Anda di halaman 1dari 10

86

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri


pada Bangunan Pura
(Exploration of Ethnomatematic Concepts Of Geometry in Pura Buildings)

Wayan Eka Murtiawan1), Kadir Raea2) & Gusti Ngurah Adhi Wibawa3)
1
Program PascaSarjana Pendidikan MatematikaUHO;email: murtiawan.w.e@gamil.com
2
Pendidikan Matematika FKIP dan PPs UHO;email: kadir.raea@uho.ac.id
3
Matematika MIPA dan PPs UHO;email: gnawibawa@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeplorasi konsep etnomatematika geometri


yang terkandung pada bangunan Pura Puseh-Desa Wusana Bumi. Teknik pengumpulan
data penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan
keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Matematika dan budaya adalah dua
hal yang saling berkaitan. Matematika dalam budaya dikenal dengan istilah
etnomatematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bangunan pura terdapat bentuk-
bentuk etnomatematika geometri: limas, limas terpancung, prisma terpancung, kubus, serta
terdapat konsep matematika seperti simetri, kesejajaran, perbandingan, refleksi terhadap
sumbu-y, translasi terhadap sumbu-x, dilatasi dengan faktor skala k, konsep-konsep
geometri ini dapat di gunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Kata kunci: Etnomatematika, Bangunan Pura

Abstract: This study aims to incorporate the concept of ethnomatematics geometry


contained in the Pura Puseh-Desa Wusana Bumi building. The data collection techniques
of this research are observation, interview and documentation techniques. The validity of
the data was checked by triangulation of sources. Mathematics and culture are two things
that are interrelated. Mathematics in culture is known as ethnomatematics. The results
showed that in the temple building there are geometric ethno-mathematical forms:
pyramid, truncated pyramid, truncated prism, cube, and mathematical concepts such as
symmetry, alignment, comparison, reflection on the axis-y, translation on the axis-x,
dilation by factors scale k, these geometric concepts can be used in mathematics learning in
schools.

Keywords: Ethnomatematics, Temple Building

PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beranekaragam suku
bangsa yang memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Indonesia memiliki lebih dari
300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di
Tanah Air (BPS, 2010). Berbagai kegiatan sosial budaya berciri gotong royong
memperlihatkan karakter masyarakat Indonesia yang saling menghormati antara
berbagai perbedaan golongan, suku bangsa, hingga agama.
Berbicara mengenai agama, tidak lepas dari kegiatan beribadah dan sarana
atau tempat beribadah. Begitu pula dengan agama Hindu yang tempat beribadahnya
disebut dengan Pura. Bangunan pura memiliki kedudukan yang amat penting, karena
digunakan sebagai kegiatan keagamaan yang turut mendampingi kehidupan sehari-

Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika, Vol. 5, No.2, September 2020 : 86-95


