Anda di halaman 1dari 16

e-ISSN: 2549-5070

p-ISSN: 2549-8231

Journal of Medives Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40


http://e-journal.ikip-veteran.ac.id/index.php/matematika/article/view/555

ETHNOMATHEMATICS STUDY: THE TECHNIQUE OF


COUNTING FISH SEEDS (OSPHRONEMUS GOURAMY)
OF SUNDANESE STYLE
Ipah Muzdalipah1, Eko Yulianto 2
1,2Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Siliwangi
1E-mail: ipah.muzdalipah@gmail.com

Diterima: Nopember 2017. Disetujui: Desember 2017. Dipublikasikan: Januari 2018

ABSTRAK
Konsep etnomatematik yang diajukan oleh D'Ambrosio memandang budaya dan matematika sebagai dua
hal yang saling berhubungan yang bisa dijelaskan satu sama lain melalui kegiatan sehari-hari masyarakat
yang matematis. Penelitian ini setidaknya mengusung dua misi, yaitu misi pendidikan dan kebudayaan.
Sejarah mencatat bahwa orang Sunda memiliki teknik unik dalam menghitung benih ikan (Osphronemus
gouramy). Keunikannya terlihat dari bagaimana mereka menghitung dengan bernyanyi dan juga dalam
perspektif proses matematis. Studi interpretif ini mengeksplorasi konsep matematika yang terdapat dalam
budaya Sunda dan memberikan gambaran tentang antropologi budaya melalui pendekatan etnomatematik.
Penelitian ini mengamati empat peternak ikan senior dari berbagai kota di Priangan Timur. Hasilnya
menunjukkan bahwa orang Sunda menggunakan konsep dari sedikit dari lima orang dalam menghitung
benih ikan. Selain itu, mereka juga sangat terampil dalam menerapkan sifat distribusi perkalian, namun
mereka tidak mengetahui istilahnya secara matematis. Bahkan pada konsep identitas dan invers, secara
tidak langsung mereka telah menerapkannya tanpa mengetahui sifat tersebut. Hampir semua responden
tidak bisa menjelaskan bagaimana mereka mendapatkan proses perkalian ini karena empat responden
lulusan sekolah dasar, bahkan beberapa di antaranya tidak tamat. Mereka mengatakan bahwa matematika
bisa dikuasai oleh pengalaman. Dari perspektif antropologi, ikan gurame memiliki nilai semiotika yang
sangat berarti bagi orang Sunda, hal ini menunjukkan nilai prestise orang Sunda. Dari perspektif budaya,
penelitian ini memaparkan kearifan lokal orang Sunda menjadi bagian dari upaya menegakkan nilai-nilai
budaya bangsa. Dari perspektif pendidikan, penelitian ini bisa menjadi upaya mengurangi gagasan bahwa
matematika dan budaya bebas budaya.
Kata kunci: antropologi budaya, etnomatematik, Osphronemus gouramy, budaya Sunda

ABSTRACT
Ethnomathematical concept that was proposed by D'Ambrosio looked at culture and mathematics as an
interconnected thing that can be explained each other by everyday mathematical activities of society. This
research at least brings two missions, namely educational and cultural missions. History noted that the
Sundanese have a unique technique in counting fish seeds (Osphronemus gouramy). The uniqueness is
visible from how they count by singing and also in the perspective of mathematical process. This
interpretive study explores the mathematical concepts contained in the Sundanese culture and provide an
overview of cultural anthropology through an ethnomathematics approach. This research observed four
senior farmers from different cities in Priangan Timur. The results show that Sundanese uses the concept
of a multiple of five in counting fish seeds. In addition, they are also highly skilled at applying the
distributive properties of multiplication, but they don’t know the term mathematically. Even the concept of
identity and inverse, indirectly they have applied it without knowing the terms. Almost all respondents
cannot explain how they got this multiplication process because the four of respondents only went to
elementary school, even some of them did not finish it. They said clearly that mathematics can be mastered
by experience. From the anthropology perspective, Gourami Fish has a very meaningful semiotics value
for Sundanese, it shows the prestige value of Sundanese. From a cultural perspective, this research exposes
Sundaneses’ local wisdom becomes part of the effort to uphold the nation's cultural values. From
educational perspective, this study could be an effort in reducing the notion that mathematics and culture
are culturally-free.
Keywords: cultural-anthropolgy, ethnomathematics, Osphronemus gouramy, Sundanese culture

How to Cite: Muzdalipah, I., & Yulianto, E. (2018). Ethnomathematics Study: the Technique of Counting
Fish Seeds (Osphronemus Gouramy) of Sundanese Style. Journal of Medives, 2(1), 25-40.
26 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

