Anda di halaman 1dari 12

e-ISSN: 2549-5070

p-ISSN: 2549-8231

Journal of Medives Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11


http://e-journal.ikip-veteran.ac.id/index.php/matematika/article/view/523

ETNOMATEMATIKA: EKSPLORASI DALAM PERMAINAN


TRADISIONAL JAWA

Irma Risdiyanti, Rully Charitas Indra Prahmana*


Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad Dahlan
*rully.indra@mpmat.uad.ac.id

Diterima: November 2017. Disetujui: Desember 2017. Dipublikasikan: Januari 2018

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi terkait hubungan antara
matematika dengan budaya, khususnya dalam kebudayaan masyarakat Jawa yang ada di
Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yang merupakan sebuah
pendekatan teoritis dan empiris untuk mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam
tentang sebuah budaya berdasarkan catatan lapangan yang telah diperoleh dari hasil
pengumpulan data. Fokus dalam penelitian ini yaitu eksplorasi etnomatematika dalam
permainan tradisional masyarakat Jawa, seperti permainan tradisional Kubuk, Kubuk
Manuk, Dhukter, Macanan, dan Jeg-Jegan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
permainan tradisional dalam kebudayaan masyarakat Jawa memiliki berbagai konsep
matematika, seperti operasi bilangan, bangun datar, kesebangunan, kekongruenan,
perbandingan bilangan, dan relasi. Selain itu, permainan tradisional tersebut juga
mengandung nilai-nilai budaya, yang mulai ditinggalkan oleh sebagian masyarakat.

Kata kunci: etnomatematika, permainan tradisional, budaya Jawa, etnografi.

ABSTRACT

The study aims to explore the correlation between mathematics and Javanese culture,
especially in Yogyakarta. This research uses etnography approach, that is empirical
and theoritical approach to get the description and deep analysis about a culture based
on the field note which has been obtained from the data collection. The focus of this
research is study etnomathematics in Javanese traditional games namely Kubuk, Kubuk
Manuk, Dhukter, Macanan, and Jeg-Jegan. The result shows that Javanese traditional
games have the concepts of mathematics, such as number operations, plane,
congruence, proportion number, and relation. In addition, the traditional games also
contain cultural values, which began to be left by some people.

Keywords: ethnomathematics, traditional games, Javanese culture, ethnography

How to Cite: Risdiyanti, I., & Prahmana, R. C. I. (2018). Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan
Tradisional Jawa. Journal of Medives, 2 (1), 1-11.
2 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11