87

hari masyarakat yang menganut agama Hindu. Arsitektur tradisional Bali, khususnya
bangunan pura merupakan karya arsitektur sebagai wadah aktivitas masyarakat Bali.
Hal itu terlihat dalam tata bentuk, tata ruang, teknik bangunan dan material yang
diselubungi oleh nilai-nilai magis religius yang tidak lepas hubungannya dengan
filsafat, adat-istiadat, agama Hindu, kepercayaan, sosial ekonomi dan ragam hias
yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya dengan pola-pola tertentu
(Wiryani 1987).
Kebudayaan sebagai bentuk tindakan dan proses belajar manusia, dan suatu
wujud dari hasil karya manusia adalah suatu bentuk kebudayaan juga. Seperti wujud
bangunan pura yang terdapat di daerah-daerah, bentuk bangunan pura dari mulai
ukiran, pola bangunan, bentuk tata letak, fungsi bangunan dan hiasan-hiasan dari
bangunan pura adalah bentuk dari hasil karya manusia yang bisa disebut cipta, rasa,
karya, dan karsa adalah proses dari kebudayaan yang ada.
Sebagian besar masyarakat sering tidak menyadari telah menerapkan ilmu
matematika dalam kehidupannya. Secara umum masyarakat memandang bahwa
matematika hanyalah suatu mata pelajaran yang hanya diperoleh di bangku sekolah.
Seperti yang diungkapkan oleh Rosa dan Orey (2011) bahwa “mathematics always
taught in school as a culturaly free subject that involved learning supposedly
universally accepted facts, concept and content”. Matematika dipelajari di sekolah
sebagai mata pelajaran yang tidak terkait dengan budaya yang secara umum
pembelajarannya maliputi fakta-fakta, konsep, dan materi. Padahal matematika
sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam mengukur,
mengurutkan bilangan dan lain sebagainya.
Pada satu sisi matematika dibentuk oleh budaya dan matematika digunakan
sebagai alat untuk kemajuan budaya. Kemajuan teknologi yang sangat pesat saat ini
dalam masyarakat tidak terlepas dari kontribusi matematika baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan demikian matematika merupakan bagian dari
budaya manusia, dan matematika dari setiap budaya bermanfaat untuk tujuan khusus
budayanya. Kajian matematika dalam budaya disebut Etnomatematika.
Etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika telah dipraktikkan oleh
kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh,
anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya. D'Ambrosio
(1985) menyatakan bahwa, tujuan dari adanya etnomatematika adalah untuk
mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan
mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang dikembangkan oleh
berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan modus yang berbeda di
mana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka (cara

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
88

mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan


lainnya).
Pembelajaran dengan pendekatan etnomatematika lebih relevan dan lebih
bermakna bagi siswa (Rosa & Orey, 2011). Untuk mewujudkan pembelajaran yang
bermakna diperlukan suatu media pembelajaran yang dekat dengan siswa. Media
pembelajaran yang dekat dengan siswa dan memiliki unsur matematika salah satunya
adalah pura. Bagian-bagian pura yang memiliki bentuk-bentuk geometri yang unik
dan konsep matematika dapat dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran
matematika pada cabang geometri disekolah.
Kajian tentang etnomatematika telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan Herno (2016) yang memfokuskan pada bentuk
rumah adat Buton dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat buton
menggunakan konsep-konsep matematika seperti konsep persegi panjang, segitiga,
sudut, dan perbandingan. Penelitian Suharta dkk (2017) membahas tentang
karakteristik rumah tradisional Bali, dari penelitian tersebut menujukan bahwa rumah
tradisional Bali menerapkan prinsip-prinsip kesebangunan, translasi, dan refleksi.
Selanjutnya penelitian tentang etnomatematika yang terkandung pada pernikahan
(kawia’a) masyarakat Binongko yang dilakukan oleh Setiyawan (2019). Hasil
menunjukkan bahwa di dalam kawia’a terdapat beberapa konsep matematika: (a)
Konsep rasio; (b) Konsep proporsi; (c) Konsep perkalian; (d) Konsep kelipatan; (e)
Konsep relasi dan fungsi; (f) Konsep bilangan ganjil; (g) Konsep penjumlahan; (h)
Konsep pembagian; (i) Konsep bentuk lingkaran; (j) Konsep persegi panjang; (k)
Konsep bentuk segi enam; (l) Konsep bentuk trapesium; (m) Konsep bentuk tabung.
Konsep yang terkandung dalam kawia’a masyarakat Binongko tersebut belum
digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Serta penelitian yang dilakukan Fahinu,
F., & Kadir, K (2019) yang memfokuskan pada permainan tradisional anak
masyarakat Poogalampa Buton Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
dalam permainan tradisional anak masyarakat Poogalampa Buton Selatan terdapat
beberapa bentuk geometri yang memuat konsep-konsep: (a) Bola; (b) Trapesium; (c)
Persegi panjang; (d) Segitiga. Permainan tradisional anak yang dimaksud
adalah kasede-sede, ase, pekatende, kabawa-bawa, dan baguli. Konsep geometri
yang digunakan dalam permainan tradisional anak masyarakat Poogalampa Buton
Selatan tersebut mempunyai kesamaan dengan konsep matematika formal di Sekolah
Dasar.
Harapan penelitian tentang etnomatematika, memotivasi peneliti untuk
menggali apakah konsep matematika juga ada pada bangunan pura. Jenis
etnomatematika geometri apa saja yang ada pada bangunan pura, dan berbagai
pertanyaan yang muncul pada benak penulis, telah memotivasi penulis untuk

Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika, Vol. 5, No.2, September 2020 : 86-95


89

menggali lebih jauh jenis-jenis etnomatematika geometri yang ada pada bangunan
pura yang perlu dikenal dan dilestarikan atau diperkenalkan pada generasi muda di
sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji “Eksplorasi
Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lapoa Kecamatan Tinaggea Kabupaten Konawe
Selatan yaitu di Pura Puseh-Desa Wusana Bumi selama bulan Juni sampai dengan
Septemebr 2020. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yaitu Drs. I
Nyoman Sukanta dan Ketut Sukrawan sebagai tokoh masyarakat. Instrumen utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sedangkan instrumen bantu berupa lembar
observasi dan pedoman wawancara. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi, yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi
pada narasumber yang berbeda. Observasi dan dokumentasi dilakukan untuk
menemukan bentuk-bentuk geometri pada bangunan pura. Selanjutnya wawancara
dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis bangunan pura.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bangunan pura merupakan tempat suci agama hindu yang di fungsikan
sebagai tempat persembahyangan dan tempat untuk melakukan kegiatan keagamaan.
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi, bangunan pura memiliki beberapa
bentuk bangun ruang dan bangun datar seperti limas, limas terpacung, prisma
terpacung, kubus, serta terdapat konsep-konsep matematika yaitu translasi, dilatasi,
refleksi, kesebangunan dan kekongruenan yang terdapat pada ornamen bangunan
pura. Sehingga dari hasil eksplorasi bangunan pura dapat digunakan sebagai bahan
ajar matematika realistik.

Dalam pembahasan ini disajikan bentuk bangun bangun geometri dan bangun
datar pada bangunan pura dan konsep-konsep matematika yang menjelaskan bentuk-
bentuk tersebut..

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
90

Konsep Limas

(a) atap piyasan


(b) limas dengan alas segi empat

Gambar l. Pemodelan geometri pada atap bangunan piyasan

Atap piyasan pada Gambar 1(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti
pada Gambar 1(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki satu bidang alas yang berbentuk persegi,
empat bidang sisi tegang yang berbentuk segi tiga dan satu titik puncak. Berdasarkan
hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun ruang pada atap
piyasan (Gambar 2).

Gambar 2. Konsep limas segi empat

Berdasarkan analisis pada Gambar 2, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


konsep limas pada atap piyasan. Adapun sifat-sifat limas segi empat yang dapat
ditemukan pada pemodelan atap piyasan sesuai pada Gambar 2 yaitu sebagai berikut:

1) Titik puncak = T
2) Tinggi limas = TO
3) Bidang alas berbentuk persegi = ABCD
4) Bidang tegak berbentuk segi tiga = TAB, TBC, TCD dan TAD
5) Rusuk tegak = TA, TB, TC dan TD
6) Rusuk alas = AB, BC, CD dan AD
7) Terdapat 5 titik sudut yaitu empat sudut alas dan satu sudut titik puncak

Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika, Vol. 5, No.2, September 2020 : 86-95


91

Konsep Limas Terpacung

(a) atap Meru (b) Limas terpacung


Gambar 3. Pemodelan geometri pada atap bangunan meru

Atap meru pada Gambar 3(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti pada
Gambar 3(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki empat bidang sisi datar berbentuk trapesium,
satu bidang alas yang berbentuk persegi dan sebuah bidang yang sejajar dengan
bidang alasnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep
bangun ruang pada atap meru (Gambar 4).