PENDAHULUAN Dayak telah mampu menerapkan konsep


Matematika dan budaya merupakan geometri yang sangat rumit dalam pola
dua hal yang berhubungan erat dan bisa anyaman topi (Hartoyo, 2012).
saling menjelaskan (Barta & Shockey, Etnomatematika telah menjadi isu
2006). Hubungan tersebut bisa berupa global dalam pendidikan matematika
upaya pengungkapan gagasan matematis yang bisa dilihat dari beberapa laporan
dari budaya masyarakat maupun peng- etnomatematika di dunia, misalnya
aplikasian matematika dalam menyele- bagaimana bangsa Yu’pik di Alaska
saikan masalah-masalah sehari-hari, atau mampu menggunakan matematika
dalam perspektif yang lebih luas seperti dengan baik untuk keperluan navigasi
yang dikemukakan oleh Skovsmose (Engblom-bradley, 2006), bagaimana
(2006), kita bisa mengamati bagaimana suku Aborigin (Barta & Shockey, 2006)
matematika, pendidikan matematika dan dan Suku Dan di Liberia (Sternstein,
risetnya telah memberi-kan dampak 2008) memiliki bahasa bilangan sendiri,
sosial. Bahkan dengan tegas Clements bagaimana tabuhan drum suku Afrika
(Clements, et al., 2013) mengatakan mengandung konsep algoritma aljabar
bahwa matematika memiliki fungsi (Sharp & Stevens, 2007), bagaimana
sosial. Suku Zulu di Afrika Selatan menguasai
Keterlibatan matematika dalam teknologi matematis yang tertuang dalam
aktivitas keseharian manusia tidak hanya kerajinan-kerajinan tangan yang penuh
terdapat di budaya masyarakat modern dengan konsep simetris, Suku Otomies di
yang telah menerapkan matematika Mexico tengah (Gilsdorf, 2009) dan
dalam matematika terapan atau dunia pemukiman kuno di Islandia
akademik yang dengan sengaja dan (Bjarnadottir, 2010) memiliki sistem
formal mempelajari matematika sebagai kalender sendiri, bagaimana Suku Inca di
sebuah pelajaran formal, tetapi matema- Peru mampu mengembangkan teknik
tika juga hadir dalam kehidupan sempoa dengan cara yang menarik
masyarakat tradisional atau masyarakat (Leonard & Shakiban, 2010), bagaimana
adat. Misalnya masyarakat tradisional Suku di Papua Nugini mampu
Kampung Naga (Muzdalipah & Yulianto, memanfaatkan konsep geometri untuk
2017), mereka mampu merancang mengons-truksi jembatan dan motif-
bangun-bangun geometri, aktivitas ber- motif ukiran yang simetris (Owens,
main, membuat peralatan berburu, 2012), bagaimana orang-orang di ke-
kerajinan-kerajinan berbentuk geometris pulauan Micronesia memanfaatkan
secara naluriah tanpa pernah mengikuti sistem linear untuk pertanian (Goetzfridt,
pendidikan formal tentang konsep- 2012), atau bagai-mana kondektur bus di
konsep geometri. Kemudian suku Baduy India memanfaat-kan komputasi mental
yang secara formal tidak mengenal matematis dalam praktik kerja mereka
pendidikan namun perlu diakui mereka (Naresh, 2012) dan kajian buku teks
telah mampu mengembangkan gagasan Hindu kuno yang telah mengenalkan
matematis dalam teknologi anti tikus algoritma veda (mental aritmetika
(Arisetyawan, et al., 2014), dan suku perkalian jari) (Noblitt, 2013).
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 27

Melihat tren etnomatematika dunia disebut etnomodeling (Rosa & Orey,


yang saat ini berkembang, peneliti 2013). Kajian tersebut bisa dipandang
berasumsi bahwa sebagai negara dari perspektif etnomatematika itu
kepulauan, Indonesia memiliki potensi sendiri, atau sebagai sebuah upaya
riset yang begitu strategis. Indonesia pemodelan matematis maupun dari
memiliki 1331 suku bangsa (Statistik, pendekatan antropologi budaya. Dari
2011) yang masing-masing suku bangsa aspek pemodelan matematis bisa digali
ter-sebut memiliki tradisi budaya yang bagaimana proses mereka menggambar-
unik. Dari sekian banyak keragaman kan cara berpikir matematis. Pemodelan
budaya Indonesia, peneliti melihat ada matematis yang diangkat dari cara
satu konsep berhitung masyarakat yang berpikir masyarakat inilah yang akan
belum terekspos oleh publikasi ilmiah, menambah kekayaan kajian pendidikan
yakni teknik berhitung para peternak ikan matematika. Dari konsep antropologi,
di Sunda khususnya dalam menghitung peneliti bisa mengkaji epistimological
benih ikan gurame (Osphronemus studies bagaimana asal-usul mereka
gouramy) yang telah lama memanfaatkan memperoleh teknik berhitung tersebut
kelipatan lima. padahal kebanyakan dari mereka tidak
Menghitung benih ikan dalam lulus Sekolah Dasar. Berdasarkan teori
jumlah ribuan akan sangat tidak efektif tersebut, jelas bahwa teknik berhitung
jika dibaca dengan pelafalan biasa benih ikan ala peternak Sunda merupakan
(umum), selain memerlukan kecermatan kajian pendidikan matematika.
juga memerlukan waktu yang lama. Di sisi lain, Morris Kline (Francois
Namun mereka memiliki cara tersendiri & Kerkhove, 2010) dan FitSimos
bagaimana menghitung jumlah ikan (Bishop, 2002) berpendapat bahwa
secara efektif tanpa alat bantu teknologi. matematika sekolah saat ini berdiri
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sendiri dengan begitu formal dan seakan
secara matematis telah mahir mengguna- terlepas dari budaya. Rosa dan Orey
kan konsep bilangan dalam kehidupan memandang bahwa seharusnya konsep
sehari-hari. Konsep basis bilangan matematika bisa dipandang lebih
merupakan bagian dari topik teori universal dan berakulturasi (Rosa &
bilangan yang dipelajari di sekolah Orey, 2011). Jauhnya proses akulturasi
maupun perguruan tinggi. Namun dalam ini memberi dampak matematika terkesan
praktiknya, konteks basis bilangan jarang jauh kehidupan sehari-hari.
ditemukan siswa secara nyata dalam Matematika yang jauh dari
kehidupan sehari-hari. kehidupan sehari hari ini adalah buah dari
Teknik berhitung benih ikan orang paradigma absolut yang berkembang di
Sunda merupakan bagian dari budaya masyarakat yaitu suatu pandangan yang
yang bisa didekati dari kajian pendidikan menganggap bahwa matematika adalah
matematika. Proses penerjemahan dan ilmu pengetahuan yang sempurna dengan
elaborasi masalah yang diambil dari kebenaran objektif, jauh dari urusan
bagian dari kehidupan sehari-hari pada kehidupan manusia (Turmudi, 2009).
anggota kelompok budaya tertentu Akibatnya, siswa kurang merasakan
28 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

