Wayan Eka Murtiawan1), Kadir Raea2) & Gusti Ngurah Adhi Wibawa3)
1
Program PascaSarjana Pendidikan MatematikaUHO;email: murtiawan.w.e@gamil.com
2
Pendidikan Matematika FKIP dan PPs UHO;email: kadir.raea@uho.ac.id
3
Matematika MIPA dan PPs UHO;email: gnawibawa@gmail.com
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beranekaragam suku
bangsa yang memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Indonesia memiliki lebih dari
300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di
Tanah Air (BPS, 2010). Berbagai kegiatan sosial budaya berciri gotong royong
memperlihatkan karakter masyarakat Indonesia yang saling menghormati antara
berbagai perbedaan golongan, suku bangsa, hingga agama.
Berbicara mengenai agama, tidak lepas dari kegiatan beribadah dan sarana
atau tempat beribadah. Begitu pula dengan agama Hindu yang tempat beribadahnya
disebut dengan Pura. Bangunan pura memiliki kedudukan yang amat penting, karena
digunakan sebagai kegiatan keagamaan yang turut mendampingi kehidupan sehari-
hari masyarakat yang menganut agama Hindu. Arsitektur tradisional Bali, khususnya
bangunan pura merupakan karya arsitektur sebagai wadah aktivitas masyarakat Bali.
Hal itu terlihat dalam tata bentuk, tata ruang, teknik bangunan dan material yang
diselubungi oleh nilai-nilai magis religius yang tidak lepas hubungannya dengan
filsafat, adat-istiadat, agama Hindu, kepercayaan, sosial ekonomi dan ragam hias
yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya dengan pola-pola tertentu
(Wiryani 1987).
Kebudayaan sebagai bentuk tindakan dan proses belajar manusia, dan suatu
wujud dari hasil karya manusia adalah suatu bentuk kebudayaan juga. Seperti wujud
bangunan pura yang terdapat di daerah-daerah, bentuk bangunan pura dari mulai
ukiran, pola bangunan, bentuk tata letak, fungsi bangunan dan hiasan-hiasan dari
bangunan pura adalah bentuk dari hasil karya manusia yang bisa disebut cipta, rasa,
karya, dan karsa adalah proses dari kebudayaan yang ada.
Sebagian besar masyarakat sering tidak menyadari telah menerapkan ilmu
matematika dalam kehidupannya. Secara umum masyarakat memandang bahwa
matematika hanyalah suatu mata pelajaran yang hanya diperoleh di bangku sekolah.
Seperti yang diungkapkan oleh Rosa dan Orey (2011) bahwa “mathematics always
taught in school as a culturaly free subject that involved learning supposedly
universally accepted facts, concept and content”. Matematika dipelajari di sekolah
sebagai mata pelajaran yang tidak terkait dengan budaya yang secara umum
pembelajarannya maliputi fakta-fakta, konsep, dan materi. Padahal matematika
sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam mengukur,
mengurutkan bilangan dan lain sebagainya.
Pada satu sisi matematika dibentuk oleh budaya dan matematika digunakan
sebagai alat untuk kemajuan budaya. Kemajuan teknologi yang sangat pesat saat ini
dalam masyarakat tidak terlepas dari kontribusi matematika baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan demikian matematika merupakan bagian dari
budaya manusia, dan matematika dari setiap budaya bermanfaat untuk tujuan khusus
budayanya. Kajian matematika dalam budaya disebut Etnomatematika.
Etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika telah dipraktikkan oleh
kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh,
anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya. D'Ambrosio
(1985) menyatakan bahwa, tujuan dari adanya etnomatematika adalah untuk
mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan
mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang dikembangkan oleh
berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan modus yang berbeda di
mana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka (cara
Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
88
menggali lebih jauh jenis-jenis etnomatematika geometri yang ada pada bangunan
pura yang perlu dikenal dan dilestarikan atau diperkenalkan pada generasi muda di
sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji “Eksplorasi
Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lapoa Kecamatan Tinaggea Kabupaten Konawe
Selatan yaitu di Pura Puseh-Desa Wusana Bumi selama bulan Juni sampai dengan
Septemebr 2020. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yaitu Drs. I
Nyoman Sukanta dan Ketut Sukrawan sebagai tokoh masyarakat. Instrumen utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sedangkan instrumen bantu berupa lembar
observasi dan pedoman wawancara. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi, yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi
pada narasumber yang berbeda. Observasi dan dokumentasi dilakukan untuk
menemukan bentuk-bentuk geometri pada bangunan pura. Selanjutnya wawancara
dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis bangunan pura.
Dalam pembahasan ini disajikan bentuk bangun bangun geometri dan bangun
datar pada bangunan pura dan konsep-konsep matematika yang menjelaskan bentuk-
bentuk tersebut..
Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
90
Konsep Limas
Atap piyasan pada Gambar 1(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti
pada Gambar 1(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki satu bidang alas yang berbentuk persegi,
empat bidang sisi tegang yang berbentuk segi tiga dan satu titik puncak. Berdasarkan
hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun ruang pada atap
piyasan (Gambar 2).
1) Titik puncak = T
2) Tinggi limas = TO
3) Bidang alas berbentuk persegi = ABCD
4) Bidang tegak berbentuk segi tiga = TAB, TBC, TCD dan TAD
5) Rusuk tegak = TA, TB, TC dan TD
6) Rusuk alas = AB, BC, CD dan AD
7) Terdapat 5 titik sudut yaitu empat sudut alas dan satu sudut titik puncak
Atap meru pada Gambar 3(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti pada
Gambar 3(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki empat bidang sisi datar berbentuk trapesium,
satu bidang alas yang berbentuk persegi dan sebuah bidang yang sejajar dengan
bidang alasnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep
bangun ruang pada atap meru (Gambar 4).
Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
92
Atap meru pada Gambar 5(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti pada
Gambar 5(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki 3 bidang sisi datar berbentuk trapesium dan
dua bidang berbentuk segi tiga yang tidak sejajar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
selanjutnya menganalisis konsep bangun ruang pada atap meru (Gambar 6).
Konsep Kubus
Atap piyasan pada Gambar 7(a) dapat dimodelkan secara geometri seperti
pada Gambar 7(b). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut
berbentuk bangun ruang yang memiliki enam bidang sisi yang kongruen berbentuk
bujur sangkar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep
bangun ruang pada atap piyasan (Gambar 8).
Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)
94
Transformasi geometri
Tabel 1
Konsep Tranformasi yang terdapat pada bangunan pura
Ornamen meru
3
Dilatasi
Ornamen padmasana
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, (2010). Statistik Indonesia Tahun 2010. Jakarta
Pusat: Badan Pusat Statistik
D'Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy
of mathematics. For the learning of Mathematics, 5(1), 44-48
Fahinu, F., & Kadir, K. (2019). Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri dalam
Permainan Tradisional Anak Masyarakat Poogalampa Buton
Selatan. Jurnal Pembelajaran Berpikir Matematika (Journal of
Mathematics Thinking Learning), 4(2).
Herno. 2016. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Buton. Tesis PPs UHO
Kendari.Tidak dipublikasikan
Wiryani, Anak Agung Rai. (1987). “Konsep Keindahan Dalam Arsitektur Bali”. DIA
II, Jakarta.
Eksplorasi Konsep Etnomatematika Geometri pada Bangunan Pura (Wayan Eka Murtiawan,
Kadir Rae dan Gusti Ngurah Adhi Wibawa)