Gambar 4. Konsep limas terpacung

Berdasarkan analisis pada Gambar 4, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


konsep limas pada atap piyasan. Adapun sifat-sifat limas segi empat yang dapat
ditemukan pada pemodelan atap meru sesuai pada Gambar 4 yaitu sebagai berikut:

1) Rusuk-rusuk bidang atas sejajar dengan rusuk bidang alas


ABCD // EFGH
2) Sudut-sudut bidang atas sama dengan sudut-sudut bidang alas
∠𝐴= ∠𝐸
∠𝐵= ∠𝐹
∠𝐶= ∠𝐺
∠𝐷= ∠𝐻
3) Bidang atas dan bidang alas sebangun
𝐴𝐵𝐶𝐷 ≈ 𝐸𝐹𝐺𝐻
4) Sisi-sisi tegak limas terpancung berbentuk trapezium
𝐴𝐵𝐹𝐸, 𝐵𝐶𝐺𝐹, 𝐷𝐶𝐺𝐻, dan 𝐴𝐷𝐻𝐸

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
92

Konsep Prisma Terpacung

(a) Atap bale agung


(b) prisma terpancung

Gambar 5. Pemodelan geometri pada atap bangunan bale agung

Atap meru pada Gambar 5(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti pada
Gambar 5(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki 3 bidang sisi datar berbentuk trapesium dan
dua bidang berbentuk segi tiga yang tidak sejajar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
selanjutnya menganalisis konsep bangun ruang pada atap meru (Gambar 6).

Gambar 6. Konsep prisma terpancung

Berdasarkan analisis pada Gambar 6, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


konsep trapesium terpancung pada atap piyasan. Prisma adalah bangun ruang yang
memiliki tutup dan alas dengan bentuk segi-n yang sejajar dan kongruen, sementara
sisi-sisi tegaknya berbentuk persegi panjang. Sedangkan prisma terpancung adalah
prisma yang dipotong oleh bidang yang tidak sejajar dengan bidang alas. Adapun
sifat-sifat trapesium terpancung yang dapat ditemukan pada pemodelan atap bale
agung sesuai pada Gambar 6 yaitu sebagai berikut:

1) Bidang alas dan tutup berbentuk segitiga yang tidak sejajar


ADE // BCF
2) Sisi-sisi tegaknya berbentuk trapesium
ABFE, CDEF
3) Memiliki 5 sisi, 9 rusuk dan 6 titik sudut

Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika, Vol. 5, No.2, September 2020 : 86-95


93

Konsep Kubus

(a) padmasana (b) Balok


Gambar 7. Pemodelan geometri pada atap bangunan padmasana

Atap piyasan pada Gambar 7(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti
pada Gambar 7(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki enam bidang sisi yang kongruen berbentuk
bujur sangkar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep
bangun ruang pada atap piyasan (Gambar 8).

Gambar 8. Konsep Kubus

Berdasarkan analisis pada Gambar 8, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


konsep kubus pada padmasana. Adapun sifat-sifat kubus yang dapat ditemukan pada
pemodelan padmasana sesuai pada Gambar 8 yaitu sebagai berikut:

1) Titik sudut: terdapat 8 titik sudut


∠A, ∠B, ∠C, ∠D, ∠E, ∠F, ∠G, ∠H
2) Rusuk: terdapat 12 rusuk
Rusuk Alas : AB, BC, CD, AD,
Rusuk Tegak : AE, BF, CG, DH,
Rusuk Atas : EF, FG, GH, EH
3) Bidang/ sisi: terdapat 6 sisi pada kubus
ABCD, EFGH, ABFE, CDHG, ADHE, BCGF
4) Diagonal sisi: terdapat 12 diagonal sisi yang berukuran sama panjang.
AC, BD, EG, HF, AF, BE, CH, DG, AH, DE, BG, CF
5) Diagonal ruang: terdapat 4 diagonal ruang yang berukuran sama panjang
AG, BH, CE, DF
6) Bidang diagonal: terdapat 6 bidang diagonal ruang yang berukuran sama panjang
ACGE, BDHF, ABGH, ADGF, BCHE