manfaat dari belajar matematika kelompok tersebut (Pais, 2013). Asumsi


(Karnilah & Juandi, 2013). dasar dan ekstrem perlu dikemukakan
Padahal jika dikembangkan lebih dalam penelitian etnomatematika yang
dalam ada banyak cara mengajarkan memang masih seumur bayi. Secara
matematika dari budaya atau lingkungan spesifik, asumsi tersebut berbunyi
sekitar. Beragam aktivitas masyarakat “semua bentuk formal pendidikan
sehari-hari mengandung unsur-unsur matematika adalah proses interaksi
matematika seperti membilang, meng- budaya, sehingga setiap siswa (juga guru)
ukur, membuat rancang bangun bahkan memiliki pengalaman berupa konflik-
permainan tradisional yang masih konflik budaya di dalam proses tersebut”.
digemari anak-anak sampai saat ini Teori yang berkembang di pendidikan
(Muzdalipah & Yulianto, 2017), matematika belum berdasar pada asumsi
termasuk teknik menghitung benih ikan tersebut. Oleh karena itu, penelitian
seperti yang digunakan oleh para etnomatematika ini perlu mendapatkan
peternak ikan di masyarakat Sunda. ruang dari pendidikan matematika.
Dari sudut pandang pendidikan, Berdasarkan uraian di atas, peneliti
konteks menghitung benih ikan di tertarik untuk melawan kolonialisasi
masyarakat Sunda menyediakan konsep dalam pendidikan matematika dengan
yang bisa dikembangkan dalam pendekatan etnomatematika dengan cara
kurikulum dan pembelajaran untuk mengeksplorasi teknik menghitung benih
menyadari keberada-an matematika yang ikan yang dilakukan oleh masyarakat
sesungguhnya. Selain itu, konteks Sunda yang tergolong khas. Selain itu,
matematika melatih cara berpikir siswa peneliti memandang bahwa penelitian ini
yang mampu memberikan pengalaman merupakan upaya untuk melawan
belajar lebih interaktif (Hadi, 2002; kolonialisasi antara pendidikan matema-
Stathopoulou, et al., 2015). Interaksi tika dan real mathematics pendidikan
belajar yang menyenangkan memberikan matematika yang saat ini terkesan sangat
motivasi belajar yang kemudian menjadi formal, berdiri sendiri, kaku, dan terpisah
sumber budaya bagi anak-anak saat dari budaya dan kehidupan sehari-hari.
mereka mengem-bangkan bahasa Hasil dari studi ini bisa dijadikan sebagai
pembelajaran dan bentuk komunikasi konteks pembelajaran yang bisa dikaji
mereka sendiri (Appelbaum & Clark, oleh siswa maupun mahasiswa sebagai
2001). konteks matematis yang menjembatani
Salah satu pendekatan yang bisa mereka kepada kesadaran bermatematika.
digunakan untuk menggali keterkaitan Penelitian ini berupaya untuk mencari
budaya dan matematika adalah dengan tahu bagaimana teknik peternak Sunda
etnomatematika. Penelitian etnomatema- menghitung benih ikan dan konsep
tika dalam pendidikan bisa digunakan matematika apa saja yang terdapat dalam
untuk mengungkap ide-ide pada aktivitas teknik peternak Sunda menghitung benih
budaya atau kelompok sosial sehingga ikan. Sebuah refleksi tentang pendekatan
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan didaktis dibahas dibagian diskusi.
kurikulum dari, oleh, dan untuk
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 29

Etnomatematika dan di seminarkan pada The 5th Internasional


Perkembangannya Conference on Mathematics Education
Konsep etnomatematika lahir (ICME-5) (Barton, 1996).
sebagai pendekatan matematika dari sisi Salah satu yang mendasari lahirnya
budaya yang memandang matematika konsep etnomatematika adalah sebagai
sebagai sebuah kajian ilmu yang lebih upaya mengurangi kolonialisasi kajian
luas dan luwes dibanding sekedar yang matematika yang awalnya dipandang
diajarkan di sekolah. Etnomatematika bebas dari budaya (culturally-free).
dipopulerkan D’Ambrosio dalam tulisan- Pandangan ini telah berkembang sejak
nya “ethnomathematics” yang kemudian abad ke 19, saat itu pengaruh budaya
dikembangkan oleh Barton (1996) dalam barat sangat kuat terhadap negara-negara
tulisannya “Ethnomathematics: Explo- di dunia, termasuk Indonesia (Gerdes,
ring Cultural Diversity in Mathematics” 1996). Hal ini juga berpengaruh terdapat
dan Gerdes (1996) dengan tulisannya kurikulum pendidikan matematika di
“Ethnomathematics and Mathematics sekolah yang mengakibatkan matematika
Education”. Hasil-hasil penelitian etno- di sekolah dipandang sangat formal.
matematika secara cepat berkembang Bahkan D’Ambrosio (Gerdes, 1996)
dengan beragam pendekatan yang salah menyatakan bahwa sekolah telah
satunya secara intens diteliti oleh Rosa & menyediakan pendekatan yang begitu
Orey (2000-2016). formal dalam membentuk pola berpikir
matematis siswa sehingga mengakibat-
Sejarah Pendekatan Matematika dari kan hambatan-hambatan psikologis.
Sisi Budaya dan Lahirnya Sejak saat itu, etnomatematika mulai
Etnomatematika dipandang sebagai pendekatan yang
Upaya untuk melihat matematika penting sebagai bagian dari ranah
dengan pendekatan lain telah dimulai penelitian di bidang matematika.
sejak tahun 1911-1917 yang digagas oleh Etnomatematika merupakan sebuah
Spengler. Spengler menulis bahwa kajian penelitian yang mengamati tentang
matematika adalah bagian dari budaya bagaimana kelompok masyarakat mema-
dan menunjukkan bahwa budaya dan hami, mengartikulasikan, dan mengguna-
matematika bisa saling dijelaskan melalui kan konsep atau ide-ide matematis.
segala aktivitas sehari-hari manusia Barton (Barton, 1996) menjelaskan bah-
(Spengler, 1926). Kemudian tahun 1980- wa sesuatu yang matematis tidak selalu
an mulai banyak matematikawan yang telah menjadi bagian dari matematika,
juga mulai melirik matematika dari kadang karena belum bisa diterima oleh
pendekatan budaya, namun dalam skala para matematikawan. Misalnya kasus
yang terbatas yakni hanya dilakukan oleh jembatan Konigsberg, selama berabad-
forum-forum pendidikan yang mencoba abad hanya merupakan teka-teki sebelum
melihat pendidikan matematika dari menjadi bagian dari teori graf dalam
aspek sosial saja. Akhirnya, D’Ambrosio matematika. Baru setelah ramai dikaji
mulai menggagas konsep yang disebut oleh para matematikawan permasalahan
“etnomatematika” pada tahun 1984 yang ini bisa menjadi bagian dari matematika.
30 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

