p-ISSN: 2549-8231
ABSTRAK
Konsep etnomatematik yang diajukan oleh D'Ambrosio memandang budaya dan matematika sebagai dua
hal yang saling berhubungan yang bisa dijelaskan satu sama lain melalui kegiatan sehari-hari masyarakat
yang matematis. Penelitian ini setidaknya mengusung dua misi, yaitu misi pendidikan dan kebudayaan.
Sejarah mencatat bahwa orang Sunda memiliki teknik unik dalam menghitung benih ikan (Osphronemus
gouramy). Keunikannya terlihat dari bagaimana mereka menghitung dengan bernyanyi dan juga dalam
perspektif proses matematis. Studi interpretif ini mengeksplorasi konsep matematika yang terdapat dalam
budaya Sunda dan memberikan gambaran tentang antropologi budaya melalui pendekatan etnomatematik.
Penelitian ini mengamati empat peternak ikan senior dari berbagai kota di Priangan Timur. Hasilnya
menunjukkan bahwa orang Sunda menggunakan konsep dari sedikit dari lima orang dalam menghitung
benih ikan. Selain itu, mereka juga sangat terampil dalam menerapkan sifat distribusi perkalian, namun
mereka tidak mengetahui istilahnya secara matematis. Bahkan pada konsep identitas dan invers, secara
tidak langsung mereka telah menerapkannya tanpa mengetahui sifat tersebut. Hampir semua responden
tidak bisa menjelaskan bagaimana mereka mendapatkan proses perkalian ini karena empat responden
lulusan sekolah dasar, bahkan beberapa di antaranya tidak tamat. Mereka mengatakan bahwa matematika
bisa dikuasai oleh pengalaman. Dari perspektif antropologi, ikan gurame memiliki nilai semiotika yang
sangat berarti bagi orang Sunda, hal ini menunjukkan nilai prestise orang Sunda. Dari perspektif budaya,
penelitian ini memaparkan kearifan lokal orang Sunda menjadi bagian dari upaya menegakkan nilai-nilai
budaya bangsa. Dari perspektif pendidikan, penelitian ini bisa menjadi upaya mengurangi gagasan bahwa
matematika dan budaya bebas budaya.
Kata kunci: antropologi budaya, etnomatematik, Osphronemus gouramy, budaya Sunda
ABSTRACT
Ethnomathematical concept that was proposed by D'Ambrosio looked at culture and mathematics as an
interconnected thing that can be explained each other by everyday mathematical activities of society. This
research at least brings two missions, namely educational and cultural missions. History noted that the
Sundanese have a unique technique in counting fish seeds (Osphronemus gouramy). The uniqueness is
visible from how they count by singing and also in the perspective of mathematical process. This
interpretive study explores the mathematical concepts contained in the Sundanese culture and provide an
overview of cultural anthropology through an ethnomathematics approach. This research observed four
senior farmers from different cities in Priangan Timur. The results show that Sundanese uses the concept
of a multiple of five in counting fish seeds. In addition, they are also highly skilled at applying the
distributive properties of multiplication, but they don’t know the term mathematically. Even the concept of
identity and inverse, indirectly they have applied it without knowing the terms. Almost all respondents
cannot explain how they got this multiplication process because the four of respondents only went to
elementary school, even some of them did not finish it. They said clearly that mathematics can be mastered
by experience. From the anthropology perspective, Gourami Fish has a very meaningful semiotics value
for Sundanese, it shows the prestige value of Sundanese. From a cultural perspective, this research exposes
Sundaneses’ local wisdom becomes part of the effort to uphold the nation's cultural values. From
educational perspective, this study could be an effort in reducing the notion that mathematics and culture
are culturally-free.
Keywords: cultural-anthropolgy, ethnomathematics, Osphronemus gouramy, Sundanese culture
How to Cite: Muzdalipah, I., & Yulianto, E. (2018). Ethnomathematics Study: the Technique of Counting
Fish Seeds (Osphronemus Gouramy) of Sundanese Style. Journal of Medives, 2(1), 25-40.
26 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40
sampai pada pengambilan ke dua ikan karena dari faktor waktu tidak akan
sehingga dalam satu pengambilan, lirik efisien. Mereka memiliki strategi
bisa dibaca beberapa kali (cepat). Hal ini matematis yang baik saat dalam sebuah
bertujuan agar membantu mengingat dan pengambilan kurang (misalnya terambil
menarik perhatian pembeli. empat pada pengambilan ke tujuh), maka
Pada pengambilan kedua dilakukan diganti kekurangannya pada pengambilan
dengan cara yang sama dengan berikutnya (mengambil enam pada
mengganti ‘satu’ dengan ‘dua’, sedang- pengambilan ke delapan).
kan tekniknya sama persis. Hal yang Proses berhitung seperti di atas
menarik adalah bahwa dalam setiap dilakukan sampai dengan ‘seratus ma
pengambilan ikan dalam satu wadah tidak seratus’. Jika sudah mencapai seratus
selamanya terambil lima ikan karena maka mereka telah memperoleh lima
karakter dari benih ikan yang cenderung ratus benih ikan. Namun jika ikan yang
aktif, terkadang kurang terkadang lebih. diperlukan lebih dari lima ratus ekor,
Pada kasus pengambilan ke tujuh, ikan maka perhitungan diulangi lagi dari satu
yang terambil dalam wadah hanya empat dengan cara menyimpan sebuah simbol
ikan, namun penjual ikan tidak misal dengan batu sebagai tanda bahwa
mengulanginya sehingga terambil lima satu batu berarti lima ratus ekor.
Gambar 4. Video Teknik Menghitung Benih Ikan Gurame Ala Peternak Sunda
34 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40
banyaknya pengambilan ikan. Pada kasus tahu nama dari sifat perkalian
wawancara dengan salah satu peternak tersebut (tidak mengenal istilah
ikan peneliti melihat bahwa para peternak distributif), namun mereka mahir dalam
ikan telah mahir menggunakan sifat perkalian. Bahkan peneliti mencoba
distributif perkalian. bertanya tentang perkalian yang lebih
besar.
Peneliti : Jadi berapa total ikan dalam
wadah ini pak? Peneliti : Kalau semuanya ada 123 siuk,
Peternak : Ini semuanya 85 siuk (siuk adalah berapa ekor total ikan yang di
satuan pengambilan ikan yang wadah?
identik dilakukan dengan wadah, Peternak : Ya 100 kali 5 jadi 500. Tambah 20
dalam hal ini adalah piring seng) kali 5 kan 100 jadi 600. Sisanya 3
Peneliti : Jadi totalnya berapa ekor? kali 5 kan 15. Total semunya ya jadi
Peternak : 85 kali 5. Jadi 80 kali 5 sama 615. Mudah kan ....
dengan empat ratus dan 5 kali 5 Peneliti : Dari mana Bapak dapat cara
sama dengan 25. Jadi totalnya 425. seperti itu?
Peneliti : Kenapa mengalikannya se-perti Peternak : Ya dari pengalaman.
kali 5 kan 55 ya? 10 kali 5 itu 50 Peneliti : Maksud saya kapan Bapak kenal
dan 1 kali 5 itu 5. Jadi 55. cara itu?
Peneliti itu pak? Peternak : Ya tidak tahu, setiap orang juga
Peternak : Karena lebih mudah saja. 11 tahu kok!
: Perkalian jenis apa itu pak?
Peternak : Ya jenis mudah saja .... (Responden
tidak memahami maksud peneliti.)
Berdasarkan uraian di atas, jelas
Peneliti : Maksudnya begini pak. Tadi waktu bahwa konsep operasi bilangan bulat
Bapak mengambil ikan isinya 4 merupakan bagian dari keterampilan
ekor, lalu di pengambilan masyarakat Sunda dalam menghitung
berikutnya Ba-pak mengambil 6 benih ikan gurame.
ekor. Kata Bapak itu namanya adil,
karena kurang satu lawannya
tambah satu supaya pas PEMBAHASAN
Peternak : Yah, ini namanya cara perkalian Peneliti telah mendeskripsikan
mudah saja, gak ada namanya! kelompok budaya peternak ikan gurame
di beberapa wilayah di Priangan Timur.
Berdasarkan wawancara di atas, Diketahui bahwa mereka memiliki
peneliti menduga bahwa peternak ikan keterampilan matematis dalam meng-
tidak tahu nama sifat dari perkalian yang hitung benih ikan gurame. Hal ini
dimaksud yakni sifat distributif. sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosa
85 × 5 = (80 + 5) × 5 dan Orey bahwa ketika seorang peneliti
= (80 × 5) + (5 × 5) menyelidiki kelompok budaya maka
= 400 + 25 dimungkinkan peneliti menemukan
= 425 gagasan atau praktik matematis dari
Peneliti menduga demikian karena kelompok tersebut (Rosa & Orey, 2013).
kasus ini terjadi pada seluruh responden
(4 orang) peternak ikan yang diwawan-
cara. Kendatipun semua responden tidak
36 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40
François, K., & Van Kerkhove, B. (2010). Leonard, M. & Shakiban, C., (2010). The
Ethnomathematics and the Incan Abacus: A Curious Counting
Philosophy of Mathematics Device. The Journal of
(education). Philosophy of Mathematics and Culture, 5(2), 81–
Mathematics, 121-154. 106.
Freudenthal, H. (2002). Revisiting Muzdalipah, I., & Yulianto, E. (2017).
Mathematics Education The Aplication of Geogebra in
(Translated by China Lectures), Mathematical Problem Solving and
Dordrecht, Boston, London: Problem Posing of Prospective
Kluwer Academic Publisher. Teacher. ADRI International
Journal Of Mathematics
Gerdes, P. (1996). Ethnomathematics and
Mathematics Education. In A. J. Education, 1(1), 1-7.
Bishop, ed. International Naresh, N., (2012). Bus Conductors’ Use
Handbook of Mathematics of Mental Computation in
Education. Netherlands: Springer Everyday Settings – Is it Their
Netherlands, 909–943. Ethnomathematics? In T. Shockey,
Gilsdorf, T. E. (2009). Mathematics of ed. ICEM 4. Papua New Guinea:
The Journal of Mathematics &
the Hñähñu: the Otomies. Journal
of Mathematics and Culture, 4(1), Culture, 308–332.
84-105. Noblitt, B. (2013) . Using Vedic
Goetzfridt, N. J. (2012). Pacific Mathematics to Make Sense of the
Finger Algorithm. Journal of
Ethnomathematics: The Richness
of Environment and Practice. Mathematics & Culture, 7(1), 58–
73.
Hadi, S. (2002). Effective Teacher
Owens, K. (2012). Papua New Guinea
Professional Development for the
Implementation of Realistic Indigenous Knowledges About
Mathematical Concepts. Journal of
Mathematics Education in
Indonesia. University of Twente. Mathematics and Culture, 6(1), 15-
50.
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi
Pais, A. (2013). Ethnomathematics and
Etnomatematika Pada Budaya
the Limits of Culture. For the
Masyarakat Dayak Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten Learning of Mathematics, 33(3), 2-
6.
Sanggau Kalbar. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 13(1), 14-23. Rakhmat, A. (2010). IPB Temukan
Karnilah, N., & Juandi, D. (2013). Study Teknlogi Hitung Cepat Benih Ikan.
Koran Antara News. Tersedia
Ethnomathematics: Pengungkapan
Sistem Bilangan Masyarakat Adat online: http://www. antaranews.
com/berita/220347/ipb-temukan-
Baduy. Jurnal Online Pendidikan
Matematika Kontemporer, 1(1). teknologi-hitungcepat-benih-ikan.
Diakses pada [9/2/2017].
de Lang, J. et al., (2006). Made to
Measure: Geometry and Rosa, M., & Clark Orey, D. (2011).
Ethnomathematics: the Cultural
Measurement, Chicago:
Encyclopedia Britannica, Inc. Aspects of Mathematics. Revista
Latinoamericana de
Etnomatemática, 4(2).
40 | Journal of Medives, Volume 2, No. 1, 2018, pp. 25-40
Rosa, M. & Orey, D.C., (2013). Spengler, O. (1926). The Decline of The
Ethnomodeling as a Research West. New York: Alfred A. Knopf,
Theoretical Framework on Inc.
Ethnomathematics and Stathopoulou, C., Kotarinou, P., &
Mathematical Modeling. Journal of
Appelbaum, P. (2015).
Urban Mathematics Education, Ethnomathematical Research and
6(2), 62–80.
Drama in Education Techniques:
Sharp, J. & Stevens, A., (2007). Developing a Dialogue in a
Culturally-Relevant Algebra Geometry Class of 10th Grade
Teaching: The Case of African Students. Revista Latinoamericana
Drumming. The Journal of de Etnomatemática, 8(2), 105-135.
Mathematics and Culture, 2(1), 37– Sternstein, M., 2008. Mathematics and
57.
the Dan Culture. The Journal of
Skovsmose, O. (2006). Introduction to Mathematics and Culture, 3(1),
the Section: Mathematics, Culture pp.1–13.
and Society. JM New Mathematics
Turmudi, 2009. Landasan Filsafat dan
Education Research and Practice, Teori Pembelajaran Matematika
W. Schloeglmann (Eds.)(Ed.), 7-10.
berparadigma Eksploratif dan
Investigatif, Jakarta: Leuser Cipta
Pustaka.