. Padahal budaya adalah
kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya dan merupakan warisan leluhur yang
patut untuk dilestarikan. Salah satu cara untuk melestarikan budaya agar tidak
dilupakan yaitu dengan menanamkan nilai budaya sejak dini kepada individu
generasi penerus bangsa. Karena budaya merupakan hasil karya manusia, proses
penanaman nilai budaya dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga, masyarakat,
dan pendidikan.

Etnomatematika adalah istilah yang muncul berdasarkan kesamaan antara budaya


dan matematika yang merupakan studi untuk menemukan corak khusus atau unik
pada matematika yang muncul dan berkembang pada kelompok masyarakat tertentu.
Suryanatha dan Apsari (2013) menyatakan bahwa etnomatematika tumbuh dan
berkembang dari budaya, sehingga membuat keberadaan etnomatematika seringkali
tidak disadari oleh masyarakat penggunanya. Etnomatematika sendiri menggunakan
konsep matematika secara luas terkait dengan aktivitas matematika. Artinya,
etnomatematika tidak terpaku pada satu kajian teori melainkan banyak kajian teori
seperti halnya pertanian, arsitektur, motif pakaian, tenun, ornamen, hubungan
kekerabatan,dan spiritual. Kajian mengenai etnomatematika pun sudah banyak
dilakukan seperti penjelasan mengenai kalender Bali yang dilakukan Suarjana, dkk
(2014), penelitian yang dilakukan Wahyuni (2016) terhadap masyarakat pesisir
Jember, bahkan kajian terkait masyarakat pertanian pun sudah pernah dilakukan oleh
Fadlilah, dkk (2015) tepatnya di daerah Jawa Desa Setail Banyuwangi. Dengan
adanya etnomatematika, matematika yang selama ini dianggap sulit untuk
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi sesuai. Etnomatematika sendiri
dapat dijadikan sebagai media atau pendekatan dalam pembelajaran matematika agar
matematika dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik. Salah satu aktivitas
matematika yang menyatu dengan budaya masyarakat yaitu aktivitas pertanian.

Pertanian di Indonesia bukanlah hal yang asing lagi, karena Indonesia merupakan
negara agraris yang artinya sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani khususnya Cirebon. Secara geografis Cirebon adalah wilayah propinsi
Jawa Barat yang terletak dibagian timur dan merupakan batas, sekaligus pintu
gerbang dengan Provinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Cirebon merupakan
daerah produsen padi dan beras. Bicara padi tidak dapat dipisahkan dengan sawah.
Sawah adalah tempat yang memiliki bentuk tertentu dan merupakan tempat padi di
tanam. Dalam aktivitas pertanian baik dalam proses menanam maupun panen, telah

50
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
51

ditemukan berbagai konsep matematika yang secara tidak sadar masyarakat sudah
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti membilang, mengukur,
menghitung, satuan luas, satuan panjang, dan satuan volume. Aktivitas-aktivitas
etnomatematika yang ada dalam pertanian dapat diintegrasikan ke dalam proses
pembelajaran. Contohnya, pembuatan bahan ajar dengan menggunakan pendekatan
etnomatematika pertanian untuk memahami konsep matematika dasar dan geometri.
Oleh karena itu, dalam jurnal ini akan dibahas mengenai ―Studi Etnomatematika
Masyarakat Petani di Kabupaten Cirebon‖.

Metode

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi aspek-aspek matematika yang ada pada kebudayaan Masyarakat
Petani di Kabupaten Cirebon. Menurut Moleong (2012), penelitian kualitatif
bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
bersifat alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode etnografi. Etnografi merupakan usaha yang
dilakukan untuk menjelaskan kebudayaan atau aspek-aspek. Metode penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan deskripsi dan analisis yang mendalam tentang
kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yang intensif. Daerah penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Suranenggala Kidul dan Gegesik yang
merupakan desa yang ada di Kabupaten Cirebon. Data penelitian didapatkan dengan
proses observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil observasi awal
menunjukan bahwa kegiatan masyarakat petani Desa Suranenggala Kidul dan
Gegesik Cirebon memuat unsur-unsur matematika berupa satuan tertentu seperti
satuan panjang, satuan massa, satuan luas, dan satuan volume, serta konsep
matematika dasar.

Hasil Kajian

Menurut hasil observasi awal dapat diketahui bahwa aktivitas bertani masyarakat
Desa Suranenggala Kidul dan Gegesik Cirebon terdapat aktivitas matematika yang
muncul. Aktivitas matematika tersebut antara lain membilang, mengukur, dan
menghitung. Aktivitas tersebut ada di dalam tahapan-tahapan bertani dari mulai
penanaman sampai pemanenan dan pada lahan yang digunakan untuk menanam padi.

Aktivitas membilang muncul ketika masyarakat petani melakukan penanaman padi.


Aktivitas ini muncul ketika petani membilang jumlah benih padi yang sudah disemai
atau biasa disebut dengan wini menggunakan kata sebentel, rong bentel, telung
bentel, dan gegula. Gegula adalah satuan yang digunakan untuk membilang satu
banjar benih padi yang belum diarit. Ngarit yaitu kegiatan pencabutan benih yang

51
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
52

sudah siap untuk ditanam. Sedangkan bentel satuan yang digunakan untuk
membilang satu ikat benih padi yang sudah diarit.