Berdasarkan uraian tersebut, jelas tika setidaknya dari dua pendekatan,


bahwa etnomatematika bukanlah mate- yakni pendekatan budaya dan pendidikan
matika melainkan sebuah wilayah studi (Begg, 2001). Dari pendekatan budaya,
atau kajian penelitian yang kemudian bisa jadi dalam suatu aktivitas yang sama
berpotensi menjadi ranah dari pendidikan pada masyarakat yang berbeda pola pikir
matematika. matematis yang digunakan juga berbeda
Etnomatematika terus mengalami sehingga dengan dikaji mendalam bisa
perkembangan tren dalam penelitian saja menjadi referensi mendasar untuk
pendidikan matematika. Hal ini ditandai perkembangan matematika. Hal ini telah
dengan munculnya matematikawan yang banyak dibuktikan oleh fakta bahwa
intens dalam penelitian etnomatematika sebagian besar pola matematika diawali
yang kemudian memberikan beragam dengan induksi yang merupakan hasil
definisi dari etnomatematika, antara lain pengamatan sebuah fenomena di
etnomatematika merupakan teori yang lapangan. Pendekatan ke dua yaitu dari
membangun pemeriksaan radikal segi pendidikan, bahwa pendidik
terhadap pendidikan, etnomatematika matematika sebaiknya mempertimbang-
dapat menyediakan bahan-bahan untuk kan ethno-education sehingga siswa
meningkatkan motivasi dan pengorgani- benar-benar merasakan kebermanfaatan
sasian kembali matematika (Bishop, dari matematika itu sendiri.
2002), etnomatematika adalah sebuah Kemudian (Bishop, 2004) menje-
bangunan teoretis untuk meningkatkan laskan beberapa aktivitas pada budaya
pendidikan dan pembelajaran, dan masyarakat yang sangat memungkinkan
etnomatematika merupakan alat untuk memuat ide-ide matematis, salah satunya
menghidupkan kembali politik dari adalah counting atau membilang. Membi-
matematika dan pendidikan matematika lang merupakan aktivitas yang berkaitan
di negara berkembang. dengan kegiatan yang bisa ditanya
Berdasarkan pendapat-pendapat di dengan “berapa banyak?”. Biasanya ini
atas, maka dapat disintesis bahwa bisa dideskripsikan oleh benda-benda di
etnomatematika merupakan studi tentang sekitar seperti batu, tongkat, tali, atau
antropologi, budaya, atau sejarah yang bahkan anggota tubuh seperti jari.
bisa dikaji dari sudut pandang
matematika; definisi etnomatematika Kerangka Etnomatematika:
bergantung pada siapa yang menyatakan- Matematika, Pemodelan Matematis,
nya dan praktik-praktik yang lebih dan Antroplogi Budaya
spesifik; ranah kajian yang digunakan Etnomatematika sebagai paradigma
sangat bergantung pada budaya; penelitian lebih luas dari sekedar konsep
etnomatematika mengakibatkan suatu matematika, etnis, atau ras pada
konsep yang relatif. mulkulturalisme. Etnomatematika di-
gambarkan sebagai seni dan teknik yang
Perkembangan Etnomatematika dikembangkan oleh anggota dari latar
Begg menjelaskan ada beberapa belakang budaya dan bahasa yang
alasan pentingnya mengkaji etnomatema- beragam untuk memahami masalah
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 31

sosial, budaya, lingkungan, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai


(mathema) (D’Ambrosio, 1999). seorang pendidik, guru harus mampu
Etnomatematika mengacu kepada memediasi hadirnya pengetahuan etno-
kelompok-kelompok yang memiliki grafi siswa dalam belajar matematika.
budaya, kode, simbol, mitos, dan cara-
cara tertentu dalam penalaran matematis Teknik Menghitung Ikan Masyarakat
yang berkaitan dengan fenomena Sunda
manusia dalam budaya. Oleh karena itu, Salah satu ciri khas bangsa
kajian etnomatematika bisa didekati Indonesia adalah kekayaan alam dan
melalui tiga aspek yaitu, matematika, keberagaman hayati maupun hewaninya
pemodelan matematis pada cara yang melimpah. Hal ini menjadikan
berpikirnya, dan antropologi pada bangsanya kreatif dan melahirkan
perilaku manusianya (Rosa & Orey, beragam budaya dalam mengelola
2013), yang mana ketiganya ada pada sumber daya alam yang ada, salah
suatu budaya atau kebiasaan atau ritual satunya pembudayaan ikan. Budidaya
tertentu. ikan menjadi perhatian pemerintah untuk
ditingkatkan produksinya dalam rangka
mengimbangi permintaan produksi
masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran
jika usaha peternakan ikan menjadi
maestro di bidang wirausaha masyarakat
Sunda yang berada di daerah tropis.
Salah satu hal menarik yang ada di
Gambar 1. Kerangka Etnomatematika bisnis budidaya ikan tentunya adalah
(Rosa & Orey, 2013) teknik menghitung ikan oleh peternak
dalam transaksi jual beli benih ikan. Ada
Etnomatematika sebagai titik temu beberapa cara teknik jual beli benih ikan
antara antropologi budaya, matematika, antara lain dengan cara menghitung
dan pemodelan matematis, yang diguna- jumlah benih ikan (satuan) atau dengan
kan untuk membantu kita memahami dan cara dikilo. Teknologi terbaru yang
menghubungkan ide-ide matematika ditemukan peneliti Institut Pertanian
yang beragam pada praktik yang Bogor (IPB) diberi nama “Fry Counter”
ditemukan di masyarakat untuk dikaji (Rakhmat, 2010). Lebih lanjut Rakhmat
secara akademik. menjelaskan bahwa produk Fry Counter
Etnomatematika sangat berkaitan merupakan jawaban atas masalah-
erat dengan pendidikan. Etnomatematika masalah yang sering dikeluhkan oleh para
merupakan program yang bertujuan pengusaha benih ikan pada proses
untuk mempelajari bagaimana siswa penanganan pascapanen di bidang per-
mengerti, memahami, mengartikulasikan, ikanan. Di masyarakat Sunda sendiri,
memproses, melakukan prosedur penjualan ikan dengan teknik satuan
matematis, dan secara praktis mencoba (menghitung jumlah benih ikan) masih
memecahkan masalah yang mereka temui populer dibanding dikilo, fenomena
32 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

khususnya berlaku pada penjual ikan


gurame dan tambak yang harganya relatif
tinggi. Dari sudut pandang etnomatema-
tika, teknik menghitung benih ikan yang
dilakukan para peternak ikan di Sunda
mengandung banyak konsep-konsep
matematika. Namun nyatanya belum
banyak peneliti yang menggali etnomate-
matika ini, terutama mengaitkannya ke
dalam konsep-konsep matematika.

