Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari dua
batang bambu dengan ukuran selengan orang dewasa, sedangkan untuk tumpuan bawah bambunya agak besar. Permainan ini sudah tidak asing lagi, meskipun diberbagai daerah dikenal dengan nama berbeda-beda. Saat ini juga sudah mulai sulit ditemukan, baik di desa maupun di kota. Permainan engrang sendiri sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan permainan yang membutuhkan keterampilan dan kesemimbangan tubuh.
Egrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum
diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama yang berbeda-beda seperti : wilayah Sumatra Barat dengan nama Tengkak-tengkak, dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di daerah Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari burung berkaki panjang. Engrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut Batungkau.
Permainan Egrang sendiri sangat unik karena dibutuhkan
keterampilan dan keseimbangan tubuh bila menaikinya, maka tidak semua orang baik orang dewasa maupun anak-anak bisa bermain Egrang. Bentuk Egrang disesuaikan dengan umur si pemakainya, bila yang bermain orang dewasa maka pembuatannya pun panjang dan tinggi, sedangkan untuk anak-anak bentuk dan ukurannya pun pendek.
Egrang dibuat dengan batang bambu dengan panjang kurang
lebih 2,5 meter. sekitar 50cm dari bawah, dibuat tempat pijakan kaki yang rata dengan lebar kurang lebih 20cm. Permainan Egrang dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak. Pada umumnya permainan dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia 7-13 tahun, jumlah pemainnya 2-6 orang.
Permainan Egrang tidak membutuhkan tempat (lapangan) yang
khusus, ia dapat dimainkan dimana saja, asalkan diatas tanah. Jadi dapat di tepi pantai, ditanah lapang atau di jalan. Luas arena permainan hanya sepanjang 7-15 meter dan lebar 3-4 meter. Peralatan yang dignakan adalah dua batang bambu bata (volo vatu) yang relatif lurus dan sudah tua dengan panjang masing-masing antara 1,5-3 meter.
Aturan permainan egrang, dapat dibagi menjadi dua, yakni
perlombaan lari dan pertandingan untuk saling menjatuhkan dengan cara saling memukulkan kaki-kaki bambu. Perlombaan adu kecepatan biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berusia 7-11 tahun dengan jumlah 2-5 orang sedangkan, permainan untuk saling menjatuhkakn lawan biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berusia 11-15 tahun dengan menggunakan sistem kompestisi.
Jalannya permainan, apabila permainan hanya berupa adu
kecepatan (lomba lari), maka di awali dengan berdirinya 3-4 pemain digaris start sambil menaiki bambu masing-masing. Bagi anak-anak yang kurang tinggi atau baru belajar bermain egrang, ,mereka dapat menikinya dari tempat yang agak tinggi atau menggunakan tangga dan baru berjalan ke arah garis start. Apabila telah siap, orang lain yang tidak ikut bermain akan memberikan aba-aba untuk segera memulai permainan. Mendengar aba-aba itu para pemain mulai berlari menuju garis fisish. Pemain yang lebih dahulu menuju garis finish dinyatakan sebagai pemenangnya.
Sedangkan apabila permainan bertujuan untuk mengadu
bambu masing-masing pemain, maka diawali pemilihan dua orang pemain yang dilakukan secara musyawarahh/mufakat. Setelah itu, mereka akan berdiri berhadapan. Apabila usdha siap, peserta lain yang belum dapat giliran bermain akan memberikan aba-aba untuk segera memulai permianan. Mendengar aba-aba itu, kedua pemain akan mulai mengaduan bambu yang mereka naiki. Pemain yang dapat menjatuhkan lawan dari bambu yang dinaikinya dinyatakakn sebagai pemenangnya.
Nilai budaya yang terkandung dalam permainan egrang adalah
kerja keras, keuletan, dan sportivitasa. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkkan lawannya. Nilai keuletan tercermin dari proses pembuatan alat yang digunakan untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar seimbang dan mudah digunakan untuk berjalan. Dan nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap apara pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, teatapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.