PENDAHULUAN kan matematika yang dekat dengan


Salah satu bagian dari proses aktivitas manusia.
belajar siswa adalah pengembangan dan Abdullah (2016) menyatakan
pengalikasian konsep matematika bahwa dalam pembelajaran matematika
berdasarkan pada permasalahan dalam dibutuhkan sebuah jembatan yang dapat
kehidupan sehari-hari (Tanujaya, et al. menghubungkan matematika dengan
2017; Wahyu, et al. 2017). Hal ini juga budaya dan kehidupan sehari-hari yaitu
dijelaskan oleh Freudhental (1991) yang etnomatematika. D’Ambrosio (1985)
menyatakan bahwa matematika merupa- menjelaskan bahwa tujuan etnomatema-
kan aktivitas manusia dan matematika tika adalah melakukan matematika
harus dihubungkan dengan kehidupan dengan cara yang berbeda dengan
manusia. Alasan rasional masyarakat mempertimbangkan perkembangan
memandang bahwa matematika tidak pengetahuan akademik pada sektor
ada hubungannya dengan kehidupan budaya dan masyarakat yang berbeda.
sehari-hari dan tidak ada hubungannya Selain itu, Freudenthal (1973) juga mulai
dengan budaya dimulai dari perilaku mengembangkan suatu pendekatan
siswa yang tidak tahu bagaimana pembelajaran yang dekat dengan kehidup-
menggunakan matematika untuk an manusia, yaitu pendekatan matematika
menyelesaikan masalah sehari-hari realistik.
(Karnilah, 2013; Putra, et al. 2017). Indonesia merupakan sebuah
Sehingga, hal ini membuat masyarakat negara dengan keanekaragaman budaya
kurang dapat merasakan manfaat dari yang berbeda-beda, termasuk di pulau
belajar matematika. Jawa, khususnya di Yogyakarta yang
Berdasarkan hasil studi PISA terdapat banyak aktivitas budaya.
(Programme for International Student Permainan tradisional juga merupakan
Assessment) yang dianalisis oleh Stacey salah satu aktivitas budaya yang ada
(2011) menunjukkan siswa Indonesia dalam kebudayaan masyarakat Jawa.
kurang mampu menggunakan konsep Dharmamulya (2008) mengungkapkan
matematika untuk menyelesaikan soal bahwa pada permainan tradisonal tidak
yang berhubungan dengan kehidupan hanya mengandung unsur kesenangan
sehari-hari. Siswa belum mampu untuk tetapi juga mengandung nilai-nilai
menggunakan konsep matematika dalam budaya dan dapat melatih kecakapan
menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berpikir dan berhitung. Sejumlah
adalah karena guru dalam proses penelitian telah menunjukkan bahwa
pembelajaran di sekolah belum menghu- permainan tradisional memiliki peran
bungkan antara matematika dengan yang besar dalam proses pembelajaran
budaya dan aktivitas sehari-hari matematika (Prahmana, 2012; Nasrullah
(Arisetyawan, et al. 2014; Widodo, et al. & Zulkardi, 2011; Prahmana, 2010;
2017; Nurhasanah, et al. 2017). Hal ini Wijaya, 2008; Jaelani, et al. 2013).
menyebabkan para peneliti mencoba Oleh karena itu, penelitian ini
mencari suatu formula dalam mengajar- mengambil peran untuk mengeksplorasi
etnomatematika pada permainan tradisi-
Irma Risdiyanti, Rully Charitas I. P. - Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa | 3

onal yang ada dalam kebudayaan masya- lapangan untuk mendapatkan deskripsi
rakat Jawa serta nilai-nilai budaya yang etnografi (Prahmana, 2017).
terkandung didalamnya. Harapannya,
hasil penelitian ini dapat digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai konteks dalam pembuatan desain Pada penelitian ini dilakukan
pembelajaran matematika, sehingga eksplorasi etnomatematika dalam
tercipta suatu desain pembelajaran kebudayaan masyarakat Jawa, khusus-
matematika yang menyenangkan, dekat nya dalam permainan tradisional yang
dengan kehidupan sehari-hari siswa, dan ada dalam kebudayaan tersebut. Istilah
mengandung nilai budaya yang dapat permainan tradisonal terbentuk dari
membentuk karakter siswa ketika gabungan istilah permainan dan
diterapkan didalam kelas. tradisional. Permainan berasal dari kata
“main” yang artinya melakukan sesuatu
METODE PENELITIAN hal yang menyenangkan atau menggem-
Penelitian ini dilaksanakan pada birakan, dapat menumbuhkan kreativitas
bulan April hingga Juni 2017, yang pada anak yang memainkannya,
secara umum dilakukan melalui tiga mengandung unsur keindahan dan seni,
langkah utama yaitu analisis data pra mengandung isi yang dapat mendidik
lapangan, analisis data selama di lapang- tentang kebaikan pada anak (Dewantara,
an, dan analisis data keseluruhan. 1997). Sementara, istilah tradisional
Penelitian ini menggunakan jenis peneli- menurut Setiawan (2012) yaitu berasal
tian kualitatif deskriptif sebagai jenis dari kata dasar “tradisi” yang berarti adat
penelitian untuk mengungkap dan kebiasaan turun temurun dan masih
memperoleh informasi secara menyelu- dilestarikan, sedangkan “tradisional”
ruh, meluas dan mendalam (Prahmana, memiliki arti sikap atau cara berfikir
2017). Pada penelitian ini, digunakan yang berpegang teguh pada norma dan
metode etnografi sebagai metode adat kebiasaan yang turun temurun.
penelitian. Selain itu, penelitian ini juga Sehingga, permainan tradisional
menggunakan tiga batasan wilayah memiliki makna segala permainan yang
cakupan penelitian yang menjadi dasar sudah ada sejak zaman dahulu dan
penelitian yaitu kesatuan masyarakat diwariskan secara turun temurun.
yang terdiri dari penduduk yang Dharmamulya (2008) menyatakan
mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahwa permainan tradisional mengan-
bahasa, kesatuan masyarakat yang dung nilai-nilai budaya seperti nilai
dibatasi oleh suatu daerah politis kesenangan atau kegembiraan, nilai
administratif dan kesatuan masyarakat kebebasan, nilai demokrasi, nilai
dengan penduduk yang mengalami satu kepemimpinan, nilai kebersamaan, nilai
pengalaman sejarah yang sama, seperti kejujuran dan sportivitas serta permainan
yang telah dilakukan oleh Abdullah tradisonal juga dapat melatih kecapakan
(2016). Teknik pengumpulan data yang dalam berhitung, melatih kecakapan
dilakukan yaitu observasi, wawacara, dalam berfikir dan berlogika, menum-
dokumentasi dan pembuatan catatan buhkan rasa tanggung jawab dan rasa
4 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11