TEMUAN Gambar 2. Ikan Gurame (Osphronemus


Teknik Peternak Sunda Menghitung gouramy) dari Benih sampai Induk
Benih Ikan Gurame (Osphronemus
gouramy) nya jika seseorang menanam benih
Menghitung identik dengan pelajar- gurame sebanyak 50 ekor maka bisa
an matematika dan sekolah. Namun sebe- dipastikan di beberapa tahun ke depan
narnya jauh dari pada itu, menghitung ikan ini tidak akan kurang dari 50 ekor.
merupakan kebutuhan manusia dalam Prestis dan nilai ekonomis yang
aktivitas sehari-harinya. Menghitung dimiliki ikan gurame ini membuat
bukan hanya aktivitas siswa yang sedang penjualan benih ikan ini spesial.
belajar matematika dan masyarakat yang Penjualan benih ikan gurame tidak
menjalankan aktivitas jual beli di pasar. dilakukan per kilogram, namun dilakukan
Menghitung dilakukan semua orang dengan cara satuan sehingga harus
dengan beragam profesi mulai dari dibilang. Setiap ukuran memiliki variasi
pelajar, orang kantoran, bahkan harga yang beragam. Alasan lain kenapa
masyarakat tradisional. dijual satuan karena para pembeli selalu
Salah satu teknik menghitung yang ingin memperhatikan jumlah ikan gurame
unik dilakukan masyarakat adalah teknik yang dimiliki di kolamnya dengan
menghitung benih ikan gurame oleh bilangan yang pas. Adapun teknik
masyarakat Sunda di daerah Priangan menghitung benih ikan gurame yang
Timur. Uniknya cara menghitung ikan ini dilakukan oleh para peternak Sunda
dilakukan dengan menggunakan nada dan adalah dengan cara menggunakan
aturan yang menarik. kelipatan lima (Gambar 3).
Gurame merupakan jenis ikan yang Pada pengambilan pertama dibaca
bernilai mahal bagi masyarakat Sunda. (dilagukan) dengan lirik “satu ma satu –
Harga per kilogram ikan gurame besar satu ma satu – satu ma satu – satu ma satu
bisa mencapai Rp 58.000,- hingga ....” Lirik satu artinya pengambilan ke
65.000,-. Dibandingkan ikan lainnya, satu, ma artinya banyaknya benih ikan
gurame memiliki fisik yang kuat yang diambil dalam setiap wadah
sehingga sangat jarang ikan gurame yang (pengambilan) ada 5 ikan, tanda ‘–’ dan
mati kecuali terkena hama. Oleh karena- ‘...’ artinya lirik ini dibaca berulang-ulang
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 33

Gambar 3. Teknik Menghitung Benih Ikan Gurame dengan Menggunakan Kelipatan 5

sampai pada pengambilan ke dua ikan karena dari faktor waktu tidak akan
sehingga dalam satu pengambilan, lirik efisien. Mereka memiliki strategi
bisa dibaca beberapa kali (cepat). Hal ini matematis yang baik saat dalam sebuah
bertujuan agar membantu mengingat dan pengambilan kurang (misalnya terambil
menarik perhatian pembeli. empat pada pengambilan ke tujuh), maka
Pada pengambilan kedua dilakukan diganti kekurangannya pada pengambilan
dengan cara yang sama dengan berikutnya (mengambil enam pada
mengganti ‘satu’ dengan ‘dua’, sedang- pengambilan ke delapan).
kan tekniknya sama persis. Hal yang Proses berhitung seperti di atas
menarik adalah bahwa dalam setiap dilakukan sampai dengan ‘seratus ma
pengambilan ikan dalam satu wadah tidak seratus’. Jika sudah mencapai seratus
selamanya terambil lima ikan karena maka mereka telah memperoleh lima
karakter dari benih ikan yang cenderung ratus benih ikan. Namun jika ikan yang
aktif, terkadang kurang terkadang lebih. diperlukan lebih dari lima ratus ekor,
Pada kasus pengambilan ke tujuh, ikan maka perhitungan diulangi lagi dari satu
yang terambil dalam wadah hanya empat dengan cara menyimpan sebuah simbol
ikan, namun penjual ikan tidak misal dengan batu sebagai tanda bahwa
mengulanginya sehingga terambil lima satu batu berarti lima ratus ekor.

Gambar 4. Video Teknik Menghitung Benih Ikan Gurame Ala Peternak Sunda
34 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

Konsep Matematika dalam Proses berhitung yang ditunjukkan


Etnomatematika Cara Menghitung oleh Gambar 5 dan Gambar 6 merepre-
Benih Ikan Gurame sentasikan konsep penjumlahan.
Cara menghitung ikan gurame 4 + = 2.5
dilakukan dengan cara menyiduk (dengan 4 + = 10
menggunakan alat semacam piring) =6
dengan rata-rata 5 ekor benih ikan setiap Pendekatan pertama bisa dipandang
kali pengambilan. Proses berhitung ini sebagai konsep penjumlahan. Gambar 4
merepresentasikan konsep kelipatan, dan 5 merepresentasikan konsep pen-
yakni kelipatan 5. jumlahan dengan proses berpikir bahwa
Namun dalam kasus pengambilan ketika pada pengambilan ke x terambil 4
tidak selamanya selalu memperoleh tepat ikan pada wadah sedangkan jumlah
5 ekor ikan, kadang bisa lebih kadang kumulatif ikan pada pengambilan ke x
bisa kurang. Hal ini dikarenakan peternak dan x + 1 haruslah 10. Maka tentunya
tidak selalu menghitung dalam keadaan pada pengambilan ke x + 1 haruslah
santai terutama saat melakukan perhi- sebanyak 10 – 4 = 6 ekor ikan.
tungan dalam jumlah banyak. Kasus Pendekatan matematis berikutnya
terambil benih ikan lebih atau kurang dari bisa dipandang sebagai konsep identitas
5 biasanya tidak jauh meleset, biasanya operasi penjumlahan.
antara kejadian terambil 4 ekor ikan atau
6 ekor ikan. Saat peternak mengalami 4=5–1
pengambilan ikan sebanyak 4 ekor, maka (kejadian pada pengambilan ke x)
pada pengambilan berikutnya dia akan 5+1=6
mengambil 6 ekor ikan. (kejadian pada pengambilan ke x + 1)