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
94

Transformasi geometri

Transformasi geometri yang ditemukan pada penelitian ini yaitu refleksi,


translasi, dan dilatasi yang disajikan pada Tabel 1.Berdasarkan hasil observasi (Tabel
1. No. 1) ditemukan konsep refleksi yang terkandung pada ornamen sayap angsa
pada bangunan padmasana. Posisi bagian kiri ornamen sayap angsa pada bangunan
padmasana merupakan hasil refleksi dari bagian kanan ornamen tersebut. Pergeseran
pola dalam ornamen (Tabel 1. No. 2) dilakukan dengan menggeser sketsa secara
vertikal. Dalam konsep translasi kondisi ini disebut dengan translasi pada sumbu-x.
Serta ditemukan konsep dilatasi ornamen padmasana (Tabel 1. No. 3). Konsep
dilatasi diaplikasikan pada peletakkan objek ornamen yang berbentuk segi-n dimana
awalnya berukuran besar kemudian diperkecil dengan ukuran tertentu. Pola dilatasi
tersebut juga mengakibatkan ornamen karang paksi sebangun dimana selisihnya
selalu sebanding. Sehingga materi transformasi geometri yang didapatkan dalam
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran pada materi transformasi
geometri jenjang SMP dan SMA.

Tabel 1
Konsep Tranformasi yang terdapat pada bangunan pura

No. Nama objek/gambar Konsep Ilustrasi


1.
Refleksi
terhadap
sumbu-y
Ornamen padmasana
2. Translasi
terhadap
sumbu-x

Ornamen meru
3

Dilatasi

Ornamen padmasana

Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika, Vol. 5, No.2, September 2020 : 86-95


95

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa


Matematika dan budaya adalah dua hal yang saling berkaitan. Matematika dalam
budaya dikenal dengan istilah etnomatematika Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pada bangunan pura terdapat bentuk-bentuk etnomatematika
geometri: limas, limas terpancung, prisma terpancung, kubus, serta terdapat konsep
matematika seperti simetri, kesejajaran, perbandingan, refleksi terhadap sumbu-y,
translasi terhadap sumbu-x, dilatasi dengan faktor skala k, konsep-konsep geometri
ini dapat di gunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, (2010). Statistik Indonesia Tahun 2010. Jakarta
Pusat: Badan Pusat Statistik

D'Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy
of mathematics. For the learning of Mathematics, 5(1), 44-48

Fahinu, F., & Kadir, K. (2019). Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri dalam
Permainan Tradisional Anak Masyarakat Poogalampa Buton
Selatan. Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika (Journal of
Mathematics Thinking Learning), 4(2).

Herno. 2016. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Buton. Tesis PPs UHO
Kendari.Tidak dipublikasikan

Rosa, M., & Orey, D. (2011). Ethnomathematics: the cultural aspects of


mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatemática: Perspectivas
Socioculturales de la Educación Matemática, 4(2), 32-54.

Setiyawan, W. O. N., Kadir, K., & Anggo, M. (2019). Eksplorasi Etnomatematika


Pernikahan (Kawia’a) Masyarakat Binongko. Jurnal Pembelajaran
Berpikir Matematika (Journal of Mathematics Thinking Learning), 4(1).

Suharta, I. G. P., Sudiarta, I. G. P., & Astawa, I. W. P. (2017). Ethnomathematics of


Balinese traditional houses. International research journal of engineering,
IT & scientific research, 3(4), 47-56.

Wiryani, Anak Agung Rai. (1987). “Konsep Keindahan Dalam Arsitektur Bali”. DIA
II, Jakarta.

Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)

Anda mungkin juga menyukai