berteman (bersosialisasi dengan teman sebanyak 30 hingga 50 biji dan diiringi


sebaya). dengan sebuah syair sebagai berikut :
Pada kebudayaan masyarakat
Jawa, khususnya di Yogyakarta, Kubuk bak-buk
Lara bendrong maju semprong
permainan tradisional masih dilestarikan Bedheken pira?
dan dimainkan oleh anak-anak di daerah
perdesaan. Dalam permainan tradisional Permainan ini dilakukan dengan
tersebut terkandung konsep-konsep cara menebak biji yang dipindahkan dari
matematika seperti operasi bilangan, tangan kanan ke tangan kiri. Langkah
bangun datar, kesebangunan, kekongru- permainannya adalah sebagai berikut :
enan, perbandingan, bilangan ganjil dan Permainan dimulai dengan
relasi. Selain itu, dalam permainan melakukan hompimpah untuk menentu-
tradisional tersebut juga terkandung kan pemain utama dan pemain lawan
nilai-nilai budaya yang dapat memben- a. Pemain yang menang hompimpah
tuk karakter pada anak. Penjelasan lebih dianggap sebagai pemain utama dan
detailnya adalah sebagai berikut: lainnya dianggap sebagai pemain
lawan.
1. Nilai Budaya dan Konsep Operasi b. Pemain utama kemudian menggeng-
Bilangan dalam Permainan gam semua udhu yang digunakan
Tradisional Kubuk dalam permainan ditangan kanan.
Kata Kubuk dalam bahasa Jawa c. Setelah digenggam di tangan kanan
diartikan sebagai bangun yang ukuran kemudian pemain utama
panjang dan lebarnya sama sehingga menggoyang-goyangkan tangan
membentuk bujur sangkar. Kubuk atau kanannya diatas tangan kiri sambil
Kubukan dalam permainan tradisional menyanyikan syair lagu permainan
Jawa diartikan sebagai sebuah permain- Kubuk.
an memindah-mindahkan udhu atau biji- d. Kemudian, ketika sampai pada kata
bijian dari tangan kanan ke tangan kiri, “pira”, maka goyangan tangan
kemudian menebak jumlahnya dihentikan dan pemain utama
(Dharmamulya, 2008). Selain itu, biji- melempar udhu yang ada genggaman
bijian tersebut juga berfungsi sebagai tangan kanannya ke genggaman
taruhan dalam permainan. Permainan ini tangan kiri
mengandung nilai budaya yang e. Selanjutnya, pemain lawan menebak
mengajarkan para pemain untuk jumlah udhu yang ada digenggaman
bersosialisasi dengan teman sebaya, tangan kiri pemain utama
bersedia menerima kekalahan dan f. Jika berhasil menebak jumlah biji
kemenangan dalam permainan dengan yang ada di genggaman tangan kiri
besar hati, serta dapat melatih ketelitian pemain utama maka biji tersebut
dan kemampuan berhitung. menjadi milik lawan dan ditambahkan
Permainan ini biasanya dimainkan pada biji yang telah dimiliki lawan.
antara 3 hingga 6 orang dengan Pemain utama dinyatakan mati dalam
perlengkapan permainan yaitu udhu permainan dan permainan dilanjutkan
Irma Risdiyanti, Rully Charitas I. P. - Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa | 5