Cara berpikir ini direpresentasikan


dengan anggapan pada saat pengambilan
ke x jumlah ikan hanya 4 yang terambil
artinya kurang satu dari yang seharusnya.
Oleh sebab itu, peternak sontak berpikir
Gambar 5. Kejadian Pengambilan ke x bahwa pada pengambilan berikutnya
Sebanyak 4 Ikan dalam Wadah yaitu pengambilan ke (x + 1) dia harus
melebihkan satu. Peternak ikan melihat
kasus
5–1=5+1
adalah sebuah konsep ‘adil’ dalam
berhitung. Matematikawan menyebutnya
sebagai kesamaan.
Gambar 6. Kejadian Pengambilan ke x + 1 Peternak menggunakan kelipatan
Sebanyak 6 Ikan dalam Wadah lima pastinya memiliki alasan tersendiri,
yaitu karena kelipatan lima mudah
dihitung terutama saat perkalian 5 dengan
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 35

banyaknya pengambilan ikan. Pada kasus tahu nama dari sifat perkalian
wawancara dengan salah satu peternak tersebut (tidak mengenal istilah
ikan peneliti melihat bahwa para peternak distributif), namun mereka mahir dalam
ikan telah mahir menggunakan sifat perkalian. Bahkan peneliti mencoba
distributif perkalian. bertanya tentang perkalian yang lebih
besar.
Peneliti : Jadi berapa total ikan dalam
wadah ini pak? Peneliti : Kalau semuanya ada 123 siuk,
Peternak : Ini semuanya 85 siuk (siuk adalah berapa ekor total ikan yang di
satuan pengambilan ikan yang wadah?
identik dilakukan dengan wadah, Peternak : Ya 100 kali 5 jadi 500. Tambah 20
dalam hal ini adalah piring seng) kali 5 kan 100 jadi 600. Sisanya 3
Peneliti : Jadi totalnya berapa ekor? kali 5 kan 15. Total semunya ya jadi
Peternak : 85 kali 5. Jadi 80 kali 5 sama 615. Mudah kan ....
dengan empat ratus dan 5 kali 5 Peneliti : Dari mana Bapak dapat cara
sama dengan 25. Jadi totalnya 425. seperti itu?
Peneliti : Kenapa mengalikannya se-perti Peternak : Ya dari pengalaman.
kali 5 kan 55 ya? 10 kali 5 itu 50 Peneliti : Maksud saya kapan Bapak kenal
dan 1 kali 5 itu 5. Jadi 55. cara itu?
Peneliti itu pak? Peternak : Ya tidak tahu, setiap orang juga
Peternak : Karena lebih mudah saja. 11 tahu kok!
: Perkalian jenis apa itu pak?
Peternak : Ya jenis mudah saja .... (Responden
tidak memahami maksud peneliti.)
Berdasarkan uraian di atas, jelas
Peneliti : Maksudnya begini pak. Tadi waktu bahwa konsep operasi bilangan bulat
Bapak mengambil ikan isinya 4 merupakan bagian dari keterampilan
ekor, lalu di pengambilan masyarakat Sunda dalam menghitung
berikutnya Ba-pak mengambil 6 benih ikan gurame.
ekor. Kata Bapak itu namanya adil,
karena kurang satu lawannya
tambah satu supaya pas PEMBAHASAN
Peternak : Yah, ini namanya cara perkalian Peneliti telah mendeskripsikan
mudah saja, gak ada namanya! kelompok budaya peternak ikan gurame
di beberapa wilayah di Priangan Timur.
Berdasarkan wawancara di atas, Diketahui bahwa mereka memiliki
peneliti menduga bahwa peternak ikan keterampilan matematis dalam meng-
tidak tahu nama sifat dari perkalian yang hitung benih ikan gurame. Hal ini
dimaksud yakni sifat distributif. sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosa
85 × 5 = (80 + 5) × 5 dan Orey bahwa ketika seorang peneliti
= (80 × 5) + (5 × 5) menyelidiki kelompok budaya maka
= 400 + 25 dimungkinkan peneliti menemukan
= 425 gagasan atau praktik matematis dari
Peneliti menduga demikian karena kelompok tersebut (Rosa & Orey, 2013).
kasus ini terjadi pada seluruh responden
(4 orang) peternak ikan yang diwawan-
cara. Kendatipun semua responden tidak
36 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