Gegula Bentel
Gambar 1. Aktivitas membilang pada proses penanaman padi
Aktivitas mengukur muncul ketika masyarakat petani melakukan proses panen,
dimana pada proses panen tersebut petani melakukan pembagian lahan dengan buruh
tani untuk mempermudah proses panen dan juga proses pembagian upah. Pembagian
lahan pun menggunakan istilah seperti hasta, depa, dan belek, serta pengukuran
dalam menakar beras pun menggunakan istilah yaitu sebatok wolu, seter, sekocel,
dan sedangan.

Hasta digunakan untuk membagi suatu lahan yang panjangnya kurang lebih
sepanjang tangan orang dewasa, sedangkan depa adalah istilah untuk membagi lahan
yang panjangnya sekitar ujung tangan kanan dan tangan kiri orang dewasa ketika di
rentangkan. Kemudian belek yaitu istilah yang digunakan untuk membagi lahan
sepanjang suatu bambu yang memiliki panjang tertentu.

Selain itu aktivitas mengukur pun dapat ditemukan pada saat masyarakat melakukan
kegiatan menakar beras, dimana masyarakat menggunakan istilah-istilah tertentu
yang tergolong unik karena batok kelapa sebagai acuannya, seperti sebatok wolu
yang apabila dikonversikan yaitu sebanyak dua batok kelapa, kemudian seeter
dimana memiliki banyak empat batok kelapa, dan sekocel adalah istilah yang setara
dengan enam buah batok kelapa, terakhir yaitu sedangan dengan jumlah batok
sebanyak delapan batok kelapa.

Terdapat banyak sekali aktivitas mengukur dalam budaya bertani yang ada pada
masyarakat petani di Kabupaten Cirebon khususnya di Desa Suranenggala Kidul dan
Gegesik. Aktivitas ini dapat dijumpai pula pada tahapan penanaman padi. Proses
penanaman padi dilakukan dengan jarak tertentu dan diukur dengan menggunakan
alat yang dinamakan kenca. Kenca yang digunakan dijadikan patokan penanaman
padi agar tidak saling berdekatan. Ukuran panjang kenca bermacam-macam, salah
satunya adalah legowo loro dan legowo papat. Legowo loro merupakan ukuran yang
digunakan ketika padi ditanam lajur pertama dan kedua dengan jarak satu kilan
tangan orang dewasa kemudian lajur kedua dengan lajur ketiga jaraknya satu

52
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
53

setengah kilan. Sedangkan legowo papat ukuran yang digunakan ketika padi ditanam
lajur pertama sampai keempat jaraknya satu kilan dan lajur keempat dengan lajur
kelima jaraknya satu setengah kilan.

Legowo loro Legowo papat


Gambar 2. Aktivitas mengukur pada kegiatan penanaman padi
Selain aktivitas membilang dan mengukur, terdapat aktivitas etnomatematika lainnya
yaitu menghitung. Jelas bahwa menghitung ada dalam kegiatan bertani, seperti
halnya pada saat pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan metode tawur dan
ngeclo. Ketika metode tawur digunakan dalam aktivitas pemupukan, petani
menghitung banyaknya pupuk yang digunakan yaitu sekitar rong kintal. Sedangkan
dengan menggunakan metode ngeclo, pupuk yang digunakan lebih banyak yaitu
sekitar telung kintal. Kintal merupakan satuan berat yang digunakan oleh petani,
rong kintal setara dengan dua kwintal.

Gambar 3. Kegiatan pemupukan metode tawur


Beberapa istilah mengenai satuan ukur panjang, luas, berat dan satuan volume yang
digunakan masyarakat merupakan konsep dasar dari matematika khususnya materi
aritmatika sosial serta pola bilangan.

53
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
54

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat


banyak aktivitas etnomatematika dalam kegiatan bertani yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Suranenggala Kidul dan Gegesik Cirebon. Aktivitas
etnomatematika tersebut antara lain membilang yaitu sebentel, rong bentel, telung
bentel, dan gegula; aktivitas mengukur yaitu hasta, depa, belek, sebatok wolu, seter,
sekocel, sedangan serta legowo loro dan legowo papat; aktivitas menghitung yaitu
pada jumlah pupuk yang digunakan ketika metode yang digunakan berbeda seperti
rong kintal dan telung kintal.

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat lebih teliti lagi dalam memilih
subjek penelitian sehingga informasi yang diperoleh dapat sesuai dengan apa yang
diinginkan pada tujuan penelitian serta lebih tanggap terhadap jawaban yang
diberikan subjek penelitian sehingga data yang diperoleh lebih mendalam.

Daftar Pustaka

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Suryanatha, I. N. A. S. & Apsari, R. A. (2013). Ketika Matematika Bernafas dalam


Budaya (online). Tersedia di
https://p4riundiksha.wordpress.com/2013/11/10/Etnomatematika

Ubayanti, dkk. 2016. Eksplorasi Etnomatematika pada Sero (set net): Budaya
Masyarakat Kokas Fak Fak Papua Barat. Jurnal Ilmiah Matematika dan
Pembelajarannya. Vol 2(1). Hal 11-17.

Wahyuni, A., dkk. (2013). Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter


Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika. Hal. 1-6. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

54

Anda mungkin juga menyukai