oleh pemain lawan yang berhasil Selain itu, permainan ini juga dapat
menebak pada putaran permaian melatih kemampuan berhitung.
kedua. Permainan ini biasanya dimainkan
g. Jika tidak tertebak oleh pemain lawan antara 2 hingga 6 orang anak dengan
maka pemain utama bermain kembali perlengkapan permainan yaitu udhu dan
pada putaran permainan kedua dan diiringi dengan sebuah syair sebagai
udhu yang berada di tangan kiri berikut:
pemain utama menjadi milik pemain
utama Kubuk bak-buk
Lara bendrong maju semprong
Dalam permainan ini digunakan Dhak dhik pira?
konsep matematika operasi bilangan
berupa penjumlahan dan pengurangan Permainan ini dilakukan dengan
yang digunakan dalam menghitung cara seperti bermain Kubuk yang
jumlah udhu yang berhasil dimiliki oleh kemudian dilanjutkan dengan bermain
para pemain dan menghitung sisa udhu Simbar Manuk. Langkah permainannya
yang digunakan dalam setiap putaran adalah sebagai berikut :
permainan. a. Setiap pemain mengumpulkan jumlah
udhu yang akan digunakan sebagai
2. Nilai Budaya dan Konsep Operasi taruhan, misalnya setiap pemain
Bilangan dalam Permainan memberikan 10 udhu sebagai taruhan
Tradisional “ Kubuk Manuk” permainan
Permainan Kubuk Manuk merupa- b. Permainan dimulai dengan melaku-
kan gabungan dari permainan Kubuk dan kan hompimpah untuk menentukan
permainan Simbar Manuk. Permainan pemain pertama dan pemain lawan
Kubuk yaitu memindahkan udhu dari c. Pemain yang menang hompimpah
genggaman tangan kanan ke genggaman dianggap sebagai pemain utama dan
tangan kiri sementara Simbar Manuk lainnya dianggap sebagai pemain
yaitu memasukan udhu ke dalam lawan
genggaman tangan menggunakan kedua d. Pemain utama kemudian menggeng-
ujung jari telunjuk yang diibaratkan gam semua udhu taruhan di tangan
sebagai paruh burung. Perlengkapan kanan
dalam permainan ini menggunakan biji- e. Setelah digenggam di tangan kanan
bijian sebagai taruhan (Dharmamulya, kemudian pemain utama
2008). menggoyang-goyangkan tangan
Permainan ini mengajarkan kanannya diatas tangan kiri sambil
pemain untuk bersosialisasi dengan menyanyikan syair lagu permainan
teman sebayanya, berbesar hati meneri- Kubuk Manuk
ma kekalahan atau kemenangan, f. Kemudian, ketika sampai pada kata
bersedia menerima konsekuensi atas “semprong”, maka goyangan tangan
tindakan yang diambil dan mengajarkan dihentikan dan pemain utama
untuk berhati-hati serta tidak sembarang- melempar biji yang ada genggama
an dalam melakukan sebuah tindakan.
6 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11

tangan kanannya ke genggaman digunakan sebagai taruhan maka


tangan kiri pemain dinyatakan rugi.
g. Selanjutnya, pemain lawan menebak Dalam permainan ini digunakan
jumlah udhu yang ada digenggaman konsep matematika operasi bilangan
tangan kiri pemain utama berupa penjumlahan dan pengurangan
h. Jika berhasil menebak jumlah udhu yang digunakan dalam menghitung
yang ada di genggaman tangan kiri jumlah udhu yang berhasil dimiliki oleh
pemain utama maka udhu tersebut para pemain dan menghitung sisa udhu
menjadi milik lawan dan ditambahkan yang digunakan dalam setiap putaran,
pada udhuyang telah dimiliki lawan. menghitung sisa udhu yang digunakan
Pemain utama dinyatakan mati dalam dalam tahap permainan Simbar Manuk,
permainan dan permainan dilanjutkan menghitung untung dan rugi yang
oleh pemain lawan yang berhasil diperoleh dari permainan Kubuk manuk.
menebak pada putaran permaian
kedua 3. Nilai Budaya dan Konsep Operasi
i. Jika tidak tertebak oleh pemain lawan Bilangan dalam Permainan
maka udhu yang ada ditangan kiri Tradisional Dhukter
pemain utama berhak dimiliki pemain Dharmamulya (2008) menjelaskan
utama. Kemudian, pemain utama bahwa nama Dhukter berasal dari kata
memainkan tahap permainan Simbar dhuduk yang artinya menggali dan ther
Manuk mennggunakan sisa biji yang berasal dari suara biji yang terbentuk
ada ditangan kanan pemain utama oleh kuku. Permainan ini mengajarkan
yaitu sisa udhu disebar ke lantai para pemainnya untuk bertindak adil
kemudian menggunakan kedua dalam menjalankan sebuah aturan,
telunjuknya untuk mengambil udhu berbesar hati ketika menerima kekalah-
yang disebar, apabila udhu yang an, tidak sombong ketika mendapat
diambil jatuh maka pemain utama kemenangan serta bersedia menerima
dinyatakan mati dalam permainan dan konsekuensi dari kekalahan. Jalannya
udhu yang berhasil dipatuk menjadi permainan Dhukter ini adalah sebagai
milik pemain utama. Selanjutnya berikut :
dilanjutkan pemain kedua dalam a. Para pemain menggali sebuah lubang
putaran berikutnya. pada tanah dengan diameter sekitar
j. Menang dan kalah dalam permainan 5cm dan kedalaman 3 cm. Kemudian,
ini ditentukan dari jumlah keuntungan para pemain mengumpulkan udhu
yang diperoleh dari permainan ini, sebanyak 50 biji
jika dalam permainan berhasil b. Setelah itu, para pemain duduk
mendapatkan lebih dari 10 udhu yang melingkar mengelilingi lubang dan
di gunakan sebagai taruhan maka melakukan hompimpah untuk
pemain dinyatakan untung. Namun, menentukan pemain utama
jika pemain pemain mendapatkan c. Pemain utama memulai permainan
udhu kurang dari 10 udhu yang dengan cara menggengam 50 udhu
Irma Risdiyanti, Rully Charitas I. P. - Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa | 7

mengunakan tangan kanan, dan 4. Nilai Budaya dan Konsep


tangan kiri menutup lubang. Bilangan Ganjil, Bangun Datar,
d. Selanjutnya, udhu yang ada di tangan Kekongruenan dan
kanan dilemparkan ke dalam lubang Kesebangunan dalam Permainan
sehingga ada udhu yang masuk ke Tradisional Macanan
dalam lubang ada yang tidak Macanan berasal dari kata macan
e. Kemudian, pemain utama memasuk- yang mendapat akhiran “an”. Macan
kan udhu yang tidak masuk lubang dalam bahasa Jawa berarti harimau dan
dengan cara mengungkitnya dengan jika mendapat akhiran “an” atau
ibu jari sehingga masuk kedalam macanan maka artinya menjadi macan
lubang tiruan. Dalam permainan ini terdapat
f. Pemain utama dinyatakan mati dalam perlengkapan permainan yang ibaratkan
permainan apa bila udhu yang sebagai macan dan sebagai uwong-
diungkit menggunakan ibu jari tidak uwongan atau manusia (Dharmamulya,
dapat masuk ke lubang dan pemain 2008).
selanjutnya berhak melanjutkan Permainan ini mengajarkan para
permainan Dhukter putaran kedua dan pemain untuk pandai mengatur strategi
udhu yang berhasil masuk ke lubang agar uwong dapat melawan macan yang
menjadi milik pemain utama terdapat dalam permainan, melatih daya
g. Penentuan menang dan kalah yaitu ingat dan memupuk keakraban para
dengan membandingkan besarnya pemain serta mengajarkan bahwa dalam
jumlah udhu yang diperoleh. setiap peperangan harus berlapang dada
Kemudian, pemain yang mendapat ketika ada yang harus dikorbankan.
udhu paling banyak berhak Peralatan yang digunakan dalam
menggetok lutut pemain lawan yang permainan ini yaitu berupa batu kerikil
kalah sebagai konsekuensi dari kecil yang berperan sebagai uwong dan
kekalahan pemain lawan. kerikil besar yang berperan sebagai
Permainan ini menggunakan macan. Permainan ini dilakukan dalam
konsep operasi bilangan berupa penjum- sebuah arena permainan, seperti tampak
lahan untuk menghitung jumlah biji yang pada Gambar 1.
berhasil masuk kedalam lubang dan
menjadi milik pemain utama, serta
menghitung jumlah sisa biji yang
digunakan dalam setiap putaran
permainan untuk memastikan tidak ada
biji yang tercecer. Selain itu, permainan
ini juga menggunakan konsep Gambar 1 Arena Permainan Macanan
perbandingan bilangan untuk menetukan
pemain yang menang. Permainan dilakukan dengan cara
menyusun kerikil pada arena permainan,
kemudian pemain melakukan suit,
pemain yang menang suit kemudian
8 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11

meletakkan kerikil besar atau macan ke Progo, Yogyakarta permainan ini disebut
dalam arena permainan, pada peletakan Raton sementara di kota Yogyakarta
pertama pemain utama boleh memakan 3 permainan ini sering dinamakan
uwong menurut pilihannya. Setelah itu, Bentengan. Permainan ini dimainkan
gantian pemain lawan menggeser uwong secara berkelompok, dalam setiap
yang dimilikinya agar macan tidak bisa kelompoknya paling sedikit terdiri dari 3
memakan uwong yang dimiliki oleh orang (Dharmamulya, 2008). Langkah
pemain lawan. Pada permainan ini permainan Jeg-Jegan ini adalah sebagai
macan hanya boleh memakan uwong berikut.
dalam jumlah ganjil yaitu 1,3,5 dan a. Para pemain membuat arena
seterusnya dengan cara melakukan permainan dengan membuat sebuah
lompatan yang melalui uwong-uwong lingkaran dengan diamater 2 meter,
tersebut. Kemudian, usaha pemain lawan titik pusatnya ditandai dengan lubang
adalah membuat macan tidak bisa kecil yang kemudian di anggap
bergerak karena telah terhimpit uwong sebagai ngajekan atau pangkalan.
dan tidak bisa melakukan lompatan. Kemudian dibuat lingkaran yang
Pemain utama dinyatakan menang serupa dengan jarak antar lingkaran
apabila pemain lawan telah kehabisan 6-7 meter. Seteleh itu, disamping
uwong sehingga tidak dapat mengepung kanan ngajegan dibuat lingkaran kecil
macan. Sementara, pemain lawan sebagai tempat tawanan.
dinyatakan menang apabila uwong- b. Kemudian, para pemain membentuk
uwong yang dimilikinya berhasil kelompok permainan dengan jumlah
mengepung macan sehingga tidak dapat anggota kelompok sama
bergerak kemana-mana. c. Setelah itu, salah satu anggota kelom-
Dalam permainan ini terdapat pok dari masing-masing kelompok
konsep bangun ruang berupa segitiga melakukan suit untuk menentukan
sama kaki, segitiga siku-siku, persegi kelompok utama dan kelompok
panjang, belah ketupat, jajar genjang dan lawan.
kekongrunenan bangun-bangun datar d. Salah satu anggota kelompok yang
tersebut yang dapat diidentifikasi dari menang suit kemudian keluar dari
bentuk arena permainan macanan. Serta, lingkaran asal untuk memancing agar
konsep bilangan ganjil juga digunakan dikejar oleh pemain lawan. Jika
dalam permainan ini. tertangkap maka pemain tersebut
dinyatakan mati dalam permainan dan
5. Nilai Budaya dan Konsep Relasi ditawan dalam lingkaran tawanan.
dalam Permainan Tradisional Jika tidak berhasil tertangkap dan
Jeg-Jegan telah kembali ke lingkaran asal atau
Kata Jeg dalam bahasa Jawa ke ngajegan maka pemain lawan
diartikan sebagai menduduki. Pada harus segera kembali ke lingkaran
daerah-daerah tertentu di Yogyakarta asal lawan dan berhak dikejar oleh
permainan ini memiliki nama yang salah satu anggota pemain utama.
berbeda-beda, di kabupaten Kulon
Irma Risdiyanti, Rully Charitas I. P. - Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa | 9

Begitu seterusnya, permainan ini berupa konsep operasi bilangan, bangun


dilakukan silih berganti. datar, kesebangunan, kekongruenan,
e. Aturan dalam permainan ini yaitu perbandingan bilangan dan relasi. Oleh
setiap pemain hanya berhak menang- karena itu, permainan tradisional ini
kap satu pemain. Sebagai ilustrasinya dapat digunakan sebagai starting point
dapat dilihat pada Gambar 2. atau konteks dalam pembuatan desain
pembelajaran untuk anak sekolah dasar.
A F Sehingga, dapat mengubah paradigma
anak dan masyarakat bahwa matematika
B G
memiliki hubungan dengan aktivitas
H sehari-hari dan matematika memiliki
C
hubungan dengan budaya serta dapat
D I dipelajari dengan cara yang menyenang-
kan. Hal ini sejalan dengan filosofi pen-
E J dekatan pendidikan matematika realistik,
mathematics as a human activity, yang
Gambar 2 Ilustrasi permainan Jeg-Jegan
dikembangkan di Belanda dan diadopsi
Pada gambar 2 tersebut dijelaskan Indonesia dalam bentuk pendekatan
bahwa A keluar dari pangkalan Pendidikan Matematika Realistik Indo-
kemudian dikejar oleh F. B mengejar F nesia (Freudenthal, 1991; Gravemeijer,
dan B dikejar oleh G, C mengejar G dan 1994; Hadi, 2017; Sembiring, 2007;
C dikejar oleh H, D mengejar H dan D Sembiring, et al. 2010; Zulkardi, 2002).
dikejar oleh I, E mengejar I dan E Selain itu, sejumlah peneliti telah
dikejar oleh J. Pada permainan ini mendokumentasikan hasil penelitian
terdapat konsep lingkaran yang mereka terkait implementasi aktivitas
digunakan dalam membentuk arena sehari-hari siswa dalam proses pembela-
permainan dan konsep relasi yang jaran matematika, seperti permainan
digunakan untuk menentukan pemain tepuk bergambar dalam pembelajaran
yang mengejar lawan dan pemain yang operasi bilangan (Prahmana, 2012),
dikejar oleh lawan. bermain satu rumah dalam pembelajaran
operasi bilangan (Nasrullah & Zulkardi,
PENUTUP 2011); permainan tepuk bergilir dalam
Hasil penelitian ini menunjukan pembelajaran KPK (Prahmana, 2010),
bahwa permainan tradisional dalam permainan patok lele dalam pembe-
kebudayaan masyarakat Jawa masih lajaran pengukuran (Wijaya, 2008), dan
dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat. permainan gasing dalam pembelajaran
Permainan tradisional tersebut tidak waktu (Jaelani, et al. 2013). Oleh karena
hanya menyenangkan untuk dimainkan itu, hasil penelitian ini mengambil peran
oleh anak-anak tetapi juga mengandung untuk menambah kajian tentang konteks
konsep matematika dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai starting
budaya. Konsep matematika yang ada point pembe-lajaran matematika, yaitu
dalam permainan tradisonal tersebut permainan tradisional Jawa.
10 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 1-11

DAFTAR PUSTAKA Karnilah, N. (2013). Study


Abdullah, A.S. (2016). Ethnomathematics Etnomathematics: Pengungkapan
Sistem Bilangan Masyarakat Adat
in Perspective of Sundanese Culture.
Journal on Mathematics Education, Baduy. Disertasi. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
8(1), 1-16.
Nasrullah & Zulkardi. (2011). Building
Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman, T.,
Rahmat, C., & No, J.D.S. (2014). Counting by Traditional Game a
Mathematics Program for Young
Study of Ethnomathematics: A
Lesson From the Baduy Culture. Children. Journal on Mathematics
Education 2(1), 41-54.
International Journal of Education
and Research, 2(10), 681-668. Nurhasanah, F., Kusumah, Y.S., &
Sabandar, J. (2017). Concept of
D’Ambrosio, U. (1985).
Ethnomathematics and its Place in Triangle: Examples of Mathematical
Abstraction in Two Different
the History and Pedagogy of
Mathematics. For the Learning of Contexts. International Journal on
Emerging Mathematics Education,
Mathematics, 5(1), 44-48.
1(1), 53-70.
Dewantara, K.H. (1997). Karya Ki Hadjar
Dewantara Bagian Pertama: Prahmana, R.C.I. (2010). Batu, Permen,
dan Berbagi yang Adil. Majalah
Pendidikan. Semarang: Majelis
Luhur Persatuan Taman Siswa. PMRI, 8(3), 38-41.
Prahmana, R.C.I. (2012). Pendesainan
Dharmamulya, S. (2008). Permainan
Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pembelajaran Operasi Bilangan
Menggunakan Permainan
Kepel Press.
Tradisional Tepuk Bergambar untuk
Freudenthal, H. (1973). Mathematics as Siswa KELAS III Sekolah Dasar
an Educational Task. Dordrecht: (SD). Tesis. Palembang: Universitas
Kluwer Academic Publishers. Sriwijaya.
Freudenthal, H. (1991). Revisiting Prahmana, R.C.I. (2017). Design Research
Mathematics Education: China (Teori dan Implementasinya: Suatu
Lectures. Dordrecht: Kluwer. pengantar). Jakarta: Rajawali Pers
Gravemeijer, K. (1994). Developing Putra, H.D., Herman, T., & Sumarmo, U.
Realistic Mathematics Education. (2017). Development of Student
Utrecht: Technipress, Culemborg. Worksheets to Improve the Ability
Hadi, S. (2017). Pendidikan Matematika of Mathematical Problem Posing.
Realistik. Jakarta: Rajawali Pers. International Journal on Emerging
Mathematics Education, 1(1), 1-10.
Jaelani, A., Putri, R.I.I., & Hartono, Y.
(2013). Students’ Strategies of Sembiring, R.K. (2007). PMRI: History,
Measuring Time Using Traditional Progress, and Challenges. Jurnal
Gasing Game in Third Grade of Pendidikan Matematika, 1(1), 82-
Primary School. Journal on 93.
Mathematics Education, 4(1), 29- Sembiring, R.K., Hoogland, K., & Dolk,
40. M. (2010). A Decade of PMRI in
Indonesia. Bandung, Utrecht: Ten
Brink, Meppel.
Irma Risdiyanti, Rully Charitas I. P. - Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa | 11

Setiawan, E. (2012). Kamus Besar Bahasa Widodo, S.A., Purnami, A.S., &
Indonesia (KBBI). Jakarta: Badan Prahmana, R.C.I. (2017). Team
Pengembangan dan Pembinaan Accelerated Instruction, Initials and
Bahasa, Kemendikbud. Problem-solves Ability in Junior
high School. International Journal
Stacey, K. (2011). The PISA View of
Mathematical Literacy in Indonesia. on Emerging Mathematics
Education, 1(2), 193-204.
Journal on Mathematics Education,
2(1), 95-126. Wijaya, A. (2008). Design research in
Tanujaya, B., Prahmana, R.C.I., & Mumu, Mathematics Education: Indonesian
Traditional Games as Means to
J. (2017). Mathematics instruction,
Support Second graders’ Learning
Problems, Challenges, and
Opportunities: A Case Study in of Linear Measurement. Thesis.
Utrecht: Utrecht University
Manokwari Regency, Indonesia.
World Transactions on Engineering Zulkardi. (2002). Developing a Learning
and Technology Education, 15(3), Environment on Realistic
287-291. Mathematics Education for
Wahyu, K., Amin, S.M., & Lukito, A. Indonesian Student Teachers.
Enschede: PrinPartners Ipskamp-
(2017). Motivation Cards to Support
Students’understanding on Fraction Enschede.
Division. International Journal on
Emerging Mathematics Education,
1(1), 99-120.

Anda mungkin juga menyukai