Gambar 7. Coretan Mahasiswa dalam Proses Perkalian

Gagasan matematis pada teknik Untuk memperkuat argumentasi ini


menghitung benih ikan gurame ini bukan penulis mencermati kertas coretan
sekedar proses berhitung (operasi mahasiswa dalam bekerja matematis.
bilangan bulat: perkalian, pengurangan, Gambar 7 merupakan beberapa contoh
dan perkalian) saja melainkan direpresen- cara mahasiswa dalam melakukan proses
tasikan secara praktis oleh para peternak perkalian. Penulis melihat sebuah
dan penjual benih ikan dalam irama fenomena betapa mereka sangat meng-
(lagam) yang menarik. Dalam buku alami ketergantungan pada sebuah
Revisiting Mathematics Education algoritma kendatipun pada soal-soal yang
(Freudenthal, 2002), ‘Matematika’ dalam sederhana dan bisa dihitung tanpa pensil.
bahasa Prancis “Les Mathématiques” Jika ini dikomparasi dengan
terlihat seperti istilah yang bersifat jamak. pengetahuan matematis pada kasus
Sedangkan menurut orang-orang Liberal berhitung para peternak ikan gurame
bebas, matematika bersifat quadrivium yang bekerja dengan sifat distributif,
yang meliputi empat unsur yakni maka kita melihat sebuah kontradiksi
aritmetika, geometri, astronomi, dan cara berhitung. Kendatipun semua
musik. Berdasarkan definisi ini, jelas responden tidak tahu nama dari sifat
bahwa praktik pada salah satu budaya perkalian tersebut (tidak mengenal istilah
Sunda ini merepresentasikan praktik distributif), namun mereka mahir dalam
matematis. perkalian. Bahkan mereka mahir
Penulis melihat sebuah fenomena melakukan perkalian untuk angka yang
didaktis yang kontradiktif antara lebih besar. Dengan kata lain, terdapat
matematika sekolah dan matematika pendekatan didaktis yang berbeda bahwa
budaya dalam konteks operasi hitung matematika budaya mencatat masyarakat
pada operasi perkalian. Di sekolah, telah mahir dalam beberapa praktik
perkalian diajarkan dengan metode yang matematis namun mereka kurang cukup
sangat algoritmik dan sifat-sifat dari pengetahuan tentang nama dari konsep
perkalian diperkenalkan definitif. Siswa matematis yang mereka tidak sadari.
mahir dan mengenal betul sifat-sifat Ini bisa menjadi bahan pertim-
perkalian seperti distributif, asosiatif, bangan dalam prinsip didaktis pendidikan
komutatif, dan sebagainya. Namun matematika. Freudenthal (Freudenthal,
pembelajaran yang sangat algoritmik 2002) mempertanyakan landasan filo-
tampaknya memberikan pengaruh yang sofis dalam pendidikan matematika
sangat kuat pada siswa. melalui pertanyaan mendasar tentang
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 37

perbedaan konsep dan objek mental, untuk menggunakan bilangan,


misal, bilangan dengan konsep bilangan, menghitung, dan menggunakan
panas dengan konsep panas, segitiga beberapa pola inferensi, namun
dengan konsep segitiga, dan sebagainya. sekolah menyediakan pendekatan
Bahkan ia menyinggung pengajaran dan yang sangat formal mengenai
konsep pengajaran, dimana konsep fakta-fakta tersebut yang
pengajaran cenderung menciptakan ilusi mengakibatkan penyumbatan
untuk memperkuat pemahaman, misalnya psikologis (p.912)”.
dengan memberikan contoh aplikatif Barangkali Gambar 7 adalah bukti
dalam kehidupan sehari-hari. Freudenthal dari argumen yang diajukan oleh
memiliki pandangan yang terbalik dalam D’Ambrosio. Penulis menganggap
hal ini, baginya kognisi tidak dimulai sumbatan psikologis ini berupa habbits
dengan konsep, namun sebaliknya dari gaya berpikir yang tidak berkembang
konsep adalah hasil dari kognisi. Dasar atau terlalu kaku pada apa yang telah
pemikiran inilah yang menginisiasi disimpan seseorang sebagai sebuah
gagasan Freudenthal untuk membagi pengetahuan. Karena pertama kali kita
proses matematisasi ke dalam dua diajarkan perkalian dengan sebuah
pendekatan yakni matematisasi horizon- algoritma tertentu dan kita terbiasa
tal dan vertikal. dengannya maka untuk kasus sederhana
Pandangan Freudenthal bisa pun yang tidak membutuhkan algoritma
direfleksikan dalam pendidikan. Untuk itu bekerja kita akan tetap bekerja
memperkenalkan sifat-sifat operasi dengannya.
perkalian bisa menggunakan konteks
budaya dari cara berhitung peternak ikan SIMPULAN
di atas. Dengan pendekatan ini setidaknya Berdasarkan hasil observasi yang
kita bisa mereduksi pendekatan pendidik- dilakukan di empat Kota/Kabupaten di
an matematika yang terlalu algoritmik Priangan Timur tentang bagaimana
melalui matematisasi horizontal sebagai- teknik menghitung benih ikan gurame,
mana yang banyak dicontohkan oleh de maka dapat diambil beberapa simpulan,
Lang (de Lang et al, 2006) dan Fosnot antara lain masyarakat Sunda khususnya
(Fosnot & Jacob, 2010). di Priangan Timur yang beraktivias
Selain itu, pendekatan matematis dalam ternak atau jual beli ikan gurame
yang melibatkan budaya bisa menjadi cenderung mahir dalam bermatematika
upaya untuk melawan anggapan bahwa dalam hal berhitung. Rata-rata responden
pendidikan matematika yang terlalu yang menjadi subjek penelitian ini tidak
formal sebagaimana yang diungkapkan memiliki riwayat pendidikan yang tinggi,
oleh D’Ambroisio (Gerdes, 1996) mereka hanya sampai pendidikan SD atau
“pada masa sebelum sekolah dan sederajat, bahkan diantaranya tidak
(juga) luar sekolah hampir semua selesai pada jenjang ini. Ini menunjukkan
anak di dunia telah menjadi bahwa mereka mampu mengembangkan
'matherate' artinya mereka mampu cara berhitung secara mandiri melalui
mengembangkan kemampuan pengalaman. Konsep matematika yang
38 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

terdapat dalam teknik menghitung benih Begg, A. (2001). Ethnomathematics:


ikan yang sangat kental yakni konsep Why, and What Else?. ZDM, 33(3),
kelipatan dan penggunaan sifat distri- 71-74.
butif. Para peternak Sunda telah Bishop, A.J., (2002). Research, Policy
mengenal konsep kelipatan, mereka and Practice The Case of Values. In
mengenalinya, namun mereka tidak P. Valero & O. Skovsmose, eds.
Proceedings of the 3rd International
mengenali sifat distributif. Secara praktis
MES Conference. Copenhagen:
mereka telah terampil mengaplikasikan Center for Research in Learning
sifat distributif dalam perkalian, namun Mathematics, 1-7.
tidak mengenali namanya. Pengetahuan
Bishop, A.J., (2004). The Relationship
matematis yang mereka bangun murni between Mathematics Education.
dari pengalaman dan interaksi sosial, In Iranian Mathematics Education
bukan dari sekolah. Kendatipun demikian on Kermanshah Iran. Iran, 1-9.
mereka tidak beranggapan tidak belajar, Bjarnadóttir, K. (2010).
mereka mengakui bahwa mereka juga Ethnomathematics at the Margin of
belajar dari para peternak terdahulu. Europe–A Pagan Calendar. The
Sedangkan keterampilan berhitung Journal of Mathematics and
mereka kembangkan dengan cara mandiri Culture, 5 (1), 21-42.
yang mereka latih dalam kehidupan Statistik, B. P. (2011). Kewarganegaraan,
sehari-hari. Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa
Sehari-hari Penduduk Indonesia:
Hasil Sensus Penduduk 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: BPS.
Appelbaum, P., & Clark, S. (2001).
Science! Fun? A Critical Analysis Clements, M.. (Ken) et al., 2013. From
of Design/Content/Evaluation. the Few to the Many: Historical
Journal of Curriculum Studies, Perspective on Who Should Learn
33(5), 583-600. Mathematics. In The International
Handbook of Mathematics
Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman,
Education. New York: Springer
T., Rahmat, C., & No, J. D. S. Science+Business Media New
(2014). Study of
York, 7–40.
Ethnomathematics: A Lesson From
the Baduy Culture. International D’Ambrosio, U. (1999).
Journal of Education and Ethnomathematics and its First
Research, 2(10), 681-688. International Congress. ZDM,
31(2), 50-53.
Barta, J., & Shockey, T. (2006). The
Mathematical Ways of an Engblom-Bradley, C. (2006). Learning
Aboriginal People: The Northern the Yup’ik Way of Navigation:
Ute. Journal of Mathematics and Studying Time, Position, and
Culture, 1(1), 79-89. Direction. Journal of Mathematics
and Culture, 1(1), 90-126.
Barton, B. (1996). Ethnomathematics:
Exploring Cultural Diversity in Fosnot, C.T. & Jacob, B., 2010. Young
Mathematics (Doctoral Mathematicians At Work:
Dissertation, Research Space@ Constructing Algebra Heinemann,
Auckland). ed., Portsmouth: NCTM.
Ipah Muzdalipah, Eko Yulianto - Ethnomathematics Study: the Technique of Counting Fish Seeds... | 39

François, K., & Van Kerkhove, B. (2010). Leonard, M. & Shakiban, C., (2010). The
Ethnomathematics and the Incan Abacus: A Curious Counting
Philosophy of Mathematics Device. The Journal of
(education). Philosophy of Mathematics and Culture, 5(2), 81–
Mathematics, 121-154. 106.
Freudenthal, H. (2002). Revisiting Muzdalipah, I., & Yulianto, E. (2017).
Mathematics Education The Aplication of Geogebra in
(Translated by China Lectures), Mathematical Problem Solving and
Dordrecht, Boston, London: Problem Posing of Prospective
Kluwer Academic Publisher. Teacher. ADRI International
Journal Of Mathematics
Gerdes, P. (1996). Ethnomathematics and
Mathematics Education. In A. J. Education, 1(1), 1-7.
Bishop, ed. International Naresh, N., (2012). Bus Conductors’ Use
Handbook of Mathematics of Mental Computation in
Education. Netherlands: Springer Everyday Settings – Is it Their
Netherlands, 909–943. Ethnomathematics? In T. Shockey,
Gilsdorf, T. E. (2009). Mathematics of ed. ICEM 4. Papua New Guinea:
The Journal of Mathematics &
the Hñähñu: the Otomies. Journal
of Mathematics and Culture, 4(1), Culture, 308–332.
84-105. Noblitt, B. (2013) . Using Vedic
Goetzfridt, N. J. (2012). Pacific Mathematics to Make Sense of the
Finger Algorithm. Journal of
Ethnomathematics: The Richness
of Environment and Practice. Mathematics & Culture, 7(1), 58–
73.
Hadi, S. (2002). Effective Teacher
Owens, K. (2012). Papua New Guinea
Professional Development for the
Implementation of Realistic Indigenous Knowledges About
Mathematical Concepts. Journal of
Mathematics Education in
Indonesia. University of Twente. Mathematics and Culture, 6(1), 15-
50.
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi
Pais, A. (2013). Ethnomathematics and
Etnomatematika Pada Budaya
the Limits of Culture. For the
Masyarakat Dayak Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten Learning of Mathematics, 33(3), 2-
6.
Sanggau Kalbar. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 13(1), 14-23. Rakhmat, A. (2010). IPB Temukan
Karnilah, N., & Juandi, D. (2013). Study Teknlogi Hitung Cepat Benih Ikan.
Koran Antara News. Tersedia
Ethnomathematics: Pengungkapan
Sistem Bilangan Masyarakat Adat online: http://www. antaranews.
com/berita/220347/ipb-temukan-
Baduy. Jurnal Online Pendidikan
Matematika Kontemporer, 1(1). teknologi-hitungcepat-benih-ikan.
Diakses pada [9/2/2017].
de Lang, J. et al., (2006). Made to
Measure: Geometry and Rosa, M., & Clark Orey, D. (2011).
Ethnomathematics: the Cultural
Measurement, Chicago:
Encyclopedia Britannica, Inc. Aspects of Mathematics. Revista
Latinoamericana de
Etnomatemática, 4(2).
40 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40

Rosa, M. & Orey, D.C., (2013). Spengler, O. (1926). The Decline of The
Ethnomodeling as a Research West. New York: Alfred A. Knopf,
Theoretical Framework on Inc.
Ethnomathematics and Stathopoulou, C., Kotarinou, P., &
Mathematical Modeling. Journal of
Appelbaum, P. (2015).
Urban Mathematics Education, Ethnomathematical Research and
6(2), 62–80.
Drama in Education Techniques:
Sharp, J. & Stevens, A., (2007). Developing a Dialogue in a
Culturally-Relevant Algebra Geometry Class of 10th Grade
Teaching: The Case of African Students. Revista Latinoamericana
Drumming. The Journal of de Etnomatemática, 8(2), 105-135.
Mathematics and Culture, 2(1), 37– Sternstein, M., 2008. Mathematics and
57.
the Dan Culture. The Journal of
Skovsmose, O. (2006). Introduction to Mathematics and Culture, 3(1),
the Section: Mathematics, Culture pp.1–13.
and Society. JM New Mathematics
Turmudi, 2009. Landasan Filsafat dan
Education Research and Practice, Teori Pembelajaran Matematika
W. Schloeglmann (Eds.)(Ed.), 7-10.
berparadigma Eksploratif dan
Investigatif, Jakarta: Leuser Cipta
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai